ABSTRAK
LATAR BELAKANG
1
Yudha Pandu, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jaminan Fidusia dan Hak
Tanggungan, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,2008), hal. 65-66.
691
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Yang Jaminannya Batal Menjadi
Miliknya Debitur
dengan jaminan hak atas tanah adalah dengan menunjukan asli sertipikat hak milik atas
tanah sebagai tanda bukti kepemilikan yang sah hak atas tanah tersebut.2
Pada tahap pembebanan Hak Tanggungan harus dilaksanakan dihadapan PPAT,
yang wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan dan penerima Hak
Tanggungan dan disaksikan oleh dua orang saksi. Terhadap tanah yang belum
bersertipikat maka, Kepala Desa dan seorang anggota pemerintah dari desa tersebut
harus menjadi saksi, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 25 PP No.10 Tahun 1961. 3
Dengan terpenuhinya asas publisitas maka memberi perlindungan terhadap para pihak
yang terkait dalam hak tanggungan. Bagi Pemegang Hak Tanggungan tidak boleh di
kesampingkan perlindungan hukum baginya, jadi perlu diperhatikan serta mencari
penyelesaian atas permasalahan tersebut supaya tetap melindungi kepentingan Kreditur
atau Pemegang Hak Tanggungan. 4
Perlindungan yang dijamin pada saat Hak Tanggungan mulai berlaku adalah
perlindungan yang dimaksud oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, yang dibuktikan
dengan sertifikat Hak Tanggungan, tetapi terdapat keadaan di mana Hak Tanggungan
dimungkinkan untuk hapus. Dalam Pasal 18 UUHT diatur mengenai hapusnya hak
tanggungan yang salah satunya disebabkan oleh Obyek Hak Tanggungan tersebut yang
berakhirnya Hak Atas Tanahnya, maka hapusnya Hak Tanggungan menimbulkan
akibat hukum terhadap Kreditur sebagai Pemegang Hak Tanggungan menjadi tidak
memiliki kedudukan yang utama atas hak yang di berikan Hak Tanggungan kepada
Pemegang Hak Tanggungan. 5
Mengenai hal tersebut, harus diperhatikan juga hal yang diatur dałam Pasal 18
ayat (4) UUHT menyatakan bahwa “Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya Hak
Atas Tanah yang dibebani oleh Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang
yang dijamin". Hal itu sudah sesuai dengan sifat perjanjian Pemberian Hak
Tanggungan yang merupakan kesepakatan tambahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) UUHT bahwa, “Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji
untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-
piutang yang bersangkutan atau perjanjian lain-nya yang menimbulkan utang
tersebut”.6
Kedudukan perjanjian pokok, mengenai perjanjian pokok yang telah hapus
(penghapusan utang yang dijaminan) yang menimbulkan hak tanggungan sebagai
perjanjian tambahan menjadi hapus juga, apabila dilihat dari kedudukan penjanjian
pelengkap (pemberi hak tanggungan), maka Hak Tanggungan yang telah hapus tidak
mengakibatkan utang yang dijamin menjadi hapus. Itu disebabkan hak tanggungan
hanya merupakan perjanjian tambahan (accessoir).
Bagi Perlindungan untuk kepentingan Kreditur yang tidak memiliki Hak
Tanggungan, sehingga Kreditur tersebut kedudukannya yang awalnya mempunyai hak
2
Zaeni Asyhadie, Rahma Kusmawati, Hukum Jaminan Di Indonesia : Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional Dan Prinsip Ekonomi Syariah, ( Kota Depok: Raja Grafindo Persad, 2018), hal. 190.
3
Kashadi, Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, (Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2000).hal. 35.
4
Sutan Remi Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-ketentuan Pokok Dan Masalah
Yang Dihadapi Oleh Perbankan. (Bandung : Alumni, 1999). hal. 15.
5
Irvan M. Mokoginta, Mohamad Fajri Mekka P, Widodo Suryando, “Perlindungan Hukum
Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Hak Atas Tanah Yang Mengalami Pembaharuan Hak”. (Studi
Kasus Pada PT Bank ABC, Universitas Indonesia, Jakarta), hal. 13.
6
Ibid., hal.14.
