Anda di halaman 1dari 14

TIPS MENGHADAPI DEBT COLLECTOR

1. Sepeda Motor / Mobil / Perumahan

2. Bank, BPR, Koperasi dan Kartu Kredit

3. Dan lain lain hutang piutang.

Debt Collector biasanya terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Debt Collector yang berstatus sebagai karyawan atau internal,

2. Debt Collector yang berstatus berdasarkan kontrak/kuasa atau external

Kegiatan debt collector baik yang internal maupun external tadi seringkali
menyulitkan konsumen, terutama apabila konsumen masih dalam kondisi
kesulitan keuangan sehingga belum mampu membayar angsuran sesuai
kewajibannya.

Untuk itu beberapa tips yang mungkin berguna untuk menghadapi debt
collector.

Ajak bicara baik-baik, utarakan bahwa memang sedang dalam kondisi


kesulitan keuangan dan sampaikan bahwa sesegera mungkin apabila sudah
ada maka akan melakukan pambayaran bahkan jika dimungkinkan akan
melakukan pelunasan.

Usir jika tidak sopan. Apabila debt collector datang dan berlaku tidak
sopan maka konsumen berhak mengusir, karena konsumen berada di rumah
sendiri.

Tanyakan identitas. Indentitas dapat berupa kartu karyawan, atau surat


kuasa bagi external.
Ini sangat penting guna menghindari debt collector illegal yang berkeliaran.
bila terpaksa harus melakukan pembayaran kepada debt collector
(yang diberi kewenangan secara tertulis) mintalah Kwitansi, atau
bayarlah langsung ke kantor apabila dirasakan anda tidak percaya pada debt
collector yang datang.

Janjikan pembayaran sesuai kemampuan dan kepastian, tetapi apabila


tidak ada yang diharapkan terhadap kepastian dan kemampuan, maka
jangan berjanji walau dibawah tekanan, (janji lama tapi tepat akan lebih
baik daripada janji karena takut tapi meleset)

Pertahankan unit kendaraan atau obyek jaminan. Hal ini sangat


penting, mengingat kendaraan adalah milik anda, sesuai dengan STNK dan
BPKB (bagi yang membeli Motor/Mobil secara cicilan melalui Finance)
sedangkan Hubungan Konsumen dan Finance/Bank/Koperasi,
KartuKredit adalah hutang-piutang => hukum Perdata BUKAN Pidana
=> Polisi DILARANG menangani permasalahan Hutang (sesuai
kepolisian no 2 tahun 2002), hal ini perlu ditegaskan karena
biasanya pihak Finance/Bank/Koperasi akan melaporkan Konsumen
dengan tuduhan Penggelapan.

Laporkan polisi. Apabila debt collector bertindak memaksakan kehendak


untuk menarik kendaraan/jaminan, karena tindakannya merupakan
Perbuatan Melawan Hukum PIDANA, maka datanglah ke kantor polisi
terdekat, dan buatlah laporan Tindak Pidana (TP) perampasan
kendaraan dengan tuduhan pelanggaran pasal 368 KUHP dan pasal 365
ayat 2,3 dan 4 junto pasal 335 kuhp. Karena yang berhak untuk
melakukan eksekusi adalah Pengadilan, jadi apabila mau mengambil unit
kendaraan/jaminan harus membawa surat penetapan Eksekusi dari
Pengadilan Negeri.

Titipkan kendaraan. Apabila dirasakan tidak mampu untuk


mempertahankan kendaraan tersebut, maka titipkan kendaraan tersebut di
kantor polisi terdekat dan mintalah surat tanda titipan.

Mintalah bantuan hukum. Apabila anda dirasakan tidak mampu


menyelesaikan masalah ini, maka dapat meminta bantuan hukum kepada
LPK (Lembaga Perlindungan Konsumen) terdekat atau BPSK (Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen) pada kantor Dinas Perdagangan
setempat.
Menyita sesuatu bersifat barang bergerak ada beberapa syaratnya.., ini biasa
dipakai oleh juru sita pengadilan..:

1. Menyita barang milik suatu pihak diberi waktu dari mulai terbitnya matahari
sampai terbenamnya matahari. misal : Bus saja yang masih bersifat pinjaman baik
di leasing maupun di bank, yang setiap hari lewat di jalan yang sama dan trayek
yang sama, collector tidak bisa menarik bus tersebut secara sepihak tanpa
memperhatikan waktu.

