Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENARIKAN BARANG JAMINAN

FIDUSIA BERUPA KENDARAAN BERMOTOR SECARA PAKSA OLEH DEBT


COLECTOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

Gibran Arga Rizky Buulolo


NIM 180200091
Gibranbuulolo@gmail.com
HP. 082274871456
MPH Kelas A KKNI 2021

ABSTRAK

konsumen sebagai kreditur dalam suatu perjanjian pembiayaan konsumen seringkali


melakukan cidera janji sehingga perusahan pembiayaan konsumen seringkali menggunakan
jasa debt collector untuk melakukan penarikan barang jaminan fidusia berupa kendaraan
bermotor (mobil/sepeda motor) sebagai bentuk penyelasaaian perjanjian pembiayaan
konsumen. Akan tetapi dalam prakterknya, debt collector kerap kali melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan prosedur, hal ini berdasarkan pada sering munculnya berita
mengenai penarikan barang jaminan fidusia oleh debt collector secara paksa dengan disertai
kekerasan.

Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah proses penarikan barang
jaminan fidusia yang kerap kali dilakukan secara paksa dan apa akibat hukum terhadap debt
collector maupun perusahaan pembiayaan konsumen selaku kreditur. Adapun metode yang
digunakan dalam penulisan artikel ini yaitu yuridis normatif.

Kata kunci: akibat hukum; debt collector; pembiayaan konsumen.

I. Latar Belakang

Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang sangat diminati
oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan akan alat transportasi berupa kendaraan
bermotor baik itu roda dua (sepeda motor) maupun roda empat (mobil) yang mana model
pembiayaan ini menawarkan kepada konsumen (kreditur) untuk mendapatkan kendaraan
yang di inginkan tanpa langsung membayarnya secara lunas, akan tetapi dengan melakukan
pembayaran secara angsuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam sebuah perusahaan
pembiayaan konsumen (debitur) . dalam pembiayaan konsumen dikenal beberapa jaminan
dalam melakukan perjanjian pembiayaan, salah satunya adalah Jaminan Fidusia yang mana
merupakan suatun bentuk jaminan agar suatu pihak itu memenuhi kewajibannya dalam
melakukan perjanjian pembiayaan konsumen.
Dalam prakteknya, seringkali sterjadi satu hal dimana konsumen selaku kreditur
dalam perjanjian pembiayaan konsumen (leasing) tidak dapat melakukan pembayaran
terhadap angsuran sesuai dengan ketentuan yang sudah menjadi perjanjian diantara kedua
belah pihak, bentuk kondisi ini disebut sebagai cidera janji (wanprestasi). Atas dasar cidera
janji yang dilakukan oleh konsumen, banyak perusahaan pembiayaan konsumen
menggunakan solusi jalan tengah untuk menyelesaikan perjanjian pembiayaan konsumen
tersebut dengan cara melakukan penarikan barang jaminan fidusia baik secara langsung oleh
pihak leasing maupun menggunakan jasa pihak ketiga atau yang sering dikenal dengan debt
collector. Secara umum, istilah debt colector merupakan sebutan bagi mereka yang
melakukan penagihan hutang atau penarikan barang jaminan. Penagihan yang dimaksud
hanyalah dilakukan apabila kualitas tagihan suatu kredit termasuk kedalam kategori
kolektibilitas diragukan, macet, dan bermasalah. 1 Dalam prakteknya, debt collector selaku
pihak ketiga yang digunkan oleh perusahaan pembiayaan konsumen selaku kreditur kerap
kali melakukan tindakan yang justru merugikan konsumen selaku debitur. Hal itu berupa
tindakan penarikan secara paksa yang diiringi dengan tindakan premanisme berupa
pengancaman dan bahkan pemukulan yang mana hal ini tentu saja merupakan tindakan yang
tidak sesuai dengan prosedur dan melanggar hukum.

II. Permasalahan

Yang menjadi permasalahan dalam artikel ini adalah bagaimanakah pengaturan hukum
mengenai penggunaan debt collector dalam penarikan barang jaminan fidusia serta
menganalisis akan tindakan debt collector dalam penarikan barang jaminan fidusia yang
disertai dengan tindakan pemaaksaan secara hukum serta melihat bagaimanakah akibat
hukum atas perbuatan tersebut baik terhadap perusahaan pembiayaan maupun terhadap debt
collector.

