Anda di halaman 1dari 3

CONTOH KASUS.

Topik Materi : Perburuhan dan Ketenagakerjaan


Studi Kasus : Kasus Mogok Kerja Karyawan PT Freeport

1. Overview Kasus.

Ribuan pekerja PT Freeport Indonesia dan subkontraktornya melakukan aksi mogok


kerja sejak 1 Mei 2017 lalu atau bertepatan dengan peringatan Hari Buruh International (May
Day). Mereka menuntut manajemen PT Freeport Indonesia untuk menghentikan program
Furlough, mempekerjakan kembali karyawan yang terkena Furlough, serta mengembalikan
semua pekerja yang mogok di Timika, Papua tanpa PHK. Mereka juga mendesak PT Freeport
Indonesia untuk menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap para pengurus serikat pekerja.

Dedy bersama tim kuasa hukumnya, Kantor hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru,
memaparkan sejumlah dugaan pelanggaran oleh PT Freeport Indonesia terhadap pekerjanya.
Nur Kholis, pengacara pekerja PT Freeport Indonesia melaporkan setidaknya ada 19 peserta
mogok kerja yang ditangkap polisi. Mereka, kata Nur, dikriminalisasi dengan tuduhan
pengrusakan dan penghasutan.

Selain itu, Nur melaporkan ada 18 orang yang meninggal akibat persoalan tersebut.
Sebanyak 16 pekerjanya meninggal karena sakit akibat penghentian kepesertaan BPJS oleh PT
Freeport Indonesia. Mereka dianggap bukan lagi karyawan perusahaan tambang tersebut,
sehingga dianggap tidak berhak menerima asuransi kesehatan. Sementara dua orang lainnya
nekat bunuh diri, yang disebut Nur sebagai dampak tekanan masalah hak pekerja ini. Lima
pekerja lainnya juga mengalami luka tembakan akibat aksi bentrok dengan aparat.

2. Analisis Kasus :
Permasalahan ini berawal dari adanya kebijakan efisiensi yang diakukan oleh PT.
Freeport Indonesia terkait dengan ketidakpastian Investasi dan Perpanjangan Kontrak karya
dengan Pemerintah RI, yang perundingannya berlarut-larut. Akhir-akhir ini juga terjadi
perubahan gaya kepemimpinan di PT. Freeport Indonesia khususnya di divisi HRD, manajemen
saat ini lebih memilih berjalan sendiri dan enggan berunding lebih memilih “update status”
dengan serikat pekerja. Tiba-tiba Manajemen PT. Freeport Indonesia memperkenalkan sebuah
program bernama Furlough, dimana Perusahan mengumumkan nama-nama Pekerja yang akan
dikembalikan ke tempat Penerimaan. Pekerja yang akan dikembalikan tersebut hanya diberikan
kesempatan selama 2 hari untuk mengumpulkan barang pribadi kemudian pulang ke tempat
penerimaan.
Setiap hari Manajemen mengirimkan amplop kepada pekerja secara acak, baik lewat
department maupun barak. Ratusan pekerja dikirimi amplop yang isinya pemberitahuan
program furlough dan diharuskan menurut tanpa diberi kesempatan untuk membela diri. Ketika
serikat mempertanyakan dasar kebijakan Furlough (merumahkan pekerja), Perusahaan
menjawab bahwa kebijakan tersebut adalah sepenuhnya hak Perusahan dan bukan merupakan
persoalan Hubungan Industrial sehingga tidak perlu dirundingkan dengan pihak serikat. Dengan
dalih lebih jauh bahwa Perusahaan merugi akibat tidak dapat menjual hasil konsentrat. Namun
demikian, pernyataan bahwa perusahaan merugi tidak dapat dibuktikan, bahkan hingga saat ini
PT Freeport masih dapat menjual hasil produksi mereka. Dengan kata lain klaim PT Freeport
Indonesia tidak terbukti.

Banyak diantara pekerja yang masih muda dan produktif menjadi korban dari program
tersebut, padahal manajemen pernah menyampaikan bahwa jika terjadi efisiensi maka perusahan
tentu akan memilih pekerja yang baik dan produktif untuk tetap bekerja agar memberikan
koneko busi yang terbaik bagi perusahan, tapi anehnya mengapa tenaga muda dan produktif juga
menjadi korban dari program Furlough. Sehingga terkesan moment ini akan digunakan oleh
manajemen untuk melakukan balas dendam terhadap pekerja yang selama ini vokal dan kritis
terhadap kebijakan perusahan, terutama pekerja yang menjadi fungsinaris serkat yang dinilai
oleh manajemen sebagai provokator dan para pekerja tertentu yang bersebrangan dengan
kebijakan Perusahaan.

Karena tertutupnya kriteria pekerja yang akan terkena program furlough, saat ini pekerja
menjadi mulai resah dengan kebijakan tersebut dan ketenangan di tempat kerja merasa terganggu
karena takut sewaktu-waktu mereka akan menjadi korban selanjutnya yang diberikan amplop
pemberitahuan furlough.

3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha:


Saat itu juru bicara PT Freeport Indonesia belum memberi tanggapan terkait kasus
tersebut.

4. Undang -Undang/Peraturan yang dilanggar :


 PT Freeport Indonesia telah melanggar beberapa pasal ketenagakerjaan. Pertama,
melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau
Serikat Buruh. Nur menyebut PT Freeport Indonesia sengaja menghalangi aktivitas serikat
buruh yang dilindungi UU tersebut.
Kedua, PT Freeport Indonesia juga dianggap melanggar 143 UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan larangan penghalangan kebebasan buruh untuk
berserikat.

Ketiga, perusahaan tambang itu juga disebut menabrak UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. PT Freeport Indonesia terancam UU tersebut karena
menghentikan keikutsertaan karyawannya dalam program BPJS.

5. Penyelesaian Kasus :
Komnas HAM telah mengeluarkan hasil telaahnya dan merekomendasikan kepada
PT.Freeport Indonesia untuk mempekerjakan kembali para pekerja yang mengelami furlough
dan di PHK karena melakukan mogok kerja. Sebelumnya juga, pada 31 Agustus 2017, Dewan
Jaminan Sosial Nasional telah menyelesaikan verifikasi dan kajian yang menyimpulkan bahwa
belum ada PHK terhadap para Pekerja PT. Freeport Indonesia yang dengan demikian tindakan
sepihak PT Freeport Indonesia yang menonaktifkan kepesertaan BPJS Kesehatan para pekerja
adalah melanggar sejumlah ketentuan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS
Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai