Anda di halaman 1dari 10

KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perlindungan


Konsumen

Dosen Pengampu:

Hj. Tatty A. Ramli, S.H., M.H.

Asep Hakim Zakiran, S.H., M.H

Kirana Pasya Mazaya

10040019234

Hukum Perlindungan Konsumen

Kelas F

Fakultas Hukum

Universitas Islam Bandung 2021


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjanjian adalah perbuatan mengikatkan para pihak yang menyetujui


suatu kesepakatan. Unsur-unsurnya yaitu adanya lebih dari satu pihak,
tujuan yang dicapai, kesepakatan antara para pihak, prestasi yang akan
dilaksanakan, dan terdapat syarat.1 Klausula baku adalah suatu jenis bentuk
perjanjian.

Menurut Prof. Johanes Gunawan, pakar perlindungan konsumen,


Perjanjian baku merupakan perjanjian yang didalamnya terdapat syarat-
syarat tertentu yang dibuat oleh pelaku usaha, tanpa mengikutsertakan
konsumen dalam menyusun kontrak, sehingga konsumen tidak memiliki
pilihan lain, dan dalam keadaan dibawah kekuasaannya. Sedangkan klausula
baku adalah pasal-pasal yang terdapat dalam perjanjian baku. baik berbentuk
elektronik/digital atau non-digital.2

Keberadaan perjanjian baku seringkali ditemui pada beberapa kasus,


yaitu pada lembaga pembiayaan mengenai perjanjian kredit. Didalam praktik
perbankan, setiap bank telah menyediakan blanko (formulir) perjanjian kredit,
yang isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu (standard contract). Jadi
seluruh syarat-syarat yang terdapat pada perjanjian, sepenuhnya atas
kehendak pihak pelaku usaha barang dan/atau jasa. Bagi konsumen hanya
ada pilihan mau atau tidak mau sama sekali.

Kedudukan para pihak yang tidak seimbang itu dimanfaatkan oleh pihak
bank untuk membuat klausula-klausula yang memberatkan nasabah debitur,
sebaliknya pihak bank terlindungi oleh karenanya pihak nasabah debitur

1
P.N.H. Simanjuntak, 2015, Hukum Perdata Indonesia, Kencana, Jakarta, h. 285
2
Nurdiansyah, F. (2016). Perjanjian Baku, Take It Or Leave It. Bpkn. Go. Id.

2
dibebani dengan sejumlah kewajiban dan merupakan hak-hak bank yang
mesti dipenuhinya.

Klausula baku telah diatur pada Pasal 18 Ayat 1, Undang – Undang


Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang
menyebutkan bahwa tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu
larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara
dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Larangan
yang diatur pada pasal 18 UUPK meliputi:

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli
oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

3
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang meancantumkan klasula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada
dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan


dengan undang-undang ini. 3

3
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

4
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana hubungan klausula baku pada kredit bank dengan hukum
perlindungan konsumen?
2. Apa akibat hukum atas klausula yang memberatkan nasabah yang
sengaja dicantumkan oleh bank?

C. Tujuan
1. Memahami hubungan klausula baku dengan hukum perlindungan
konsumen
2. Mengetahui akibat hukum atas pencantuman klausa yang
memberatkan nasabah

5
PEMBAHASAN

A. Klausula Baku Yang Memberatkan Nasabah Pada Perjanjian Kredit

Didalam praktik perbankan, setiap bank telah menyediakan blanko


(formulir) perjanjian kredit, yang isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu
(standard contract). Formulir ini disodorkan isinya kepada setiap pemohon
kredit yang isinya tidak diperbincangkan terlebih dahulu dengan pemohon.
Pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima apakah
dapat menerima syarat-syarat yang di dalam formulir tersebut atau tidak. 4

Kedudukan para pihak yang tidak seimbang itu dimanfaatkan oleh pihak
bank untuk membuat klausula-klausula yang memberatkan nasabah debitur.
Berkaitan dengan klausula baku yang memberatkan nasabah adalah:

1. Kenaikan suku bunga dan biaya-biaya lainnya yang dapat berubah


sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur.
Disampaikan dengan klausula:
“Besarnya suku bunga dan biaya-biaya lainnya yang ditentukan dalam
Perjanjian Kredit ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh BANK. Perubahan tersebut berlaku
mengikat DEBITUR dan Penanggung/Penjamin (jika ada) cukup
dengan pemberitahuan tertulis dari BANK kepada DEBITUR (atau
melalui pengumuman tertulis pada kantor-kantor BANK) dan
perubahan tersebut akan mulai berlaku terhitung sejak tanggal yang
disebutkan dalam pemberitahuan tersebut”
2. Kuasa bank untuk memblokir/mendebetkan rekening debitur dengan
tidak terbatas.
Disampaikan dengan klausula:

4
Djoni S. Ghazali dan Rachmadi Usman. Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

6
“Debitur dengan ini memberi kuasa kepada Bank untuk memblokir/
mendebet atau membebankan semua bunga, provisi, denda dan
biaya-biaya yang timbul dan menjadi kewajiban Debitur, ke rekening
Debitur pada kantor dan/atau setiap cabang-cabang kantor Bank di
manapun juga”.

B. Argumentasi

Dengan adanya klausula pertama yang telah disebutkan diatas, jelas


dapat membebani konsumen, sebab adanya perubahan suku bunga tanpa
sepengetahuan nasabah, dapat membuat nasabah berada dalam
ketidakpastian mengenai jumlah suku bunga yang harus dibayarnya. Bila
perubahan mengenai suku bunga dan biaya-biaya lainnya ditentukan sepihak
oleh pihak bank maka nasabah tidak memiliki kekuatan untuk ikut serta
dalam menentukan isi dari perjanjian kredit tersebut.

Pada klausa kedua yakni pemblokiran/pendebetan rekening nasabah


debitur menjadikan pihak bank mempunyai kuasa dan berhak untuk
melakukan pemblokiran/pendebetan terhadap rekening nasabah debitur
untuk memblokir dan mendebet seluruh biaya yang menjadi kewajiban
debitur terhadap fasilitas kredit yang diterimanya.

Mengenai klausa baku yang disebutkan tentu saja berkaitan dengan


perlindungan konumen. Dalam hal ini nasabah debitur juga dianggap sebagai
konsumen, untuk itu sudah sewajarnya apabila mendapatkan perlindungan
hukum dalam menentukan dan menuntut haknya berkaitan dengan klausula-
klausula baku yang ada di dalam perjanjian kredit termasuk di dalamnya
klausula mengenai kenaikan suku bunga sewaktu-waktu oleh bank dan
pemblokiran/pendebetan rekening nasabah oleh bank dengan jumlah yang
tidak terbatas.

7
Apabila melihat ketentuan pada UUPK klausa-klausa diatas mengandung
larangan pencantuman klausa yang diatur pada pasal 18, yakni menyatakan
pengalihan tanggungjwab dan menyatakan tunduknya nasabah kepada
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pihak bank kepada nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit.

Akibat hukum atas klausula kenaikan suku bunga adalah karena hal
tersebut termasuk keadaan memaksa (overmacht) yang apabila terjadi akan
menimbulkan akibat hukum antara lain, kreditur tidak lagi dapat meminta
pemenuhan prestasi, debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai dan resiko tidak
beralih kepada debitur. Sedangkan pada klausula kuasa bank untuk
memblokir rekening dengan tidak terbatas berakibat hukum menambahkan
jumlah cicilan setiap bulan yang harus dibayarkan oleh nasabah debitur dan
bertentangan dengan tujuan perbankan yaitu meningkatkan kesejahteraan
rakyat.

8
PENUTUP

A. Simpulan

1. Pada perjanjian kredit bank terdapat 2 klausa baku yang memberatkan


nasabah sebagai konsumen, yakni Kenaikan suku bunga dan biaya
yang dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu kepada debitur serta pemblokiran/pendebetan rekening
nasabah debitur dengan jumlah yang tidak terbatas oleh bank.
2. klausa-klausa diatas mengandung larangan pencantuman klausa yang
diatur pada pasal 18, yakni menyatakan pengalihan tanggungjwab dan
menyatakan tunduknya nasabah kepada aturan baru, tambahan,
lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pihak
bank kepada nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit.
3. Akibat hukum karena adanya kalusa tersebut meliputi, kreditur tidak
lagi dapat meminta pemenuhan prestasi, debitur tidak lagi dapat
dinyatakan lalai, resiko tidak beralih kepada debitur dan bertentangan
dengan tujuan perbankan itu sendiri yakni meningkatkan
kesejahteraan rakyat.

9
DAFTAR PUSTAKA
1) Jurnal

P.N.H. Simanjuntak, 2015, Hukum Perdata Indonesia, Kencana, Jakarta, h.

285

Nurdiansyah, F. (2016). Perjanjian Baku, Take It Or Leave It. Bpkn. Go. Id.

Djoni S. Ghazali dan Rachmadi Usman. Hukum Perbankan, Sinar Grafika,

Jakarta, 2010

Tasman, D. (2005). Implikasi ditetapkannya Undang-undang nomor 8 tahun


1999 tentang perlindungan konsumen terhadap perjanjian kredit di
dunia perbankan di Indonesia.
2) Modul

Modul Hukum Perlindungan Konsumen Pertemuan 7

3) Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

10

Anda mungkin juga menyukai