III. Teori

Teori dalam sebuah penelitian berperan penting sebagau pisa analisis untuk menjelaskan
atau menerangkan suatu gejala atau proses yang menjadi pokok penelitian. Pada umumnya,
suatu penelitian harus dilandasi dengan pemikiran yang bersifat teoritis. 2

Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan artikel ini adalah
teori kepatuhan oleh schyutn yang mana teori ini menjelaskan bahwa Hukum dipatuhi karena
dipaksakan oleh sanksi dan kepatuhan akan diberkan pula atas dasar persetujuan yang
diberikan para anggota masyarakat terhadapat hukum karena mereka memerlukannya. 3
Dengan teori ini dapat dilihat sejauh mana para pelaku usaha pembiayaan konsumen dan
perusahaan jasa penagihan (debt collector) patuh terhadap hukum yang berlaku sebagai
standar hukum beropasinya perusahaan pembiayaan maupun perusahan jasa debt collector.

Selain teori, penting juga untuk menentukan metode penelitian dalam penulisan sebuah
artikel. Adapun metode penelitian dalam artikel ini yaitu dengan menggunakan metode
yuridis normatif. Menurut Abdulkadir Muhammad penelitian hukum normatif adalah

1
Masrudi Muchtar, Debt Collector Dalam Optik Kebijakan Hukum Pidana, Aswaja Presindo, Yogyakarta,
2013, hal. iii.
2
Roony H Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 37
3
Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1986, hal. 174
penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori,
sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi,
penjelasan umum dan pasal dari pasal, formalitas dan mengikatnya, tetapi tidak mengkaji
aspek terapan atas implementasinya, penelitian hukum normatif ini sering juga disebut
“penelitian hukum dogmatik’’ atau penelitian hukum teoritis (dogmatic or theoretical law
research ).4

IV. Pembahasan
a. Pengaturan Fidusia Sebagai Jaminan Dalam Pembiayaan Konsumen

Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiduce, sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Undang-Undang
No. 42 Tahun 1999 juga menggunakan istilah fidusia sebagai istilah resmi dunia hukum.5
Disamping istilah fidusia, dikenal juga istilah jaminan fidusia. Pasal 1 ayat (2) menyatakan
bahwa jaminan fidusia adalah “ hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun
tidak berwujud dan benda bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan yang sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang No.4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, yang berperan
sebagai agunan untuk pelunasan utang tertentu.

Adapun unsur unsur dalam jaminan fidusia yaitu :

1. Adanya hak jaminan;


2. Adanya objek;
3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia;
4. Memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.6

Perjanjian pembiayaan konsumen atas kendaraan bermotor dengan fidusia didasari oleh
Keppres No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan yang kemudian ditindaklanjuti
dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. 7

b. Pengaturan Hukum Mengenai Penggunaan Debt Collector Dalam Penarikan


Barang Jaminan Fidusia

Pada dasarnya penggunaan debt collector itu bertujuan untuk melakukan penagihan
terhadap konsumen dengan status kredit macet. Seiring berjalannya waktu, penggunaan debt
collector kini bukan hanya untuk melakukan penagihan hutang akan tetapi dapat juga
melakukan penarikan terhadap suatu barang jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor dari
tangan konsumen secara langsung.

4
Abdullkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Adi bakti, Bandung, 2004, hal. 101.
5
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, Hal 3.
6
M. Bahsan, Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT Raja GrafindoPersada, Bandung,
2012, hal 51.
7
ST. Nurjanah, Lembaga Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Vol. 3 Nol. 1 Juni 2016,
hal 120.
Jasa pihak ketiga atau debt collector pada perusahaan pembiayaan mempekerjakan
debt collector berasal dari perusahaan outsourcing debt collector yang terikat dalam suatu
perjanjian kerja atau pemberian kuasa penarikan. Perjanjian kerja pemberian kuasa yang
diberikan perusahaan pembiayaan kepada debt collector melalui perusahaan outsourcing
berpatokan Pasal tentang Pemberian Kuasa pada Pasal 1792- 1819 KUH Perdata.8

