Anda di halaman 1dari 28

AKIBAT HUKUM TERHADAP DEBITUR YANG WANPRESTASI DAN

MENGALIHKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA TANPA PERSETUJUAN


PIHAK LEASING DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMBIAYAAN
KONSUMEN
(Studi Putusan MA Nomor : 2492 K/Pdt/2010)

MAKALAH

Disusun Oleh :
SAKA PUTRA GRAH HUTAMA
E2B023013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TENKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
MAGISTER KENOTARIATAN
PURWOKERTO
2023
1

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Jaminan fidusia sebagai salah satu jaminan kebendaan yang diakui
dalam sistem hukum di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dimana lahirnya undang-
undang tersebut karena beberapa alasan, yakni sebagai berikut :
1. Bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia
usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan
hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga
jaminan
2. Bahwa jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan
sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur
dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif
3. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu
pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta
mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang
berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai
Jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor
Pendaftaran fidusia (Konsideran Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia).1
Jaminan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan
ekonomi pada umumnya, karena dalam pemberian pinjaman modal dari
lembaga keuangan (baik bank maupun bukan bank) mensyaratkan adanya
suatu jaminan, yang harus dipenuhi para pencari modal kalau ia ingin
mendapatkan pinjaman/tambahan modal (berupa kredit) tersebut baik untuk
jangka panjang maupun jangka pendek.
Secara umum, hukum jaminan yang objeknya benda bergerak, debitur
tidak bisa mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain
benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia kecuali yang merupakan benda
persediaan inventory, tapi khusus untuk bentuk Jaminan Fidusial tersebut
diperbolehkan dengan ketentuan harus diberitahukan atau mendapat
1
Rosiani Niti Pawitri, Budi Setiyanto, “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pengalihan Objek
Jaminan Fidusia Terhadap Pihak Lain Tanpa Persetujuan Tertulis Dari Penerima Fidusia”,
Recidive Vol. 3 No. 3 September-Desember 2014.
2

persetujuan dari kreditur.2 Apabila pengalihan objek Jaminan Fidusia


tersebut dilakukan debitur tanpa diketahui atau mendapat persetujuan dari
kreditur tentu saja tidak diperbolehkan.3
Definisi jaminan fidusia itu sendiri adalah adalah jaminan kebendaan
atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud
sehubungan dengan hutang piutang antara debitur dan kreditur. Jaminan
fidusia diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin pelunasan
hutangnya.4 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia,

“Fidusia adalah merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda


atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda itu. Selain itu, jaminan fidusia inimemberikan
kedudukan yang diutamakan privilege kepada penerima fidusia
terhadap kreditor lainnya.”

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999


Tentang Jaminan Fidusia, mengatur mengenai pengertian definisi jaminan
fidusia, yang berbunyi :
“jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan”.

Dalam penelitian ini penulis mengangkat permasalahan yang


berkaitan dengan perbuatan wanprestasi dan pengalihan objek jaminan
fidusia tanpa persetujuan pihak leasing (lembaga pembiayaan kredit).
Permasalahan ini muncul ketika Bambang Sutrisna (Tergugat) membeli
sebuah kendaraan beroda empat dari PT. Toyota Astra Motor atas fasilitas
pembiayaan kredit dari PT. BII Finance Center Cabang Semarang

2
Kulas, F. A. (2020). Dasar Tuntutan Pidana Dalam Sengketa Jaminan Fidusia Menurut Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999.Lex Privatum,8(1).
3
Octavianus, A. (2017). Hak Debitur Atas Objek Jaminan Fidusia Sebagai Hak Kebendaan
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.LEX CRIMEN,6(10).
4
Faizal Pratama Febriansyah*, Purwoto, dan R.Suharto “Tinjauan Yuridis Kasus Pengalihan
Barang Jaminan Fidusia Dari Sudut Hukum Pidana (Studi Kasus Pengadilan Negeri Jepara
No.320/Pid.Sus/ 2011/Pn.Jpr Jo No.101/Pid/2012/ Pt.Smg Jo No.1160 K/Pid.Sus/ 2012),
Diponegoro Law Review, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : http://www.ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
3

(Penggugat). Pada awalnya Bambang Sutrisna melakukan pembayaran


angsuran kredit tepat pada waktunya, namun memasuki angsuran bulan
ketiga bambang sutrisna (Tergugat) tidak memenuhi kewajibannya yaitu
untuk mengangsur kredit tersebut. PT. BII Finance Center Cabang
Semarang memperoleh informasi ternyata kendaraan beroda empat tersebut
diduga sudah dialihkan kepada Dra. Nita Ernawati (Turut Tergugat)
sehingga kendaraan tersebut dikuasai oleh turut tergugat. Pengalihan
kendaraan tersebut tidak disertai dengan penyerahan surat-surat bukti
kendaraan yang sah (BPKB, faktur-faktur pembelian, padahal BPKB dan
faktur-faktur pembelian masih dipegang oleh PT. BII Finance Center
Cabang Semarang. Atas perbuatan yang dilakukan antara Bambang Sutrina
dengan Dra. Nita Ernawati menyebabkan kerugian untuk PT. BII Finance
Center Cabang Semarang, oleh karenanya penggugat menuntut tindakan
yang dilakukan oleh tergugat daan turut tergugat ke pengadilan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian ini untuk menyusun makalah hukum yang berjudul

“AKIBAT HUKUM TERHADAP DEBITUR YANG WANPRESTASI


DAN MENGALIHKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA TANPA
PERSETUJUAN PIHAK LEASING DALAM PERJANJIAN KREDIT
PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan MA Nomor : 2492
K/Pdt/2010)”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Akibat hukum terhadap debitur yang melakukan wanprestasi


dalam perjanjian kredit?
2. Bagaimana Upaya Penyelesaian Perbuatan Pengalihan Objek Jaminan
fidusia yang dilakukan oleh debitur kepada pihak ketiga tanpa izin pihak
leasing?
4

C. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri mamudji
menyebutkan bahwa penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder belaka.5
Sedangkan menurut Jonny Ibrahim menyebutkan bahwa
penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
positif.6