2. Menyita barang bergerak HARUS dilakukan di rumah atau kediaman pemilik atas
nama yang bersangkutan, BUKAN di jalan maupun di tempat umum.

4. Pihak yang berhak untuk menyita barang HARUS dari pihak yang
berhubungan langsung, misal harus dari pihak atau karyawan leasing
langsung atau pihak bank langsung dengan kedua syarat di atas. BUKAN dari
pihak external dilengkapi dengan SKP dari kantor atau perusahaan.

Karena apapun alasanya konsumen dilindungi, JIKA debt collector MELAKUKAN


HAL-HAL TIDAK MENYENANGKAN :

BAB XXIII PEMERASAN DAN PENGANCAMAN


Pasal 368

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Apabila Unit sudah ditarik secara resmi :

1. Kumpukan bukti tertulis (surat penarikan,dll) yang didapat waktu motor itu ditarik
oleh leasing bersangkutan

2. Segera datangi kantor leasing dimana membuat kredit motor dahulu, dan
bertemu head (manajer) collection/remedial/eksternal setempat dengan bawa bukti
tadi

3. Jelaskan kronologis sejelas2nya, biasanya kalo motor udah ditarik, secara resmi,
unit itu diserahkan ke gudamg buat dilelang dan nama konsumen seharusnua sudah
ditutup (tutup kartu piutang). Lalu kenapa masih ada tagihan jalan?itu berarti ada
pihak2 yang "bermain"

4. Selama konsumen punya bukti surat penarikan yang resmi tidak perlu takut,
biasanya tiap leasing berbeda penanganan konsumen yang sudah tarik unit ini, tapi
secara garis besar harusnya sudah tidak ditagih karena
unit/motor/tanggungan/sangkutan sudah ditarik.

Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta di


Bawah Tangan

Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang
melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan
pemilik jaminan.

Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor maka dibuat akta yang
dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor
akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, memiliki kekuatan hak eksekutorial
langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditor
(parate eksekusi), sesuai UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

Lalu, bagaimana dengan perjanjian fidusia yang tidak di buatkan akta notaris dan
didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia alias dibuat dibawah tangan? Pengertian
akta di bawah tangan adalah sebuah akta yang dibuat antara pihak-pihak dimana
pembuatanya tidak di hadapan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan
oleh undang-undang (notaris, PPAT dll).

Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian
sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan
pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki kekuatan pembuktian
sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus
diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di
pengadilan. Pertanyaannya adalah apakah sah dan memiliki kekuatan bukti hukum
suatu akta di bawah tangan? Menurut pendapat penulis, sah-sah saja digunakan
asalkan para pihak mengakui keberadaan dan isi akta tersebut. Dalam prakteknya,
di kampung atau karena kondisi tertentu menyebabkan hubungan hukum dikuatkan
lewat akta di bawah tangan seperti dalam proses jual beli dan utang piutang.
Namun, agar akta tersebut kuat, tetap harus dilegalisir para pihak kepada pejabat
yang berwenang.

Saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun
perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance),
sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya
menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi
objek benda jaminan fidusia. Prakteknya lembaga pembiayaan menyediakan barang
bergerak yang diminta konsumen (semisal motor atau mesin industri) kemudian
diatasnamakan konsumen sebagai debitur (penerima kredit/pinjaman).
Konsekuensinya debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit) secara
fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia
kepada kreditur yang dalam posisi sebagai penerima fidusia. Praktek sederhana
dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya barang mengajukan
pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah sama-sama sepakat mengunakan
jaminan fidusia terhadap benda milik debitor dan dibuatkan akta notaris lalu
didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditur sebagai penerima fidusia akan
mendapat sertifkat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur. Dengan
mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta
mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam pinjam
meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan
keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Fakta di lapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian


pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya
tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia
untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di
bawah tangan.

Jika penerima fidusia mengalami kesulitan di lapangan, maka ia dapat meminta


pengadilan setempat melalui juru sita membuat surat penetapan permohonan
bantuan pengamanan eksekusi. Bantuan pengamanan eksekusi ini bisa ditujukan
kepada aparat kepolisian, pamong praja dan pamong desa/kelurahan dimana
benda objek jaminan fidusia berada. Dengan demikian bahwa pembuatan sertifikat
jaminan fidusia melindungi penerima fidusia jika pemberi fidusia gagal memenuhi
kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian kedua belah pihak.

