Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KODE ETIK PSIKOLOGI

“Etika Terapan”

Mata kuliah : Kode Etik Psikologi


Dosen Pengampu : Prahastia Kurnia Putri, S.Psi, M,Psi

Nama : Ramadhanti Machfira Ishak


NIM : 46117110056

Fakultas Psikologi
Universitas Mercubuana Jakarta
2019
Kasus I
Kasus Pelanggaran Etika Bisnis oleh PT Megasari Makmur

Kita tahu bahwa pada saat ini banyak sekali produk produk obat nyamuk, salah satunya yang
terkenal adalah Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT.Megasari Makmur. Obat nyamuk
ini pun pertama kali di produksi pada tahun 1996. Selain obat nyamuk, PT Megasari Makmur juga
memproduksi banyak produk lainnya seperti pengharum ruangan dan juga tisu basah. Obat
nyamuk HIT ini pun terkenal sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tahan lama. Oleh sebab
itulah obat nyamuk HIT ini terkenal di kalangan masyarakat indonesia.

Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT. Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari
peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida,
telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu
kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan,
gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.

HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya
karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang
sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan
berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga
Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan
Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang
mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja
disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.

Undang-undang

Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :

1. Pasal 4, hak konsumen adalah :

Ayat 1 : "hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa".
Ayat 3 : "hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa".

1. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :

Ayat 2 : "memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan"

Pasal 8

Ayat 1 : "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan"

Ayat 4 : "Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran"

1. Pasal 19 :

Ayat 1 : "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan"

Ayat 2 : "Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku"

Ayat 3 : "Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi"
Pembahasan:
Dalam kasus tersebut terlihat jelas bahwa PT.Megasari Makmur telah melanggar Kode etik
terapan dalam wilayah profesi karena hasil produksi yang dikeluarkan oleh PT.Megasari Makmur
merugikan masyarakat yang membeli/menggunakannya, bahkan kerugikan yang masyarakat
rasakan dapat menimbulkan kematian. Kandungan yang terdapat di obat nyamuk HIT sangat
berbahaya bagi manusia/ bagi penggunanya. PT.Megasari Makmur sudah melanggar kode etik
bisnis dan melanggar peraturan perundang-undangan dalam hal memperdagangkan barang.
Etika terapan merupakan disiplin filsafat yang berusaha untuk menerapkan teori – teori etika
dalam situasi kehidupan sehari – hari.

Kasus II
Diskriminasi Upah, Serikat Pekerja PT Smelting Mogok Kerja

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)
PT Smelting di Gresik telah 47 hari mogok kerja di satu-satunya pabrik pemurnian tembaga milik
PT Freeport Indonesia sejak 19 Januari 2017.

Ketua Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Metal Indonesia PT Smelting Zainal Arifin
mengatakan, 390 pekerja melakukan aksi mogok kerja. Aksi mogok disebabkan tindakan
diskriminasi perusahaan yang hanya menaikkan gaji pekerja sebesar 5 persen, sedangkan
karyawan bidang manajerial 170 persen.

Menurut Zainal, diskriminasi ini melanggar perjanjian bersama dan perjanjian kerja bersama.
Musababnya, pada saat dilakukan Perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ke-8 yang
dimulai pada 28 November sampai 6 Januari 2017, justru draft PKB yang diusulkan oleh
pengusaha isinya berupa pengurangan kesejahteraan dan peraturan yang merugikan pekerja.

"Hal ini tentunya menimbulkan kekecewaan bagi kami sebagai pekerja Indonesia terhadap
Management PT Smelting yang dipimpin oleh Mister Tetsuro Sakai dan Mister Hideki Hirokawa,"
ujar Zainal dalam acara konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Maret
2017.
Zainal menambahkan, serikat pekerja telah memberikan kontribusi yang besar terhadap
perusahaan. Semenjak PT Smelting berdiri pada 1996, dari desain awal, perusahaan mampu
mengolah 90 ton per jam konsentrat tembaga PT Freeport, untuk menghasilkan 200 ribu ton
tembaga per tahun. Adapun sejak 2016, PT Smelting Gresik mampu meningkatkan kapasitas
produksinya menjadi lebih dari 140 ton per jam konsentrat, dan dapat menghasilkan 300 ribu ton
lempeng tembaga per tahun.

"Dan peningkatan produksi ini dicapai oleh pekerja yang sebagian besar saat ini di PHK oleh PT
Smelting," tuturnya.

Sampai dengan berakhirnya perundingan PKB pada 6 Januari, pengusaha dan serikat pekerja
belum mencapai kesepakatan dan berakhir deadlock. Akhirnya, serikat pekerja yang diwakili oleh
FSPMI PT Smelting melayangkan surat pemberitahuan mogok kerja kepada pengusaha pada 9
Januari, dengan harapan dapat menggugah kesadaran manajemen PT Smelting untuk tidak
mengurangi kesejahteraan pekerja.

Selama aksi mogok kerja berlangsung, menurut Zainal, dua pimpinan yakni Tetsuro Sakai dan
Hirokawa melakukan intimidasi tidak hanya kepada pekerja. Namun juga kepada keluarga yang
melakukan aksi mogok kerja. Intimidasi kepada pekerja berupa pemberian SP dan berakhir
dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.

Intimidasi lainnya yakni dengan diblokirnya akses kesehatan pekerja dan keluarganya. "Gaji
pekerja juga tidak dibayar bahkan terhitung sebelum dilaksanakannya aksi mogok kerja," kata
Zainal.

Terkait dengan permasalahan tersebut, Zainal mewakili serikat pekerja meminta manajemen
berkomitmen terhadap PKB serta tak bersikap diskriminatif terhadap pekerja. "Selain itu, pekerja
menuntut agar pengusaha mencabut semua tindakan intimidasi," ucapnya.
Pembahasan:
Dalam kasus tersebut PT Smelting tidak memiliki etika terapan terhadap karyawannya
karena melakukan diskriminasi kepada karyawan bahkan melakukan intimidasi terhadap
karyawan dan keluarganya. Selama aksi mogok kerja berlangsung. Dua pimpinan yakni
Tetsuro Sakai dan Hirokawa melakukan intimidasi tidak hanya kepada pekerja. Namun juga
kepada keluarga yang melakukan aksi mogok kerja. Intimidasi kepada pekerja berupa pemberian
SP dan berakhir dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Intimidasi lainnya
yakni dengan diblokirnya akses kesehatan pekerja dan keluarganya. "Gaji pekerja juga tidak
dibayar bahkan terhitung sebelum dilaksanakannya aksi mogok kerja," kata Zainal. Hal tersebut
sangat melanggar kode etik terapan karena seharusnya sebagai pimpinan dapat memberikan
keadilan bagi karyawannya dan mewujudkan kehidupan karyawan yang sejahterah. Jika
perusahaan memperlakukan karyawan dengan baik dan adil, para karyawan akan bekerja lebih
giat dan bekerja keras demi kemajuan perusahaan dan dapat mengembangkan perusahaan lebih
baik lagi. Kasus ini masuk ke dalam kategori etika terapan wilayah masalah dan di golongan etika
diskriminasi.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/gandiwijaya/5ca99a04a8bc150ad13ff783/kasus-pelanggaran-
etika-bisnis-oleh-pt-megasari-makmur?page=all

https://bisnis.tempo.co/read/853453/diskriminasi-upah-serikat-pekerja-pt-smelting-mogok-
kerja/full&view=ok

Anda mungkin juga menyukai