2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analitis. Rony Hanitijo memberikan pendapatnya bahwa
deskriptif analitis yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan
hukum positif yang menyangkut permasalahan dalam penelitian ini.7

3. Sumber Data
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji berpendapat bahwa dalam
penelitian hukum pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang
diperoleh dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan yang
diperoleh dari bahan-bahan pustaka dinamakan data sekunder.8

5
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tindakan
Singkat”, Jakarta , PT. Rajagrafindo Persada, Cet 13, hlm. 13-14.
6
Jonny Ibrahim, 2012, “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif”, Malang ,
Bayumedia Publishing, Cet. 4, hlm 295.
7
Rony Hanitjo, 1999, “Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri”, Jakarta, PT. Ghalia
Indonesia, hlm 13
8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, loc.cit.hlm 15
5

Bahwa penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, maka


sumber data yang digunakan adalah jenis data sekunder yang meliputi :

a) Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer pada penelitian ini, yaitu :
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

b) Bahan hukum sekunder


Bahan hukum sekunder, yakni bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,
hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.

c) Bahan hukum tersier


Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap baham hukum primer dan sekunder, contohnya
adalah Black Law Dictionary, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan
seterusnya.

4. Metode Pengumpulan Data


Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan metode Studi
dokumen adalah metode pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung
kepada subjek penelitian. Studi dokumen adalah jenis pengumpulan data
yang meneliti berbagai macam dokumen yang berguna untuk bahan
analisis yaitu meliputi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Setiap bahan
hukum ini harus diperiksa ulang validitas dan reliabilitasnya, sebab hal ini
sangat menentukan hasil suatu penelitian.9

5. Metode Penyajian Data

9
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja
Grafindo, hlm. 68.
6

Metode penyajian bahan hukum dalam penyusunan penelitian ini


akan disajikan dalam bentuk teks naratif secara sistematis, logis, dan
rasional. Artinya, keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu
dengan yang lainnya dan disesuaikan dengan pokok permasalahan
sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh didasarkan pada norma,
kaidah serta doktrin hukum yang relevan dengan pokok permasalahan
yang diteliti.

6. Metode Analisis Data


Penelitian ini menggunakan metode analisis data yakni normatif
kualitatif. Jonny Ibrahim berpendapat bahwa normatif kualitatif adalah
pembahasan dan penjabaran yang disusun secara logis terhadap hasil
penelitian terhadap norma, kaidah, maupun teori hukum yang relevan
dengan pokok permasahalan.10

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan


I. Para Pihak
 PT BII FINANCE CENTER, dalam hal ini diwakili oleh Alexander dan
Irwan Sadewa, masing-masing selaku Presiden Direktur dan Direktur,
bertindak sesuai dengan jabatannya dan oleh karenanya bertindak untuk
dan atas nama PT BII Finance Center, berkedudukan di Jakarta, berkantor
di Wisma Kodel Lantai 5 Jalan H.R. Rasuna Said Kav. B-4 Jakarta 12920,
dalam hal ini memberi kuasa kepada Heru Purnomo, S.H., dan
kawankawan, masing-masing karyawan PT BII Finance Center, berkantor
di Jalan Menteri Soepono I No. 34, Semarang, Pemohon Kasasi dahulu
Penggugat/Terbanding;
Melawan
 BAMBANG SUTRISNA, bertempat tinggal di Jalan Trilomba Juang No.
34 RT.001/RW.001, Kelurahan Mugasari, Kecamatan Semarang Selatan,
Kota Semarang,

10
Jonny Ibrahim. Op.Cit, hlm 297
7

 Dra. NITA ERNAWATI, bertempat tinggal di Jalan Trilomba Juang No.


24 RT.001/RW.001, Kelurahan Mugasari, Kecamatan Semarang Selatan,
Kota Semarang, Para Termohon Kasasi dahulu Tergugat dan Turut
Tergugat/ Turut Terbanding dan Pembanding;

II. Duduk Perkara (Putusan No. 187/Pdt.G/2008/PN.Smg & Putusan MA


Nomor : 2492 K/Pdt/2010 )
 Bahwa sebagaimana dalam Surat Persetujuan Pembiayaan yang dikeluarkan
oleh PT BII Finance Center Cabang Semarang, Tergugat (Bambang
Sutrisna) sudah melaksanakan seluruh syarat-syarat yang telah ditentukan
untuk mendapat fasilitas pembiayaan kredit, namun pada saat angsuran
kendaraan roda 4 tersebut memasuki bulan ke-3 (ketiga) yang jatuh tempo
pada tanggal 02-06-2006, ternyata Tergugat (Bambang Sutrisna) tidak
melaksanakan kewajibannya untuk mengangsur (cidera janji) dari
keseluruhan 36 (tiga puluh enam) kali angsuran hingga diajukan gugatan ini
ke pengadilan;
 Bahwa dengan tindakan Tergugat (Bambang Sutrisna) yang mulai beritikad
tidak baik berdasarkan Surat Kesepakatan Bersama Pembiayaan Dengan
Penyerahan Hak Milik Secara Fiducia di mana Surat Kesepakatan tersebut
juga telah didaftarkan di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Kantor Wilayah Jawa Tengah tanggal 21 April 2006
dengan Nomor W9.02971.HT.04.06. Tahun 2006 dan terbit Salinan Buku
Daftar Fidusia atas kendaraan roda 4 dengan ciri-ciri di bawah ini:
 Merek / tipe : Toyota / Kijang Innova G;
 No. Rangka : MHFXW42G462061707;
 No. Mesin : 1TR6215994;
 Tahun : 2006;
 Warna : Silver MTL;
 No. Polisi : H 8428 PG;
 Selanjutnya kendaraan tersebut disebut Obyek Jaminan Fidusia;
 Bahwa dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
menyebutkan sebagai berikut:
8

 Pasal 15 Ayat (1) : Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 14 (1) dicantumkan kata-kata: “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;
 Pasal 15 Ayat (2) : Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (1) mempunyai kekuatan hukum tetap;
 Pasal 15 Ayat (3) : Apabila debitur cidera janji Penerima Fidusia
mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi Obyek Jaminan
Fidusia atas kekuasaannya sendiri;
maka sesuai Pasal 15 Ayat (3) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, maka Penggugat (PT BII Finance Center
Cabang Semarang) berhak menarik kendaraan bermotor roda 4 yang
dikuasai oleh Tergugat (Bambang Sutrisna) beserta surat-surat
kendaraan (STNK) dan faktur-faktur pembelian
 Bahwa perbuatan Tergugat (Bambang Sutrisna) yang wanprestasi (cidera
janji) dengan menunggak angsuran kredit kendaraan bermotor roda 4,
dengan jelas merugikan Penggugat (PT BII Finance Center Cabang
Semarang) dan oleh karena itu tindakan Tergugat (Bambang Sutrisna)
tersebut telah melanggar Surat Pernyataan yang dibuat oleh Tergugat
(Bambang Sutrisna). Dengan demikian Tergugat (Bambang Sutrisna) telah
melakukan wanprestasi, maka sesuai Pasal 15 Ayat (3) Undang-Undang No.
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka obyek jaminan Fidusia wajib
dikembalikan kepada Penggugat (PT BII Finance Center Cabang
Semarang);
 Bahwa informasi yang diperoleh Penggugat (PT BII Finance Center Cabang
Semarang) keberadaan kendaraan bermotor roda 4 tersebut di bawah
penguasaan/dimiliki oleh Dra. Nita Ernawati beralamat di Jalan Trilomba
Juang No. 24 RT.001/RW.001, Kelurahan Mugasari, Kecamatan Semarang
Selatan, Kota Semarang yang diduga peralihan hak Obyek Jaminan Fidusia
dari Tergugat (Bambang Sutrisna) kepada Turut Tergugat (Dra. Nita
Ernawati) tidak beritikad baik karena tidak disertai dengan penyerahan
surat-surat bukti kendaraan yang sah (BPKB, faktur-faktur pembelian), yang
sekarang ternyata surat-surat bukti kendaraan yang sah (BPKB, faktur-
9

faktur pembelian) masih dalam penguasaan Penggugat (PT BII Finance


Center Cabang Semarang), maka sudah selayaknya peralihan hak/jual beli
obyek jaminan Fidusia tersebut batal, atau kepada siapa pun yang
menguasai dan atau/memiliki atas kendaraan bermotor roda 4 (empat)
dengan ciri-ciri tersebut di atas dengan segala akibat hukumnya;

Dalam Eksepsi
 Bahwa Turut Tergugat menolak seluruh maksud dan dalil-dalil gugatan
Penggugat, kecuali yang secara tegas dibenarkan dalam surat jawaban ini;
 Bahwa gugatan yang diajukan Penggugat kurang pihak atau setidaktidaknya
gugatan Penggugat subyek hukumnya tidak lengkap dan tidak sempurna:
a. Bahwa dalam perkara ini yang menjadi pihak hanyalah Bambang
Sutrisna mengikutsertakan Djunaedi bin Djumadi (i.c. pemilik DJ
Motor) dan CV Surya Indah Pratama yang masing-masing sebagai
Tergugat;
b. Bahwa sangat beralasan dan berdasar hukum apabila Djunaedi bin
Djumadi dan CV Surya Indah Pratama masing-masing dijadikan pihak
dalam perkara ini;
 Bahwa Djunaedi bin Djumadi haruslah diikutkan sebagai pihak dalam
perkara ini, karena Turut Tergugat membeli mobil Kijang Innova G Silver
Metalik tahun 2006 No. Polisi: H 8428 PG ini dari Djunaedi bin Djumadi
secara kontan, bukannya dari Penggugat maupun Tergugat.
 Bahwa dengan keadaan seperti tersebut di atas adalah sangat beralasan
apabila Djunaedi bin Djumadi harus diikutkan pula sebagai pihak dalam
perkara ini, hal ini pun telah sangat jelas dan tegas tercantum dalam putusan
perkara pidana No. 890/Pid/B/2006/PN.Smg, atas nama Terdakwa Djunaedi
bin Djumadi dan putusan perkara pidana No. 887/Pid/B/2007/PN.Smg, atas
nama Terdakwa Bambang Sutrisna (Tergugat), di mana Penggugat (PT BII
Finance Center Cabang Semarang) juga menjadi saksi;
 Bahwa CV Surya Indah Pratama harus diikutkan pula sebagai pihak dalam
perkara ini, karena dalam dalil gugatan Penggugat disebutkan bahwa
Tergugat membeli mobil Kijang Innova G Silver Metalik tahun 2006 No.
10

Polisi: H S428 PG ini dari CV Surya Indah Pratama (lihat dalil gugatan
Penggugat pada angka 2);

III. Amar Putusan (Putusan No. 187/Pdt.G/2008/PN.Smg)


Dalam Konvensi:
A. Dalam Eksepsi:
 Menolak eksepsi Turut Tergugat tersebut untuk seluruhnya;\
B. Dalam Pokok Perkara:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2) Menyatakan Penggugat (PT BII Finance Center Cabang Semarang)
adalah pemilik yang sah atas kendaraan bermotor roda empat Toyota
Kijang Innova G warna Silver MTL tahun 2006 Nomor Rangka:
MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994, Nomor Polisi:
H 8428 PG, BPKB dan STNK atas nama Bambang Sutrisna;
3) Menyatakan Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi) kepada
Penggugat untuk mana wajib mengembalikan mobil Toyota Kijang
Innova dimaksud pada poin ke-2 di atas;
4) Menyatakan tidak sah penguasaan Turut Tergugat atas kendaraan roda
empat/mobil Toyota Kijang Innova di maksud dalam poin ke-2 di
atas;
5) Menghukum Tergugat (Bambang Sutrisna) dan Turut Tergugat (Dra.
Nita Ernawati) atau siapa pun yang menguasainya untuk menyerahkan
kepada Penggugat atas kendaraan roda empat/mobil Toyota Kijang
Innova warna Silver MTL tahun 2006 Nomor Rangka:
MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994 Nomor Polisi:
H 8428 PG,beserta STNKnya atas nama Bambang Sutrisna, bila perlu
dengan bantuan alat Negara (aparat hukum);
6) Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
Dalam Rekonvensi:
11

• Menolak gugatan rekonvensi dari Penggugat Rekonvensi tersebut


untuk seluruhnya;
C. Dalam Konvensi dan Dalam Rekonvensi:
 Menghukum Tergugat Konvensi dan Turut Tergugat Konvensi untuk
membayar biaya perkara ini sebesar Rp386.000,00 (tiga ratus delapan
puluh enam ribu rupiah.

