Anda di halaman 1dari 6

PERLINDUNGAN

KONSUMEN DAN
CONTOH KASUS
Posted onJuly 3, 2015 by fahmuk
A. KONSUMEN 
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
1. Hak-hak konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi


barang/jasa.
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang/jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
7. Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan
Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
B. PELAKU USAHA
Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
1)      Hak Pelaku Usaha. Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak
dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2)      Kewajiban Pelaku Usaha. Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut
ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan
dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
C. BARANG USAHA
Barang Usaha adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan,
yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen.
D. PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi
dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan
menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah
hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsibarang dan
atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:
33.Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat
(1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
34.Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3821
35.Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
36.Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa
37.Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
38.Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001
Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas
Indag Prop/Kab/Kota
39.Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN

INDOMIE DI TAIWAN

Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut


mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate
dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan
untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah
memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di
Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari Indomie.

Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera


memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk
menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis
ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus
Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu
akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.

A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang


terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk
dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%.

Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi
manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie
mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan
tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan
aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.

Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250
mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan
lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa
mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.

Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius


Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang
regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan
merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya
untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda
maka timbulah kasus Indomie ini.

Analisis kasus berdasarkan Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen

Kasus penarikan indomie di Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding mie dari
produsen indomie mengandung bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu
bahan Methyl P-Hydroxybenzoate pada produk indomie jenis bumbu Indomie goreng
dan saus barberque.
Hal ini disanggah oleh Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang
berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie
menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan
dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah
menyatakan Indomie tidak berbahaya.

Permasalahan diatas bila ditilik dengan pandangan dalam hokum perlindungan maka
akan menyangkutkan beberapa pasal yang secara tidak langsung mencerminkan posisi
konsumen dan produsen barang serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
produsen.
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian:

 Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


 Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
 Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
 Pasal 7  ( b dan d )UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Perlu ditilik dalam kasus diatas adalah adanya perbedaan standar mutu yang
digunakan produsen indomie dengan pemerintahan Taiwan yang masing-masing
berbeda ketentuan batas aman dan tidak aman suatu zat digunakan dalam
pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai standart BPOM dan CODEX Alimentarius
Commission (CAC) yang diakui secara internasional.

Namun hal itu menjadi polemic karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda
yang melarang zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan.
Hal ini yang dijadikan pokok masalah penarikan Indomie. Oleh karena itu akan
dilakukan penyelidikan dan investigasi yang lebih lanjut.

Untuk menyikapi hal tersebut PT Indofood Sukses Makmur mencantumkan segala


bahan dan juga campuran yang dugunakan dalam bumbu produk indomie tersebut
sehingga masyarakat atau konsumen di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat
di beberapa pers di Taiwan.

Berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie
menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan
dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah
menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus Welirang bahkan menegaskan, isu negatif yang
menimpa Indomie menunjukkan produk tersebut dipandang baik oleh masyarakat
internasional, sehingga sangat potensial untuk ekspor. Menurutnya, dari kasus ini
terlihat bahwa secara tidak langsung konsumen di Taiwan lebih memilih Indomie
ketimbang produk mie instan lain. Ini bagus sekali. Berarti kan (Indomie) laku sekali
di Taiwan, hingga banyak importir yang distribusi.

Anda mungkin juga menyukai