Anda di halaman 1dari 4

PT Freeport Indonesia

Ada pernyataan kuat bahwa telah terjadi distori etika dan pelanggaran kemanusiaan
yang hebat di Papua. Martabat manusia yang seharusnya dijunjung tinggi,
peradaban dan kebudayaan sampai mata rantai penghidupan jelas dilanggar. Itu
adalah fakta keteledoran pemerintah yang sangat berat karena selama ini bersikap
underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan yang menyatakan mendapatkan
kesejahteraan dengan intensifikasi nyatanya gagal.

Ironisnya, dua kali pekerja Freeport melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk
menuntut hak normatifnya soal diskriminasi gaji, namun dua kali pula harus beradu
otot. Keuntungan ekonomi yang dibayangkan tidak seperti yang dijanjikan,
sebaliknya kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan terus
memburuk dan menuai protes akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM.

Analisis Permasalahan

PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC), yaitu


perusahaan internasional atau transnasional yang berpusat di satu negara tetapi
cabang ada di berbagai negara maju dan berkembang. Mogoknya hampir seluruh
pekerja PT Freeport Indonesia disebabkan karena perbedaan indeks standar gaji
yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport diseluruh dunia.
Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah dari pada
pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang perjam
USD 1.5-USD 3. Padahal, dibandingkan gaji di negara lain mencapai USD 15-USD
35 perjam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen
Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.

Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua digembor-gemborkan itu pun tidak
seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat
Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan
alam serta punahnya habitat Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut
tidak akan bisa dditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan.

Umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan.
Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah
terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan
dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan
komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti
tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat
mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege
berlebihan, ternyata hanya sia-sia.

Penyelesaian Masalah yang dilakukan PT Freeport Indonesia

Juru bicara PT Freeport Indonesia, Ramdani sirait, mengatakan bahwa manajemen


perusahaan PTFI akan berkomunikasi dengan Serikat Pekerja Seluruh indonesia
(SPSI) demi mengantisipasi ancaman aksi mogok yang dilakukan pekerja. Karena
isu aksi mogok tersebut terkait rencana pemutusan hubungan kerja terhadap tiga
orang karyawan PTFI yang melakukan intimidasi fisik kepada karyawan lainnya.
Ia menyebutkan, terhadap intimidasi fisik yang memenuhi ketentuan PHI (Pedoman
Hubungan Industrial) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagaimana kasus tiga
karyawan yang melakukan intimidasi fisik, diproses berdasarkan ketentuan PHI-
PKB.

Pasal-pasal yang tercantum dalam PKB tersebut sudah mengakomodasi aspirasi


pekerja. Salah satunya adalah adanya kenaikan upah pokok sebesar 40 persen
dalam 2 tahun." Angka ini jauh di atas ketentuan rata-rata kenaikan upah pokok
nasional sebesar 10-11 persen per tahun," sambung dia.
Sebagai upaya mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada perusahaan,
perusahaan sudah membentuk Crisis Management Committee. Yaitu guna
menciptakan lingkungan kerja yang damai dan harmonis, PTFI dan pimpinan SPSI
PTFI pun telah membentuk Crisis Management Committee.

Undang-undang yang telah di Langgar

PT Freeport Indonesia telah melanggar hak-hak dari buruh Indonesia (HAM)


berdasarkan UU No. 13/2003 tentang mogok kerja sah dilakukan. PT Freeport
Indonesia telah melanggar pasal :

- Pasal 139: Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada
perusahaan yang melayani kepentingan umum dan atau perusahaan yang jenis
kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan atau membahayakan
keselamatan orang lain.

- Pasal 140: (1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum
mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) sekurang-kurangnya


memuat: (i) Waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja. (ii)
Tempat mogok kerja. (iii) Alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan
mogok kerja. (iv) Tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua
dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok
kerja.

(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai
koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.

(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka demi menyelamat kan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat
mengambil tindakan sementara dengan cara: (i) Melarang para pekerja/buruh yang
mogok kerja berada dilokasi kegiatan proses produksi, atau (ii) Bila dianggap perlu
melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.

- Pasal 22: Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih
pekerjaan, berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang
sangat doperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui
usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan
pengaturan sumber daya setiap negara.

PT Freeport Indonesia melanggar UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU No. 4/2009.

Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan


Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport.

Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting
kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin
anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki
magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan
global.

Kesimpulan :
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah
melanggar etika bisnis dan melanggar undang-undang. Hak didasarkan atas
martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena hak sangat cocok
dengan suasana pemikiran demokratis. PT Freeport Indonesia sangat tidak etis
dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima
tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT
Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di
dunia.

Anda mungkin juga menyukai