Anda di halaman 1dari 22

ANALISA JURNAL YANG BERKAITAN PENYELESAIAN SENGKETA

HUKUM KEPAILITAN “KREDITOR KONKUREN”

Jurnal Referensi:
Perlindungan Hukum Kreditor
Konkuren dalam Perkara
Kepailitan:
Studi Putusan Nomor 04/Pdt.Sus-
PKPU.Pailit/2018/PN.Niaga.M ks.
Kelompok 4 :
1. Dewi Andriani (20210103021)
2. Endah Nurhayani (20210103041)
3. Arliando Hartono (20210103043)
4. Nurdiyani Abdillah (20210103090)
5. Truli Susatyo Dewi (20210103044)
6. Rensi Pradias Sari (20210103050)
7. Yemima Rossiandy (20210103051)
8. Calvien Pradiptha G (20210103056)
9. Edi Hidayat (20210103057)
10. Sasongko Nugroho (20210103082)
LATAR BELAKANG
Adanya pengumpulan dana masyarakat dalam jumlah yang besar, sebagaimana terjadi di Kota Makassar yaitu “Kasus Abu Tours”,
yang telah divonis Pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Makassar, dimana terdapat banyak masyarakat dan/atau nasabah yang menjadi
Kreditor Konkuren, yang tidak memiliki jaminan.

Amar Putusan Nomor: Amar Putusan Nomor:


04/Pdt.Sus- 4/Pdt.Sus-
PKPU.PAILIT/2018/PN.Niaga PKPU/2019/PN .Niaga Mks.
Mks.

“Termohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) “CV. SINAR UTAMA TRIPUTRA, beralamat di Jalan Prof. Dr. Ir.
PT. AMANAH BERSAMA UMAT (ABU TOURS) Sutami Komp Pergudangan Logistik Blok D&E, Kelurahan
berkedudukan di Jalan Baji Gau Raya No. 32i Kota Makassar, Parangloe, Kecamatan Tamalanrea, M akassar. Selanjutnya,
Sulawesi Selatan, M UHAM M AD HAM ZAH MAMBA disebut sebagai Termohon PKPU I dan MICHAEL ERICA
dan NURSYARIAH M ANSYUR, PAILIT dengan segala akibat WONGKAR, Selanjutnya disebut sebagai Termohon PKPU II,
hukumnya”. Pailit dengan segala akibat hukumnya”.
PROBLEM STATEMENTS DAN TUJUAN PENELITIAN

Perlindungan hukum terhadap Kreditor tidak terbatas pada pemenuhan hak-hak Kreditor
atas pembayaran utang oleh Debitor, tetapi juga tentang kepastian waktu pembayaran.
Perlindungan hukum yang diberikan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU bagi Kreditor salah satunya dengan adanya action paulina (Pasal 1341
KUH Perdata), bahwa untuk kepentingan harta pailit, Pengadilan dapat melakukan
pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang merugikan kepentingan Kreditor.
Pasal 1131 KUH Perdata mengatur prinsip paritas creditorium, bahwa semua harta
kekayaan Debitor, demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang Debitor (Debitor tidak
bebas terhadap harta kekayaan yang dimiliki, ketika masih memiliki utang kepada Kreditor).
Tujuan Penelitian : mengetahui, memahami, menganalisis kedudukan dan perlindungan
Kreditor Konkuren dalam Putusan Nomor: 04/Pdt.Sus-PKPU.PAILIT/2018/PN.Niaga Mks
dan Putusan Nomor: 4/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Mks.
LANDASAN HUKUM DAN TEORI PENELITIAN

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan


dan PKPU

1. Kreditor Konkuren mendapatkan perlindungan hukum terhadap pemenuhan


hak-hak yang dimilikinya atas harta kekayaan Debitor yang telah dinyatakan
Pailit (boedel Pailit).

2. Kreditor Konkuren dapat mempergunakan ketentuan UU untuk melindungi


ketersediaan boedel Pailit, yang menjadi sumber pelunasan pembayaran
piutang yang dimilikinya.
Secara teoretis, Kreditor dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis:

1. Kreditor dengan jaminan (secured creditor)


Pemegang hak gadai dan/atau fidusia (jaminan benda bergerak),
serta pemegang hak tanggungan dan/atau hipotek (jaminan
benda tidak bergerak).

2. Kreditor tanpa jaminan (unsecured creditor)


Pemegang hak istimewa (baik umum, maupun khusus) ataupun
tidak (Frija, Susilowati & Saptono, 2016).
3 (tiga) Kreditor dalam Kepailitan:
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

1. KreditorKonkuren atauKreditorbiasa
Kreditor pada umumnya (tanpa hak jaminan kebendaan atau hak istimewa).

Pasal 1136 KUH Perdata (prinsip paritas creditorium): Para Kreditor memiliki kedudukan yang setara dan
hak yang seimbang (proporsional) atas piutang-piutang mereka (Pakel, 2018).

Namun demikian, Kreditor Separatis (pemegang hak jaminan kebendaan) pada dasarnya lebih tinggi
dari Kreditor Preferen (pemegang hak istimewa). Posisi kedua jenis Kreditor tersebut, berada di atas
posisi Kreditor Konkuren atau Kreditor biasa yang menunggu pembagian pembayaran tagihan secara
merata dari sisa hartaPailit menurutprinsip keseimbangan.
2. Kreditor Separatis
Kreditor pemegang hak kebendaan atau Kreditor dengan jaminan.

Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 56, 57 dan 58 UU Nomor 37 Tahun 2004, Kreditor Separatis dapat
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadiKepailitan (Saragih, 2013).
Kreditor Separatis mendapatkan posisi paling utama dalam Kepailitan. Sepanjang nilai piutang tidak
jauh melampaui nilai benda yang dijaminkan, maka Kreditor Separatis berkuasa atas benda yang
dijaminkan, sehingga proses Kepailitan tidak akan banyak berpengaruh pada pemenuhan pembayaran
piutangnya. Apalagi, jika pembayaran cicilan utang secara berkala, telah dipenuhi oleh Debitor.
3. KreditorPreferen
Kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas(Pasal 1134 KUH Perdata)

Hak istimewa: hak yang oleh UU diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih
tinggi dari pada orang berpiutang lainnya (Primadhany, 2014). Terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu khusus
(Pasal 1139 KUH Per) dan umum (Pasal 1149 KUH Per). Hak istimewa khusus didahulukan atas hak
istimewa umum (Pasal 1138KUH Perdata).
METODE PENELITIAN
Penelitian yuridis normatif, dilakukan dengan pendekatan pada norma atau substansi hukum,
asas hukum, teori hukum, dalail-dalil hukum dan perbandingan hukum.

Meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang dapat meliputi bahan hukum primer, sekunder
dan tersier serta mutlak menggunakan kerangka konsepsionil yang susunannya bersumber dari
perumusan-perumusan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang dijadikan
dasar penelitian atauyang hendak diteliti.

Tipependekatan yang digunakan:


1. Pendekatan perundang-undangan (statuteapproach).
2. Pendekatan peraturan (caseapproach).
3. Pendekatankonseptual (conceptual approach).
HASIL PENELITIAN
PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR KONKUREN

1. Pencocokan (Verifikasi) Piutang (Pasal 113 s.d.Pasal 143 UU Nomor 37 Tahun 2004)
Salah satu kegiatan yang penting dalam proses Kepailitan, dengan verifikasi dapat ditentukan
pertimbangan dan urutan hak dari masing-masing Kreditor.

Yang dapat dilakukan dalam rapat verifikasi, antara lain:


Semua Kreditor dapat
hadir sendiri atau ▪ Setiap Kreditor yang namanya tercantum dalam daftar piutang dapat meminta
mewakilkan kepada agar Kurator memberikan keterangan mengenai tiap piutang dan penempatannya
Kuasanya (Pasal 123) dalam daftar (Pasal 124 ayat (2)
dalam Rapat Verifikasi. ▪ Jika Kreditor telah meninggal dunia, maka Kurator dapat meminta ahli warisnya
yang berhak untuk menerangkan di bawah sumpah bahwa mereka dengan itikad
baik percaya bahwa piutang itu ada dan belum dilunasi (Pasal 124 ayat (4)
▪ Terhadap piutang yang dimintakan sumpah, sementara sumpah belum dilakukan
karena Kreditor tidak hadir atau tidak diwakili, maka piutang tersebut diterima
dengan syarat, sampai sumpah dilakukan pada hari yang ditetapkan (Pasal 126
ayat (3)
HASIL PENELITIAN
PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR KONKUREN

2. Pemberian Penundaan Kewajiban PembayaranUtang Debitor Pailit kepada ParaKreditor

Penundaan ini bersifat sementara, yang diberikan agar Debitor beritikad baik memenuhi
kewajibannya (melunasi utangnya) kepada Kreditor.
Upaya penyelesaian utang piutang yang tersendat, dianggap lebih menguntungkan kedua
belah pihak daripada menempuh jalur Kepailitan di Pengadilan Niaga.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri/Niaga Makassar dimaksud, Debitor (PT. Amanah Bersama Umat
(Abu Tours) dan CV. Sinar Utama Triputra) telah mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Akan tetapi permintaan perpanjangan PKPU Debitor tersebut telah ditolak dan Debitor tidak
diberikan perpanjangan waktu PKPU.
HASIL PENELITIAN
PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR KONKUREN
3. Menghadiri RapatKreditor
Rapat Kreditor dapat memutuskan hal yang memberikan perlindungan hak Kreditor Konkuren atas
pemenuhan piutangnya dari harta kekayaan Debitor Pailit,yaitu:

• Menerima ataumengesahkan rencanaperdamaian yang ditawarkan oleh Debitor Pailit (Pasal 151);
• Memberikan pendapat kepada Hakim Pengawas terkait dengan cara pemberesan harta Pailit dan jika perlu
untuk mengadakan pencocokan piutang, yang dimasukkan setelah berakhirnya tenggat waktu (Pasal 187
ayat 1).

4. Perdamaian
Pasal 265 UU Nomor 37 Tahun 2004:
“Debitor berhak pada waktu mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau
setelahitu menawarkan suatu perdamaiankepada Kreditor”.
Merupakan salah satu upaya yang diberikan oleh UU kepada Debitor Pailit dalam menawarkan pelunasan
piutangnya kepada Kreditor dalam wujudperdamaian.
NOVELTY PENELITIAN
Kreditor Konkuren dalam perkara Kepailitan dimaksud, adalah masyarakat dan/atau
nasabah yang tidak memiliki hak jaminan kebendaan atau hak istimewa,

Meskipun kedudukannya bukanlah merupakan Kreditor yang didahulukan, namun


Kreditor Konkuren adalah Kreditor yang juga memiliki hak terhadap harta pailit Debitor (PT.
Amanah Bersama Umat (Abu Tours) dan CV. Sinar Utama Triputra).
Menurut Pasal 1136 KUH Perdata KUH Perdata, Kreditor Konkuren memiliki kedudukan
yang setara dan memiliki hak yang seimbang (proporsional) atas piutang-piutang mereka.
Meski begitu, adanya aturan-aturan dalam kepailitan, belum jelas mengatur hak dan posisi
Kreditor Konkuren, bahwa Kreditor Konkuren haruslah mendapatkan perlindungan hukum,
guna terjamin pemenuhan hak atas harta kekayaan Debitor Pailit.
Kreditor Konkuren memiliki kekuatan hukum (Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata),
sehingga Kreditor Konkuren sebagaimana Kreditor lainnya diberi hak yang sama dalam
rapat Kreditor berdasarkan jumlah besar kecilnya hak tagih yang dimilikinya.
5 (LIMA) KEKUATAN PENELITIAN
1. Hal pokok yang dibahas dalam Jurnal Penelitian dimaksud cukup jelas, yaitu
terkait dengan Kreditor Konkuren dalam Putusan Pengadilan Negeri/Niaga
Makasar berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
2. Penelitian berupa studi kasus, sehingga dapat mengungkap hal-hal spesifik dan
rinci.
3. Penelitian membandingkan 2 (dua) Putusan Pengadilan Niaga yang mempunyai
kemiripan kasus, sehingga data hukum lebih relevan.
4. Menggunakan pendekatan hukum normatif, pendekatan pada norma substansi
hukum, asas hukum, teori hukum, dalil-dalil hukum, serta perbandingan
hukum, sehingga tidak memerlukan hipotesa.
5. Terdapat Novelty Penelitian.
5 (LIMA) KELEMAHAN PENELITIAN
1. Penelitian tidak menjelaskan secara detail mengenai keseluruhan pihak yang menjadi
Subyek Hukum dalam Perkara Kepailitan dimaksud;
2. Penelitian kurang mengulas lebih dalam mengenai jenis Kreditor dalam Perkara
Kepailitan dimaksud, sehingga tidak jelas kedudukan Kreditor Konkuren terhadap
Kreditor Separatis dan Kreditor Preferen dan kepastian waktu pengembalian uang
(pembayaran utang Debitor) kepada Kreditor Konkuren (nasabah Umroh);
3. Penelitian tidak menyandingkan ketentuan perlindungan hukum Kreditor Konkuren
dari KUH Perdata dan UU Nomor 37 Tahun 2004 secara jelas;
4. Penelitian tidak menyebutkan lemahnya perlindungan hukum Kreditor Konkuren
dalam UU Nomor 37 Tahun 2004, yang bermanfaat menjadi bahan masukan apabila
diperlukan revisi/perubahan aturan di kemudian hari;
5. Penelitian hanya mengupas tentang 2 (dua) hal yaitu:
• Pertimbangan Hakim dalam memutuskan Putusan Kepailitan, dan
• Perlindungan Hukum Kreditor Konkuren dalam Putusan Pailit.
KESIMPULAN PENELITIAN
1. Kreditor Konkuren belum menerima haknya atau belum terpenuhi perlindungan hukumnya, yaitu
pengembalian dana umrah, karena harus menunggu sisa pemberesan harta pailit Debitor, yang harus
dibayarkan terlebih dahulu kepada Kreditor lain yang kedudukannya lebih tinggi.

2. Kreditor Konkuren secara prinsip memiliki kekuatan hukum sebagaimana kreditor lainnya, namun
apabila Debitor sudah dinyatakan Pailit, maka kedudukan/posisi Kreditor Konkuren tetap di bawah
Kreditor Separatis dan Kreditor Preferen.

3. Kreditor Konkuren diuntungkan dengan pemberian PKPU dan Perdamaian, karena ada peluang uang
Kreditor dikembalikan oleh Debitor yang beritikad baik.

4. Pertimbangan Hakim dalam memutus Permohonan Pailit terbukti dengan jelas dan sesuai
dengan fakta hukum.

5. Wujud perlindungan Kreditor Konkuren yaitu melakukan pencocokan (verifikasi) piutang,


pemberian PKPU Debitor Pailit kepada Para Kreditor, menghadiri rapat Kreditor dan
perdamaian.
KESIMPULAN PENELITIAN
6. Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004, secara tidak langsung memberikan peluang bagi
Debitor mengajukan Pailit secara sukarela, tetapi pengajuan permohonan Pailit tersebut tidak
mempertimbangkan kerugian bagi Kreditor.

7. Apabila Debitor berhutang melebihi aset yang dimiliki, maka Putusan Kepailitan akan
mengganggu kelangsungan usaha Kreditor, khususnya Kreditor tanpa jaminan (Konkuren),
karena kelangsungan usaha Kreditor khususnya Kreditor Konkuren sangat ditentukan oleh
pembayaran utang Debitor (Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004).

8. UU Nomor 37 Tahun 2004 tidak memiliki fungsi hukum terhadap Kreditor Konkuren, terlebih
jika utang Debitor sangat besar. Debitor dapat mempergunakan celah hukum untuk
melindungi dirinya sendiri, karena tidak ada mekanisme hukum yang mengatur batasan utang
Debitor. Debitor dapat berhutang melebihi asset dan Kreditor tidak dapat berbuat banyak,
jika Kreditor tidak menyetujui permohonan PKPU yang diajukan Debitor, maka Debitor dapat
diputus Pailit oleh Pengadilan, sedangkan jika Debitor Pailit, maka aset yang dibagikan tidak
cukup untuk melunasi seluruh utang pada seluruh Kreditor.
SARAN PENELITIAN
1.Majelis Hakim dalam memutus Perkara Kepailitan bisa lebih cermat menilai dari segala
aspek. Sehingga putusan yang dihasilkan seadil-adilnya dan prosesnya benar sesuai UU
Nomor 37 Tahun 2004.

2.Hendaknya Kreditor Konkuren melakukan segala hal yang telah ditetapkan di dalam UU
Nomor 37 Tahun 2004, untuk memperoleh perlindungan hukum hak Kreditor Konkuren
atas Debitor yang telah dinyatakan Pailit.

3.Pemerintah membentuk badan atau memberdayakan OJK untuk melakukan kontrol


pemberian utang dari Kreditor kepada Debitor. Debitor harus diberi batas utang sesuai
dengan aset dan kemampuan perseroan tersebut. Hal ini dapat mencegah Kepailitan dan
kecurangan apabila Kepailitan terjadi, paling tidak kerugian yang ditimbulkan tidak
berdampak besar bagi Kreditor maupun Debitor.
SARAN PENELITIAN
4. Kepailitan dan PKPU adalah upaya pemberesan utang-piutang antara Debitor dan
Kreditor yang telah jatuh waktu. Maka perlu dilakukan pengurangan rIsiko insolvensi
dengan membentuk aturan dagang dan utang-piutang suatu perusahaan atau badan
hukum di Indonesia.
5. Kementrian Agama perlu memberikan perhatian khusus terhadap pengawasan yang
tidak efektif terhadap kinerja Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Kelalaian yang dilakukan PPIU menyebabkan banyak jama’ah gagal berangkat dan tidak
mendapat pergantian biaya. Kemenag harus melakukan proses audit secara menyeluruh
terhadap semua PPIU, kemudian memastikan seluruh jemaah dapat diberangkatkan.
6. Kemenag perlu merevisi Peraturan Menteri Agama yang dapat menyebabkan kerugian,
seperti pada kasus ini, terkait penetapan harga referensi. Selain itu, perlu dibentuk
perangkat hukum yang melindungi atau menjadi dasar bagi Kemenag untuk
menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada PPIU.
JURNAL REFERENSI
JURNAL REFERENSI
JURNAL REFERENSI
SEKIAN - TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai