Anda di halaman 1dari 7

Contoh Perusahaan yang Melanggar Etika

Bisnis (Studi Kasus PT Freeport Indonesia


tentang Gaji Upah Pekerja)
1. Latar Belakang Masalah

Ada pernyataan kuat bahwa telah terjadi distori etika dan pelanggaran kemanusiaan yang hebat
di Papua. Martabat manusia yang seharusnya dijunjung tinggi, peradaban dan kebudayaan
sampai mata rantai penghidupan jelas dilanggar. Itu adalah fakta keteledoran pemerintah yang
sangat berat karena selama ini bersikap underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan yang
menyatakan mendapatkan kesejahteraan dengan intensifikasi nyatanya gagal.
Ironisnya, dua kali pekerja Freeport melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk menuntut hak
normatifnya soal diskriminasi gaji, namun dua kali pula harus beradu otot. Keuntungan ekonomi
yang dibayangkan tidak seperti yang dijanjikan, sebaliknya kondisi lingkungan dan masyarakat
di sekitar lokasi pertambangan terus memburuk dan menuai protes akibat berbagai pelanggaran
hukum dan HAM.
1. Analisis Permasalahan
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC), yaitu perusahaan
internasional atau transnasional yang berpusat di satu negara tetapi cabang ada di berbagai
negara maju dan berkembang.
Mogoknya hammpir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia disebabkan karena perbedaan indeks
standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport diseluruh dunia. Pekerja
Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah dari pada pekerja Freeport di
negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang perjam USD 1.5-USD 3. Padahal,
dibandingkan gaji di negara lain mencapai USD 15-USD 35 perjam. Sejauh ini, perundingannya
masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa
dasar pertimbangannya.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua digembor0gemborkan itu pun tidak seberapa karena
tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal
karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat Papua yang
tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa dditanggung generasi Papua sampai
tujuh turunan.
Umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga
hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan
mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar

produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal
pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak
memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar.
Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata
hanya sia-sia.

1. Penyelesaian Masalah yang dilakukan PT Freeport Indonesia


Juru bicara PT Freeport Indonesia, Ramdani sirait, mengatakan bahwa manajemen perusahaan
PTFI akan berkomunikasi dengan Serikat Pekerja Seluruh indonesia (SPSI) demi mengantisipasi
ancaman aksi mogok yang dilakukan pekerja. Karena isu aksi mogok tersebut terkait rencana
pemutusan hubungan kerja terhadap tiga orang karyawan PTFI yang melakukan intimidasi fisik
kepada karyawan lainnya.
Ia menyebutkan, terhadap intimidasi fisik yang memenuhi ketentuan PHI (Pedoman Hubungan
Industrial) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagaimana kasus tiga karyawan yang melakukan
intimidasi fisik, diproses berdasarkan ketentuan PHI-PKB.
Pasal-pasal yang tercantum dalam PKB tersebut sudah mengakomodasi aspirasi pekerja. Salah
satunya adalah adanya kenaikan upah pokok sebesar 40 persen dalam 2 tahun. Angka ini jauh di
atas ketentuan rata-rata kenaikan upah pokok nasional sebesar 10-11 persen per tahun, sambung
dia.
Sebagai upaya mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada perusahaan, perusahaan sudah
membentuk Crisis Management Committee. Yaitu guna menciptakan lingkungan kerja yang
damai dan harmonis, PTFI dan pimpinan SPSI PTFI pun telah membentuk Crisis Management
Committee.

1. Undang-undang yang telah di Langgar

PT Freeport Indonesia telah melanggar hak-hak dari buruh Indonesia (HAM) berdasarkan
UU No. 13/2003 tentang mogok kerja sah dilakukan. PT Freeport Indonesia telah
melanggar pasal:

1. Pasal 139: Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan
yang melayani kepentingan umum dan atau perusahaan yang jenis kegiatannya
membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu kepentingan umum dan atau membahayakan keselamatan orang lain.

2. Pasal 140: (1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok
kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan setempat. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 (satu) sekurang-kurangnya memuat: (i) Waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan
diakhiri mogok kerja. (ii) Tempat mogok kerja. (iii) Alasan dan sebab-sebab mengapa
harus melakukan mogok kerja. (iv) Tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masingmasing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab
mogok kerja. (3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk
sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja. (4) Dalam hal mogok kerja
dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamat kan alat
produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan
cara: (i) Melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada dilokasi kegiatan proses
produksi, atau (ii) Bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada
di lokasi perusahaan.

Pasal 22: Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan,
berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat doperlukan
untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun
kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan sumber daya setiap negara.

PT Freeport Indonesia melanggar UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Pertambangan yang sudah diubah dengan UU No. 4/2009.

Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi


Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport.

Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan
politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi
raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap
pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika
bisnis dan melanggar undang-undang. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat
semua manusia itu sama. Karena hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. PT
Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi
karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain.
Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.

1. Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia cepat menanggapi masalah ini dan cepat menanggulangi
permasalahan PT Freeport Indonesia. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua, tetapi
masyarakat Papua khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam di
Papua. Jangan sampai Amerika mendapatkan semakin banyak untung dari kekayaan yang
dimiliki oleh Negara kita sendiri.
Kasus Etika Bisnis
ETIKA BISNIS - Kasus Hak Pekerja, Kasus Iklan Tidak Etis, Kasus Etika Pasar Bebas dan
Kasus Whistle Blowing 1.
Contoh Kasus Hak Pekerja Konflik Buruh Dengan PT Megariamas
Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan
Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa (23/9) siang
menyerbu
dalam "Bisnis"
KAsus Etika Bisnis-2
Contoh kasus hak pekerja Ketua Yayasan LBH Cianjur, O Suhendra mengatakan, upaya
pendampingan dan advokasi dilakukan lantaran selama ini para buruh buta masalah hukum.
Jumlah buruh asal Kabupaten Cianjur yang sempat diperiksa tim penyidik Polresta Tangerang
untuk dimintai keterangan sebagai saksi korban, Sabtu (11/5/2013), lebih kurang berjumlah 30
orang. "Mereka
dalam "Bisnis"
ALIRAN TINGKAH LAKU ORGANISASI
Aliran tingkah laku muncul sebagian karena pendekatan klasik tidak berhasil mencapai produksi
efisien dan harmoni di tempat kerja yang memadai. Manajer menjadi frustrasi, karena orang
tidak selalu mengikuti pola tingkah laku yang diramalkan atau diharapkan. Jadi terdapat minat
yang semakin besar untuk membantu manajer agar lebih efektif dalam berhubungan dengan
dalam "Manajemen"
Sembunyikan Komentar

PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu perusahaan


internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di
berbagai negara maju dan berkembang..
Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :

Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan


perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport
di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah
daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per
jam USD 1,5USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15USD 35
per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport
bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak
seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua
membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta
punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut
tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan
dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi
bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting
kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin
anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki
magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.

Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis berkelas dunia,
apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan.
Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi
hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas
agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal
pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak
memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar.
Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata
sia-sia.
Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan
UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah
dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk
menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar
untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika,
bukan Indonesia.
Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun
mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa

langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di
Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi
Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP
kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing
(TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah
pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi.
Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika bisnis :

Teori etika utilitarianisme

Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti bermanfaat.


Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan
karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar,
melainkan untuk Negara Amerika.

Teori Hak

Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling
banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban.
Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak
sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para
karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja
Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan
kualitas emas terbaik di dunia.
1. Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah
melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar kepada para pekerja dianggap tidak layak dan
juga telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI berizin
penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon
uranium. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).

1. Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini menteri ESDM, melakukan renegosiasi ulang
terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua ,tetapi masyarakat papua
khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di papua.
Justru Amerika lah yang mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau
tidak dapat di negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah
menasionalisasi PT FI supaya masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat menikmati SDA
yang ada di bumi Indonesia.
.

Anda mungkin juga menyukai