Anda di halaman 1dari 17

KONSEP KAFAAH DALAM PRESPEKTIF MASYARAKAT MILENIAL

(Studi Kasus di Desa Gandukepuh kecamatan Sukorejo)

Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu: Nihayaturrahmah, M.HI.

Disusun Oleh:

Galuh Fajar Panjalu (101180144)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2020
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas segala karunia Allah SWT berkat
ridhoNya kami dapat menyelesaikan tugas proposal ini dengan tepat. Tak lupa
kami haturkan sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, beserta keluarganya, para sahabatnya dan semua ummatnya hingga akhir
zaman, semoga kita mendapat syafaatnya.

Penulis menulis proposal ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metodologi Penelitian. Dalam proposal ini penulis menjelaskan mengenai
konsep kafaah dalam prespektif kaum milenial. Dalam menyelesaikan tugas
proposal ini, kami mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak maka dari
itu, sudah sepantasnya kami mengucapkan terima kasih kepada ibu
Nihayaturrahmah, M.HI.. selaku dosen pengampu mata kuliah Metodologi
Penelitian, kedua orang tua kami yang selalu mendukumg dan mendo’akan kami,
dan seluruh pihak yang tak mungkin kami sebutkan satu persatu.

Akhirul kalam, kami sadari bahwa proposal ini jauh dari kata sempurna,
maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan sarannya demi penyempurnaan
proposal ini. Harapan kami semoga proposal ini bermanfaat bagi kemaslahatan
umum dan khususnya bagi kami penyusun. Aamiin.

Ponorogo, 1 April 2020

Penyusun

Galuh Fajar Panjalu


ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................4

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................4

D. Manfaat Penelitian........................................................................................5

E. Kajian Pustaka..............................................................................................5

F. Landasan Teori.............................................................................................9

G. Metode Penelitian.......................................................................................13

H. Sistematika Pembahasan............................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan hubungan


manusia baik secara vertical maupun secara horizontal. Dimana secara vertical
mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan. Sedangkan secara
horizontal diatur tentang bagaimana manusia berinteraksi dengan sesama
makhluk. Salah satu wujud bentuk hubungan manusia secara horizontal
tersebut adalah perkawinan.

Termasuk dalam salah satu pembahasan pernikahan adalah persoalan


kafā‟ah, yakni kesejajaran, kesetaraan, kesepadanan, atau kesederajatan
antara dua belah pihak calon suami dan isteri dalam faktor-faktor tertentu.
Kafā‟ah merupakan salah satu pertimbangan yang dianjurkan agama Islam
ketika hendak melangsungkan perkawinan. Kafā‟ah sendiri dalam
perkawinan, merupakan “faktor lain” yang tidak digolongkan sebagai rukun
perkawinan, yang turut menunjang terciptanya kebahagiaan pasangan suami
istri dan menjamin perempuan dari kegagalan dalam berumah tangga. Setiap
orang memiliki daya tarik tertentu di samping selera tertentu dalam memilih
calon pasangan hidupnya. Daya tarik ada yang bersifat lahir, kecantikan atau
kegantengan misalnya, ada juga daya tarik yang menempel diluar seperti
kekayaan, pangkat, atau nama besar, ada juga daya tarik yang bersumber dari
dalam diri seseorang, seperti kelembutan, kesetiaan, keramahan, dan
berbagai ciri kepribadian lainnya. Selera manusia juga berbeda-beda, ada
yang tertarik kepada rupa, ada yang sangat mempertimbangkan harta dan
jabatan serta status sosial, di samping ada yang seleranya ada pada kualitas
hati.1
Kafā‟ah atau kufu‟ dalam hukum Islam adalah keseimbangan dan
keserasian antara calon suami dan calon isteri, sehingga masing-masing

1
Achmad Mubarok, Psikologi Keluarga, (Jakarta : Bina Rena Pariwara, 2005), 117.
2

calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan. 2 Maksudnya


adalah laki-laki sebanding dengan calon isterinya, sama dalam hal
kedudukannya, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak
dan kekayaan.
Jadi, penekanan dalam hal kafā‟ah adalah keseimbangan,
keharmonisan, dan keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan
ibadah. Sebab, jika kafā‟ah diartikan dengan persamaan dalam hal harta
(kekayaan) atau kebangsawanan, maka akan berarti terbentuknya suatu kasta,
sedang dalam Islam tidak dibenarkan adanya kasta, karena manusia di sisi
Allah Swt. adalah sama.3
Kafā‟ah dalam perkawinan merupakan faktor yang dapat mendorong
kebahagiaan antara suami isteri, dan lebih menjamin keselamatan perempuan
dari kegagalan atau keguncangan rumah tangga. Kafā‟ah dianjurkan oleh
Islam dalam memilih suami atau isteri, tetapi tidak menentukan sah atau
tidaknya perkawinan. Kafā‟ah adalah hak bagi wanita atau walinya. Karena
suatu perkawinan yang tidak seimbang dan serasi akan menimbulkan
problematika berkelanjutan, atau besar kemungkinan akan menyebabkan
terjadinya perceraian. Keberadaan kafā‟ah dipandang sebagai aktualisasi
nilai-nilai dan tujuan perkawinan. Dengan adanya kafā‟ah dalam perkawinan
diharapkan masing-masing calon mampu mendapatkan keserasian dan
keharmonisan.

Berdasarkan konsep kafā‟ah, seorang calon mempelai berhak


menentukan pasangan hidupnya dengan mempertimbangkan segi agama,
keturunan, harta, pekerjaan maupun hal yang lainnya. Adanya berbagai
pertimbangan terhadap masalah-masalah tersebut dimaksudkan supaya dalam
kehidupan berumah tangga tidak didapati adanya ketimpangan dan
ketidakcocokan. Selain itu, secara psikologis seseorang yang mendapat
pasangan yang sesuai dengan keinginannya akan sangat membantu dalam
proses sosialisasi menuju tercapainya kebahagiaan keluarga. Proses mencari

2
Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), 73.
3
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat , 97.
3

jodoh memang tidak bisa dilakukan secara asal-asalan atau


“sembarangan” dan soal pilihan jodoh sendiri merupakan setengah
dari suksesnya perkawinan.4 Selain itu, di dalam Al-Qur‟an juga sudah
dijelaskan secara tegas tentang syarat keagamaan dalam perkawinan, bahwa
Allah telah melarang perkawinan muslim atau muslimah dengan laki-laki
musyrik atau perempuan musyrikah, karena dalam perbedaan keyakinan
(agama) dapat merusak pondasi utama rumah tangga.
Di kalangan fuqaha, terdapat perbedaan pendapat mengenai konsep
kafā‟ah ini, terutama tentang faktor-faktor yang diperhitungkan dalam
menentukan kesekufuan seseorang. Madzhab Hanafi, Syafi„i dan Hambali
sepakat bahwa ukuran kekufu‟an seseorang terdapat pada aspek
keagamaan,kemerdekaan, pekerjaan dan keturunan. Mereka berbeda
pendapat dalam hal harta dan kekayaan. Madzhab Hanafi dan Hambali
berpendapat bahwa harta dan kekayaan termasuk unsur kekufu‟an.
Sedangkan Madzhab Syafi„i tidak menganggap harta dan kekayaan sebagai
unsur kekufu‟an. Menurut Mazhab Maliki, hanya faktor keagamaan yang
diperhitungkan dalam menentukan konsep kesepadanan seseorang.5
Para ulama fikih juga berbeda pendapat terkait apakah kafā‟ah
termasuk syarat syahnya nikah atau tidak. Imam Ahmad berpendapat bahwa
kafā‟ah merupakan salah satu syarat syahnya nikah, akan tetapi ulama‟ lain
menyatakan bahwa kafā‟ah adalah hak dari seorang perempuan dan wali
nikahnya.
Adapun menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Buku I Hukum
perkawinan Bab IV Pasal 23 Ayat (1) dan (2), apabila wali nasab enggan
atau tidak bersedia menjadi wali, maka wali hakim bisa bertindak sebagai
wali nikah setelah ada putusan dari Peradilan Agama. Dan pada Bab X Pasal

4
Nasarudin Latif, Ilmu Perkawinan: Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2001),19.

5
Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan,Vol. I, (Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA, 2013),
228-237.
4

61 dinyatakan bahwa tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk


mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama
(ikhtilāf al-Dīn).6
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi
prioritas utama dalam kafā‟ah adalah keagamaan. Dalam arti bahwa calon
suami dan calon isteri harus seagama yaitu sama-sama beragama Islam, dan
mempunyai tingkatan akhlak ibadah yang seimbang. Harta, tahta dan
keturunan menjadi prioritas kedua setelah agama, karena memang di dalam
Islam tidak ada perbedaan kasta dan tidak membedakan manusia dari sisi
keduniawian, hanya ketaqwaanlah yang membedakan derajat antara satu
dengan yang lainnya. Selain itu, kafā‟ah menurut mayoritas ulama bukan
merupakan syarat syahnya pernikahan.
Konsep kafā‟ah yang telah disepakati oleh mayoritas ulama‟ nampak
berbeda dengan fenomena perkawinan yang terjadi di kalangan masyarakat
milenial sekarang. Bila para Ulama‟ bersepakat bahwa unsur keagamaan
yang sepatutnya menjadi pertimbangan utama dalam memilih calon
pasangan, akan tetapi ketika diperhatikan lebih lanjut di samping
pertimbangan agama, kesamaan status sosial atau kesamaan derajat berupa
nasab, sepertinya menjadi barometer bagi masyarakat milenial untuk
mendapatkan pasangan hidupnya. Di sisi lain, Islam tidak mengenal
perbedaan status sosial ataupun kasta. Karena semua orang atau golongan
adalah sama di hadapan Allah Swt.
Masyarakat milenial sendiri adalah adalah kumpulan individu yang
mana individu- individu tersebut lahir pada tahun sekitar 1983 – 2001.7
Penelitian ini di laksanakan di Desa Gandukepuh Kecamatan
Sukorejo Ponorogo. Di desa ini peneliti menemukan sebuah fakta bahwa
hampir semua masyarakat di Desa Gandukepuh yakni golongan abangan.
Yakni dimana lebih kental adat budaya daripada agamanya.

6
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya : Karya Anda, t.th.),45.
7
Badan Pusat Statistik kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan perempuan dan
perlindungan Anak, Statistic Gender Tematik Profil Generasi Milenial Indonesia(Jakarta :
kementerian Pemberdaaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2018), 14
5

Ketertarikan peneliti terhadap masyarakat milenial yang terdapat di


Desa Gandukepuh adalah yang mana konsep kafaah dalam islam hampir
tidak berlaku di dalam pola pikir masyarakat milenial ini. Atau lebih
ironisnya mereka tidak memahami konsep kafaah tersebut, atau bahkan
belum mengetahui makna kafaah. Selama pengamatan peneliti ini pernikahan
yang dilangsungkan tidak seperti konsep kafaah dalam islam. Tetapi, atas
restu dari orang tua. Banyak pernikahan di Desa Gandukepuh yang dalam
pemilihan pasangan hidupnya anak melihat dari sisi materil tapi sebagian ada
juga yang melihat dari sisi tanggung jawab ada lagi yang hanya melihat atas
keseriusan anaknya untuk menikah. Dari fakta tersebut peneliti memiliki
pertanyaan besar. Yakni bagaimana kosnep kafaah dalam prespektif
masyarakat milenial di Desa Gandukepuh ini.
Berangkat dari fenomena dan latar belakang permasalahan di atas
itulah kiranya yang membuat penulis bermaksud mengadakan penelitian
serta mengkajinya dalam bentuk skripsi dengan judul ”KONSEP KAFAAH
DALAM PRESPEKTIF MASYARAKAT MILENIAL (STUDI KASUS
DI DESA GANDUKEPUH KECAMATAN SUKOREJO)”.
6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan masyarakat milenial desa gandukepuh


terhadap konsep kafaah ?
2. Bagaimana tinjauan menurut hukum Islam (fikih) terhadap
pandangan masyarakat milenial desa gandukepuh ?
C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menggali dan mengungkap pandangan masyakat milenial


Desa Gandukepuh Kecamatan Sukorejo Ponorogo terhadap
makna dan konsep kafā‟ah.
2. Menganalisis dan menjelaskan terhadap konsep kafā‟ah yang
mereka pahami dan terapkan melalui pandangan hukum Islam
(fikih).
D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik


secara peraktis maupun secara teoritis, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi peneliti
a. Untuk menambah wawasan peneliti agar bisa berfikir kritis guna
memahami dan menerapkannya dalam kehidupan di masa yang
akan datang.
b. Untuk bahan dokumentasi sebagai penambah wawasan dan
pengetahuan mengenai konsep kafaah dalam semua lapisan
dimasyarakat.
2. Bagi masyarakat dan orang tua
a. Memberikan pandangan kafaah secara ilmu Islam.
b. Mengubah pola fikir masyarakat agar sesuai syariat islam.
7

E. Kajian Pustaka

Sejauh pengetahuan penulis berdasarkan referensi yang telah penulis


baca dan pahami, sudah banyak yang membahas mengenai pernikahan dini
secara umum. Tetapi yang membahas secara khusus terkait pandangan
masyarakat milenial terhadap kosep kafaah belum penulis temukan.

Diantara referensi yang membahas pernikahan dini secara umum


diantaranya adalah:

Pertama, skripsi karya yuzakkii mayyasyaa’, ia mengambil judul


tentang “Konsep Kafaah Dalam Pandangan Kiai Pondok Pesantren Hudatul
Muna Jenes Ponrogo” IAIN Ponorogo, Fakultas Syari’ah, 2018. Hal ini
berbeda dengan apa yang akan dilakukan oleh peneliti, penelitian yang
dilakukan oleh yuzakki memfokuskan kepada pendapat kiai yang notabene
ahli agama, berbeda dengan pennelitian ini bahwa masyarakat milenial
gandukepuh belum tentu ahli dalam hal agama.
Penelitian tersebut merupakan penelitian lapangan (field research).
Dengan lokasi Pondok Pesantren Hudatul Muna Jenes Ponorogo. Dengan
subjeknya Kiai Pondok Pesantren Hudatul Muna Jenes Ponorogo. Sedangkan
pendekatannya melali pendekatan sosiologis.
Penelitian ini berbeda dengan kasus yang diangkat peneliti. Skripsi
milik Yuzakki mengangkat Kiai sebagai Subjek yang notabene sebagai ahli
agama dan paham akan kafaah sedangkan subjek peneliti adalah masyarakat
milenial yang berada di desa Gandukepuh yang belum tentu ahli agama dan
justru lebih condong ke abangan dan sangat erat dengan teknologi.
Kedua, skrisi milik Eko Saputro dengan judul “Makna Kafaah
Menurut Pandangan Para Ustadz (studi kasus di Pondok Pesantren Subulkul
Huda Kembangsawit Kebonsari Madiun)” Fakultas Syariah IAIN Ponorogo,
2018. Skrispi tersebut menjawab atas rumusan masalah bagaimana pandangan
ustadz pondok pesanren Subulul Huda Kebonsari Madiun terkait makna
8

kafaah, dan bagimana penerapannya terhadapap fikih munakahat.


Teknik pengumpulan data nya adalah interview, dokumentasi, dan
teknik observasi. Dan kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah bahwa
didalam pondok pesantren Subulul Huda memiliki dua kubu pandangan. Yang
pertama harus sesuai dengan makna syariat yakni setara baik agama, financial
dan yang lainnya. yang kedua, tidak harus setara,tetapi terlebih penting harus
setara dalam sisi keagamannya.
Ketiga, skripsi karya Alfin Bahru Rohmika dengan judul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Persepsi Masyarakat Dadapan Kecamatan Sedan
Kabupaten Rembang tentang Larangan Menikah Karena Tidak Sekufu”
Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, 2018.
Penelitian tersebut menjelaskan bagaiman persepsi masyarakat desa
dadapan keamatan Sedan Kabupaten Rembang terkait larangan nikah karena
tidak sekufu. Dan bagaimana penjelasan hukum Islam terhadap pandangan
tersebut. Tidak jauh berbeda dengan penelitiansebelumnya yang bersifat
kualitatif bahwa penelitian ini bersifat lapangan (field research). Yang
pengambilan datanya melalui dokumentasi, interview, dan observasi.
Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa kafaah menurut desa Dadapan
kecamatan Sedan kabupaten Rembang adalah keserasian atau sepadan yang
sesuai dengan pengertian kafaah menurut islam.yakni setara baik sosialnya,
akhlak, maupun kekayaannya. Dan tinjauan dari hukum islamnya adalah pasal
61 Kompilasi Hukum Islam.
Dari ketiga penelitian terdahulu maka berbeda dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti. Karena dalam penelitian ini berangkat dari
fenomena adanya masyarakat menikah tidak sekufu baik tidak sekufu dalam
financial, intelektual, agamanya.terlebih lagi fakta tersebut ditambahi bahwa
yang menikah adalah generasi milenial yakni orang- orang yang berkelahiran
antara tahun 1989 – 2001.

F. Landasan Teori

Secara bahasa kafā‟ahberasal dari kata ‫ كفاء‬yang berarti ‫( المساوة‬sama) atau


9

‫لمماثلة‬W‫(ا‬sebanding atau seimbang). Sayyid Sabiq mendefinisikan kufu‟ berarti


sama, sederajat, atau sebanding. Yang dimaksud dengan sekufu‟ dalam
pernikahan adalah laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam
kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial, dan sederajat dalam akhlak dan
kekayaan. Jika kedudukanantara laki-laki dan perempuan sebanding, akan
merupakan faktor kebahagiaan hidup suami isteri dan lebih menjamin
keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan rumah tangga.8
Ibnu Mansūr mendefinisikan kafā‟ah sebagai suatu keadaan
keseimbangan kesesuaian atau keserasian. Ketika dihubungkan dengan
nikah, kafā‟ah diartikan sebagai kondisi keseimbangan antara calon suami
dan istri baik dari segi kedudukan, agama, keturunan, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Abu Zahrah kafā‟ah adalah suatu kondisi di mana
dalam suatu perkawinan haruslah didapatkan adanya keseimbangan antara
suami dan istri mengenai beberapa aspek tertentu yang dapat
mengosongkan dari krisis yangdapat merusak kehidupan perkawinan.9
Sementara di dalam istilah para fuqaha, kafā‟ah didefinisikan dengan
kesamaan di dalamhal-hal kemasyarakatan, yang dengan itu diharapkan akan
tercipta kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga kelak, dan akan mampu
menyingkirkan kesusahan. Namun dari sekian kualifikasi yang ditawarkan
untuk tujuan ini, hanya satu kualifikasi yang disepakati fuqaha, yaitu
kualifikasi kemantapan agama (dīn)dengan arti agama(Millah), serta taqwa
dan kebaikan (at-Taqwā wa aş- Şilāh).10
Mengenai kafaah telah disinggung dalam sebuah hadis riwayat abu
huraira yang memiliki arti :
“Seorang wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya,
kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya, maka dahulukanlah yang
(kuat) mempunyai agama, niscaya kamu akan beruntung”.

8
As-Sayyid Sabiq Muhammad, Fiqh as-Sunnah, (Mesir: Dār Al-Fath, 1971), 126.
9
Dikutip Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan,Vol. I, (Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA,
2013), 226.
10
Ibid, 226
10

Dari teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kafaah adalah setara
atau seimbang. Maksudnya, bahwa kedua belah pihak yang akan memilih
pasangan hidupnya hendaklah memiliki kriteria yang sesuai dengan
kepribadiannya. Dalam artian, bahwa kedua belah pihak setara dalam bidang
agama, nasab, fisik, kekayaan. Dan lebiuh mengutamakan dalam agamanya.

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah dengan jenis metode peneltitian


lapangan (field research), yaitu memaparkan dan menggambarkan
fenomena yang lebih jelas mengenai situasi yang terjadi. penelitian ini
dilakukan dengan pengumpulan data yang dilakukan di lapangan, tepatnya
di desa Gandukepuh kecamatan Sukorejo, terutama dalam pengumpulan
data dan informasi. Dalam penelitian ini, peneliti terjun langsung ke
lapangan yaitu di lingkungan masyarakat untuk memenuhi subjek
penelitian (masyarakat milenial yang berada di Desa Gandukepuh yang
sekiranya dapat bertindak sebagai subjek penelitian ini)

2. Pendekatan Penelitian

Jenis pendekatan yang dilakukan oleh penelitidalam penelitian ini


adalah pendekatan kualitatif. Sementara itu pendekatan sosiologis
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pandangan kafā‟ah menurut masyarakat milenial Desa Gandukepuh
Kecamatan Sukorejo. Penelitian ini jika dilihat dari sifatnya merupakan
penelitian deskriptif-analitis yaitu penelitian yang digunakan untuk
mengungkap, menggambarkan, dan menguraikan suatu masalah (dalam
hal ini kafā‟ah).
11

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data lapangan, peneliti menggunakan teknik-


teknik sebagai berikut:

a. Observasi

Proses pengumpulan data yang dilakukan dengan metode


observasi, yaitu suatu kegiatan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomena atau kejadian, perilaku, serta obyek-
obyek yang terdapat dilapangan untuk mendukung penelitian
yang sedang dilakukan.11 Penggunaan metode observasi ini atas
pertimbangan bahwa data akan dapat dikumpulkan secara efektif
bila dilakukan secara langsung dengan mengamati obyek yang
akan diteliti. Observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data
yang berkaitan dengan pendapat dan pandangan para masyarakat
milenial desa Gandukepuh Kecamatan Sukorejo terhadap konsep
kafā‟ah, serta tingkah laku terkait dengan pola perkawinannya.

b. Wawancara
Wawancara yaitu dilakukan dengan tujuan memperoleh
suatu informasi yang dilakukan dengan cara Tanya jawab antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai.12 Wawancara
yang dipilih oleh peneliti adalah wawancara tidak berstruktur yaitu
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk mengumpulkan data. Dengan wawancara ini peneliti
akan mendapatkan informasi lebih luas dan lengkap karena peneliti

11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002),. 6.

12
Nur Sayidah, Metodologi Penelitian diserati Dengan Contoh Penerapannya dalam Penelitian,
(Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2018), 146.
12

lebih bebas dalam mengajukan pertanyaan, dan subjeknya pun bisa


lebih luas namun tetap terarah dan focus dalam penelitian.13
Dalam hal ini, pewawancara akan melakukan Tanya jawab dengan
narasumber mengenai konsep kafaah yang terbangun dalam
prespektif masyarakat milenial di desa Gandukepuh Kecamatan
Sukorejo.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.14 Dokumentasi digunakan dalam salah
satu sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,
bahkan untuk meramal data. Walaupun dokumentasi bukanlah hal
yang pokok dalam penelitian ini, tetapi dokumentasi dapat
dijadikan sebagai penunjang berjalannya dalam penelitian ini.
Salah satu dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
catatan setempat atau data hasil wawancara yang kemudian akan
diolah menjadi analisis data, dokumen atau arsip kepemilikan harta
dan benda, dan berkas-berkas yang terkait.
H. Sistematika Pembahasan

Untuk dapat memberikan gambaran secara luas dan memudahkan


pembaca dalam memahami gambaran menyeluruh dari penelitian ini, penulis
mengelompokkan menjadi lima bab, dan masing-masing bab tersebut menjadi
beberapa sub bab. Dan semuanya merupakan suatu pembahasan yang utuh,
yang saling berkaitan dengan yang lainnya, sistematika pembahasan tersebut
adalah.

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini menerangkan pendahuluan yang meliputi; latar


belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

13
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, 234.
14
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, 240.
13

kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika


pembahasan.

BAB II : Konsep Kafaah dalam Prespektif Masyarakat Milenial

Pada bab ini memaparkan teori tentang Kafaah menurut


hukum Islam dan para madzab, masyarakat, serta milenial itu
sendiri.

BAB III : Pendapat Masyarakat Desa Gandukepuh Kecamatan Sukorejo


Tentang Kafaah.

Pada bab ini memaparkan tentang fakta-fakta yang ada di


lapangan. Berisi uraian dari hasil penelitian yang diperoleh peneliti
selama di lapangan, mulai dari letak geografis, kondisi
perekonomian, pendidikan, agama, latar belakang masyarakat,
sosiologis dan hasil wawancara kepada narasumber mengenai
kafaah di desa Gandukepuh kecamatan Sukorejo Ponorogo.

BAB IV : Analisis mengenai Kafaah dalam pandangan Masyarakat Milenial


di desa Gandukepuh kecamatan Sukorejo Ponorgo

Berisi analisa data tentang konsep kafaah dalam prespektif


Masyarakat Milenial di Desa Gandukepuh kecamatan Sukorejo.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ibi berisi kesimpulan dan saran-saran.


14

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Mubarok. Psikologi Keluarga. Jakarta : Bina Rena Pariwara. 2005
Zakiyah Darajat. Ilmu Fiqh. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf. 1995
Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat. 1997.

Nasarudin Latif. Ilmu Perkawinan : Problematika Seputar Keluarga dan Rumah


Tangga. Bandung: Pustaka Hidayah. 2001

Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan,Vol. I, Yogyakarta: Academia +


TAZZAFA. 2013

Departemen Agama. Kompilasi Hukum Islam. Surabaya : Karya Anda


Badan Pusat Statistik kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan perempuan
dan perlindungan Anak. Statistic Gender Tematik Profil Generasi Milenial
Indonesia Jakarta : kementerian Pemberdaaan Perempuan dan Perlindungan
Anak. 2018
As-Sayyid Sabiq Muhammad, Fiqh as-Sunnah, (Mesir: Dār Al-Fath, 1971), 126.

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya. 2002

Nur Sayidah. Metodologi Penelitian diserati Dengan Contoh Penerapannya


dalam Penelitian. Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2018
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D

Anda mungkin juga menyukai