IV. Amar Putusan No. 263/Pdt/2009/PT.Smg


 Menerima permohonan banding Pembanding/Turut Tergugat;
 Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 15 April 2009
Nomor 187/Pdt.G/2008/PN.Smg, yang dimohonkan banding tersebut;
Mengadili Sendiri:
Dalam Konvensi:
Dalam Eksepsi:
 Menolak eksepsi Turut Tergugat untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
 Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
 Menyatakan Tergugat melakukan perbuatan wanprestasi/cidera janji;
 Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
Dalam Rekonvensi:
 Mengabulkan gugatan rekonvensi untuk seluruhnya;
 Menyatakan Tergugat Rekonvensi telah melakukah perbuatan melawan
hukum;
 Menyatakan sah dan berdasar hukum jual beli mobil Kijang Innova G Silver
Metalik tahun 2006 No. Polisi: H 8428 PG antara Penggugat Rekonvensi
dengan Djunaedi bin Djumadi (i.c. pemilik DJ Motor) pada tanggal 22
Maret 2006;
 Menyatakan mobil Kijang Innova G Silver Metalik tahun 2006 No. Polisi:
H 8428 PG adalah milik sah dari Penggugat Rekonvensi;
 Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membuka blokir atas mobil Kijang
Innova G Silver Metalik tahun 2006 No. Polisi: H 8428 PG;
12

 Menghukum Tergugat Rekonvensi atau siapa pun juga yang menguasainya


untuk menyerahkan BPKB mobil Kijang Innova G Silver Metalik tahun
2006 No. PoIisi: H 8428 PG kepada Penggugat Rekonvensi;

V. Alasan-alasan Kasasi (Putusan MA Nomor : 2492 K/Pdt/2010 )


 Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti yang menyatakan bahwa
Termohon Kasasi/Pembanding membeli obyek perkara dari perusahaan DJ
Motor secara sah, maka Termohon Kasasi/Pembanding dinyatakan pihak
pembeli yang beritikad baik dan dilindungi hukum;
 Bahwa Pemohon Kasasi/Terbanding tidak setuju dan tidak sepakat
dengan pertimbangan hukum Judex Facti dimaksud di atas, karena
dalam proses transaksi jual beli antara DJ Motor dan Termohon
Kasasi/Pembanding, di mana Termohon Kasasi/Pembanding telah
mengetahui dan menyadari bahwa atas transaksi jual bel kendaraan
Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H 8428 PG tersebut, Buku
Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) masih dikuasai atau
dipegang oleh perusahaan pembiayaan konsumen/leasing, (in casu
Pemohon Kasasi/Terbanding). Hal tersebut sebagaimana yang
dinyatakan dalam Surat Pernyataan dan Perjanjian antara DJ Motor
dan Termohon Kasasi/Pembanding tertanggal 7 Juni 2006 (vide:
TT.4/PR.4);Sehingga Termohon Kasasi/Pembanding membeli
kendaraan Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H 8428 PG tersebut
dari DJ Motor, yang ternyata kendaraan tersebut adalah milik orang
lain (in casu Turut Termohon Kasasi/Turut Terbanding), ditandai
dengan tidak disertakan bukti kepemilikan kendaraan, berupa
BPKB;
 Bahwa secara hukum dan secara umum dipahami bahwa suatu
kendaraan bermotor (termasuk mobil) adalah suatu barang yang
kepemilikannya dilengkapi dengan suatu dokumen atas nama berupa
BPKB, sehingga atas transaksi jual beli antara Termohon Kasasi/
13

Pembanding dan DJ Motor adalah cacat hukum dan tidak dapat


dilindungi hukum;
 Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti yang menyatakan bahwa
Termohon Kasasi/Pembanding membeli obyek perkara dari perusahaan DJ
Motor sebagai perusahaan jual beli mobil yang sah, maka obyek perkara
(Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H 8428 PG tidak dapat diserahkan
kepada Pemohon Kasasi/Terbanding;
 Bahwa Pemohon Kasasi/Terbanding tidak setuju dan tidak sepakat
dengan pertimbangan hukum Judex Facti dimaksud di atas, karena
dalam proses transaksi jual beli antara DJ Motor dan Termohon
Kasasi/Pembanding, di mana Termohon Kasasi/Pembanding telah
mengetahui dan menyadari bahwa atas transaksi jual beli kendaraan
Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H 8428 PG tersebut, Buku
Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) masih dikuasai atau
dipegang oleh perusahaan pembiayaan konsumen/leasing (in casu
Pemohon Kasasi/Terbanding).Hal tersebut sebagaimana yang
dinyatakan dalam Surat Pernyataan dan Perjanjian antara DJ Motor
dan Termohon Kasasi/Pembanding.
 Bahwa Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) atas
kendaraan Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H 8428 PG tersebut
ada dalam penguasaan Pemohon Kasasi/Terbanding. Dan kendaraan
Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H 8428 PG tersebut merupakan
jaminan hutang secara Fidusia dari Turut Termohon Kasasi/Turut
Terbanding selaku konsumen pemberi Fidusia kepada Pemohon
Kasasi/Terbanding selaku kreditur penerima Fidusia. Pengikatan
jaminan hutang secara Fidusia tersebut didasari oleh Akta Jaminan
Fidusia dibuat oleh Notaris Itok Mursito, S.H. dan Daftar Fidusia
tertanggal 21 April 2006 serta Sertifikat Jaminan Fidusia No.
W9.02971.HT.04.06.TH.2006, tertanggal 21 April 2006.
 Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia tersebut di atas, maka secara hukum
kepemilikan atas kendaraan Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H
14

8428 PG tersebut ada pada Pemohon Kasasi/Terbanding; Dan


berdasarkan Akta Jaminan Fidusia dan Sertifikat Jaminan Fidusia,
maka secara hukum Pemohon Kasasi/Terbanding berhak dan dapat
untuk melakukan upaya hukum (termasuk mengajukan gugatan)
bahkan dengan bantuan aparat Negara, untuk menguasai kembali
obyek jaminan Fidusia (in casu kendaraan Toyota Kijang Innova G
No. Polisi: H 8428 PG) dari tangan ataupun penguasaan pihak
manapun;
 Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti yang menyatakan bahwa
Termohon Kasasi/Pembanding membeli obyek perkara dari perusahaan D]
Motor secara sah, maka Termohon Kasasi/Pembanding dinyatakan pihak
pembeli yang beritikad baik dan dilindungi hukum;
 Bahwa pemohon Kasasi/Terbanding tidak setuju dan tidak sepakat
dengan pertimbangan hukum Judex Facti dimaksud di atas, karena
dalam proses transaksi jual beli antara DJ Motor dan Termohon
Kasasi/Pembanding, di mana Termohon Kasasi/Pembanding telah
mengetahui dan menyadari bahwa atas transaksi jual beli kendaraan
Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H 8428 PG tersebut, Buku
Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) masih dikuasai atau
dipegang oleh perusahaan pembiayaan konsumen/leasing (in casu
Pemohon Kasasi/Terbanding). Hal tersebut sebagaimana yang
dinyatakan dalam Surat Pernyataan dan Perjanjian antara DJ Motor
dan Termohon Kasasi/Pembanding tertanggal 7 Juni 2006 (vide:
TT.4/PR.4); Sehingga Termohon Kasasi/Pembanding membeli
kendaraan Toyota Kijang Innova G No. Polisi: H 8428 PG tersebut
dari DJ Motor, yang ternyata kendaraan tersebut adalah milik orang
lain (in casu Turut Termohon Kasasi/Turut Terbanding), ditandai
dengan tidak disertakan bukti kepemilikan kendaraan berupa BPKB;
 Bahwa secara hukum dan secara umum, dipahami bahwa suatu
kendaraan bermotor (termasuk mobil) adalah suatu barang yang
kepemilikannya dilengkapi dengan suatu dokumen atas nama berupa
BPKB, sehingga atas transaksi jual beli antara Termohon Kasasi/
15

Pembanding dan DJ Motor adalah cacat hukum dan tidak dapat


dilindungi hukum;
VI. Pertimbangan Hukum Hakim
 Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah
Agung berpendapat:
a) Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan oleh karena Judex
Facti (Pengadilan Tinggi) telah salah menerapkan hukum, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa walaupun Turut Tergugat membeli mobil tersebut dari DJ
Motor, dalam hal ini Djunaedi bin Djumadi, perusahaan jual beli
mobil bekas, tapi ternyata mobil yang dibeli tersebut STNK-nya atas
nama orang lain (Bambang Sutrisna)/Tergugat dan tidak disertakan
dengan BPKB-nya, sehingga dengan demikian Turut Tergugat
bukan pembeli yang beritikad baik;
 Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut pendapat
Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi: PT BII Finance Center dan membatalkan
putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 263/Pdt/2009/PT.Smg, tanggal 26
Oktober 2009 tersebut serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri
perkara ini dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang No.
187/Pdt.G/2008/PN.Smg, tanggal 15 April 2009 yang dianggap telah tepat
dan benar yang pertimbangannya diambil alih oleh Mahkamah Agung
sebagai pertimbangannya sendiri dan seluruh amarnya berbunyi seperti yang
akan disebutkan di bawah ini;
 Menimbang, bahwa oleh karena para Termohon Kasasi berada di pihak
yang kalah, maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam
semua tingkat peradilan;
VII. Amar Putusan MA Nomor : 2492 K/Pdt/2010
MENGADILI
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT BII
FINANCE CENTER tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 263/Pdt/2009/
16

PT.Smg, tanggal 26 Oktober 2009;


MENGADILI SENDIRI:
Dalam Konvensi:
A. Dalam Eksepsi:
 Menolak eksepsi Turut Tergugat tersebut untuk seluruhnya;
B. Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat (PT BII Finance Center Cabang Semarang)
adalah pemilik yang sah atas kendaraan bermotor roda empat Toyota
Kijang Innova G warna Silver MTL tahun 2006 Nomor Rangka:
MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994, Nomor Polisi:
H 8428 PG, BPKB dan STNK atas nama Bambang Sutrisna;
3. Menyatakan Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi) kepada
Penggugat untuk mana wajib mengembalikan mobil Toyota Kijang
Innova dimaksud pada poin ke-2 di atas;
4. Menyatakan tidak sah penguasaan Turut Tergugat atas kendaraan roda
empat/mobil Toyota Kijang Innova di maksud dalam poin ke-2 di atas;
5. Menghukum Tergugat (Bambang Sutrisna) dan Turut Tergugat (Dra.
Nita Ernawati) atau siapa pun yang menguasainya untuk menyerahkan
kepada Penggugat atas kendaraan roda empat/mobil Toyota Kijang
Innova warna Silver MTL tahun 2006 Nomor Rangka :
MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994 Nomor Polisi: H
8428 PG, beserta STNK-nya atas nama Bambang Sutrisna, bila perlu
dengan bantuan alat Negara (aparat hukum);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
C. Dalam Rekonvensi:
 Menolak gugatan rekonvensi dari Penggugat Rekonvensi tersebut untuk
seluruhnya;
Menghukum para Termohon Kasasi/Tergugat dan Turut Tergugat untuk
membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat
kasasi ini ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
17