Akibat Hukum
Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat
hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya
karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari
kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia
biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan
kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan
bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik
kreditor. Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi
atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti kerugian.

Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk
dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan
ancaman perampasan. Pasal ini menyebutkan:
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya
membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.
2. Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan
ini.

Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan
mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut
sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa
sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi
tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia. Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat
terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal yang
mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal.
Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditor dan debitor.

Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah
tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang
jaminan fidusia, karena tidak syah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang
dibuat. Mungkin saja debitor yang mengalihkan barang objek jaminan fidusia di
laporkan atas tuduhan penggelapan sesuai

Pasal 372 KUHPidana menandaskan: Barang siapa dengan sengaja dan melawan
hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam
karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Oleh kreditor, tetapi ini juga bisa jadi blunder karena bisa saling melaporkan karena
sebagian dari barang tersebut menjadi milik berdua baik kreditor dan debitor,
dibutuhkan keputusan perdata oleh pengadilan negeri setempat untuk mendudukan
porsi masing-masing pemilik barang tersebut untuk kedua belah pihak. Jika hal ini
ditempuh maka akan terjadi proses hukum yang panjang, melelahkan dan
menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya, margin yang hendak dicapai
perusahaan tidak terealisir bahkan mungkin merugi, termasuk rugi waktu dan
pemikiran.

Lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia sebenarnya rugi


sendiri karena tidak punya hak eksekutorial yang legal. Poblem bisnis yang
membutuhkan kecepatan dan customer service yang prima selalu tidak sejalan
dengan logika hukum yang ada. Mungkin karena kekosongan hukum atau hukum
yang tidak selalu secepat perkembangan zaman. Bayangkan, jaminan fidusia harus
dibuat di hadapan notaris sementara lembaga pembiayaan melakukan perjanjian
dan transaksi fidusia di lapangan dalam waktu yang relatif cepat.

Saat ini banyak lembaga pembiayaan melakukan eksekusi pada objek barang yang
dibebani jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Bisa bernama remedial, rof coll,
atau remove. Selama ini perusahaan pembiayaan merasa tindakan mereka aman
dan lancar saja. Menurut penulis, hal ini terjadi karena masih lemahnya daya tawar
nasabah terhadap kreditor sebagai pemilik dana. Ditambah lagi pengetahuan
hukum masyarakat yang masih rendah. Kelemahan ini termanfaatkan oleh pelaku
bisnis industri keuangan, khususnya sektor lembaga pembiayaan dan bank yang
menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan.

Penulis juga mengkhawatirkan adanya dugaan pengemplangan pendapatan negara


non pajak sesuai UU No. 20 Tahun 1997 Tentang Pendapatan Negara Non Pajak,
karena jutaan pembiayaan (konsumsi, manufaktur dan industri) dengan jaminan
fidusia tidak didaftarkan dan mempunyai potensi besar merugikan keuangan
pendapatan negara.

Proses Eksekusi
Bahwa asas perjanjian pacta sun servanda yang menyatakan bahwa perjanjian yang
dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi
keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi
terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan tidak
dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan
gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal
hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil
agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang
dikandungnya.

Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan
semua upaya hukum yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit.
Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus
mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak. Masyarakat yang umumnya
menjadi nasabah juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan transaksi.
Sementara bagi Pemerintah, kepastian, keadilan dan ketertiban hukum adalah
penting.

*) Penulis adalah advokat pada Kantor Bantuan Hukum (KBH) Lampung dan
Achmad Imam Ghozali, SH and Partner (Law Firm), yang beralamat di Jln. Anggrek
No. 19 Rawa Laut. Bandar Lampung. Telp. (0721) 256801, hp. 0812 7200 395 e-
mail. nugroho-saja@telkom.net, purwonugroho@plasa.com

6 Tips dalam Menghadapi Debt Collector

Tips 1.Menghadapi Debt Collector


Sapalah dengan santun dan minta mereka menunjukkan identitas dan surat tugas. Tanyakan
kepada mereka, siapa yang menyuruh mereka datang dan minta nomor telepon yang memberi
tugas para penagih utang ini. Jika mereka tak bisa memenuhi permintaan Anda dan Anda ragu
pada mereka, persilakan mereka pergi. Katakan, Anda mau istirahat atau sibuk dengan pekerjaan
lain.

TIPS 2. Menghadapi Debt Collector

Jika para penagih utang bersikap santun, jelaskan bahwa Anda belum bisa membayar

karena kondisi keuangan Anda belum memungkinkan. Sampaikan kepada penagih utang bahwa
Anda akan menghubungi yang terkait langsung dengan perkara utang piutang Anda. Jangan
berjanji apa-apa kepada para penagih utang.

Tips 3. Menghadapi Debt Collector

Jika para penagih utang mulai berdebat meneror, persilakan mereka ke luar dari rumah Anda.
Hubungi pengurus RT, RW, atau polisi. Sebab, ini pertanda buruk bagi para penagih utang yang
mau merampas mobil, motor, atau barang lain yang sedang Anda cicil pembayarannya.

Tips 4. Menghadapi Debt Collector

Jika para penagih utang berusaha merampas barang cicilan Anda, tolak dan pertahankan barang
tetap di tangan Anda. Katakan kepada mereka, tindakan merampas yang mereka lakukan adalah
kejahatan. Mereka bisa dijerat Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335.
Dalam KUHP jelas disebutkan, yang berhak untuk melakukan eksekusi adalah pengadilan. Jadi,
apabila mau mengambil jaminan, harus membawa surat penetapan eksekusi dari pengadilan
negeri. Ingatkan kepada mereka, kendaraan cicilan Anda misalnya, adalah milik Anda, sesuai
dengan STNK dan BPKB. Kasus ini adalah kasus perdata, bukan pidana. Kasus perdata
diselesaikan lewat pengadilan perdata dan bukan lewat penagih utang. Itu sebabnya, polisi pun
dilarang ikut campur dalam kasus perdata. Kasus ini menjadi kasus pidana kalau para penagih
utang merampas barang cicilan Anda, meneror, atau menganiaya Anda. Untuk menjerat Anda ke
ranah pidana, umumnya perusahaan leasing, bank, atau koperasi akan melaporkan Anda dengan
tuduhan penggelapan.

Tips 5. Menghadapi Debt Collector

Jika para penagih utang merampas barang Anda, segera ke kantor polisi dan laporkan kasusnya
bersama sejumlah saksi Anda. Tindakan para penagih utang ini bisa dijerat Pasal 368 dan Pasal
365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335.

Tips 6. Menghadapi Debt Collector


Jangan titipkan mobil atau barang jaminan lain kepada polisi. Tolak dengan santun tawaran
polisi. Pertahankan mobil atau barang jaminan tetap di tangan Anda sampai Anda melunasi atau
ada keputusan eksekusi dari pengadilan.

Berkonsultasi hukumlah kepada Lembaga Perlindungan Konsumen, Komnas Perlindungan


Konsumen dan Pelaku Usaha, atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

HASIL WAWANCARA DENGAN SEORANG PENGACARA

Maraknya keluhan masyarakat tentang kinerja penagih hutang atau Debt Collector yang
merampas atau dalam bahasa mereka Menarik motor kredit yang menunggak angsuran secara
terang terangan di tengah jalan raya hingga dianggap meresahkan masyarakat menjadi perhatian
utama pemberitaan media beberapa waktu terakhir, sebenarnya bagaimana regulasi hukum
tentang hal tersebut, berikut petikan wawancara Wartawan Bhara Mitra Bhaurekso dengan
Supriyadi SH seorang pengacara atau Lawyer ternama dari LBH Nusantara Kendal.

Bhara Mitra Bahurekso (BMB) : selamat Pagi Pak Pri, gimana kabar?

Supriyadi SH (SS) : Pagi Mas Wartawan, kabar baik, semoga BMB semakin moncer aja

BMB : Makasih Pak, to the point ajalah, masyarakat kita kan sedang konsen masalah
perampasan motor di tengah jalan oleh penagih hutang atau Debt Collector (DC) , gimana sih
perspektif hukum sebenarnya tentang masalah ini?

SS : begini mas, Secara normatif di dunia perbankan, penggunaan jasa pihak ketiga (debt
collector) untuk menagih hutang para debitur bank yang bermasalah memang bukan sesuatu
yang haram, namun tentu saja tetap tunduk dengan batasan-batasan tertentu yang diatur ketat
menurut kaidah hukum di Negara kita tapi perlu diingat bahwa dalam kasus penarikan atau
kasarnya perampasan motor di tengah jalan oleh DC tetap tak bisa dibenarkan secara hukum

BMB : Penjelasan lebih lanjutnya Pak?