Penarikan jaminan fidusia dilakukan atas dasar cidera janji yang dilakukan oleh
kreditur, apabila debitur diyakini tidak memiliki kemampuan dan/atau itikad baik untuk
menyelesaikan kewajibannya untuk membayar kredit, maka langkah terakhir yang dilakukan
kreditur adalah mengeksekusi objek jaminan fidusia tersebut.9 Dasar hukum penggunaan debt
collector dalam penarikan barang jaminan fidusia dapat dilihat dalam pasal 49 Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan No. 30/POJK.05/2014 Tebntang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
Bagi Perusahaan Pembiayaan yang berisikan :

1) Perusahaan dapat melakukan kerjasama dengan pihaklain untuk melakukan


fungsi penagihan kepada Debitur.
2) Perusahaan harus menuangkan kerjasama dengan pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk perjanjian tertulis bermaterai.
3) Kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) pihak lain tersebut berbentuk badan hukum;
b) pihak lain tersebut memiliki izin dari instansi berwenang; dan
c) pihak lain tersebut memiliki sumber daya manusia yang telah
memperoleh sertifikasi profesi di bidang penagihan dari lembaga
yang ditunjuk oleh asosiasi perusahaan pembiayaan Indonesia.
4) Perusahaan bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan
dari kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
5) Perusahaan wajib melakukan evaluasi secara berkala atas kerjasama dengan
pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

c. Prosedur Penarikan Secara Paksa Jaminan Fidusia Oleh Debt Collector dalam
Pembiayaan Konsumen

Sumber hukum utama pembiayaan konsumen adalah ketentuan mengenai perjanjian


pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli bersyarat yang diatur dalam KUH Perdata. Dari
segi hukum publik pengaturan tentang Lembaga Pembiayaan Konsumen terdiri atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan
pelaksanaannya, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga

8
Jusnizar Sinaga, M. Hamdan, Madiasa Albisar dan Dedi Harianto, Tindakan Penarikan Unit Kendaraan Yang
dilakukan Debt Collector Terhadap Debitur Ditinjau Dari Aspek Hukum Pidana, USU Law Jurnal Vol 5. No. 2,
2017, hal. 105.
9
Ayu Astri Agus Swari dan I Gede Agus Kurniawan, Kepastian Hukum Dalam Upaya Eksekusi Jaminan
Melalui Akta Jaminan Fidusia, Vol.10 No. 2 Tahun 2021, hal 105.
Pembiayaan, Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran
Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan. 10

Pada dasarnya, setiap perusahaan pembiayaan konsumen mempunyai prosedur


tersendiri dalam melakukan penarikan jaminan fidusia, yang mana prosedur tersebut menjadi
acuan bagi para debt collector dalam melakukan penarikan.

Perusahaan pembiayaan konsumen dalam melakukan penarikan jaminan fidusia


harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
130/PMK.010/2012 kreditur harus melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Jika tidak, maka
kreditur (leasing) tidak bisa menarik aset debitur sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012. Dalam perjanjian dengan fidusia,
kreditur dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftark.an jaminan fidusia dimaksud
pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan
fidusia (pasal 1).

Pada prinsipnya ada 2 (dua) dasar hukum bagi debt collector melakukan tindakan
penarikan sepeda motor yang menjadi obyek kredit perjanjian leasing yaitu : Pertama, dengan
menggunakan dasar adanya wanprestasi sehingga perjanjian berakhir, namun syarat
pengakhiran perjanjian tersebut harus melalui putusan pengadilan. Kedua, dengan
menggunakan dasar hukum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 bahwa
kreditur berhak menarik barang yang sebagai objek jaminan fidusia dengan adanya dasar
sertifikat jaminan fidusia. Jadi tanpa adanya syarat tersebut, kreditur tidak dapat semena-
mena menarik barang dari debtur yang wanprestasi atau terjadinya kredit macet .

Pada prakteknya, penarikan barang jaminan fidusia dari tangan debitur sering kali
dilakukan dengan pakasaan dan bahkan tidak jarang para debt collector menggunakan unsur
kekerasan dalam penarikan barang jaminan fidusia. Apa bila mengacu pada Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
penarikan barang jaminan fidusia harus dilakukan secara sukarela yaitu Adanya unsur
kerelaan debitur tanpa ada paksaan dari pihak lain dalam hal ini debt collector untuk
menyerahkan objek jaminan fidusia sesuai perjanjian dan bila tidak melunasi akan dieksekusi
oleh kreditur.

d. Akibat Hukum Penarikan Barang Jaminan Fidusia Secara Paksa


1) Akibat Hukum Terhadap Debt Collector

Debt Collector dalam penarikan barang jaminan fidusia tentu saja dapat berakibat
hukum apabila melakukan penarikan tidak sesuia dengan prosedur perusahaan pengguna jasa
debt collector dan juga prosedur secara hukum dalam hal ini disertai dengan unsur paksaan
dan kekerasan.

