Anda di halaman 1dari 7

LEGAL OPINION

DISUSUN OLEH:
1. Annisa Anggreini Hasanah (11000120140857)
2. Bella Zipora Damanik (11000120140282)
3. Endra Arsya Mahendra (11000120140348)
4. Febiyanti Atini (1000120130594)
5. Fitri Arnika Nuramanda (11000118170004)
6. Miftahul Huda (11000120130383)
7. Muhammad Daffa Athallah (11000120140318)
8. Muhammad Galuh Wiryadi Afattar (11000120140481)
9. Nurul Huda Ngainul Yakin (11000120120119)
10. Ratu Elvaretta Saputri (11000120120011)
11. Rizky Danasaputra (11000120140861)
12. Rochmatulloh Justin Mozart Ananta (11000120140360)
13. Vinito Rahmat Febriano (11000120120132)
14. Yusuf Hadi Prapanca (11000120140725)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
Kepada
Wali Kota Balikpapan
Jalan Jenderal Sudirman No. 1 Balikpapan

Perihal: Pendapat Hukum (Legal Opinion)

Dengan Hormat,
Berdasarkan permintaan secara tertulis oleh Wali Kota Balikpapan, berdasarkan
dokumen asli perjanjian kerja sama antara Badan Informasi Geospasial dengan Pemerintah
Kota Balikpapan tentang Penyelenggaraan Peta Dasar Skala 1:1.000 untuk Mendukung
Pembangunan dan Penyelenggaraan Penataan Ruang Kota Balikpapan, Pembuat Pendapat
Hukum (Legal Opinion) menyatakan bahwa Pendapat Hukum (Legal Opinion) ini disusun
berdasarkan data yang telah diberikan oleh Wali Kota Balikpapan. Kesalahan dalam Pendapat
Hukum (Legal Opinion) yang diakibatkan oleh kesalahan dan/atau ketidaklengkapan data
menjadi tanggung jawab Wali Kota Balikpapan sebagai pemberi data dan bukan pada pembuat
Pendapat Hukum (Legal Opinion).

A. Fakta Hukum
1. Bahwasanya Perjanjian Kerja Sama Badan Informasi Geospasial antara Badan
Informasi Geospasial dengan Pemerintah Kota Balikpapan tentang
Penyelenggaraan Peta Dasar Skala 1:1.000 untuk Mendukung Pembangunan
dan Penyelenggaraan Penataan Ruang Kota Balikpapan nomor :
b.17.1/ppks/pk/02/2015 dan nomor : 180/02/pks/huk/2015;
2. Bahwasanya pada hari Selasa, tanggal tujuh belas, bulan Februari, tahun Dua
Ribu Lima Belas, bertempat di Cibinong, Bogor, yang mana F. Wahyutomo
sebagai Kepala Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama Badan Informasi
Geospasial, melakukan perjanjian dengan Nining Surtiningsih, Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Balikpapan, sebagai pihak kedua,
melakukan perjanjian berdasarkan Nota Kesepahaman Bersama antara Badan
Informasi Geospasial dengan Pemerintah Kota Balikpapan Nomor:
B12.1/SESMA/HK/08/2014 dan Nomor: 180/08/MoU-HK/VIII/2014;
3. Bahwasanya keduanya melakukan perjanjian berdasarkan nota kesepahaman
dengan ketentuan Ruang Lingkup, Hak dan Kewajiban Pihak Kesatu, Hak dan
Kewajiban Pihak Kedua, Kerahasiaan Data, Hak Atas Kekayaan Intelektual,
Pembiayaan, Jangka Waktu, Force Majeure, Perubahan, Penyelesaian
Perselisihan, dan Transparansi.

B. Pertanyaan Hukum
1. Apakah naskah kontrak antara Pemerintah Kota Balikpapan dengan Badan
Informasi Geospasial yang diketahui tidak memenuhi ketentuan struktur
menurut Undang-Undang memberikan akibat hukum terhadap perjanjian?
2. Bagaimana pelaksanaan kontrak mengingat tidak ada sanksi bagi para pihak
yang wanprestasi?

C. Aturan Hukum yang Berkaitan


1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah;

D. Analisis Hukum
1. Dalam kontrak perjanjian kerja sama antara Badan Informasi Geospasial dengan
Pemerintah Kota Balikpapan, diketahui tidak terdapat adanya pasal yang
mengatur mengenai sanksi apabila terjadi pelanggaran dan/atau wanprestasi
yang dilakukan oleh salah satu pihak. Ketiadaan sanksi dalam perjanjian kerja
sama ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 366 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam pasal 366 ayat (2) disebutkan bahwa kerja sama daerah yang dilakukan
dengan pihak ketiga dituangkan di dalam kontrak kerja sama yang minimal
mengatur mengenai:
a. hak dan kewajiban para pihak;
b. jangka waktu kerja sama;
c. penyelesaian perselisihan; dan
d. sanksi bagi pihak yang tidak memenuhi perjanjian.
Apabila kita melihat format di dalam kontrak kerja sama ini, maka ditemukan
sebagai berikut:
a. Hak dan kewajiban para pihak. Hak dan kewajiban para pihak pada
naskah kontrak tersebut tercantum dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal
7, di mana Pasal 3 mengatur hak dan kewajiban khusus BIG, Pasal 4
mengatur hak dan kewajiban khusus Pemerintah Kota Balikpapan, dan
Pasal 5-7 mengatur hak dan kewajiban kedua pihak bersama-sama.
b. Jangka waktu kerja sama. Jangka waktu kerja sama tercantum dalam
Pasal 8, yaitu hingga 31 Desember 2015. Adapun perjanjian mulai
berlaku pada 17 Februari 2015 sebagaimana yang tercantum dalam
bagian pembukaan.
c. Penyelesaian perselisihan. Penyelesaian perselisihan tercantum dalam
Pasal 11, di mana perselisihan diselesaikan di Pengadilan Negeri
Balikpapan.
d. Sanksi bagi pihak yang tidak memenuhi perjanjian. Tidak ada pasal yang
menyebutkan sanksi dari peristiwa wanprestasi pada naskah perjanjian
tersebut.
Meskipun naskah kontrak tersebut bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor. 23 Tahun 2014 Pasal 366 ayat (2), tidak ada sanksi pembatalan terhadap
prosedur pembuatan naskah perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan undang-undang. Syarat kausa halal sendiri ditujukan bagi tujuan,
kausa, atau sifat perjanjian dan bukan naskahnya. Dengan demikian, perjanjian
tersebut masih sah memenuhi KUH Perdata Pasal 1320.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini belum memiliki aturan
pelaksana yang memberikan aturan teknis terkait format bentuk perjanjian kerja
sama antara daerah dengan pihak ketiga. Aturan teknis mengenai kerja sama
daerah masih terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun
2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara kerja Sama Daerah. Dalam Lampiran
I Permendagri mengenai Uraian Tata Cara Kerja Sama disebutkan bahwa
perjanjian kerja sama daerah minimal memuat hal berikut:
a. subjek kerja sama;
b. objek kerja sama;
c. ruang lingkup kerja sama;
d. hak dan kewajiban;
e. jangka waktu kerja sama;
f. keadaan memaksa/force majeure;
g. penyelesaian perselisihan; dan
h. pengakhiran kerja sama.
Lampiran di atas tidak mengatur adanya sanksi yang harus dimuat di dalam
suatu perjanjian kerja sama. Melihat dari segi kekhususan, Permendagri Nomor
22 Tahun 2009 memiliki ruang lingkup yang lebih terbatas dan khusus
mengenai kerja sama daerah dibandingkan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014
yang mengatur soal pemerintahan daerah. Undang-undang tersebut juga tidak
mencabut permendagri ini dan hanya mencabut UU 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, bukan aturan pelaksanaannya. Permendagri ini baru
dicabut berdasarkan Permendagri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara
Kerja Sama Daerah dengan Daerah Lain dan Kerja Sama Daerah dengan Pihak
Ketiga.

2. Mengenai wanprestasi, maka kreditur dapat menuntut pemenuhan ganti rugi


kepada debitur. Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa
menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti
kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa
meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul
sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga.
Berdasarkan ketentuan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) bahwa pelaksanaan kontrak dapat tetap berjalan dan sah
menurut hukum.
Agar persetujuan menjadi sah, harus memenuhi empat syarat tersebut :
1. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu
4. Suatu sebab yang tidak terlarang
Akan tetapi hal tersebut akan sedikit menguntungkan bagi pihak yang
Wanprestasi, namun dengan tidak adanya sanksi di dalam surat perjanjian
tersebut juga tidak dapat membuat pihak wanprestasi terlepas/terbebas dari
hukum dengan mudah. Karena ketika ia telah melakukan wanprestasi, maka
sudah merupakan bentuk pelanggaran dari komitmen yang telah disepakati
walaupun tidak tertulis sanksinya secara langsung. Merujuk pada Pasal 1238
KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata, yaitu tentang Somasi/teguran dari
pihak kreditor kepada debitor supaya bisa memenuhi prestasi dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara kedua belah pihak.
Sanksi yang diakibatkan seorang debitor melakukan Wanpertasi :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);
2. Pembatalan perjanjian;
3. Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat
tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.

Pasal 1276 KUHPerdata, mengatur pada kreditor dalam menghadapi debitur


yang melakukan wanprestasi :
1. Memenuhi atau melaksanakan perjanjian
2. Memenuhi perjanjian disertai keharusan mambayar ganti rugi
3. Membatalkan perjanjian
4. Membatalkan perjanjian dengan disertai ganti rugi

E. Kesimpulan
Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut, kami berpendapat bahwa:
1. Meskipun naskah perjanjian kerja sama tersebut bertentangan dengan Undang-
Undang Nomor. 23 Tahun 2014 Pasal 366 ayat (2), tidak ada sanksi pembatalan
terhadap prosedur pembuatan naskah perjanjian yang tidak memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan undang-undang. Syarat kausa halal sendiri ditujukan
bagi tujuan, kausa, atau sifat perjanjian dan bukan naskahnya. Dengan
demikian, perjanjian tersebut masih sah memenuhi KUH Perdata Pasal 1320.
2. Walaupun di dalam perjanjian ini, tidak ada sanksi bagi para pihak yang
wanprestasi, pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa
menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti
kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Hal ini tercermin dalam
Pasal 1276 KUHPerdata.

F. Rekomendasi
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami memiliki rekomendasi agar para pihak
memperbarui perjanjian ini dengan memasukkan perihal sanksi ke dalam perjanjian
baru agar terdapat landasan hukum yang jelas terkait sanksi terhadap pihak yang
melakukan pelanggaran atau wanprestasi.

Anda mungkin juga menyukai