Anda di halaman 1dari 24

A.

LATAR BELAKANG

Negara Indonesia adalah suatu Negara yang sedang berkembang, hal ini

ditandai dengan banyaknya pembangunan yang dilakukan Indonesia di berbagai

sektor. Salah satu sektor pembangunan yang sedang giat dilakukan Indonesia

adalah pembangunan di bidang ekonomi. Salah satu pelaku pembangunan di

sektor perekonomian adalah lembaga keuangan yang berupa bank. Bank

mempunyai beberapa program dalam rangka meningkatkan pembangunan

perekonomian Indonesia, salah satunya yaitu dengan menghimpun dana dari

masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk

kredit. Penyaluran dana dalam bentuk kredit ditujukan kepada masyarakat untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 Undang Undang

No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang Undang No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, Bank didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang

menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada

masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Fungsi pokok Bank sebagai lembaga financial intermediary adalah untuk

memberikan jasa - jasa keuangan baik kepada pihak yang membutuhkan dana dan

pihak yang memiliki dana, Bank melakukan beberapa fungsi dasar sementara

tetap menjalankan kegiatan rutinnya di bidang keuangan. Fungsi dasar bank dapat

dilihat dan keterangan berikut. Bank memiliki fungsi pokok sebagai berikut:1

1. Menghimpun dana;

2. Memberi kredit;

3. Memperlancar lalu lintas pembayaran;

4. Media kebijakan moneter;

1
Djoni S Gozali, 2010, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta. Hlm 140

1
5. Penyedia informasi, pemberian konsultasi dan bantuan penyelengaraan

administrasi.

Peran lembaga perbankan tersebut diatas salah satunya diwujudkan dengan

pemberian fasilitas kredit kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan

usaha untuk kegiatan produktif maupun konsumtif.2 Tentunya untuk menjalankan

peran tersebut, harus ada hubungan perdata antara bank dan nasabah yang

lazimnya berbentuk hubungan kontraktual. 3 Hal ini berlaku hampir terhadap

semua nasabah baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non

debitur- non deposan. Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut

berdasarkan suatu kontrak yang dibuat anatar bank sebagai kreditur (pemberi

dana) dan pihak debitur (peminjam dana) yang biasanya disebut perjanjian kredit.

Dalam perjanjian kredit, setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati

antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit

(akad kredit) secara tertulis. Dalam praktek perbankan bentuk dan format dari

perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan ada hal-

hal yang harus dipedomani yaitu perjanjian tersebut tidak boleh kabur atau

kurang jelas, selain itu juga perjanjian sekurang-kurangnya harus memperhatikan

kebasahan dari persyaratan secara hukum, sekaligus juga memuat secara jelas

mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu tata cara pembayaran kembali

kredit serta persyaratan lain yang lazim dalam perjanjian kredit.4

Terkait dengan makin maraknya perjanjian baku atau standart kontrak

dipergunakan dalam transaksi bisnis khususnya dibidang perbankan, makin ramai

pula pro dan kontra yang timbul antara pakar hukum. Bagi pihak yang kontra,

2
Ibid, hlm 266.
3
Munir Fuady, 2003, Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung. Hlm 100
4
Muhammad Djumhana, 2003, Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Hlm
385.

2
beberapa pakar hukum menolak kehadiran perjanjian baku karena kedudukan

bank di dalam perjanjian baku seperti pembuat undang-undang swasta (legio

particuliere wetgeven), perjanjian baku merupakan perjanjian paksa

(dwaangcontract), dan negara-negara common law system menerapkan doktrin

uncounscionabillty dimana memberikan wewenang kepada perjanjian demi

menghindari hal-hal yang dirasakan sebagai bertentangan dengan hati nurani. 5

Oleh karena itu, perjanjian baku oleh beberapa pakar hukum dianggap

meniadakan keadilan.

Sebaliknya, beberapa pakar hukum menerima kehadiran perjanjian baku

sebagai suattu perjanjian, hal ini karena6 pertama, perjanjian baku diterima

sebagai perjanjian berdasarkan prinsip fiksi adanya kemauan dan kepercayaan

(fictie van wil en vertrouven) yang membangkitkan kepercayaan bahwa para

pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu; kedua setiap orang yang

mendatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi apa yang ditandatangani ;

ketiga, perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat dan kebiasaan (gebruk)

yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.

Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit antara bank satu dengan

bank lainnya tidaklah sama, hal tersebut terjadi dalam rangka menyesuaikan diri

dengan kebutuhan masing-masing bank. Dengan demikian, perjanjian kredit

tersebut tidak memiliki bentuk yang berlaku umum, hanya saja dalam praktek ada

banyak hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian kredit, misalnya; berupa

definisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam perjanjian; jumlah dan batas

5
Rachmadi Usman, 2010, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia pustaka
utama ,Jakarta. Hlm 265

3
waktu pinjaman, serta pembayaran kembali pinjaman (repayment) juga mengenai

apakah debitur berhak mengembalikan dana pinjaman lebih cepat dari ketentuan

yang ada; penetapan bunga pinjaman dan dendanya bila debitur lali membayar

bunga; terakhir dicantumkan berbagai klausul seperti hukum yang berlaku untuk

perjanjian tersebut. Sehingga, dalam perjanjian kredit seringkali mengakomodasi

hal-hal tersebut diatas kemudian semuanya dibakukan dan akhirnya terbentuklan

perjanjian baku untuk perjanjian kredit tersebut.7

Dengan berlakunya perjanjian baku dalam perjanjian pemberian kredit maka

semakin menguatkan posisi bank, sementara itu si nasabah tidak mempunyai

bargaining position yang seimbang berakibat memberatkan pihak debitur.

Ketidaksetaraan atau tidak bisanya nasabah mempunyai kesempatan untuk

membela diri dari kondisi tersebut menimbulkan ketidakadilaan.

Dalam hukum di Indonesia belum ada Undang-Undang yang dapat

mengakomodir kedua pihak bersangkutan diatas secara adil, tetapi pada

perkembangan hukum Belanda menguraikan kondisi diatas sebagai

penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) yang terdapat pada

Buku 3 Pasal 44 ayat 3 Nieuw Burgelijk Wetboek (NBW). 8 Penyalahgunaan

keadaan ini dapat memberikan keseimbangan hak meskipun telah diperjanjikan

antara nasabah dengan bank suatu kondisi tertentu yang dikuatkan dengan pasal

dalam KUHP tetapi dapat juga dilihat dari sudut penyalahgunaan keadaan yang

dapat didefinisikan berupa kehendak yang cacat, karena lebih sesuai dengan isi

dan hakekat penyalahgunaan keadaan itu sendiri ia tidak berhubungan dengan

syarat- syarat objektif perjanjian melainkan mempengaruhi syarat-syarat subjektif

7
Muhammad Djumhana. Op.cit, 385.
8
Henry P. Panggabean, 1992, Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru) Untuk
Pembatalan Perjanjian, Liberty, Bandung, Hlm 33

4
berupa keunggulan ekonomis terhadap pihak lain yang tentu dalam posisi

dirugikan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar berlakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis

merumuskan permasalahan untuk dibahas dan dikaji lebih rinci. Adapun beberapa

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi debitur kaitannya dengan kontrak

baku dalam perjanjian kredit?

2. Bagaimana kedudukan kontrak baku dalam hal penyalahgunaan keadaan

(misbruik van omstandigheden) oleh pihak perbankan dengan membandingkan

pengaturannya di negara lain?

C. Keaslian Penelitian

Setelah melakukan penelusuran pada berbagai informasi dan hasil penelitian

pada perpustakaan pasca sarjana Universitas Gajah Mada, perpustakaan magister

hukum Universitas gajah Mada, perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gajah

Mada, peneliti menemukan beberapa penilitian yang terkait, yaitu:

1. Rini Masyithah, 2005, judul tesis Akta PPAT yang mengandung unsur

penyalahgunaan keadaan (Misbruik van Omstandigheden), Studi kasus di

Pengadilan Negeri Yogyakarta, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta.

Rumusan Masalah:

a. Bagaimana akibat hukum penyalahgunaan keadaan yang terjadi pada akta


PPAT?

5
b. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban PPAT terhadap akta yang

mengandung cacat kehendak ?

Hasil Penelitian:

Unsur-unsur penyalahgunaan keadaan ( Misbruik Van Omstandigheden)

yang menyebabkan terjadinya pembatalan Akta PPAT yaitu salah satu pihak

memanfaatkan hubungan ketergantungan pihak lain, sehingga memaksanya

melakukan jual beli dan karena salah satu pihak melakukan perbuatan

melawan hukum Pasal 1365 KUHperdata berupa penyalahgunaan keadaan

(misbruik van omstandigheden), dan PPAT memenuhi syarat formil pembuatan

akta, PPAT tidak bertanggung jawab atas batalnya akta.

2. Renaldi Morintoh, 2007, Kedudukan kontrak baku yang dibuat BUMN dalam
hubungannya dengan penyalahgunaan keadaan serta prospek penerapan

dimasa datang, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta.

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana kedudukan kontrak baku yang dibuat BUMN dalam

hubungannya dengan penyalahgunaan keadaan?

2. Bagaimana prospek penerapan kontrak baku yang dibuat BUMN pada masa

mendatang?

Hasil Penelitian:

Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan, pertama, keadaan

yang potensial menimbulkan kerugian pada saat proses kesepakatan kontrak

baku yang dibuat BUMN tidak dapat diselesaikan dengan penyalahgunaan

keadaan. Sebabnya, penyalahgunaan keadaan di Indonesia merupakan

pendapat ahli hukum yang tidak mengikat. Kedua, prospek kontrak baku yang

6
dibuat BUMN dalam hubungannya dengan penyalahgunaan keadaan sangat

tergantung pada pilihan yang akan diambil. Pilihan pertama adalah

membiarkan pemberlakuan kontrak baku yang dibuat BUMN, yang akan

membawa kerugian bagi seluruh pihak yang berkepentingan. Pilihan kedua,

adalah melakukan menutup celah-celah hukum yang muncul. Bentuknya

adalah melalui penanganan jangka pendek berupa pendekatan litigatif, serta

perbaikan jangka panjang yang wujudnya adalah praxis sistem hukum.

Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan sebab

penelitian yang penelitian yang akan penulis lakukan adalah mengenai bentuk

perlindungan hukum terhadap debitur kaitannya dengan kontrak baku, serta

kedudukan kontrak baku dalam hal penyalahgunaan keadaan (misbruik van

omstandigheden) oleh pihak perbankan dengan membandingkan pengaturannya

di negara lain.

Meskipun demikian penelitian terdahulu akan menjadi acuan dalam

melakukan penelitian ini sepanjang ada korelasi dan relevansi dengan penelitian

ini, sehingga penelitian ini akan saling melengkapi dalam mengembangkan ilmu

hukum, khususnya hukum perikatan.

D. Tujuan Penelitian

Penulis mengidentifikasikan beberapa tujuan dari penelitian Thesis ini,

sebagai berikut:

1. Mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai perjanjian baku

(standard contract) pada umumnya dan khususnya dalam perjanjian kredit

serta perlindungan hukum bagi debitur.

2. Mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai tolak ukur cacat

7
kehendak dalam perjanjian baku di dalam suatu perjanjian kredit.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam perkembangan

ilmu pengetahuan

b. Salah satu usaha untuk memperbanyak wawasan dan pengalaman serta

menambah pengetahuan tentang Hukum Perbankan dan Hukum Perikatan.

c. Dapat bermanfaat dalam mengadakan penelitian yang sejenis berikutnya

di samping itu dapat digunakan sebagai pedoman penelitian yang lain.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat umum khususnya pihak pihak yang terkait dengan

masalah perkreditan, diharapkan bisa mendapatkan informasi dan

gambaran lebih jelas mengenai posisi berimbang dalam pembuatan

perjanjian kredit dalam kaitannya untuk perlindungan debitur.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi mahasiswa, dosen, dan pembaca lain yang tertarik maupum

berkepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di bidang perbankan

khususnya mengenai perkreditan.

G. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian


Peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam buku Ketiga Kitab

Undang Undang Hukum Perdata Tentang Perikatan yaitu Pasal 1313 yaitu:

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian diatur dalam

8
Buku Ketiga Kitab Undang Undang Hukum Perdata karena perjanjian

merupakan salah satu sumber dari perikatan, dikatakan salah satu karena ada

sumber lain dari suatu perikatan yaitu undang-undang.9


Definisi lain mengenai perjanjian adalah merupakan suatu peristiwa

dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanankan suatu hal. Dari peristiwa itu,

menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut yang kemudian

dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian

perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau

ditulis. 10
a. Asas-asas perjanjian
Menurut pendapat Gatot Supramono. dalam hukum perjanjian

dikenal ada beberapa macam asas dalam melaksanakan suatu perjanjian

yaitu:
1) Asas konsensualisme
Sesuai dengan artinya konsensualisme adalah kesepakatan,

maka asas ini menetapkan bahwa terjadinya suatu perjanjian setelah

terjadi kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan

perjanjian. Dengan kesepakatan maka perjanjian menjadi sah dan

mengikat bagi para pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka, hal ini terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata..
2) Asas kebebasan berkontrak
Asas ini menyebutkan bahwa setiap orang mempunya

kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja,

asalkan perjanjian tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan

undang-undang. Dalam KItab Undang Undang Hukum Perdata asas

kebebasan berkontrak terdapat pada Pasal 1339.


9
Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit, Rineka Cipta, Jakarta. Hlm 163
10
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Bandung. Hlm 1.

9
3) Asas kepribadian
Menurut asas kepribadian, seseorang hanya diperbolehkan

mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu

perjanjian. Asas ini terdapat dalam Pasal 1315 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata.
4) Asas itikad baik
Asas itikad baik di dalam hukum perjanjian hanya terdapat pada

waktu melaksanakan perjanjian. Dalam pasal 1338 Kitab Undang

Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik, apapun yang telah diperjanjikan harus

dilaksanakan dengan penuh kejujuran sesuai dengan maksud dan

tujuannnya.
5) Asas keadilan
Asas keadilan lebih ditujukan kepada isi dari perjanjian bahwa

perjanjian harus mencerminkan adanya keadilan bagi kedua belah

pihak yang mengadakan perjanjian. Asas keadilan diatur dalam Pasal

1320 KItab Undang Undang Hukum Perdata.


6) Asas kepatutan
Suatu perjanjian dibuat bukan hanya semata-mata

memperhatikan ketentuan undang-undang, akan tetapi kedua belah

pihak harus memperhatikan pula tentang kebiasaan, kesopanan dan

kepatutan yang berlaku di masyarakat. Asas kepatutan terdapat dalam

Pasal 1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.


7) Asas kepercayaan
Para pihak melakukan perjanjian harus dilandasi dengan rasa

saling percaya karena kepercayaan menyangkut saling memenuhi

kewajibannya seperti yang telah diperjanjikan. (Gatot Supramono,

2009: 164-165)
b. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
Membuat suatu perjanjian itu harus memenuhi syarat-syarat

supaya perjanjian tersebut diakui dan mengikat para pihak yang

10
membuatnya. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320

Kitab Undang Undang Hukum Perdata yaitu:


1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3) Mengenai hal atau obyek tertentu
4) Adanya suatu sebab yang halal

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena

menyangkut orang orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian yang

mana merupakan subyek yang membuat suatu perjanjian. Sedangkan

syarat ketiga dan keempat adalah sebagai syarat obyektif karena

menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau

subyek yang membuat perjanjian. 11

c. Hapusnya Perjanjian
Tentang berakhirnya atau hapusnya suatu perjanjian terdapat dalam

Pasal 1381 Kitab Undang Undang Hukum Perdata bahwa hapusnya suatu

perjanjiandisebabkan hal-hal sebagai berikut:


1) Adanya pembayaran;
2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan atau dalam bahasa Belanda dinamakan consignatie;


3) Novasi atau pembaruan utang;
4) Kompensasi atau perjumpaan hutang;
5) Percampuran hutang;
6) Pembebasan hutang;
7) Musnahnya barang yang terhutang;
8) Pembatalan perjanjian;
9) Berlakunya suatu syarat batal;
10) Daluarsa atau lewatnya waktu;

d. Cacat Kehendak

Menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat harus diberikan

secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan.

Masalah lain yang dikenal dalam KUHPerdata yakni yang disebut cacat

11
Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Jakarta. Hlm 78

11
kehendak (kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan).

Tiga unsur cacat kehendak (Pasal 1321 KUHPerdata):12

1) Kekhilafan/ kekeliruan/ kesesatan/ dwaling (Pasal 1322

KUHPerdata).

Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan

kemauan tapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru

baik mengenai orangnya (disebut eror in persona) atau objeknya

(disebut eror in subtantia). cirinya, yakni tidak ada pengaruh dari

pihak lain.

2) Paksaan/dwang (Pasal 1323-1327 KUHPerdata).

Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri,namun dipengarui

orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa

sehingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan

apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang

tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu

kerugian yang terang dan nyata. Dengan demikian maka pengertian

paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka

rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang

menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat

perjanjian. Contohnya, orang menodongkan pistol guna memaksa

orang yang lemah untuk membubuhkan tanda tangan di sebuah

perjanjian.

3) Penipuan/bedrog (Pasal 1328 KUHPerdata)

12
Handri Raharjo,2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Cet. 1, Penerbit Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, hal. 45.

12
Pihak menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu

gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga

pihak lain bergerak untuk menyepakati. Perjanjian itu dapat

dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal yang disebut di atas.

4) Penyalahgunaan Keadaan (misruik van omstandingheiden)

Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang

keempat yaitu penyalahgunaan keadaan/undue Influence

(KUHPerdata tidak mengenal). Pada hakikatnya ajaran

penyalahgunaan keadaan bertumpuh pada kedua hal berikut, yaitu:

a) Penyalahgunaan keunggulan ekonomi

b) Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang

psikologi, pengetahuan, dan pengalaman.

Di dalam penyalahgunaan keadaan tidak terjadi ancaman fisik

hanya terkadang salah satu pihak punya rasa ketergantungan, suatu

hal darurat, tidak berpengalaman, atau tidak tahu. Apa yang menjadi

dasar pengajuan ke pengadilan bila di KUHPerdata tidak

mengaturnya? Dapat dengan dasar yurisprudensi. Konsekuensi bila

ada penyalah-gunaan keadaan maka perjanjian itu dapat dibatalkan.

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449,

bahwa cacat kesepakatan atau cacat kehendak itu terjadi jika terjadi

karena kekhilafan/ kesesatan, penipuan, dan paksaan. Kitab

Undang-undang Hukum Acara Perdata (BW) tidak mengatur

mengenai Penyalahgunaan Kehendak atau yang sering disebut

dengan Misbruik Van Omstadigheden. Penyalahgunaan keadaan

13
sebagai salah satu syarat cacat kehendak berkembang, oleh karena

perkembangan beberapa peristiwa hokum dalam hukum perjanjian.

Penyalahgunaan kedaan terjadi apabila orang mengetahui atau

seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus

seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir

panjang, kedaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman

tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum meskipun ia tahu

atau seharusnya mengerti sebenarnya ia harus mencegahnya. 13

Secara garis besar penyalahgunaan keadaan dibagi dalam dua

kelompok yaitu14:

1. Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan

ekonomi (economische overwicht) dari satu pihak terhadap

pihak lain;

2. Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan psikologis

(geestelijke overwicht) dari satu pihak terhadap pihak lain.

3. Disamping itu, Lebens De Mug, masih menambahkan

kelompok penyalahgunaan ketiga yaitu kedaan

darurat (noodtoestand), namun pendapat ini biasanya

dimasukkkan dalam kelompok penyalahgunaan karena adanya

keunggulan ekonomi.

Penyalahgunaan yang paling banyak sering terjadi adalah

penyalahagunaan karena keunggulan ekonomi, dan banyak

menghasilkan putusan hakim. Prasyarat sehingga penyalahgunaan

13
Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta. Hlm 45
14
Henry P. Panggabean, Op.Cit. Hlm 78

14
karena keunggulan ekonomi harus memenuhi beberapa unsur

diantaranya:

1. Satu pihak dalam perjanjian lebih unggul dalam bidang

ekonomi dari pada pihak lainnya.

2. Pihak lain terdesak melakukan perjanjian yang bersangkutan.

Sementara penyalahgunaan karena keunggulan psikologis,

syaratnya antara lain:

1. Adanya ketergantungan dari pihak lemah yang disalah

gunakan oleh pihak yang mempunyai keunggulan psikologis.

2. Adanya keunggulan psikologis luar biasa antara pihak yang satu

dengan pihak yang lain.

2. Tinjauan Mengenai Perjanjian Kredit

A. Pengertian Kredit

Istilah kredit merupakan hal yang sudah biasa kita dengar dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat, sebab seiring kita jumpai ada anggota

masyarakat yang melakukan jual beli barang dengan kredit. Jual beli yang

dimaksud tidak dilakukan dengan tunai melainkan dengan cara

mengangsur. Banyak juga anggota masyarakat yang menerima kredit dari

lembaga kredit perorangan, koperasi maupun bank untuk kebutuhannya.

Pada umumnya mereka mengaitkan kredit tersebut merupakan hutang,

karena setelah jangka waktu tertentu mereka harus membayar lunas.

Pengertian kredit mempunyai dimensi yang berbeda di antara para

sarjana,. Sebenarnya kata kredit tersebut berasal dari bahasa Romawi yaitu

creder yang artinya percaya.15

Dalam arti diatas, jika seseorang kreditur memberikan kredit (uang


15
Mariam Darus Badrulzaman, 1978, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, Hlm 21

15
diberikan kepada debitur) berarti dengan uang tersebut kreditur membeli

kepercayaan debitur (peminjam). Sebaliknya debitur dengan menerima

uang itu menjual kepercayaan kepada kreditur.

Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut :

Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara

bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan

pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan

jumlah pinjaman itu di belakang hari 16

Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan,

pasal 1 butir 11, pengertian kredit disebutkan dengan : Kredit adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persersetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau pembagian

hasil keuntungan.

B. Bentuk-Bentuk Kredit Secara Umum

Didalam praktek perbankan, kredit-kredit yang pernah diberikan para

nasabahnya dapat dilihat dan beberapa segi, yaitu:

1. Menurut jangka waktunya

a) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu paling lama

satu tahun. Dalam kredit ini juga termasuk tanaman musiman yang

berjangka waktu lebih dari satu tahun.

b) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara

satu tahun sampai dengan tiga tahun, kecuaii kredit untuk tanaman

musiman tersebut.
16
Ibid

16
c) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari

tiga tahun.

2. Menurut kegunaannya

a) Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah untuk

keperluan penanaman modal yang bersifat ekspansi, modernisasi

maupun rehabilitasi perusahaannya.

b) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk kelancaran

modal kerja nasabah atau untuk membiayai operasi usaha nasabah.

c) Kredit profesi, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah

sematamata untuk kepentingan profesinya.

3. Menurut pemakaiannya

a) Kredit konsumtif yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

b) Kredit produktif, yaitu kredit yang ditujukan untuk keperluan usaha

nasabahagar produktivitas bertambah meningkat.

4. Menurut sektor yang dibiayai

Dan segi ini kita mengenai adanya kredit perdagangan, kredit

pemborongan, kredit pertanian, kradit peternakan, kredit perhotelan,

kredit percetakan, kredit pengangkutan, kredit perindustrian dan

sebagainya."Di samping penggolongan kredit di atas, kita mengenal

adanya Kredit Usaha Kecil (KUK). Pemberian kredit ini merupakan

realisasi dari pembinaan terhadap golongan ekonomi lemah".17

Kredit Usaha Kecil mulai dikenal dalam dunia perbankan melalui

paket Januari 1990, yang selanjutnya diperkuat olah Paket Februari 1991

17
Heru Sutojo, Profil Usaha kecil Dan Kebijakan Perbankan Di Indonesia, lembaga Manajemen FEUI,
Jakarta,Tahun 1994,Hal. 1.

17
dan Paket Mei 1993 yaitu kebijaksanaan di bidang perkreditan untuk

mengembangkan sektor usaha kecil dapat memiliki akses untuk

memperoleh Kredit Usaha Kecil (KUK) tersebut.

H. Metode Penelitian

Penulisan tesis ini menggunakan metode18 penelitian hukum normatif 19


yaitu

dengan meneliti pada data sekunder bidang hukum yang ada sebagai data
20
kepustakaan dengan menggunakan metode berpikir deduktif dan kriterium

kebenaran koheren.21 Sunarjati Hartono menyatakan pentingnya penelitian hukum

sebagaimana pendapatnya bahwa:

... betapa pentingnya penelitian normatif itu karena sebagai sarjana hukum, kewajiban dan

keharusan ... ialah menguasai metode penelitian hukum itu.22

Vissert Hooft dalam Filosofie van de Rechtswetenschap mengemukakan sebagai

berikut:

... gambaran dunia yuridikal memiliki ciri-ciri yang dapat diidentifikasi, melakukan penalaran

yuridikal mengenal ukuran-ukuran tertentu, yang dapat ditautkan orang pada suatu upaya

mencapai rasionalitas yang terkandung dalam hukum, ... Jadi, metode itu memang memberikan

kerangka-kerangka tertentu, yang terhadapnya orang dapat menentukan lingkungannya, namun

pengisian konkret terhadap kerangka-kerangka ini diperuntukkan bagi suatu penilaian (oordeel),

yang tentangnya orang tidak dapat mengatakan apapun kecuali bahwa ia akan diuji dalam dialog

tentang hukum yang diinginkan....23

18
H.Ph. Vissert Hooft. 2003, Filsafat Ilmu Hukum. Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas
Katolik Parahyangan, Bandung. hlm. 47. (Judul Asli: Filosofie van de Rechtswetenschap Martinus Nijhoff, 1988
diterjemahkan oleh: B. Arief Sidharta).
19
Soerjono Soekanto1985, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali, hlm. 15.
20
Cara berpikir deduktif adalah cara berpikir yang dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu
yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang
sifatnya khusus, lihat lebih lanjut dalam Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat. Metodologi Penelitian. Bandung:
Mandar Maju, 2002, hlm. 23.
21
Kebenaran koheren yaitu suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis dianggap benar
kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu
meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Lihat lebih lanjut dalam A. Sonny
Keraf & Mikhael Dua., Ilmu Pengetahuan (Sebuah Tinjauan Filosofis). Yogyakarta: 2001, hlm. 68.
22
Sunarjati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung,
hlm. 140.
23
H.Ph. Vissert Hooft. op.cit., hlm. 47.

18
a.SifatPenelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara

deskriptif analitis, yaitu menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan

ketentuan perjanjian baku (standard contract) dalam perjanjian kredit

dihubungkan dengan Hukum Perjanjian, Asas-asas Hukum Perjanjian secara

menyeluruh dan sistematis, selanjutnya terhadap permasalahan yang timbul

dilakukan analisis dengan menggunakan interpretasi / penafsiran hukum.

b. Pendekatan Penelitian

Penulisan Thesis ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian

konseptual (concepttual approach)24. Dalam hal ini, dilakukan pengkajian dan

pengujian secara logis terhadap asas hukum perjanjian yang dianggap relevan

dengan standart kontrak perjanjian kredit dihubungkan dengan penerapannya

prinsip penyalahgunaan keadaan (misbruik van obstendingheiden). Penulis

akan melakukan penelitian dengan merujuk pada doktrin-doktrin hukum,

prinsip-prinsip hukum, memahami konsep hukum melalui pandangan-

pandangan dan aturan yang tertuang dalam Niew Bergerlijk Wetboek.

c. Jenis Data

Sumber data dari penelitian ini diperoleh atau dikumpulkan terutama dengan

cara mempergunakan data sekunder25, dan didukung oleh data primer.26

24
Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin
yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan- pandangan dan doktrin-doktrin di dalam
ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep
hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam
memecahkan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan
sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. Lihat
lebih lanjut dalam Peter Mahmud Marzuki. 2005, Penelitian Hukum. Kencana, Jakarta, hlm. 137-139.
25
Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang
merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau
dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi. Lihat lebih lanjut dalam Hilman
Hadikusuma. 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum. Mandar Maju, Bandung, hlm. 65.
26
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Lihat lebih lanjut dalam Soerjono
soekanto & Sri Mamudji, Op. Cit., hlm. 12.

19
d. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

1). Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dengan cara sebagai berikut:

a) Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari konsepsi-konsepsi,

teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan di Indonesia

khususnya maupun di dunia pada umumnya yang berhubungan erat

dengan permasalahan yang diteliti. Studi Kepustakaan dapat berupa:

(1) Data sekunder bahan hukum primer berupa Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (Bergerlijk Wetboek), Kitap Undang-Undang Hukum

Perdata Belanda (Niew Bergerlijk Wetboek), Undang-Undang Nomor:

10 Tahun 1998 tentang Perbankan;

(2) Data sekunder bahan hukum sekunder yang berupa: buku- buku

literatur tentang hukum, Hukum Perjanjian, serta hasil-hasil

penelitian berupa tesis dan disertasi di bidang hukum, bahan-bahan

seminar, diskusi panel, perjanjian-perjanjian kredit;

(3) Data sekunder bahan hukum tertier yang berupa ensiklopedia, dan

kamus.

b) Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan dalam rangka mendapatkan data untuk

mendukung data sekunder, untuk memperoleh data dilakukan dengan

mengadakan wawancara, caranya menggunakan pedoman wawancara

serta pengisian daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih

dahulu. Guna memperoleh data primer dalam penelitian ini, maka

digunakan:

20
1) Teknik Komunikasi Langsung

Pengumpulan data dengan menggunakan teknik komunikasi langsung

ini dilakukan dengan para responden, dengan cara mengadakan

hubungan langsung dengan para pihak bank sebagai pemberi kredit

dan nasabah sebagai penerima kredit.

2) Teknik Komunikasi Tidak Langsung

Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengirimkan korespondensi

melalui surat dan e-mail berupa permohonan penjelasan ataupun

pengaturan mengenai perjanjian kredit dari bank.

2) Teknik Analisis Data

Teknik analisis terhadap data yang ada menggunakan pendekatan

kualitatif, dalam pendekatan secara kualitatif tidak digunakan parameter

statistik guna menganalisis data yang ada. Sunarjati Hartono

mengemukakan mengenai cara-cara menganalisis terhadap data yang

dikumpulkan dilakukan dengan cara-cara atau analisis atau penafsiran

(interpretasi) hukum yang dikenal, seperti penafsiran otentik, penafsiran

menurus tata bahasa (gramatikal), penafsiran berdasarkan sejarah

perundang-undangan, penafsiran sistematis, penafsiran sosiologi,

penafsiran teleologis, penafsiran fungsional, ataupun penafsiran futuristik.

Cara penafsiran di atas berguna untuk menemukan suatu asas atau kaidah

hukum.27

Jadi berdasarkan hal yang telah dikemukakan dalam bagian ini maka

penulis dalam Disertasi ini menggunakan metode pendekatan konseptual

(conceptual appcroach) dengan mendasarkan penelitian terutama pada data

skunder, sedangkan data primer yang dikumpulkan hanya digunakan


27
Sunarjati Hartono. Op. Cit., hlm. 152.

21
sebagai data pendukung saja. Teknik pengumpulan data adalah dengan studi

kepustakaan, sedangkan studi lapangan hanya bersifat sebagai penunjang.

Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah teknik analisis data

kualitatif.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT Rajawali Pers,

Jakarta.

Djoni S Gozali, 2010, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, PT Sinar Grafika,

Jakarta.

Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit, Rineka Cipta, Jakarta.

Handri Raharjo,2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Cet. 1, PT Pustaka Yustisia,

Yogyakarta.

Henry P. Panggabean, 1992, Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru) Untuk

Pembatalan Perjanjian, Liberty, Bandung.

Henk Snijders & Jaap Hijma, 2010, The Netherlands New Civil Code, National Legal

Reform Program, Jakarta.

Hilman Hadikusuma. 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu

Hukum. Mandar Maju, Bandung.

H.Ph. Vissert Hooft. 2003, Filsafat Ilmu Hukum. Laboratorium Hukum Fakultas

Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

Mariam Darus Badrulzaman, 1978, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung.

Munir Fuady, 2003, Hukum Perbankan Modern, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Muhammad Djumhana, 2003, Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung.

23
Rachmadi Usman, 2010, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia

pustaka utama, Jakarta.

Soerjono Soekanto1985, Penelitian Hukum Normatif, PT Rajawali, Jakarta.

Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Bandung.

Subekti, 2009, Kitap Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramitha, Bandung.

Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Jakarta

Sunarjati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20,

Alumni, Bandung.

2. Jurnal/ Artikel/ Tesis-Disertasi

P.LindawatiSewu,AspekHukumPerjanjianBakudanPosisiBerimbangParaPihak

DalamPerjanjianWaralaba,Disertasi,ProgramMagisterHukumUniversitas

KatholikParahyangan,Bandung,2007.

3.PeraturanPerundangundangan.

UndangundangNomor10tahun1998tentangPerbankan.LembaranBeritaNegara

Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan berita Negara Republik Indonesia

Nomor2043.

24

Anda mungkin juga menyukai