10
Cliff Edward Fransiscus Liono, Tinjauan Yuridis Terhadap Penarikan Barang Jaminan Fidusia Secara Paksa
Oleh Leasing Melalui Debt Collector Yang DItinjau Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia, Lex Privatum Vol. IX, 2021, hal. 72.
Dengan melakukan penarikan barang jaminan fidusia yang disertai unsur paksaan dan
kekerasan, debt collector dapat dimintai pertanggung jawaban pidana. Dalam hal ini dapat
diklasifikasian Tindak Pidana yang dilakukan oleh debt collector adalah, sebagai berikut :11

 Pasal 368 KUHP


1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun
2. Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi
kejahatan ini”.

Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut:

a) “Kejadian ini dinamakan pemerasan dengan kekerasan (afpersing).12 Pemeras itu


pekerjaannya:
1. Memaksa orang lain.
2. Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk
kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang
atau menghapuskan piutang.
3. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak”. 13
b) “Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan:
1. Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang itu
melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa
orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan;
2. Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika memaksanya itu
dengan akan menista, membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369”.

2) Akibat Hukum Terhadap Perusahaan Pembiayaan

Dalam hal penggunaan pihak ketiga, maka tanggung jawab akan akibat hukum yang
dilakukan oleh debt collector dalam penarikan jaminan fidusia juga dibebankan pada
peusahaan pembiayaan konsumen karena ia bertindak atas nama perusahaan dengan

11
Prakoso, J,Pertanggung Jawaban Pidana Oleh Debt Collector Yang Melakukan Tindak Pidana Dalam
Menagih Kredit Bermasalah, Jurnal Poenale Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung 5, No. 2, 2017, hal.
57.
12
Sinurat, A., dan Bere, P., Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Pembiayaan Terhadap Eksekusi Jaminan
Fidusia Oleh Debt Collector, Jurnal Hukum Proyuris Vol. 1 No. 1, 2019, hal. 52- 58.
13
Md Adinda Hardi Ds, I Ketut Rai Sethiabudhi, Pertanggung Jawaban Bank Dalam Tindak Pidana Yang
Dilakukan Oleh Debt Collector Atas Perjanjian Kerjasama, Jurnal Kertha Desa, Vol. 9 No. 1, hlm. 24.
perjanjian kuasa, dimana yang diberi kuasa bertindak atas nama pemberi kuasa. Berdasarkan
perjanjian kerja sama antara perusahaan pembiayaan konsumen dan debt colector sebagai
pihak ketiga, dengan debt collector bertindak untuk dan atas nama perusahaan pembiayaan
konsumen, maka segala tindakan yang dilakukan oleh debt collector merupakan tanggung
jawab perusahaan pula.

OJK ( Otoritas Jasa Keuangan) sebagai lembaga yang mempunyai fungsi


pengawaasan terhadapa perusahaan pembiayaan konsumen dapat memberikan sanksi
terhadap perusahaan pembiayaan konsumen apa bila debt collector sebagai pihak ketiga dari
perusahaan pembiayaan konsumen melakukan tindakan penarikan barang jaminan tidak
sesuai dengan prosedur sebagaimana mestinya. Terkait adanya penarikan paksa kendaraan
oleh oknum debt collector, OJK menyatakan tidak mentolerir debt collector yang melanggar
hukum dan akan memberi sanksi keras kepada perusahaan pembiayaan yang melanggar.14

Pada intinya, sanksi hukum bagi perusahaan pembiayaan bergantung pada tindakan
debt collector sebagai jasa yang digunakan oleh perusahaan pembiayaan. Jika debt collector
bertindak dengan baik sesuai dengan pedoman penagihan yang baik dan benar maka, bank
yang memberikan hak kuasa tidak akan mengalami masalah hukum. 15 Lalu apabila pihak
ketiga melakukan tindakan-tindakan yang termasuk melawan hukum, maka perusahaan
pembiayaan akan dapat dituntut pertanggungjawaban pidana karena dalam hukum pidana
kesalahan itu bukan hanya dari bentuk kesengajaan, melainkan juga dari bentuk kealpaan.

V. Kesimpulan

Berdasarkan pasal 49 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 30/POJK.05/2014


Tebntang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pembiayaan, kedudukan
hukum jasa pihak ketiga dalam hal ini debt collector yang digunakann oleh perusahaan
pembiayaan konsumen dalam penarikan jaminan fidusia adalah sah.

Pada prakteknya, debt collector dalam menjalankan tugasnya seringkali tidak sesuai
dengan prosedur sebagaimana mestinya. Dalam hal ini debt collector seringkali
menggunakan unsur paksaan dan kekerasan yang tentu saja berakibat hukum baik bagi debt
collector maupun bagi perusahaan pembiayaan konsumen. Adapun salah satu akibat
hukumnya yaitu berupa sanksi pidana hal ini merujuk pada tindaakan yang dilakukan debt
colector. Sanksi pidana yang diberikan dapat berupa sanksi yang diatur dalam pasal 368
KUHP.

14
Mochamad Januar Rizky, Sanksi Keras Bagi Leasing Pengguna Debt Collector Melanggar Hukum,
www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 14 juni 2021.
15
Budiharto, M. F. F. dan Saptono, H. “Aspek Tinjauan Hukum Peranan Bank Indonesia Dalam Memberikan
Perlindungan Hukum Nasabah Kartu Kredit Terhadap Debt Collector”.Diponegoro Law Journal 1, No. 4, 2012,
hal. 22.
VI. Referensi

Bahsan, M. 2012. Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. PT Raja
Grafindo Persada. Bandung.

Budiharto, M. F. F. dan Saptono, H. Aspek Tinjauan Hukum Peranan Bank Indonesia


Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Nasabah Kartu Kredit Terhadap Debt
Collector. Diponegoro Law Journal. 2021 Vol.1 No. 4

Fuady, Munir. 2000. Jaminan Fidusia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Hardi, Adinda dan I Ketut Rai Sethiabudhi. 2017. Pertanggung Jawaban Bank Dalam
Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Debt Collector Atas Perjanjian Kerjasama.
Jurnal Kertha Desa. Vol. 9 No. 1.

Liono, Cliff Edward Fransiscus. 2021. Tinjauan Yuridis Terhadap Penarikan Barang
Jaminan Fidusia Secara Paksa Oleh Leasing Melalui Debt Collector Yang
DItinjau Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Lex
Privatum Vol. IX.

Muchtar, Masrudi. 2013. Debt Collector Dalam Optik Kebijakan Hukum Pidana.
Aswaja Presindo. Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Adi bakti,
Bandung.

Nurjanah. 2016. Lembaga Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen.


Vol. 3 No.1.

Prakoso, J. 2017. Pertanggung Jawaban Pidana Oleh Debt Collector Yang Melakukan
Tindak Pidana Dalam Menagih Kredit Bermasalah, Jurnal Poenale Fakultas
Hukum Universitas Bandar Lampung. Vol. 5 No. 2.

Rizky, Mochamad Januar. Sanksi Keras Bagi Leasing Pengguna Debt Collector
Melanggar Hukum. www.hukumonline.com. diakses pada tanggal 14 juni
2021.

Rahardjo. 1986. Hukum dan Masyarakat. Angkasa. Bandung.

Sinaga, Jusnizar., M. Hamdan, Madiasa Albisar dan Dedi Harianto. 2017. Tindakan
Penarikan Unit Kendaraan Yang dilakukan Debt Collector Terhadap Debitur
Ditinjau Dari Aspek Hukum Pidana. USU Law Jurnal Vol 5. No. 2.

Sinurat, A., dan Bere, P. 2019. Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Pembiayaan


Terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia Oleh Debt Collector. Jurnal Hukum
Proyuris Vol. 1 No. 1.

Swari, Ayu Astri Agus dan I Gede Agus Kurniawan, Kepastian Hukum Dalam Upaya
Eksekusi Jaminan Melalui Akta Jaminan Fidusia, 2021, Vol.10 No. 2
Soemitro, Roony H. 1998. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia
Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai