Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PUTUSAN HAKIM NO. 2/PDT.G/2019/PN MAR.

TENTANG WANPRESTASI/INGKAR JANJI


Analisis disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Hukum Perikatan”

Dosen Pengampu: Soleh Hasan Wahid, M.H.

Disusun Oleh:

Hanik Mariatul Khoiriyah (101180149)

Kelas: HKI E/4

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2020
1

ABSTRAK

Putusan No. 2/Pdt.G/2019/PN Mar. Berkaitan dengan Wanprestasi yang


dilakukan oleh Harianto dan Samsina kepada PT. Bank Rakyat Indonesia
(PERSERO) tbk Unit Marisa. Dalam perkara ini, Hakim Tunggal menggugat
dengan gugatan dimana gugatan primer didasarkan pada Pasal 1243 BW dan Pasal
181 ayat (2) HIR. Dalam kasus ini, putusan yang disampaikan oleh Hakim dapat
dikategorikan sebagai putusan yang progresif karena mempertimbangkan dan
memperhatikan Pasal-pasal dalam KUHPerdata, Pasal 142 RBG, Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 tahun 2019 tentang perubahan atas
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2015 Tentang Tata Cara
Menyelesaikan Gugatan Sederhana.

Kata kunci:Ingkar janji,wanprestasi, putusan progresif, dang anti rugi.

PENDAHULUAN

Pada tanggal 18 Agustus 2017 telah terjadi hubungan hokum antara PT.
Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Unit MARISA beralamat di Komp.
Marisa Business Center Blok A9-A11 Jl. Jend Sudirman Kec. Marisa Kab.
Pohuwato yang selanjutnya disebut dengan Penggugat dengan Harianto dan
Samsina yang keduanya bertempat tinggal di Desa Mootilango Kecamatan
Duhiadaa yang selanjutnya disebut dengan Tergugat I dan Tergugat II. Dalam hal
ini, para pihak telah melakukan perjanjian hutang-piutang dalam bentuk
pinjaman/kredit kupedes, yang mana Tergugat I dan II meminjam uang kepada
PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Unit Marisa sebesar Rp.
200.000.000; (dua ratus juta rupiah).

Dalam pinjaman/kredit kupedes tersebut, pihak peminjam harus membayar


hutang kepada Bank BRI Tbk Unit Marisa beserta bunganya setiap bulan dalam
jangka waktu 24 bulan sejak ditandatangani surat pengakuan hutang. Dalam hal
menjamin pinjaman tersebut, Harianto memberikan agunan berupa tanah dan atau
2

bangunan dengan bukti kepemilikan asli nomor 00215 atas nama Harianto dan
Sertipikat Hak Milik Nomor 17 Desa Mekar Jaya atas nama Haris Molose.

Mengenai perjanjian yang dilakukan kedua belah pihak yaitu perjanjian


hutang-piutang dalam bentuk pinjaman/kredit kupedes, pihak peminjam yaitu
Harianto dan Samsina tidak melakukan kewajibannya/wanprestasi karena tidak
melaksanakan ketentuan Pasal 2 surat pengakuan hutan nomor B.62/5148/3017
sebagaimana mestinya. Berdasarkan Surat Pengakuan Hutang Nomor:
B.62/5148/7/2017, tanggal 18 Juli 2017 dengan total pinjaman pokok Rp.
200.000.000,(dua ratus juta rupiah) dan sampai pada saat jatuh tempo
kredit/pinjaman yakni tanggal 19 Agustus 2019, para Tergugat tidak bisa
membayar pelunasan hutangnya hingga akhirnya sisa hutang para tergugat
seluruhnya total berikut bunganya sebesar Rp. 223.162.012,(dua ratus dua puluh
tiga juta seratus enam puluh dua dua belas rupiah).

Mengenai perkara ini, sebelumnya pihak Bank sudah mengingatkan


kepada pihak tergugat untuk membayarkan hutangnya. Penggugat telah membuat
surat peringatan kepada Pihak tergugat I masing-masing berupa Formulir
Kunjungan kepada penunggak, Surat peringatan dengan Nomor B-1097/KC-
XII/5148/04/2018, yang diserahkan pada tanggal 24 April 2018 kepada Harianto,
namun belum ada itikad baik dari pihak Tergugat, selanjutnya pihak bank
memberikan lagi Surat peringatan II Nomor B-1139/KC-XII/5148/07/2018, yang
diserahkan pada tanggal 27 Juli 2018 kepada Harianto, dan itupun masih belum
ada itikad baik dari pihak tergugat, sampai pada tanggal 02 Juli 2019 pihak bank
memberikan Surat peringatan III dengan Nomor B-134/5148/VII/2019 namun
masih tetap tidak ada itikad baik dari pihak Tergugat.

Berkaitan dengan hal tersebut, pihak Bank mendaftarkan perkara tersebut


ke Pegadilan Negeri Marisa dengan Nomor Perkara 2/Pdt.G.S/2019/PN Mar,
tertanggal 17 September 2019. Dengan ini pihak Penggugat menginginkan agar
para tergugat membayar kewajibannya kepada Penggugat sekaligus tanpa syarat
sebesar Rp.223.162.012,- (dua ratus dua puluh tiga juta seratus enam puluh dua
3

ribu dua belas rupiah); dan apabila pihak Tergugat tidak bisa membayarnya maka
pihak bank menginginkan sita jaminan atas agunan berupa Sertifikat Hak Milik
Nomor 215 Desa Mootilango atas nama Harianto dan Sertifikat Hak Milik Nomor
17 atas nama Haris Molose sebagai jaminan pelunasan hutang.

Mengingat dan memperhatikan Pasal-pasal dalam KUHPerdata, RGB,


Peraturan Mahkamah Agung Republik Indoensia Nomor 4 tahun 2019 tentang
Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2015 tentang Tata
cara penyelesaian gugatan sederhana serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan
dengan perkara ini, maka Hakim memutuskan untuk; Pertama, Mengabulkan
gugatan Penggugat untuk sebagian; kedua, Menyatakan Para Tergugat telah
melakukan wanprestasi kepada Penggugat; ketiga, Menghukum Para tergugat
untuk membayar kewajibannya kepada Penggugat sebesar Rp.223.162.012,- (dua
ratus dua puluh tiga juta seratus enam puluh dua ribu dua belas rupiah); keempat,
Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya; kelima, Menghukum Para
Tergugat untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar
Rp.681.000 (enam ratus delapan puluh satu ribu rupiah).

RUMUSAN MASALAH

Mencermati latar belakang di atas, terdapat beberapa hal menarik yang


akan dikaji dalam putusan ini, yaitu mengenai nilai kepastian, keadilan dan
kemanfaatan hukum sebagaimana termaktub dalam putusan yang disampaikan
oleh majelis hakim. Berdasarkan hal tersebut masalah yang rumuskan adalah
apakah putusan Nomor: 2/Pdt.G.S/2019/PN Mar. mengenai wanprestasi ini dapat
dikategorikan sebagai putusan yang progresif?

METODE PENELITIAN

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis Normatif
dengan menggunakan beberapa pendekatan masalah berupa pendekatan
perundang-undangan (sta-tute approach) dan pendekatan kasus (case ap-proach).
Spesifikasi dalam Penelitian ini adalah penemuan Hukum In Concreto dengan
sumber Bahan hukum berupa bahan primer, se-kunder dan tersier. kemudian
dilakukan pengumpulan dan penyusunan data secara sistematis serta
4

menguraikannya dengan kalimat yang teratur sehingga dapat ditarik sebuah


kesimpulan.

PEMBAHASAN

Dalam kehidupan modern ini, manusia sebagai makhluk social dalam


pergaulan sehari-hari tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa melakukan
pengadaan suatu hubungan dengan manusia lain. Salah satu hubungan manusia
dengan manusia lain itu dapat berupa suatu perjanjian. Perjanjian pada hakikatnya
sering terjadi dalam masyarakat, bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan.
Perjanjian itu akan menimbulkan suatu hubungan hokum yang biasa disebut
dengan perikatan. Dalam suatu perjanjian, dimana satu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain menuntut
pelaksaan janji itu. Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KHUPerdata adalah,
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap suatu orang lain atau lebih”.1

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian itu bisa dikatakan sah atau
tidak, maka dalam perjanjian tersebut harus terpenuhi syarat-syaratyang ada
dalam perjanjian tersebut. Syarat-syarat dalam suatu perjanjian diatur dalam 1320
KUHPerdata, diantaranya yaitu: 1) Adanya kata sepakat dari kedua pihak yang
melakukan perjanjian; 2) kecakapan para pihak untuk mengadakan suatu
perikatan; 3) Adanya suatu hal tertentu; dan 4) Adanya suatu sebab yang
diperkenankan dan halal.

Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif, karena kedua
syarat tersebut harus dipenuhi oleh subyek hukum. Syarat yang ketiga dan
keempat merupakan syarat obyejtif, karena kedua syarat ini harus dipenuhi oleh
obyek hukum. 2

1
Wirjono Prodjojodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bnadung: Bale Bandung, 1981), 9.
2
Komariah, Hukum Peerdata, (Malang: Universitah Muhammadiyah Malang, 2002), 175-176.
5

Perjanjian itu sendiri juga bermacam-macam, salah satunya adalah


perjanjian hutang-piutang. Perjanjian hutang-piutang dibutuhkan manusia untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya yang masih ada kekurangan, bahkan bisa juga
hutang-piutang tersebut digunakan untuk mengembangkan kegiatan usaha yang
dikembangkannya. Karena untuk mengembangkan usahanya, seseorang
membutuhkan dana yang cukup besar. Kebutuhan terhadap modal usaha ini,
seringkali mejadi suatu kendala bagi setiap orang. Dimana dana yang besar itu
hanya bisa diproleh melalui pinjaman secara kredit atau disebut dengan utang,
baik dalam pinjaman kredit melalui bank, maupun melalui orang-perorangan.

Dalam suatu perjanjian, tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan


wanprestasi/ingkar janji. Wanprestasi adalah Wanprestasi adalah tidak memenuhi
atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian
yang dibuat antara kreditur dengan debitur. 3 Wanprestasi dapat terjadi karena
kesengajaan, kelalaian, ataupun tanpa kesalahan yaitu tanpa kesengajaan maupun
tanpa kelalaian. Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata yangberbunyi,
“Penggantian biaya kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan
mulai diwajibkan, bila debitur walaupun telah dinyatakan lalai,tetap lali untuk
memenuhi perikatan itu, atau sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya
hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu
yang telah ditentukan”.4 Kata lain wanprestasi juga dapat diartikan suatu
perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak
melaksanakan isi perjanjian, isi ataupun melaksanakan tetapi terlambat atau
melakukan apa yang sesungguhnya tidak boleh dilakukannya. 5

Wanprestasi yang dilakukan seseorang dapat masuk kedalam ketagori


Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam ranah hokum perdata, yang mana PMH
dalam ranah hokum perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi,
“Tiap perbuatan yang melanggar hokum dan membawa kerugian kepada orang

3
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group
2008), 180.
4
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Arga Printing, 2007), 146.
5
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta:Rajawali Pers, 2007), 74
6

lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya


untuk menggantikan kerugian tersebut”.6

Dalam perkara wanprestasi yang dilakukan oleh Harianto dan Samsina


kepada bank BRI (persero) Tbk Unit Marisa. Bank tersebut membawa perkara ini
ke ranah hokum yang diajukan ke PN Marisa dengan nomor perkara No.
2/Pdt.G/2019/PN Mar. Pada tangga 17 September 2019 karena pihak bank sudah
memberikan surat kunjungan dan surat peringatan sebanyak tiga kali namun tidak
ada itikad baik dari pihak peminjam, Harianto dan Samsina.

Dalam konteks pemeriksaan perkara di muka pengadilan, pertama-tama


hakim akan melakukan tindakan, yaitu hakim akan memeriksa mengenai duduk
perkaranya apakah tergugat telah melakukan perbuatan yang digugatakan. Kedua,
hakim akan menentukan keputusannya ialah apakah perbuatan yang diajukan ke
sidang itu merupakan suatu wanprestasi atau bukan; ketiga, hakim menentukan
putusannya apabila memang tergugat terbukti melakukan wanprestasi dan dapat
dimintai ganti rugi.7

Berdasarkan hal tersebut, peran dan tugas hakim bukan hanya sebagai
pembaca deretan huruf dalam undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif.
Tetapi dalam putusannya memikul tanggung jawab menjadi suara akal sehat dan
mengartikulasikan sukma keadilan dalam kompleksitas dan dinamika kehidupan
masyarakat. Hakim progresif akan mempergunakan hukum yang terbaik dalam
keadaan yang paling buruk. 8

Apabila setelah debitur dinyatakan wanprestasi, maka kreditur dapat


memilih diantara tuntutan-tuntutan sebagai berikut: pertama, debitur diwajibkan
untuk memenuhi perjanjian; kedua, debitur diwajibkan untuk memenuhi
perjanjian disertai ganti rugi; ketiga, debitur diwajibkan hanya membayar ganti

6
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), 288.
7
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung:Alumni, 1986), 74.
8
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta : Kompas, 2006), 56.
7

rugi saja; keempat, pembatalan perjanjian; kelima, pembatalan perjanjian disertai


ganti rugi.9

Salah satu akibat hukum apabila debitur melakukan wanprestasi adalah


debitur dituntut untuk membayar ganti rugi atas tidak terpenuhinya prestasi
debitur tersebut. Menurut Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi perdata
menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya perikatan
(wanprestasi). Ganti kerugian tersebut meliputi: pertama, ongkos atau biaya yang
telah dikeluarkan; kedua, kerugian yang sesungguhnya karena kerusakan,
kehilangan benda milik kreditur akibat kelalaian debitur; ketiga, bunga atau
keuntungan yang diharapkan. 10

Sebagaimana kasus yang tertuang dalam Putusan Nomor:


2/Pdt.G/2019/PN Mar. Dalam amar putusannya yang berbunyi bahwa Tergugat
telah terbutki melakukan wanprestasi atas perjanjian utang-piutang dengan
Penggugat. Sehingga Tergugat dihukum untuk membayar kerugian utang
pokoknya beserta bunganya kepada Penggugat sebesar Rp.223.162.012,- (dua
ratus dua puluh tiga juta seratus enam puluh dua dua belas rupiah);

Sebagaimana kasus yang tertuang dalam Putusan Nomor:


2/Pdt.G/2019/PN Mar. Dalam pemeriksaan pembuktian di persidangan yang
dilakukan oleh Majelis Hakim telah memeriksa alat-alat bukti yang diajukan oleh
Penggugat maupun Tergugat. Dan berdasarkan pemeriksaan pembuktian di
persidangan tersebut Majelis Hakim telah memperoleh suatu kesimpulan
pembuktian Penggugat yaitu, berdasarkan Foto copy Surat Pengakuan Hutang
Nomor B.62/5148/7/2017, hari Selasa, tanggal 18 Juli 2017, Tergugat I memiliki
hutang kepada Penggugat sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah);
Kedua, berdasarkan bukti surat-surat yang disebutkan diatas, benar Tergugat
mempunyai hutang kepada Penggugat dan sampai saat ini tidak membayar

9
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2002), 5.
10
Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013),
9.
8

angsuran hutangnya, walaupun Penggugat sudah mengagihnya berkali-kali.


Sehingga dapat dikatakan bahwa Tergugat melakukan ingkar janji (wanprestasi).

Selain itu bahwa Majelis Hakim juga telah memperoleh kesimpulan


tentang hasil pembuktian Turut Tergugat, yaitu: bahwa terhadap petitum poin 4
yang meminta untuk menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir
beslag) terhadap obyek dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 00215 Nama Harianto
oleh karena selama pemeriksaan perkara ini digelar di persidangan, ternyata
Pengadilan Negeri Marisa tidak pernah meletakkan sita jaminan (conservatoir
beslag) terhadap obyek SHM tersebut oleh karena tidak ada alasan hukum untuk
meletakkan sita jaminan, maka terhadap petitum poin 4 patut kiranya dinyatakan
ditolak;

Berdasarkan kesimpulan tentang hasil pembuktian antara Penggugat


dengan Tergugat dan telah diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut: pertama,
Tergugat I dan Tergugat II memiliki hutang kepada Penggugat sebesar
Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah); Kedua, Tergugat I dan Tergugat II
pinjam uang dengan n jaminan kredit berupa Sertifikat Hak Milik Nomor 215
Desa Mootilango atas nama Harianto dan Sertipikat Hak Milik Nomor 17 Desa
Mekar Jaya atas nama Haris Molose dan mengenai pinajaman tersebut terdapat
bunga pokok peminjaman sehingga kewajiban yang harus dibayar Tergugat
sebesar Rp.223.162.012,- (dua ratus dua puluh tiga juta seratus enam puluh dua
dua belas rupiah);. Ketiga, Tergugat I dan Tergugat II sudah tidak dapat lagi
membayar angsuran utangnya kepada Penggugat.

