Anda di halaman 1dari 8

Reformasi Hukum Trisakti e-ISSN 2657-182X

Vol. 4 No.3 2022 : Hal : 691-698


Doi : https://doi.org/10.25105/refor.v4i3.13855

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN


YANG JAMINANNYA BATAL MENJADI MILIKNYA DEBITUR

Saskia Aulia Putri


Email: saskiauliap@gmail.com
Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Irene Eka Sihombing


Email: irene.es@trisakti.ac.id
Fakultas Hukum Universitas Trisakti

ABSTRAK

Keberadaan Jaminan Hak Tanggungan secara hukum bertujuan untuk melindungi


kepentingan debitur dan kreditur. Hak Tanggungan merupakan jaminan bagi kreditur
apabila debitur cidera janji. Namun perlu diperhatikan apabila obyek hak tanggungan
yang sedang dalam sengketa akibat peralihan hak atas tanah debitur dibatalkan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Seluruh bahan hukum
dianalisis secara kualitatif dan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan logika
deduktif. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU Hak Tanggungan yang menyebutkan
hapusnya Hak Tanggungan yang di karenakan hapus/dibatalkannya Hak Atas Tanah
yang dibebani oleh Hak Tanggungan, tidak menyebabkan hapusnya utang yang
dijamin. Terkait perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh debitur, Kreditur
dapat mengajukan gugatan kepada debitur berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata
kepada Pengadilan Negeri.

Kata Kunci: Hukum Hak Tanggungan, Perlindungan Hak Tanggungan.

LATAR BELAKANG

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah


Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah merupakan payung hukum bagi
Keberadaan Jaminan Hak Tanggungan yang secara hukum bertujuan melindungi
kepentingan debitur dan kreditur. Tujuan utama diundangkannya Undang-Undang Hak
Tanggungan selanjutnya disebut UUHT adalah untuk memberikan perlindungan hukum
kepada kreditur dalam hal debitur melakukan perbuatan melawan hukum berupa
wanprestasi.1 Hak atas tanah sering dijadikan jaminan karena hak atas tanah
mempunyai nilai ekonomis dan dapat dialihkan. Syarat utama untuk mengajukan kredit

1
Yudha Pandu, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jaminan Fidusia dan Hak
Tanggungan, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,2008), hal. 65-66.

691
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Yang Jaminannya Batal Menjadi
Miliknya Debitur

dengan jaminan hak atas tanah adalah dengan menunjukan asli sertipikat hak milik atas
tanah sebagai tanda bukti kepemilikan yang sah hak atas tanah tersebut.2
Pada tahap pembebanan Hak Tanggungan harus dilaksanakan dihadapan PPAT,
yang wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan dan penerima Hak
Tanggungan dan disaksikan oleh dua orang saksi. Terhadap tanah yang belum
bersertipikat maka, Kepala Desa dan seorang anggota pemerintah dari desa tersebut
harus menjadi saksi, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 25 PP No.10 Tahun 1961. 3
Dengan terpenuhinya asas publisitas maka memberi perlindungan terhadap para pihak
yang terkait dalam hak tanggungan. Bagi Pemegang Hak Tanggungan tidak boleh di
kesampingkan perlindungan hukum baginya, jadi perlu diperhatikan serta mencari
penyelesaian atas permasalahan tersebut supaya tetap melindungi kepentingan Kreditur
atau Pemegang Hak Tanggungan. 4
Perlindungan yang dijamin pada saat Hak Tanggungan mulai berlaku adalah
perlindungan yang dimaksud oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, yang dibuktikan
dengan sertifikat Hak Tanggungan, tetapi terdapat keadaan di mana Hak Tanggungan
dimungkinkan untuk hapus. Dalam Pasal 18 UUHT diatur mengenai hapusnya hak
tanggungan yang salah satunya disebabkan oleh Obyek Hak Tanggungan tersebut yang
berakhirnya Hak Atas Tanahnya, maka hapusnya Hak Tanggungan menimbulkan
akibat hukum terhadap Kreditur sebagai Pemegang Hak Tanggungan menjadi tidak
memiliki kedudukan yang utama atas hak yang di berikan Hak Tanggungan kepada
Pemegang Hak Tanggungan. 5
Mengenai hal tersebut, harus diperhatikan juga hal yang diatur dałam Pasal 18
ayat (4) UUHT menyatakan bahwa “Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya Hak
Atas Tanah yang dibebani oleh Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang
yang dijamin". Hal itu sudah sesuai dengan sifat perjanjian Pemberian Hak
Tanggungan yang merupakan kesepakatan tambahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) UUHT bahwa, “Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji
untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-
piutang yang bersangkutan atau perjanjian lain-nya yang menimbulkan utang
tersebut”.6
Kedudukan perjanjian pokok, mengenai perjanjian pokok yang telah hapus
(penghapusan utang yang dijaminan) yang menimbulkan hak tanggungan sebagai
perjanjian tambahan menjadi hapus juga, apabila dilihat dari kedudukan penjanjian
pelengkap (pemberi hak tanggungan), maka Hak Tanggungan yang telah hapus tidak
mengakibatkan utang yang dijamin menjadi hapus. Itu disebabkan hak tanggungan
hanya merupakan perjanjian tambahan (accessoir).
Bagi Perlindungan untuk kepentingan Kreditur yang tidak memiliki Hak
Tanggungan, sehingga Kreditur tersebut kedudukannya yang awalnya mempunyai hak

2
Zaeni Asyhadie, Rahma Kusmawati, Hukum Jaminan Di Indonesia : Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional Dan Prinsip Ekonomi Syariah, ( Kota Depok: Raja Grafindo Persad, 2018), hal. 190.
3
Kashadi, Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, (Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2000).hal. 35.
4
Sutan Remi Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-ketentuan Pokok Dan Masalah
Yang Dihadapi Oleh Perbankan. (Bandung : Alumni, 1999). hal. 15.
5
Irvan M. Mokoginta, Mohamad Fajri Mekka P, Widodo Suryando, “Perlindungan Hukum
Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Hak Atas Tanah Yang Mengalami Pembaharuan Hak”. (Studi
Kasus Pada PT Bank ABC, Universitas Indonesia, Jakarta), hal. 13.
6
Ibid., hal.14.

692
Saskia Aulia Putri/Irene Eka Sihombing

didahulukan (kreditur preferen), maka dengan tidak adanya Hak Tanggungan tersebut
turun menjadi Kreditur biasa (kreditur konkuren). Kreditur biasa tersebut tidak
mempunyai suatu hak khusus atas jaminan oleh Debitur terhadap piutang-piutangnya
yang dibuat.7 Oleh karena itu berlaku ketentuan jaminan umum sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yaitu “Segala harta kekayaan Debitur, baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang yang sekarang maupun yang
akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan/jaminan atas hutang-hutangnya”.8
Kemudian yang perlu diperhatikan apabila sebidang tanah yang dibebani oleh hak
tanggungan sedang menjadi obyek sengketa karena peralihan hak atas tanahnya
dibatalkan oleh pemilik hak atas tanah tersebut, hal ini tentunya menyebabkan
ketidakpastian hukum bagi kreditur.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk
melakukan analisa hukum mengenai permasalahan yang ada yakni, mengenai
perlindungan hukum bagi kreditur sebagai pemegang hak tanggungan terhadap obyek
jaminan yang sedang dalam sengketa akibat dibatalkan peralihan hak atas tanah debitur
sebagai pemegang hak tanggungan tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan cara melalui
bahan Pustaka yang menggunakan jenis penelitian terhadap peraturan perundang-
undangan, literatur dan asas-asas hukum.9 Penelitian ini merupakan penelitian hukum
yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan atau
mendeskripsikan secara detail.10 Berkaitan dengan sifat penelitian tersebut, penelitian
ini bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap mengenai Perlindungan hukum
terhadap pihak kreditur pemegang hak tanggungan yang obyek jaminannya batal
menjadi miliknya debitur.
Bahan-bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan teknik
pengumpulan data yaitu studi kepustakaan.11 Keseluruhan bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini dianalisis dengan metode penelitian kualitatif. Terhadap
hasil penelitian dan pembahasan kemudian dilakukan pengambilan kesimpulan dengan
menggunakan metode deduktif, artinya adalah metode menarik kesimpulan dari uraian
umum mengerucut menjadi khusus, dengan cara mengkaji peraturan perundang-
undangan mengenai aspek hukum terhadap pihak kreditur sebagai pemegang hak
tanggungan.

HASIL PENELITIAN

Pasal 1 angka 1 Undang Undang Hak Tanggungan memberikan pengertian


bahwa, “Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

7
Ibid.
8
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1131.
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta: UI Press, 2015), hal. 51
10
Prijana Andri Yanto, Metode Penelitian Kualitatif Buku Kesatu, (Bandung: CV Pustaka Utama,
2018), hal.15
11
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum Universitas Trisakti, (Jakarta: Universitas Trisakti,
2016). hal. 21.

693
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Yang Jaminannya Batal Menjadi
Miliknya Debitur

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang


Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-
kreditor lain”.
Dalam Pasal 3 ayat (1) UUHT mengatur bahwa, “Utang yang dijamin
pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang
telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan
eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-
piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang
bersangkutan”. Selanjutnya Pasal 3 ayat (2) UUHT mengatur bahwa, “Hak
Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan
hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum”.
Pada dasarnya, Hak Tanggungan harus disertai dengan perjanjian utang piutang
atau perjanjian kredit sebagai kesepakatan pokok yang menerbitkan suatu kewajiban
pelunasan atas suatu hutang. Artinya, agar suatu perjanjian kredit dapat menjamin dan
mengikat pihak debitur untuk melaksanakan kewajiban pembayaran utang, perlu
dilaksanakan proses pengikatan jaminan berdasarkan Akta Pemberian Hak
Tanggungan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 UUHT menyebutkan bahwa “Akta
Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta PPAT yang berisi pemberian Hak
Tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya”.
Dalam hal terjadi peristiwa hapusnya hak atas tanah dari suatu objek hak
tanggungan yang menyebabkan kreditur tidak lagi memiliki jaminan pelunasan utang
debitur sehingga hal tersebut merugikan pihak kreditur terlebih lagi ketika debitur tidak
memenuhi prestasi maka, secara hukum kreditur telah kehilangan hak untuk melakukan
eksekusi hak tanggungan melalui pelelangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4)
UUHT menegaskan bahwa “hapusnya hak tanggungan karena hapusnya hak atas
tanah yang dibebani hak tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang
dijamin”. Ketentuan tersebut memberikan solusi kepada pihak kreditur, dimana kreditur
dapat memperjuangkan dan melindungi haknya untuk memperoleh pembayaran dari
debitur atas utangnya melalui upaya-upaya hukum lainnya.

PEMBAHASAN

Dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT menyatakan bahwa “Sertipikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, hal tersebut
bermakna bahwa Sertifikat Hak Tanggungan secara hukum memiliki kekuatan
eksekutorial setara dengan putusan pengadilan dan memiliki kekuatan hukum tetap.
Kekuatan eksekutorial adalah hak kreditur untuk mengeksekusi secara langsung apabila
debitur wanpretasi atau tidak dapat memenuhi kewajiban maka hak eksekutorial itu
sama dengan putusan pengadilan.12 Hak-hak yang dimiliki oleh kreditur untuk
mengeksekusi obyek hak tanggungan yang terkait dengan perlindungan hukum yang
disediakan untuk kreditur pemegang hak tanggungan dijamin oleh UU Hak

12
Ibid.

694
Saskia Aulia Putri/Irene Eka Sihombing

Tanggungan bahwa secara implisit menjamin perlindungan Pemegang Hak


Tanggungan.
Dalam ketentuan UUHT, diantaranya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal
1 ayat (1) jo Pasal 6 jo Pasal 20 ayat (1) UUHT bahwa, “Pemegang Hak Tanggungan
berhak untuk menjual Objek Hak Tanggungan atas kekuasaannya sendiri apabila
Debitur cidera janji”. Pasal 20 UU Hak Tanggungan berfungsi untuk melindungi
kedudukan kreditur preferen. Kreditur preferen adalah Kreditur yang piutangnya
mempunyai kedudukan istimewa. Pasal 1134 KUHPerdata menyebutkan bahwa, “Hak
istimewa adalah hak yang berasal dari Undang-Undang yang diberikan kepada
seorang Kreditur sehingga Kreditor tersebut memiliki kedudukan yang lebih tinggi
daripada Kreditor lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutangnya”.
Selain itu dalam Pasal 7 UUHT diatur bahwa, “Hak Tanggungan tetap mengikuti
objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada”. Artinya, meskipun terdapat
peralihan pemegang Hak Atas Tanah yang dibebani hak tanggungan, namun terhadap
objek hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut tetap melekat Hak
Tanggungan. Ini memberikan alasan kepastian hukum bagi kreditur bahwa hak-hak
tanggungan menjamin akun pelanggan pada debitur.
Dengan demikian maka Kreditur selaku pemegang hak tanggungan seharusnya
mendapatkan perlindungan hukum telah sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal-
Pasal tersebut diatas seperti hak menjual Obyek Hak Tanggungan atas kekuasanya
sendiri apabila debitur cidera janji serta memiliki kedudukan sebagai kreditur preferen.
Kepastian hukum sebagai pemegang hak tanggungan tersebut dibuktikan dengan
adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan sesuai peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
Ketentuan hukum mengenai Hak Tanggungan dapat berlaku dan memberikan
perlindungan apabila pembebanan hak tanggungan dapat dibuktikan dengan Sertifikat
Hak Tanggungan. Namun dalam prakteknya terdapat keadaan yang memungkinkan
hapusnya Hak Tanggungan. Sertifikat Hak Tanggungan menjadi hapus karena alasan-
alasan hukum seperti dalam pembuatan Sertifikat tersebut dilatarbelakangi oleh adanya
tindak pidana pemalsuan atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta
autentik.
Dengan hapusnya Hak Tanggungan membawa dampak bagi Pemegang Hak
Tanggungan atau kreditur dalam hal ini tidak lagi memiliki kedudukan yang
diistimewakan menurut hukum atas hak-hak yang diberikan Hak Tanggungan kepada
Pemegang Hak Tanggungan. Namun demikian, dalam Pasal 18 ayat (4) UUHT
mengatur bahwa “hapusnya Hak Tanggungan yang dikarenakan hapus/berakhirnya
Hak Atas Tanah yang dibebani oleh Hak Tanggungan, tidak menyebabkan hapusnya
utang yang dijamin”.
Sebagaimana diketahui bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Sertifikat
Hak Tanggungan yang merupakan kesepakatan yang bersifat sebagai pelengkap
(accessoir). Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) UUHT dengan tegas mengatur
bahwa “Perjanjian utang-piutang dan perjanjian pemberian Hak Tanggungan
merupakan bagian yang tak terpisahkan, dengan kedudukan perjanjian utang-piutang
sebagai perjanjian pokok dan perjanjian pemberian Hak Tanggungan sebagai
perjanjian pelengkap”.
Perlindungan hukum terhadap kepentingan Kreditur tanpa adanya hak
tanggungan karena hapusnya hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) huruf d UUHT, menyebabkan perubahan kedudukan Kreditur yang semula

695
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Yang Jaminannya Batal Menjadi
Miliknya Debitur

memiliki hak utama atau istimewa menjadi Kreditur biasa. Kreditur biasa tidak
mempunyai hak pengambilan pelunasan terlebih dahulu karena tidak memiliki hak
khusus atas utang-piutang yang dibuatnya dengan debitur.
Pelindungan terhadap pemegang hak tanggungan secara tegas telah diatur dalam
Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012, yang
menyebutkan bahwa, “Pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik harus
dilindungi sekalipun kemudian diketahui bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang
yang tidak berhak”. Oleh karenanya, terhadap kreditur yang merasa dirugikan terhadap
Hak Tanggungannya berhak untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri yang
ditujukan kepada debitur dengan menuntut ganti rugi sejumlah nilai nominal.
Terkait perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh debitur, Para Penggugat
dapat mengajukan gugatan kepada debitur sebagaimana Pasal 1365 KUHPer bahwa,
“tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut”. Serta pemegang hak tanggungan dapat meminta
ganti rugi atas perbuatan yang dilakukan oleh debitur tersebut.

PENUTUP

1. Kesimpulan
Perlindungan hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan beritikad baik
yang jaminannya batal menjadi miliknya debitur, dapat melakukan upaya hukum
demi melindungi haknya dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum
dan meminta ganti kerugian kepada debitur ke Pengadilan Negeri. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUHT menyebutkan hapusnya Hak
Tanggungan yang di karenakan hapus/berakhirnya Hak Atas Tanah yang dibebani
oleh Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. Terkait
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh debitur, berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata Para Penggugat dapat mengajukan gugatan kepada debitur ke
Pengadilan Negeri.
2. Saran
Para kreditur harusnya lebih berhati-hati ketika memberikan piutang kepada
debitur. Pemberian kredit harus dengan perhitungan yang matang, terutama pada
sisi karakter atau itikad baik debitur. Sikap hati-hati dengan perhitungan matang
sebelum memberikan piutang merupakan bentuk pengamanan sebagai langkah
untuk mengurangi risiko.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Kashadi, Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Semarang: Badan Penerbit


Universitas Diponegoro, 2000.
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Jakarta: Universitas
Trisakti, 2016.
Prijana Andri Yanto, Metode Penelitian Kualitatif Buku Kesatu,. Bandung: CV Pustaka
Utama, 2018.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2015.

696
Saskia Aulia Putri/Irene Eka Sihombing

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-ketentuan Pokok Dan


Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan. Bandung : Alumni, 1999.
Yudha Pandu, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Jaminan Fidusia dan Hak
Tanggungan. Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,2008.
Zaeni Asyhadie, Rahma Kusmawati, Hukum Jaminan Di Indonesia : Kajian
Berdasarkan Hukum Nasional Dan Prinsip Ekonomi Syariah. Kota Depok: Raja
Grafindo Persada, 2018.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-undang Hukum Perdata


Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta
Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum
Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan

JURNAL

Irvan M. Mokoginta, Mohamad Fajri Mekka P, Widodo Suryando, “Perlindungan


Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Hak Atas Tanah Yang Mengalami
Pembaharuan Hak”. (Studi Kasus Pada PT Bank ABC, Universitas Indonesia,
Jakarta).

697
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Yang Jaminannya Batal Menjadi
Miliknya Debitur

698

Anda mungkin juga menyukai