Anda di halaman 1dari 7

KASUS PENARIKAN PRODUK OBAT ANTI-NYAMUK HIT

A. KASUS
Liputan6.com, Jakarta: PT Megasari Makmur, produsen HIT, menarik seluruh produknya
yang mengandung pestisida berbahan aktif berbahaya klorpirifos dan diklorvos mulai Kamis
kemarin. Produk obat antinyamuk yang ditarik berbentuk cair dan semprot.
Dari pemantauan SCTV di sebuah supermarket, Jumat (9/6), produk tersebut sudah tak
dipajang. Pihak manajemen mengaku langsung menarik HIT begitu ada permintaan dari PT
Megasari Makmur. "Begitu dapet e-mail (surat elektronik) langsung kita tarik," ujar Meiyanti,
sales marketing pasar swalayan tersebut.
Namun penarikan produk tersebut ternyata belum merata. Sejumlah toko di Jakarta masih
menjual bebas produk obat nyamuk HIT yang mengandung bahan aktif berbahaya itu. Selain
belum mengetahui adanya perintah penarikan, mereka tak mau merugi jika produk yang laku
keras itu tak ditarik produsennya sendiri. Hal serupa dijumpai di Pasar Kasih, Naikoten di
Kupang, Nusatenggara Timur.
Penggunaan klorpirifos dan diklorvos pada obat nyamuk HIT ditemukan setelah Badan
Pupuk dan Obat-obatan pihak Departemen Pertanian melakukan inspeksi mendadak ke PT
Megasari Makmur di kawasan Gunungputri, Bogor, Jawa Barat. Deptan memberi waktu dua
bulan untuk menarik produk tersebut. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, PT Megasari terancam sanksi berupa denda sebesar Rp 2 miliar dan
atau kurungan penjara lima tahun [baca: Pembasmi Nyamuk HIT Masih Beredar di Pasaran].
(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV).

Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke


Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang
pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah
menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian
(Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan
Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung
jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk
harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada
kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan
memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas dan
kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.

B. ANALISA KASUS
Dalam kasus ini, PT Megasari Makmur melanggar pasal 4 huruf a Undang-undang
nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi:
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa[4]
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999, Perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Karena itu, perlindungan konsumen fokusnya bertujuan pada usaha meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara. menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan jasa,
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen. Sebenarnya, adanya UU ini cukup representatif apabila telah dipahami oleh
semua pihak, karena di dalamnya juga memuat tentang upaya menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen. sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha, kewajiban mereka untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen. Kemudian di dalam UU Perlindungan Konsumenpun, diatur tentang
pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label[5]. Hak-hak konsumen dalam
UU Nomor 8 Tahun 1999, telah diatur secara jelas. Konsumen mempunyai hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, hak untuk memilih barang
dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
Kemudian konsumen berhak pula atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan jasa, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan jasa yang digunakan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai

kualitasnya atau tidak sebagaimana mestinya. Namun, memang pada realitanya, terkadang
konsumen seringkali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dan daya tawarnya lemah.
Ini karena mereka belum memahami hak-hak mereka dan terkadang sudah menganggap itu
persoalan biasa saja. Untuk itu mesti di bangun gerakan secara massif antar elemen masyarakat
yang peduli terhadap advokasi kepentingan konsumen.
Sesuai Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, maka PT Megarsari Makmur dinyatakan bersalah karena obat antinyamuk HIT diatas menggunakan pestisida, diklorvos (zat turunan Chlorine) yang menganggu
kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan,
gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung, yang berarti PT Megarsari
Makmur telah melanggar hak konsumen untuk kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Dalam kasus tersebut PT Megarsari Makmur juga dilaporkan ke Kepolisian Metropolitan
Jakarta Raya karena salah satu konsumennya mengalami gangguan kesehatan setelah menghirup
udara yang baru saja disemprotkan obat-nyamuk HIT.
Sesuai Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, maka PT Megarsari Makmur juga bersalah karena tidak menjalankan
kewajibannya (BAB III Pasal 7 Butir D UUPK) untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku sehingga menyebabkan salah satu konsumennya mengalami gangguan kesehatan.
Berhubungan dengan hal tersebut PT Megarsari Makmur harus menjalankan
kewajibannya (BAB III Pasal 7 Butir F UUPK) yaitu memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan, dalam hal ini PT Megarsari Makmur harus membawa salah satu
konsumennya yang mengalami gangguan kesehatan setelah menggunakan obat-nyamuk HIT
tersebut ke rumah sakit untuk berobat.
Saya setuju dengan tindakan salah satu konsumen obat-nyamuk HIT yang melaporkan PT
Megarsari Makmur ke kepolisian. Saya setuju karena, apabila konsumen tersebut merasa
dirugikan tetapi ia tetap diam saja maka dikhawatirkan akan lebih banyak lagi konsumen yang
mengalami gangguan kesehatan dan pemerintah juga dapat segera menangani kasus tersebut
dengan memberantas peredaran obat-nyamuk HIT tersebut di pasaran.
Konsumen dalam membeli barang juga harus menjalankan kewajibannya (BAB III Pasal
5 Butir A UUPK) yaitu untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan, sehingga
apabila produk yang akan dibeli tersebut terdapat zat-zat yang berbahaya maka bisa segera
dilaporkan ke Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan.
Apabila konsumen mengalami kasus berkaitan dengan suatu produk juga harus
diselesaikan dengan cara yang benar sesuai dengan kewajiban konsumen yang terdapat di dalam
BAB III Pasal 5 Butir D yaitu, mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Konsumen sebenarnya juga harus lebih selektif untuk memilih produk apa yang akan
mereka konsumsi, dan juga harus lebih selektif. Kesadaran masyarakat untuk memilih produk
yang berkualitas kini juga semakin menipis, masyarakat Indonesia kini cenderung lebih memilih
produk yang murah dibandingkan yang berkualitas. Peran masyarakat juga sangat penting
didalam memberantas produk berbahaya tesebut, karena pemerintah tidak akan pernah tahu
produk apa yang membahayakan apabila masyarakat tidak mengadukannya kepada pemerintah.

Walaupun dalam pengedaran produknya harus diregistrasi terlebih dahulu oleh Departemen
Kesehatan, namun karena terjadi tumpang tindih kekuasaan antara Departemen Pertanian,
Departemen Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maka banyak muncul
kebingungan dari pihak produsen.

C.

PENEGAKKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 DALAM KASUS HIT


Penarikan dan pemusnahan obat nyamuk HIT 2,1A dan HIT 17L yang mengandung

pestisida berbahaya (zat kimia diklorvos yang berefek samping kanker hati dan lambung), akan
berdampak tidak baik untuk konsumen. YLKI sudah lama melarang penggunaan pestisida karena
tidak baik bagi kesehatan. Hal tersbut juga telah ditegaskan dalm undang-undang perlindungan
konsumen.
Jika ternyata benar bahwa tahun 2003 Departemen Pertanian telah melayangkan surat
teguran kepada PT Megasari Makmur (produsen obat nyamuk HIT), seharusnya produsen bisa
dikenakan sanksi atau pencabutan izin produksi. Produsen yang memproduksi barang tidak
sesuai standar bisa dikenakan sanksi seperti yang tertera pada UU Perlindungan Konsumen, yaitu
pidana maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.
YLKI sendiri pada tahun 1999 sempat melakukan survei label terhadap beberapa merek
obat nyamuk. Dari sekian banyak yang diuji, HIT berjenis semprot dan cair memang sudah
mengandung bahan aktif diklorovos. Menurut WHO Diklorovos termasuk kelompok racun yang
paling tinggi. Akan tetapi, saat itu memang belum ada pengumuman dari pemerintah untuk
melarang penggunaan bahan-bahan tersebut dalam kadar tertentu.
YLKI hanya memberlakukan sanksi penarikan selama dua bulan HIT yang telh beredar
untk dimusnahkan, jika tidak maka akan ada sanksi baru. Dengan demikian permasalah sudah
dituntaskan oleh YLKI tanpa harus berakhir dimeja hijau.

D.

KESIMPULAN

1. Terdapat pestisida yang terdiri dari beberapa zat berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena HIT
adalah obat antinyamuk untuk dipakai dirumah, maka sangat rentan mengganggu kesehatan.
Adalah PT Megasari Makmur yang memproduksi merek obat nyamuk tersebut telah diperiksa
oleh YLKI terkait kandungan produknya. PT Megasari melanggar pasal 4 huruf a UU 8 tahun
1999
2. Dalam kasus tersebut penegakan Undang-undang nomor 8 tahun 1999 dilakukan penarikan dan
pemusnahan produk baik yang sudah beredar maupun yang masih terdapat digudang. Karena
tidak sampai berakhir lewat litigasi maka penegakan UU tersebut masih belum dikatakan telah
ditegakan. Akan tetapi ada proses lain yang lebih baik untuk kepentingan perusahaan maupun
konsumen. Dengan demikian konsumen masih terlindungi, walaupun HIT lolos dari pengawasan.
3. PT Megasari Makmur hanya berupaya dengan penarikan dan pemusnahan produk. Walaupun
dalam undang-undang perlindungan konsumen, pelaku usaha harus menanggung ganti rugi
apabila terjadi hal yang merugikan konsumen.

Anda mungkin juga menyukai