Sebagaimana kasus yang tertuang dalam Putusan Nomor:


2/Pdt.G/2019/PN Mar. Berdasarkan pada pemeriksaan persidangan tersebut dapat
diambil suatu kesimpulan tentang hasil pembuktian antara Penggugat, Terugat dan
Turut Terugat serta telah diperoleh fakta-fakta hukum sebagaimana yang pada
intinya adalah Penggugat dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya. Maka
sebelum menjatuhkan putusan, Majelis Hakim akan memberikan pertimbangan
sebagai berikut:
9

Dari hasil kesimpulan pembuktian tersebut dapat terbukti bahwa


berdasarkan kenyataan yang ada bahwa Tergugat I dan Tergugat II sampai
sekarang tidak mampu membayar hutangnya kepada Penggugat walaupun
Penggugat sudah berkali-kali menagihnya dengan memberi surat kunjungan dan
surat peringatan sebanyak tiga kali. Namun Tergugat I dan Tergugat II tidak ada
itikad baik. Oleh karena itu, Tergugat I dan Tergugat II telah terbukti melakukan
wanprestasi.

Tergugat I dan Tergugat II telah membenarkan mempunyai hutang kepada


Penggugat sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), maka pengakuan
Tergugat I dan Tergugat II yang demikian menurut Majelis Hakim benar terbukti
bahwa Tergugat I dan Tergugat II mempunyai hutang kepada Penggugat sebesar
Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), Berdasarkan bukti surat-surat yang telah
diuraikan tersebut diatas, benar Tergugat mempunyai hutang pokok beserta
bunganya kepada Penggugat sebesar Rp.223.162.012,- (dua ratus dua puluh tiga
juta seratus enam puluh dua dua belas rupiah) dan sampai saat ini Tergugat tidak
bisa membayar angsuran hutangnya, walaupun Penggugat sudah mengagihnya
berkali-kali.

Dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat dan berkesimpulan bahwa


Tergugat terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan ingkar janji
(wanprestasi). Dengan demikian karena Tergugat terbukti melakukan wanprestasi,
maka Tergugat diwajibkan untuk membayar lunas seluruh hutangnya beserta
membayar biaya ganti kerugian yang timbul. Dengan demikian sebagaimana
uraian pertimbangan tersebut diatas telah sesuai dengan bunyi pada Pasal 1243
KUHPerdata yang menjelaskan bahwa : “Penggantian biaya, kerugian, dan
bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, mulai diwajibkan bila debitur,
walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah
ditentukan”.
10

Dari pertimbangan hukum tersebut, maka pada akhirnya Majelis Hakim


pemeriksa perkara menjatuhkan putusan yang inti amarnya: pertama,
mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; kedua, Menyatakan Para
Tergugat telah melakukan wanprestasi kepada Penggugat; ketiga, Menghukum
Para tergugat untuk membayar kewajibannya kepada Penggugat sebesar
Rp.223.162.012,- (dua ratus dua puluh tiga juta seratus enam puluh dua ribu dua
belas rupiah); keempat, Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
kelima, Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara secara
tanggung renteng sebesar Rp.681.000 (enam ratus delapan puluh satu ribu rupiah);

Dalam mengadili perkara tersebut, sesuai dengan apa yang penulis pahami,
bahwa hakim sudah menjadi hakim progesif, dimana alasan dan dasar penjatuhan
hukumannya sudah mendasarkan dan memperhatikan pasal-pasal KUHperdata,
RGB, perma No. 4 tahun 2019 tentang perubahan atas perma No. 2 tahun 2015
tentang Tata cara penyelesaian gugatan sederhana serta peraturan-peraturan lain
yang berkaitan dengan perkara ini. Hakim tidak hanya mendasarkan putusan
tersebut dari satu pasal saja tetapi sudah memperhatikan Pasal-pasal lain yang
berkaitan dengan perkara tersebut. Sehingga mengenai kepastian hokum putusan
tersebut sudah bisa dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam menangani kasus tesebut, hakim


telah memutuskan perkara dengan seadil-adilnya serta tidak menyeleweng dari
tugas, fungsi dan wewenangnya berdasarkan Undang-undang No. 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam memutuskan perkara tersebut, dimana
hakim telah mempertimbangkan dan memperhatikan landasan peraturan-peraturan
sebagai berikut:

Perma No. 4 tahun 2019 tentang perubahan atas perma No. 2 tahun 2015
tentang Tata cara penyelesaian gugatan sederhana, yang mana diketahui bahwa
perkara yang diajukan ke pengadilan Marisa dengan No. 2/Pdt.G/2019/PN Mar.
masuk kedalam guagatn sederhana. perma tersebut diatur bagiaman prosedur serta
11

tara cara menyelesaikan gugatan sederhana, dan hakim telah melaksakan perma
tersebut dengan baik.

Pasal 1865 KUHPerdata dan Pasal 283 Rbg maka kewajiban pertama
Penggugat-lah untuk membuktikan kebenaran akan dalil-dalil yang diajukannya
tersebut akan tetapi dengan tidak mengenyampingkan kewajiban tergugat I dan
tergugat II untuk membuktikan dalil-dalil bantahannya (sangkalannya) tersebut,
hal ini dilakukan agar beban pembuktian menjadi merata bagi para pihak sehingga
tercipta suatu pembuktian yang sinergis dan tidak berat sebelah. Kaitannya dengan
Pasal ini, Hakim telah melaksakan apa yang tertera didalam Pasal ini dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, tanpa berat sebelah.

Pasal 142 Rbg “Dalam tenggang waktu yang sama para pihak dapat saling
menyampaikan surat-surat jawaban (replik) dan jawaban balik (duplik) yang
dengan cara yang sama bersama-sama dengan surat-surat yang bersangkutan
diserahkan kepada panitera” maka Pengadilan Negeri Marisa berwenang
mengadili perkara a quo;

Menimbang, bahwa adapun syarat sahnya perjanjian sebagaimana dalam


ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, sehingga apabila salah satu syarat tersebut
tidak terpenuhi maka dapat dikatakan sebagai wanprestasi. Sehingga dalam hal ini
pengadilan berhak mengadili perkara tersebut tanpa adanya unsure melanggar
hukum.

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam mengadili perkara tersebut, sesuai dengan apa yang penulis pahami,
bahwa hakim sudah menjadi hakim progesif, dimana alasan dan dasar penjatuhan
hukumannya sudah mendasarkan dan memperhatikan pasal-pasal KUHperdata,
RGB, perma No. 4 tahun 2019 tentang perubahan atas perma No. 2 tahun 2015
tentang Tata cara penyelesaian gugatan sederhana serta peraturan-peraturan lain
yang berkaitan dengan perkara ini. Hakim tidak hanya mendasarkan putusan
12

tersebut dari satu pasal saja tetapi sudah memperhatikan Pasal-pasal lain yang
berkaitan dengan perkara tersebut. Sehingga mengenai kepastian hokum putusan
tersebut sudah bisa dipertanggungjawabkan.

Saran

Dalam menangani suatu perkara hendaklah Hakim mengadili perkara


tersebut dengan seadil-adilnya tanpa berat sebelah. Dalam menjatuhkan suatu
putusan, hendaknya Hakim tidak mendasarkannya hanya pada satu aturan saja,
Hakim harus memperhatikan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perkara
tersebut, baik dari Undang-undang, Pasal-pasal dalam KUHPerdata/KUHP,
Yurisprudensi, doktrin serta aturan-aturan lain yang berkaitan dengan kasus yang
ditangani. Sehingga dengan memperhatikan aturan-aturan yang ada, putusan
tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenaran dan keabsahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Prodjojodikoro, Wirjono. Asas-asas Hukum Perjanjian. Bnadung: Bale Bandung. 1981.


Komariah. Hukum Peerdata. Malang: Universitah Muhammadiyah Malang. 2002.
HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
2008.
Subekti. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. Arga Printing. 2007.
Miru, Ahmadi Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta:Rajawali Pers. 2007.
Simanjuntak. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Kencana. 2017.
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung:Alumni. 1986.
Rahardjo, Satjipto. Membedah Hukum Progresif. Jakarta : Kompas. 2006.
Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. 2002.
Supramono, Gatot. Perjanjian Utang Piutang. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2013.

Anda mungkin juga menyukai