1. Akibat Hukum Terhadap Debitur Yang Melakukan Wanprestasi


Dalam Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen.
Perjanjian atau dalam bahasa hukum umumnya disebut dengan
“overeenkomst”. Perjanjian diatur dalam Buku III Bab II Pasal 1313 sampai
dengan Pasal 1351 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
Menurut Wawan Muhwan Hariri, “Perjanjian adalah suatu peristiwa
yang terjadi ketika para pihak saling berjanji untuk melaksanakan perbuatan
tertentu11 sedangkan menurut I Ketut Oka Setiawan suatu perjanjian
adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di
mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.12
Wanprestasi adalah tidak terlaksananya prestasi baik itu karena
kesengajaan ataupun kelalaian, sedangkan, menurut M. Yahya Harahap
secara umum wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat
pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.13
Menurut Subekti, wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang
debitur dapat berupa empat jenis, yaitu:
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sesuai seperti
yang dijanjikan.
3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.14
Seorang debitur bisa dikatakan telah melakukan cidera janji
(wanprestasi) kreditur harus menyampaikan surat peringatan tertulis kepada
debitur. Surat peringatan bisa disebut dengan somasi. Pasal 1238 KUH
11
Wawan Muhwan Hariri, 2011, “ Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam
Islam”, Bandung, CV. Pustaka Setia, hlm 119
12
I Ketut Oka Setiawan, “Hukum Perikatan”, Jakarta, Sinar Grafika, 2019 , hlm 42
13
Ronald Saija, dan Roger Letsoin, 2016, Buku Ajar Hukum Perdata, Deepublish,
Yogyakarta, hlm. 143.
14
Yahman, 2014, Karkteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan, Pranadamedia
Group, Jakarta, hlm 82.
18

Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) mengatur mengenai


somasi. Somasi (in gebreke stelling) menurut Pasal 1238 KUH Perdata
menyebutkan bahwa “Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah atau
dengan akkta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri,
yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan”. Somasi bertujuan untuk memberikan
kesadaran untuk pihak yang disomasi agar mengetahui kelalaiannya dan
menyelesaikan kewajibannya sesuai isi perjanjian sehingga permasalahan
selesai dan tidak perlu dilanjutkan ke ranah hukum. Somasi diberikan
sebanyak 3 kali dengan tenggang waktu antara somasi 1 dengan yang lain
minimal 7 hari.15
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2009 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 1 angka (1) dijelaskan Lembaga
Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Salah satu jenis kegiatan
Lembaga Pembiayaan yang dibutuhkan masyarakat dalam hal pembiayaan
adalah Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance). Menurut Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2000 tentang Perusahaan
Pembiayaan Konsumen Pasal 1 dijelaskan bahwa Pembiayaan Konsumen
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi
konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara
berkala atau angsuran oleh konsumen.16
Apabila penjelasan diatas dikaitkan dengan duduk perkara, dimana
Bambang Sutrisna (Tergugat) telah melanggar Surat Kesepakatan Bersama
Pembiayaan Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fiducia, karena
memasuki bulan ketiga anggsuran kendaraan roda 4, Bambang Sutrisna
tidak melakukan pembayaran anggsuran tersebut dari 36 (tiga puluh enam)
kali angsuran. Perbuatan yang dilakukan oleh Bambang sutrisna sesuai
dengan pendapat dari M.yahya, Subekti dan Ketentuan Pasal 1238 KUH
Perdata. M.yahya berpendapat bahwa secara umum wanprestasi adalah
15
Elsi Kartika Sari, dan Advendi Simanunsong, 2008, Hukum dalam Ekonomi Edisi 2,
Gramedia Widyasarana Indonesia, Jakarta, hlm 35.
16
Abdul Kadir Muhamad, 1999, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm 315.
19

pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak
menurut selayaknya. Wanprestasi menurut subekti yaitu wanprestasi
(kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat jenis, yaitu:
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sesuai seperti yang
dijanjikan.
3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Menurut Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Debitur
dinyatakan lalai dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu, atau
berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini
mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan”.
Sehingga Perbuatan yang dilakukan oleh Bambang Sutrisna
(Tergugat) patut dinyatakan telah melakukan cidera janji terhadap PT.BII
Finance Center, karena bambang sutrisna pada saat memasuki bulan ketiga
tidak memenuhi kewajibannya yaitu tidak membayar angsuran mobil
tersebut, sehingga bambang sutrisna telah menyalahi aturan surat
kesepakatan bersama, yang mengakibatkan Bambang Sutrisna diharuskan
mengembalikan mobil Toyota Kijang Innova atau yang disebut objek
jaminan fidusia ini kepada PT.Bii Finance Center (Penggugat).

2. Upaya Penyelesaian Perbuatan Pengalihan Objek Jaminan fidusia yang


dilakukan oleh debitur kepada pihak ketiga tanpa izin pihak leasing
Dalam suatu perjanjian dalam bentuk apapun, kedua belah pihak
sedang mengikatkan dirinya untuk melaksanakan sesuatu yang telah
diperjanjikan (prestasi). Namun pada kenyataannya tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi bahwa salah satu pihak tidak melaksanakan apa
yang telah diperjanjikan. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi
atau dilakukan oleh debitur dalam setiap perikatan, baik perikatan yang
bersumber dari perjanjian maupun dari Undang-Undang.
20

Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, wujud dari suatu prestasi yaitu


memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Adakalanya
prestasi tidak dapat dilakukan oleh debitur sebagaimana mestinya, ini
dikarenakan :
a) Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun
karena kelalaian, maka disebut wanprestasi.
b) Karena keadaan memaksa, yakni diluar kemampuan debitur yang
disebut juga overmacht.
Dalam Pasal 4 UUJF (Undang-Undang Jaminan Fidusia) dikatakan
bahwa debitur dan kreditur dalam perjanjian fidusia berkewajiban untuk
memenuhi prestasi. Secara a contrario dapat dikatakan bahwa apabila
debitur atau kreditur tidak memenuhi kewajiban melakukan prestasi, maka
salah satu pihak dapat dikatakan wanprestasi.Pada umumnya masalah
Jaminan Fidusia adalah wanprestasi dari debitur. Dalam Jaminan fidusia,
apabila seorang debitur tidak memenuhi isi perjanjian atau tidak melakukan
hal-hal yang dijanjikan, maka debitur dapat dikatakan telah melakukan
wanprestasi dengan segala akibat hukumnya. Apabila dalam suatu
perjanjian debitur tidak memenuhi kewajibannya yang telah diperjanjikan
karena kesalahannya maka dapat dikatakan debitur tersebut telah melakukan
wanprestasi. Kesalahan itu dapat berupa sengaja dan tidak berprestasi, telah
lalai atau ingkar janji atau bahkan melanggar perjanjian dengan melakukan
sesuatu hal yang dilarang oleh hukum. Hal ini berakibat hukum yaitu pihak
yang dirugikan dapat menuntut pelaksanaan dari prestasi atau konsekuensi
lain yang diatur dalam perjanjian (ganti kerugian).Perbuatan wanprestasi
yang sering dilakukan oleh debitur adalah melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan , yaitu dengan mengalihkan objek Jaminan
Fidusia yang bukan merupakan benda persediaan kepada pihak ketiga tanpa
persetujuan tertulis dari kreditur.
Apabila debitur tidak memenuhi kewajiban atau melakukan
wanprestasi, kreditur dapat menarik benda Jaminan Fidusia untuk dijual
guna menutupi utang debitur. Tindakan tersebut bukan merupakan
perbuatan hukum yang bertentangan dengan UUJF bahkan debitur
21

mempunyai kewajiban untuk menyerahkan benda Jaminan Fidusia tersebut


kepada kreditur untuk dapat dijual. Dalam UUJF diatur bahwa debitur
dilarang untuk mengalihkan objek jaminan fidusia yang tidak merupakan
benda persediaan kepada pihak ketiga tanpa ada persetujuan dari kreditur.
Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia
menyatakan,
“Bahwa pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan,atau
menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan
fidusa yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia.”
Apabila debitur mengalihkan objek Jaminan Fidusia yang tidak
merupakan benda persediaan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis
maka akibat hukum yang ditimbulkan yaitu berupa perbuatan wanprestasi
serta sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang
Tentang Jaminan Fidusia. Dalam prakteknya, seringkali debitur tetap
melakukan mengalihkan objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan
benda persediaan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan kreditur. Faktor
yang menyebabkan salah satunya karena debitur membutuhkan dana untuk
membayar angsuran kredit setiap bulannya. Akibat hukum yang timbul
terkait dengan beralihnya objek Jaminan Fidusia dalam perjanjian kredit
Bank tidak terlepas dari memperhatikan sifat-sifat dari Jaminan Fidusia
sebagai hak kebendaan yang diatur dalam UUJF. Hak kebendan menurut Sri
Soedewi Masjchoen Sofyan adalah hak mutlak atas suatu benda dimana hak
itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat
dipertahankan terhadap siapapun juga.
Hak kebendaan yang melekat pada Jaminan Fidusia dan asas droit de
suite dimana hak kebendaan terus mengikuti bendanya ditangan siapapun
benda tersebut berada, apabila debitur melakukan pengalihan objek Jaminan
Fidusia kepada pihak ketiga maka akan timbul suatu akibat hukum dimana
kreditur mempunyai hak atau daya paksa untuk menarik objek Jaminan
fidusia tersebut dari pihak ketiga dengan melakukan Eksekusi Jaminan
Fidusia diatur dalam Pasal 29-34 UUJF. Yang dimaksud dengan eksekusi
22

Jaminan Fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia dikarenakan debitur cedera janji atau tidak memenuhi
prestasinya tepat waktu kepada kreditur. Dalam UUJF sudah ditentukan
bahwa cara melakukan eksekusi Jaminan Fidusia adalah dengan
pelaksanaan titel eksekutorial, parate eksekusi, dan penjualan benda
Jaminan Fidusia secara dibawah tangan. Dalam pelaksanaan titel
eksekutorial oleh penerima fidusia yang dimaksud dengan titel eksekutorial
(alas hak eksekusi), yaitu tulisan yang mengandung kesetaraan dengan
pelaksanaan putusan pengadilan, yang memberikan dasar untuk melakukan
penyitaan dan lelang sita executorial verkoop tanpa perantara hakim .
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) dan (2) UUJF yang menyatakan
bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusanpengailan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap,kreditur sebagai penerima fidusia mempunyai hak untuk melakukan
titel eksekutorial terhadap benda Jaminan Fidusia dengan menggunakan
Sertifikat Jaminan Fidusia apabila debitur wanprestasi atau cidera janji dan
kreditur juga mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia atas persetujuan pemberi fidusia atau dengan bantuan
pengadilan negeri. Parate eksekusi merupakan eksekusi yang dilaksanakan
sendiri oleh pemegang hak jaminan tanpa melalui bantuan atau campur
tangan dari pihak pengadilan sehingga prosedurnya lebih mudah dengan
tujuan agar kreditur dapat memperoleh pelunasan piutangnya dengan lebih
cepat.Hal ini juga berdasarkan Pasal 15 ayat (3) UUJF yang menyatakan
apabila debitur cidera janji kreditur sebagai penerima fidusia mempunyai
hak untuk menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaannya sendiri. Hak untuk menjual objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaan sendiri merupakan perwujudan dari Sertifikat Jaminan Fidusia
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak untuk
melaksanakan ketetapan tersebut.17

17
Rilla Rininta Eka Satriya, “Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Oleh Debitur Tanpa
Persetujuan Krediturdalam Perjanjian Kredit Bank”, Jurnal Hukum.
23

Apabila penjelasan diatas dikaitkan dengan duduk perkara pada


putusan MA Nomor : 2492 K/Pdt/2010 penulis dapat menganalisa,
perbuatan Bambang Sutrisna yang mengalihkan objek jaminan fidusia
berupa Toyota / Kijang Innova G kepada Dra. Nita Ernawati tanpa izin
pihak leasing atau PT. BII Finance Centere telah menyalahi ketentuan Pasal
23 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia, dimana Bambang Sutrisna
dengan sadar mengalihkan objek jaminan fidusia tersebut kepada Dra. Nita
Ernawati, sesuai dengan fakta hukum yang ada BPKB beserta faktur-faktur
pembelian mobil Kijang Innova G masih dipegang oleh penggugat (PT. BII
Finance Centere) yang artinya Bambang Sutrisna telah mengalihkan objek
jaminan fidusia tersebut kepada turut tergugat (Dra. Nita Ernawati) tanpa
persetujuan dari PT. BII Finance Centere. Sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia yang menyatakan:
1) Pasal 1 butir ke-(1):
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan”
2) Pasal 20:
“Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek
jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada”;
3) Pasal 23 Ayat (2):
“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan kepada pihak lain benda yang
menjadi obyek jaminan Fidusia, kecuali dengan persetujuan tertulis
terlebih dahulu dan penerima Fidusia”.
4) Pasal 24:
“Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat
tindakan atau kelalaian dari pemberi Fidusia baik yang timbul dari
hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar
hukum sehubungan dengan penggunaan dari atau pengalihan benda
yang menjadi obyek jaminan Fidusia”.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia tersebut di atas, maka secara hukum kepemilikan
24

atas kendaraan Toyota Kijang Innova G tersebut ada pada Pemohon


Kasasi/Terbanding/Penggugat. Berdasarkan Akta Jaminan Fidusia dan
Sertifikat Jaminan Fidusia, maka secara hukum Pemohon
Kasasi/Terbanding/penggugat berhak dan dapat untuk melakukan upaya
hukum (termasuk mengajukan gugatan) bahkan dengan bantuan aparat
Negara, untuk menguasai kembali obyek jaminan Fidusia (in casu
kendaraan Toyota Kijang Innova G dari tangan ataupun penguasaan pihak
manapun, baik itu dari Tergugat ataupun turut tergugat.

E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan baik pembahasan pertama
maupun kedua dapat penulis simpulkan, bahwa putusan hakim pada putusan
MA Nomor : 2492 K/Pdt/2010 yang berbunyi :

M E N G A D I L I:
 Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT BII
FINANCE CENTER tersebut;
 Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.
263/Pdt/2009/PT.Smg, tanggal 26 Oktober 2009;

MENGADILI SENDIRI:
Dalam Konvensi:
A. Dalam Eksepsi:
 Menolak eksepsi Turut Tergugat tersebut untuk seluruhnya;
B. Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat (PT BII Finance Center Cabang Semarang)
adalah pemilik yang sah atas kendaraan bermotor roda empat
Toyota Kijang Innova G warna Silver MTL tahun 2006 Nomor
Rangka: MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994,
Nomor Polisi: H 8428 PG, BPKB dan STNK atas nama Bambang
Sutrisna;
25

3. Menyatakan Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi) kepada


Penggugat untuk mana wajib mengembalikan mobil Toyota Kijang
Innova dimaksud pada poin ke-2 di atas;
4. Menyatakan tidak sah penguasaan Turut Tergugat atas kendaraan
roda empat/mobil Toyota Kijang Innova di maksud dalam poin ke-
2 di atas;
5. Menghukum Tergugat (Bambang Sutrisna) dan Turut Tergugat
(Dra. Nita Ernawati) atau siapa pun yang menguasainya untuk
menyerahkan kepada Penggugat atas kendaraan roda empat/mobil
Toyota Kijang Innova warna Silver MTL tahun 2006 Nomor
Rangka: MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994
Nomor Polisi: H 8428 PG, beserta STNK-nya atas nama Bambang
Sutrisna, bila perlu dengan bantuan alat Negara (aparat hukum);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

Dalam Rekonvensi:
 Menolak gugatan rekonvensi dari Penggugat Rekonvensi tersebut
untuk seluruhnya;
Putusan tersebut telah sesuai, karena Bambang sutrisna telah lalai atau
cidera janji atau wanprestasi tidak melakukan kewajibannya yaitu membayar
anggsuran kredit mobil pada anggsuran bulan ketiga serta ditemukan fakta
hukum ternyata Bambang Sutrisna telah mengalihkan objek jaminan fidusia
kepada Dra. Nita Ernawati tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan dari pihak
leasing, sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Bambang Sutrisna
telah menyalahi ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata dan ketentuan Pasal 23
ayat (2) Undang-Undang 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

F. DAFTAR PUSTAKA
Buku Literatur :

Amiruddin, dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum.


Jakarta : Raja Grafindo.
26

Muhamad, Abdul Kadir.1999. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : Citra


Aditya Bakti.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2011. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tindakan Singkat. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Jonny Ibrahim, 2012, “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif”,


Malang : Bayumedia Publishing.

Hanitjo, Rony.1999. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : PT.


Ghalia Indonesia.
Hariri, Wawan Muhwan. 2011. Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan
dalam Islam. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Setiawan, I Ketut Oka. 2019. Hukum Perikatan. Jakarta : Sinar Grafika.
Ronald Saija, dan Roger Letsoin. 2016. Buku Ajar Hukum
Perdata.Yogyakarta : Deepublish.

Yahman. 2014. Karkteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan. Jakarta


: Pranadamedia Group.

Elsi Kartika Sari, dan Advendi Simanunsong. 2008. Hukum dalam Ekonomi
Edisi 2. Jakarta : Gramedia Widyasarana Indonesia.

Jurnal Hukum :

Rosiani Niti Pawitri, Budi Setiyanto, “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana


Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Terhadap Pihak Lain Tanpa Persetujuan
Tertulis Dari Penerima Fidusia”, Recidive Vol. 3 No. 3 September-
Desember 2014.
Kulas, F. A. (2020). Dasar Tuntutan Pidana Dalam Sengketa Jaminan Fidusia
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.Lex Privatum,8(1).
Octavianus, A. (2017). Hak Debitur Atas Objek Jaminan Fidusia Sebagai Hak
Kebendaan Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia.LEX CRIMEN,6(10).
Faizal Pratama Febriansyah*, Purwoto, dan R.Suharto “Tinjauan Yuridis
Kasus Pengalihan Barang Jaminan Fidusia Dari Sudut Hukum Pidana (Studi
Kasus Pengadilan Negeri Jepara No.320/Pid.Sus/ 2011/Pn.Jpr Jo
No.101/Pid/2012/ Pt.Smg Jo No.1160 K/Pid.Sus/ 2012), Diponegoro Law
27

Review, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : http://www.ejournal-


s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
Rilla Rininta Eka Satriya, “Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Oleh Debitur
Tanpa Persetujuan Kreditur dalam Perjanjian Kredit Bank”, Jurnal Hukum.

Peraturan Perundang-undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Anda mungkin juga menyukai