692
Saskia Aulia Putri/Irene Eka Sihombing
didahulukan (kreditur preferen), maka dengan tidak adanya Hak Tanggungan tersebut
turun menjadi Kreditur biasa (kreditur konkuren). Kreditur biasa tersebut tidak
mempunyai suatu hak khusus atas jaminan oleh Debitur terhadap piutang-piutangnya
yang dibuat.7 Oleh karena itu berlaku ketentuan jaminan umum sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yaitu “Segala harta kekayaan Debitur, baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang yang sekarang maupun yang
akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan/jaminan atas hutang-hutangnya”.8
Kemudian yang perlu diperhatikan apabila sebidang tanah yang dibebani oleh hak
tanggungan sedang menjadi obyek sengketa karena peralihan hak atas tanahnya
dibatalkan oleh pemilik hak atas tanah tersebut, hal ini tentunya menyebabkan
ketidakpastian hukum bagi kreditur.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk
melakukan analisa hukum mengenai permasalahan yang ada yakni, mengenai
perlindungan hukum bagi kreditur sebagai pemegang hak tanggungan terhadap obyek
jaminan yang sedang dalam sengketa akibat dibatalkan peralihan hak atas tanah debitur
sebagai pemegang hak tanggungan tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan cara melalui
bahan Pustaka yang menggunakan jenis penelitian terhadap peraturan perundang-
undangan, literatur dan asas-asas hukum.9 Penelitian ini merupakan penelitian hukum
yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan atau
mendeskripsikan secara detail.10 Berkaitan dengan sifat penelitian tersebut, penelitian
ini bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap mengenai Perlindungan hukum
terhadap pihak kreditur pemegang hak tanggungan yang obyek jaminannya batal
menjadi miliknya debitur.
Bahan-bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan teknik
pengumpulan data yaitu studi kepustakaan.11 Keseluruhan bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini dianalisis dengan metode penelitian kualitatif. Terhadap
hasil penelitian dan pembahasan kemudian dilakukan pengambilan kesimpulan dengan
menggunakan metode deduktif, artinya adalah metode menarik kesimpulan dari uraian
umum mengerucut menjadi khusus, dengan cara mengkaji peraturan perundang-
undangan mengenai aspek hukum terhadap pihak kreditur sebagai pemegang hak
tanggungan.
HASIL PENELITIAN
7
Ibid.
8
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1131.
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta: UI Press, 2015), hal. 51
10
Prijana Andri Yanto, Metode Penelitian Kualitatif Buku Kesatu, (Bandung: CV Pustaka Utama,
2018), hal.15
11
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum Universitas Trisakti, (Jakarta: Universitas Trisakti,
2016). hal. 21.
693
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Yang Jaminannya Batal Menjadi
Miliknya Debitur
PEMBAHASAN
Dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT menyatakan bahwa “Sertipikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, hal tersebut
bermakna bahwa Sertifikat Hak Tanggungan secara hukum memiliki kekuatan
eksekutorial setara dengan putusan pengadilan dan memiliki kekuatan hukum tetap.
Kekuatan eksekutorial adalah hak kreditur untuk mengeksekusi secara langsung apabila
debitur wanpretasi atau tidak dapat memenuhi kewajiban maka hak eksekutorial itu
sama dengan putusan pengadilan.12 Hak-hak yang dimiliki oleh kreditur untuk
mengeksekusi obyek hak tanggungan yang terkait dengan perlindungan hukum yang
disediakan untuk kreditur pemegang hak tanggungan dijamin oleh UU Hak
12
Ibid.
694
Saskia Aulia Putri/Irene Eka Sihombing
695
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Yang Jaminannya Batal Menjadi
Miliknya Debitur
memiliki hak utama atau istimewa menjadi Kreditur biasa. Kreditur biasa tidak
mempunyai hak pengambilan pelunasan terlebih dahulu karena tidak memiliki hak
khusus atas utang-piutang yang dibuatnya dengan debitur.
Pelindungan terhadap pemegang hak tanggungan secara tegas telah diatur dalam
Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012, yang
menyebutkan bahwa, “Pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik harus
dilindungi sekalipun kemudian diketahui bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang
yang tidak berhak”. Oleh karenanya, terhadap kreditur yang merasa dirugikan terhadap
Hak Tanggungannya berhak untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri yang
ditujukan kepada debitur dengan menuntut ganti rugi sejumlah nilai nominal.
Terkait perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh debitur, Para Penggugat
dapat mengajukan gugatan kepada debitur sebagaimana Pasal 1365 KUHPer bahwa,
“tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut”. Serta pemegang hak tanggungan dapat meminta
ganti rugi atas perbuatan yang dilakukan oleh debitur tersebut.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Perlindungan hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan beritikad baik
yang jaminannya batal menjadi miliknya debitur, dapat melakukan upaya hukum
demi melindungi haknya dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum
dan meminta ganti kerugian kepada debitur ke Pengadilan Negeri. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUHT menyebutkan hapusnya Hak
Tanggungan yang di karenakan hapus/berakhirnya Hak Atas Tanah yang dibebani
oleh Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. Terkait
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh debitur, berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata Para Penggugat dapat mengajukan gugatan kepada debitur ke
Pengadilan Negeri.
2. Saran
Para kreditur harusnya lebih berhati-hati ketika memberikan piutang kepada
debitur. Pemberian kredit harus dengan perhitungan yang matang, terutama pada
sisi karakter atau itikad baik debitur. Sikap hati-hati dengan perhitungan matang
sebelum memberikan piutang merupakan bentuk pengamanan sebagai langkah
untuk mengurangi risiko.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
696
Saskia Aulia Putri/Irene Eka Sihombing
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
JURNAL
697
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Yang Jaminannya Batal Menjadi
Miliknya Debitur
698