Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang
menegaskan tentang benar dan salahnya hal-hal yang dilakukan dalam proses produksi
atau dalam proses penambahan nilai guna barang. Kegiatan produksi mempunyai fungsi
menciptakan barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada waktu, harga
dan jumlah yang tepat.
Sedangkan etika pemasaran merupakan sebuah standar moral yang digunakan
untuk memandu keputusan dan tindakan pemasaran. Etika pemasaran dibangun
berdasarkan nilai-nilai yang dipegang oleh individu atau perusahaan tertentu, oleh
karenanya tidak selalu sama dan bervariasi antara satu orang dan orang lainnya, dari satu
masyarakat ke masyarakat lainnya. Etika berlaku pada semua situasi, jika terdapat
kerugian aktual atau potensial (misalnya kerugian ekonomi, fisik, atau mental), maka
kerugian tersebut ditanggung oleh setiap individu atau kelompok. Etika pemasaran juga
merupakan prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan standar-standar perilaku yang harus dipatuhi
oleh para pemasar.
Iklan adalah suatu bentuk informasi yang dilakukan oleh seseorang, instansi/
lembaga, atau perusahaan, yang isinya berupa pesan yang menarik tentang sebuah
produk atau jasa yang ditujukan kepada khalayak. Iklan memainkan peran yang sangat
penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat.
Karena kecenderungan yang berlebihan untuk menarik konsumen agar membeli produk
tertentu dengan memberi kesan dan pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan
berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar sebagai
kegiatan tipu menipu, dan karena itu seakan antara bisnis dan etika ada jurang yang tak
terjembatani.
1.2 Rumusan Masalah
Apa saja contoh kasus yang berkaitan dengan etika produksi dan pemasaran serta
dimensi etis iklan?
1.3 Tujuan Makalah
Untuk mengetahui dan mempelajari kasus nyata dalam etika bisnis yang berkaitan
dengan etika produksi dan pemasaran serta dimensi etis iklan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kasus Pelanggaran Etika Pemasaran dan Etika Produksi yang Dilakukan oleh
Produk HIT di Indonesia
Telah ditemukan zat kimia berbahaya di dalam kandungan kimia HIT yang dapat
membahayakan kesehatan konsumennya, yaitu Propoxur dan Diklorvos. Dua zat ini
berakibat buruk bagi manusia, antara lain keracunan terhadap darah, gangguan syaraf,
gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis
semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Departemen Pertanian juga telah mengeluarkan
larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga sejak awal 2004. Hal
itu membuat kita dapat melihat dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh
berusaha melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Produsen masih dapat
menciptakan produk baru yang berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah. Jika
dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu:
1. Pasal 4, hak konsumen adalah:
Ayat 1: “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa”

Ayat 3: “Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa”
PT Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang
adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka. Akibatnya, kesehatan konsumen
dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT.
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah
Ayat 2: “Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan”
PT Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka,
dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida, harus dibiarkan
selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.
3. Pasal 8
Ayat 1: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4: “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran”

PT Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut


tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut. Seharusnya,
produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya.

4. Pasal 19
Ayat 1: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2: “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3: “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi”

Menurut pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen
karena telah merugikan para konsumen

Analisis Kasus
PT. Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan
memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen
yang menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan bahwa meskipun
perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, Namun
permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut seperti tidak di
lakukan secara sungguh-sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran.
Pelanggaran prinsip etika pemasaran yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur
yaitu prinsip kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada
konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya
untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu penggunaan dari produk tersebut
yaitu setelah suatu ruangan disemprot oleh produk itu semestinya ditunggu 30 menit terlebih
dahulu baru kemudian dapat dimasuki/digunakan ruangan tersebut.
Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan
asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan
seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya
karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka
perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena
kepercayaan/loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri.

2.2 Kasus Pelanggaran Etika Pemasaran dan Etika Produksi yang dilakukan oleh Produk
Indomie dari Indonesia di Taiwan

Menjelang dibukanya persaingan pasar bebas, akhir-akhir ini makin banyak


dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis atau etika dalam berbisnis. Hal ini
sangat penting diperhatikan dalam melakukan kegiatan bisnis dan mengembangkan diri
dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk
berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam kegiatan bisnis ini persaingan antar
perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi
pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku.
Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia
yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari
produk-produk lainnya. Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan
karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan
benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik dan selanjutnya pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua
jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk
sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera
memanggil Kepala BPOM Kustantinah. Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang
kasus Indomie ini bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu
akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang
terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan
lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk
produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi
manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie
mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut.
tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk
dikonsumsi.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu
250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan
lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius
Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang
regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan
anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di
Indonesia dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie
ini.

Analisis Kasus
Dari pembahasan diatas terdapat beberapa faktor yang menjadikan produk indomie
dilarang dipasarkan dinegara Taiwan. Beberapa faktor dianataranya adalah harga yang di
tawarkan, bahan dasar atau zat pengawet yang digunakan dan aturan standarisasi. Jika dari
harga, harga yang ditawarkan indomie lebih murah dibanding dengan makanan sejenis
dengan kualitas yang sama, serta zat pengawet atau bahan pengawet yang digunakan indomie
dikatakan berbahaya karena telah melebihi standar pemakaian di Taiwan, namun menurut
Ketua BPOM Kustantinah kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan
aman untuk dikonsumsi. Sedangkan aturan Negara masing-masing yang memiliki pandangan
berbeda, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi
dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Jadi jelas
etika dalam berbisnis sangat perlu diperhatikan sehingga masalah yang sekiranya akan terjadi
dapat di selesaikan dengan baik tanpa harus ada salah satu pihak yang dirugikan.

2.3 Kasus Pelanggaran Dimensi Etis Iklan AS dan XL


Salah satu contoh problem etika bisnis yang sempat marak adalah perang provider
celullar antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu
AS (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini
perang dua kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-
tanggung menyindir satu sama lain secara terang-terangan. Bintang iklan yang menjadi
kontroversi itu adalah Sule, pelawak yang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang
iklan XL. Dengan kurun waktu yang tidak lama Telkomsel kemudian merilis iklan kartu AS.
Kartu AS juga meluncurkan iklan baru dengan Sule sebagai bintang iklannya. Dalam iklan
tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu
AS yang dikatakan murahnya dari awal, jujur. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah
lama terjadi. Namun pada perang iklan tersebut, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang
iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun
pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di televisi, sudah ada iklan lain yang
“menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.
Dalam kasus ini, kedua provider telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-
prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di
dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing
secara langsung maupun tidak langsung.” Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini
tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada
ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua
provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang
tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan
hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan
moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus
mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.

Analisis Kasus
Seharusnya sesama provider cellular terutama di Indonesia harus saling memahami
dan mengerti dengan kondisi dan fasilitas yang diberikan oleh provider tertentu, tanpa dengan
memburu-burukan atau menjatuhkan citra suatu produk dan jasa dari suatu provider di iklan
yang akan sangat memberikan dampak terhadap pemikiran oleh setiap orang yang melihat
iklan tersebut.
Setiap provider dapat mengiklankan produk mereka secara sehat tanpa harus
menjatuhkan provider lainnya. Memang terlihat lebih menarik akan tetapi dapat berdampak
buruk bagi provider lain yang bisa saja tersinggung akan “sindiran” yang dilakukan terang
terangan oleh pihak provider As terhadap XL.

Karena masyarakat yang bijakpun dapat memilih fasilitas-fasilitas yang ditawarkan


oleh provider cellular sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing tanpa melihat dari
iklan yang pada kenyataannya iklan kedua provider tersebut jauh dari kata mempromosikan
tarif provider mereka.

Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri
mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia
tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Iklan mempunyai unsur
promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli. Karena itu bahasa
periklanan mempergunakan retorika sendiri. Masalah manipulasi yang utama berkaitan
dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari segi informatifnya). Karena
dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi
ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol
tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Etika diakui sebagai studi konsep-konsep
seperti seharusnya, harus, dan sebagainya, sementara "moral" cenderung ditendensikan pada
kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ghaida, Hasna. 2015. Etika Produksi. Diakses pada 27 Oktober 2018. (http://hasna-
ghaida.blogspot.com/2015/09/etika-produksi.html).

Martial, Sharinna Raini. 2017. Contoh Iklan yang Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis.
Diakses pada 27 Oktober 2018. (https://id.scribd.com/document/355957667/Contoh-
Iklan-Yang-Melakukan-pelanggaran-Etika-Bisnis).

Rachmawan, Hani. 2014. Kasus Pelanggaran Etika Pemasaran dan Etika Produksi. Diakses
pada 27 Oktober 2018. (http://hanirachmawan173.blogspot.com/2014/03/kasus-
pelanggaran-etika-pemasaran-dan.html).

Anda mungkin juga menyukai