SS: Jelas bahwa hutang piutang, Kredit dan sejenisnya adalah masuk dalam ranah perdata,
artinya jika konsumen atau nasabah atau orang yang mengkredit motor itu belum bisa membayar
angsuran atau disebut wanprestasi, maka seharusnya leasing atau pihak yang menghutangkan
harus memenuhi prosedur hukum yang berlaku dan diselesaikan di Pengadilan Negeri dalam
kaitannya dengan perkara perdata tersebut. Kemudian penarikan dilakukan setelah ada putusan
hakim selaku eksekutorial bukan oleh DC, karena yang berwenang dan berhak melakukan
penarikan atau eksekusi adalah hakim melalui putusan pengadilan.

BMB : Bagaimana jika ada DC yang melakukan penarikan atau perampasan di jalan raya?

SS: Penarikan secara rampas dijalan secara hukum oleh DC adalah salah , sekali lagi DC tak
punya hak eksekusi atas barang, semua hak eksekusi adalah ditangan hakim,

BMB : Bagaimana ketika DC menunjukkan surat tugas dari Leasing atau Bank?
SS : Surat tugas dari leasing adalah utk menagih bukan menarik apalagi mengeksekusi suatu
benda yang dipersengketakan karena kewenangan eksekusi adalah pengadilan, jika terjadi kredit
macet atau wanprestasi pada konsumen seharusnya leasing menggugat ke pengadilan baru ketika
pengadilan memutuskan motor atau benda milik leasing harus dikembalikan pada leasing maka
disitulah nasabah atau konsumen harus mengembalikan barang tersebut, debt collector tidak
berhak menarik motor atau mobil dijalan karena sekali lagi, eksekusi adalah kewenangan
pengadilan dalam hal ini hakim.

BMB: Bagaimana jika ada DC yang menarik motor atau mobil dijalan dengan sikap yang tak
menyenangkan,menggertak atau mengancam misalnya ?

SS: Seharusnya Korban harus berani lapor polisi kalau merujuk pada ketentuan-ketentuan
KUHP, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh debt collector bisa dijerat hukum. Dalam
hal debt collector tersebut menggunakan kata-kata kasar dan dilakukan di depan umum, maka ia
bisa dipidana dengan pasal penghinaan, yaitu pasal 310 KUHP:

Barangsiapa merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia
melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum
karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 4500

Selain itu, bisa juga digunakan pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak
menyenangkan:

Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.4500
barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan
atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun
perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu
perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri
maupun orang lain.

BMB: Adakah kasus DC yang dipidanakan di Jawa Tengah Pak?


SS : Kebetulan kemarin kami dari LBH Nusantara Kendal mendampingi seorang korban
perampasan motor yang dilakukan oleh oknum DC di pekalongan, kami menuntut dalam hal
pidananya dimana DC tersebut telah melakukan pengancaman dan berbagai hal lainnya,
sidangnya sedang berlangsung saat ini.

BMB : Ada tambahan Pak?

SS: Kami menghimbau agar para korban ketidak adilan oleh Oknum DC berani melaporkan
kepada pihak berwajib karena semua manusia adalah sama di mata hukum, jika di Pekalongan
saja berani kenapa Kendal tidak?. Di luar negeri pun, konon, tak ada bank yang memakai
jasa debt collector seperti di Indonesia. Logika mereka jelas: Kasus penunggakan utang, baik
kartu kredit , angsuran mobil motor maupun lainnya , adalah masuk kategori tindak perdata; dan
sudah ada pengadilan yang mengurus soal itu. (Tim BMB
MASALAH FIDUSIA DAN PERJANJIAN DENGAN LEASING

Tapi rupanya banyak masalah yg muncul dr usaha ini. Kebanyakan dikarenakan adanya praktek2
curang yg dilakukan oleh pihak Bank/Leasing

Saat aplikasi kredit kita telah disetujui oleh pihak Bank/Leasing, maka kita diwajibkan utk
membayar DP (uang muka)

Aturan terbaru (2012) utk kredit motor DP minimal sebesar 20% dan utk kredit Mobil DP
minimalnya sebesar 25%

Selanjutnya, dilakukanlah perjanjian kredit (akad kredit) antara debitur (konsumen) dan kreditur
(Bank/Perusahaan Leasing)

Pd tahap inilah kecurangan Bank/Leasing dimulai. Bagi masyarakat umum yg tdk jeli sulit
melihat kecurangan ini

Namun kami ingatkan, dibalik wajah2 ramah dan pakaian necis para pegawai tsb sebenarnya mrk
sdg menjalankan usaha yg licik dan jahat!

Dlm proses akad kredit pernahkah pihak Bank/Leasing memberikan draft perjanjiannya beberapa
hari sebelumnya utk kita pelajari?

Tdk pernah! Bahkan jika kita minta pun tdk akan pernah mrk berikan! Kenapa demikian?

Jawabannya sederhana. Agar kita tdk sempat memahami dg baik apa isi dari perjanjian tsb!

Perjanjian akad kredit yg berlembar2 itu selalu diberi pihak Bank/Leasing mendadak, sesaat
seblm kt tanda tangan

Dari gejala ini seharusnya kita menyadari bahwa ada sesuatu yg disembunyikan dlm perjanjian
tsb!

Pd kenyataannya isi dr perjanjian itu banyak yg bersifat sepihak, merugikan konsumen, bahkan
melanggar hukum!

Inilah alasannya mengapa Bank/Leasing tdk menerima pengacara atau polisi sbg konsumennya

Perjanjian yg kt tanda tangani tsb disebut oleh pihak Bank/Leasing dsb sbg Perjanjian Fidusia.
Apakah perjanjian Fidusia itu?

Perjanjian fidusia adlh perjanjian hutang piutang antara kreditur dg debitur yg melibatkan
penjaminan yang kedudukannya tetap dlm penguasaan pemilik jaminan dan dibuat Akta Notaris
dan didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia
Dg perjanjian fidusia ini keditur (pihak pemberi kredit) memiliki hak eksekutorial langsung jk
debitur melakukan pelanggaran perjanjian

Pertanyaannya adalah, apakah perjanjian yg kt tanda tangani saat akad kredit itu termasuk
perjanjian fidusia? Jawabannya, TIDAK!

Pernahkah dlm proses penandatanganan akad kredit pembelian motor bahkan mobil kita
dihadapkan pd Notaris? TIDAK!

Hanya dg memberi kata2 Dijaminkan Secara Fidusia tdk lantas secara otomatis membuatnya
mjd sebuah perjanjian fidusia

Perjanjian yg kita tanda tangani dg tdk dihadapan notaris itu disebut Perjanjian Dibawah
Tangan

Msh bayak kecurangan2 lain yg dilakukan pihak Bank/Leasing, spt skema cicilan dan penalti
pelunasan yg sgt merugikan konsumen

Sering kita temui keluhan konsumen yg sdh melewati setengah masa termin cicilannya namun
mendapati hutangnya hanya berkurang sedikit

Namun kita akan fokus pd konsekuensi yg harus kita hadapi saat mengalami gagal bayar. Utk
lebih memahami, mari kita buat ilustrasinya:

Jk kita kredit motor/mobil utk jangka waktu 3 tahun. Lantas setelah memasuki tahun ketiga tiba2
kt tdk lagi mampu membayar cicilan

Adilkah jk dlm kondisi tsb mobil/motor kita disita? Dan benarkah motor/mobil kita boleh disita?

Ingat, sebelumnya kita sdh membayar uang DP (20-25% dr harga) dan selama 2 tahun kita sudah
membayar cicilan dg tertib

Artinya dari sisi keadilan, hak kita terhadap motor/mobil tsb jauh lebih besar dibanding hak
pihak Bank/Leasing (DP + cicilan 2 thn)

Terlepas dr sisi keadilan. Dari segi hukum pun ternyata sama sekali tdk berhak menyita
motor/mobil kita itu. Mengapa demikian?

Pertama, Sebagaimana sdh dibahas diatas bhw perjanjian yg kt tanda tangani tsb sama sekali bkn
perjanjian fidusia

Artinya pihak kreditur tdk memiliki hak eksekutorial atas jaminan (motor/mobil)

Kedua, Dlm STNK dan BPKB motor/mobil tsb yg tertera adalah nama kita, bukan nama
Bank/Leasing
Artinya motor/mobil tsb secara hukum sah merupakan milik kita, bukan milik Bank/Leasing.

Sedangkan hubungan antara kita dg pihak Bank/Leasing adlh hubungan hutang piutang biasa

Ketiga, Satu2nya pihak yg berhak melakukan eksekusi di negara ini adalah Pengadilan melalui
keputusan eksekusi pengadilan

Artinya Bank/Leasing apalagi debt collector sama sekali tdk berhak melakukan eksekusi dg
alasan apapun

Tentu saja Bank/Leasing tdk mau menempuh proses pengadilan krn selain memerlukan biaya
juga butuh waktu yg tdk sebentar

Dan keputusan pengadilan pasti akan memerintahkan utk dilakukan pelelangan terhadap
motor/mobil kt tsb

Dimana hasil lelang harus dibagi dua. Pertama utk membayar sisa hutang kt kpd Bank/Leasing,
sisanya mjd hak kita

Cara diatas adalah cara yg sesuai aturan hukum dan tentu saja adil bagi kedua belah pihak.
Namun Bank/Leasing tdk menyukainya

Kalau bisa merampas semua mengapa harus berbagi? Itulah alasan mengapa proses penyitaan
sepihak spt itu msh saja tjd

Disini kita mulai memahami bahwa proses penyitaan motor/mobil kita tsb sesungguhnya
melanggar hukum

Namun seringkali sebagai org yg tdk tahu hukum justru kita yg ditakut2 oleh pihak
Bank/Leasing

Karena tahu tdk memiliki dasar hukum maka mrk selalu memakai tenaga pihak ketiga yaitu debt
collector

Penggunaan jasa pihak ketiga (Debt Collector) ini adalah upaya pengecut pihak Bank/Leasing
utk cuci tangan..

Manakala muncul masalah akibat proses penyitaan yg melanggar hukum tadi. Alasannya tentu
saja demi efisiensi

Penting diingat bahwa kasus ini adalah kasus hutang piutang (Perdata) bukan kasus pidana

Jd bahkan polisi pun tdk blh ikut campur apalagi Debt Collector. Mk jgn terkecoh oleh oknum
polisi yg sering membekingi debt collector
Point2 berikut adlh cara bagaimana kita menghadapi debt collector dan menghindari proses
penyitaan ilegal atas barang kita:

Jk Debt Collector dtg ke rmh atau kantor kt, sapalah dg santun, minta identitas & surat tugas.
Minta pula nmr telp pihak pemberi tugas

Jk mrk bersikap santun, sampaikan bhw kt akan menghubungi yg terkait langsung dg perkara
utang piutang. Jgn berjanji apapun pd mrk!

Jk mrk mulai meneror, persilahkan mrk utk keluar. Hubungi pengurus RT, RW atau tetangga
sekitar

Tdk ada gunanya meminta bantuan pd pihak polisi krn biasanya debt collector sdh menjalin
kerjasama dg oknum polisi

Yg paling ditakuti oleh debt collector adlh massa. Jd tdk ada salahnya segera kumpulkan massa
saat mrk mulai meneror

Bila perlu teriaki mereka maling atau rampok agar tercipta kerumunan massa secepat mungkin!

Jk mrk berusaha menyita motor/mobil kt, tolak dan pertahankan barang tetap di tangan kita!

Sampaikan dg tegas bahwa yg berhak melakukan eksekusi adlh pengadilan. Perbuatan mrk adlh
perampasan yg bisa dijerat pasal 335, 365, 368

Ingat! Point terpentingnya adlh jgn membiarkan barang cicilan kita dikuasai debt collector. Jk
sampai tjd prosesnya akan jauh lbh rumit

Jd ada baiknya ungsikan sj barang cicilan kita tsb ke tempat aman. Jgn gunakan motor/mobil kita
sampai kt mampu membayar kembali

Jd tujuannya disini adlh bukan utk tdk membayar hutang tetapi menghindari penyitaan selama kt
blm mampu membayar

Apabila sampai harus berurusan dg polisi, jgn sekali2 menitipkan motor/mobil kt pd polisi atau
ditinggal di kantor polisi

Tolak dg santun tawaran polisi. Sekali lagi, pertahankan barang tetap di tangan kita sampai
mampu melunasi kembali

Dlm banyak kasus oknum polisi justru menyerahkan motor/mobil yg kita titipkan tsb kpd pihak
debt collector

Anda mungkin juga menyukai