Anda di halaman 1dari 26

RISIKO HUKUM YANG TERJADI DI DALAM

PERJANJIAN KREDIT BANK DALAM


KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN

ROMI RESKI CAHYA


H1A116828
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk
perkreditan bagi masyarakat,perorangan,atau badan usaha untuk memenuhi
kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya.
Setiap orang atau badan usaha yang berusaha meningkatkan kebutuhan
konsumtif dan produktif sangat memerlukan pendanaan baik dari salah satunya
dalam bentuk kredit mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan
biasanya tidak mampu mencukupi dalam mendukung peningkatan usahanya.
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk
perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya bentuk
perjanjiannya sudah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditor sedangkan debitor hanya
mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut
dengan perjanjian baku (standard contract), di mana dalam perjanjian tersebut pihak debitur
hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan
negosiasi atau tawar-menawar, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang “tidak
terlalu menguntungkan” bagi salah satu pihak.
Penjelasan pasal 22 ayat (1) POJK no. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen sector
Jasa Keuangan, “perjanjian baku bagaimana dimaksud pada ayat ini adalah perjanjian tertulis
yang ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha Jasa Keuangan dan memuat klausal baku
tentang isi, bentuk, maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk menawarkan produk atau
layanan kepada konsumen secara masal.”
ada 6 hal yang dilarang dalam klausal baku yaitu :
1. Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha
2. Penolakan pengembalian barang/uang yang sudah dibayar
3. Konsumen tunduk pada aturan baru,perubahan, dan lanjutan
4. Kuasa melakukan tindakan sepihak terhadap barang angsuran
5. Mengurangi manfaat/harta kekayaan konsumen \
6. Perihal pembuktian konsumen
Mahkamah Agung melalui dalam putusan No. 2078/K/PDT/2009 tanggal 30 November 2010
menyatakan bahwa : “klausal baku juga bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak
sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian.
Kalusal baku sangat berpihak kepada pelaku usaha dan di sisi yang lain menempatkan
konsumen dalam posisi yang lemah dan menerima keadaan yang dipaksakan oleh pelaku usaha.
Hal demikian sama halnya dengan penyalahgunaan kekuasaan yang merupakan perwujudan
perbuatan melawan hokum.”
Dalam praktik perbankan terdapat beberapa pencantuman klausal baku dalam perjanjian kredit
yang menurut penulis bertentangan dengan UUPA misalnya:
1. Kenaikan suku Bunga dan biaya-biaya lainnya yang dapat berubah sewaktu-waktu tanpa
pemberitahuan dahulu kepada debitur.
2. Kuasa bank untuk memblokir/mendebetkan rekening debitur dengan tidak terbatas
Otoritas jasa keuangan melalui peraturan jasa keuangan Nomor 6/POJK.07/2022 pada pasal 8 (1)
mengatur bahwa pelaku usaha jasa keuangan, (PUJK) wajib bertanggung jawab atas kerugian
konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, atau perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sector jasa keuangan, yang dilakukan oleh direksi,
dewan komisaris, pegawai, atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK.
Pasal 29 ayat 4 undang-undang nomor 10 tahun tentang perbankan telah mengatur bahwa “untuk
kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko
kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”.
Risiko dalam setiap perjanjian kredit dapat menimpa bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai
debitur disisi lainnya. Masing-masing pihak tersebut mempunyai risiko yang berbeda dalam
pelaksanaan perjanjian kredit tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik mengambil judul tentang Risiko hokum yang terjadi
didalam perjanjian kredit bank dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja risiko yang dapat timbul dalam perjanjian kredit bank?
2. Apa saja upaya-upaya perlindungan bagi nasabah dari risiko yang
timbul dalam perjanjian kredti bank?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini pada
prinsipnya di tujukan :
1. Untuk dapat mengetahui dan memahami risiko apa saja yang dapat timbul
dalam perjanjian kredit bank.
2. Untuk dapat mengetahui dan memahami upaya-upaya apa saja yang dapat
dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap nasabah debitur
terhadap risiko yang timbul dalam perjanjian kredit.
MANFAAT PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini sebagai berikut :
Agar dapat memberikan masukan dan ilmu pengetahuan khusunya mengenai
dunia perbankan yang berkaitan dengan perlindungan nasabah dari risiko yang
timbul dalam perjanjian kredit bank.
TINJAUAN PUSTAKA
 Tinjauan Risiko Hukum.

 Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Kredit Bank.

 Klausal Baku dalam Perjanjian Kredit Bank.

 Karakteristik Hukum Perjanjian Kredit Bank.


METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah normatif yang mengacu pada norma-norma hokum yang
terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun sifat dari penulisan skripsi ini adalah bersifat deskriptif sebab penelitia ini akan menemukan asas-
asas atau peraturan-peraturan maupun doktrin-doktrin hokum guna menjawab isu hokum yang dihadapi
yang menghasilkan argumentasi, teori dan konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi.
METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
 Pendekatan perundang-undangan (statute aprroach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
 Pendekatan konseptual, pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang dalam ilmu hokum.
SUMBER BAHAN HUKUM
 Bahan Hukum Primer

 Bahan Hukum Sekunder

 Bahan Non Hukum


PENGUMPULAN DAN
PENGOLAHAN BAHAN HUKUM
1. Pengumpulan bahan hokum yang menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach).
2. Pengumpulan bahan hokum menggunakan pendekatan historis.
3. Mengumpulkan bahan hokum dengan menggunakan pendekatan konseptual.
4. Melakukan penelusuran bahan pustaka dengan mengumpulkan buku-buku laporan
penilitian baik itu skripsi, tesis maupun disertasi serta bahan acuan lainnya yang digunakan
untuk menyusun laporan penilitian yang dibahas.
LANGKAH-LANGKAH
PENILITIAN HUKUM
1. Mengidentifikasi fakta hokum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk
menetapkan isu hokum yang hendak dipecahkan.
2. Pengumpulan bahan hokum dan non hokum yang relevan dengan isu hokum.
3. Melakukan telaah atas isu hokum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah
dikumpulkan.
4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hokum.
5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
RISIKO YANG TERJADI DI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK
1. RISIKO TERHADAP BANK
• Credit Risk, terjadinya wanprestasi atau nonpayment dari debitur
• Strategic (Bussines) Risk, risiko yang meliputi seluruh bidang usaha, berapa kemungkinan kalah bersaing atau sudah
ketinggalan dalam bersaing.
• Regulatory Risk, risiko yang berkaitan dengan berbagai peraturan atau perundang-undangan yang menjadi rambu-rambu
kegiatan perbankan.
• Operating Risk, risiko yang banyak kaitannya dengan system dan prosedur, yang kurang layak atau tepat dan mungkin
menyebabkan kerugian atau menurunkan nilai services yang diberikan kepada nasabah.
• Commodity Risk, risiko yang berkaitan dengan harga-harga Commodity.
• Human Resources Risk, risiko yang berkaitan dengan factor kelemahan atau kesalahan yang ditimbulkan tindakan
manusia.
• Legal Risk, risiko yang timbul dari legal system yang dapat menghapuskan atau mengurangi nilai para pemegang saham
bank, karna adanya tuntutan hokum kepada bank oleh debitur
2. Risiko Terhadap Debitur
• Kewenangan bank secara sepihak menentukan harga barang dari barang agunan dalam hal dilakukan
penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet
• Kewenangan bank untuk secara sepihak mengubah tingkat suku bunga kredit
• Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan
masih akan diterapkan kemudian oleh bank
• Keharusan nasabah debitur untuk tunduk kepada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan umum hubungan
rekening Koran dari bank yang bersangkutan,namun tanpa sebelumnya nasabah debitur diberi kesempatan
untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan umum hubungan rekening Koran
tersebut
• Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk dapat melakukan segala
tindakan yang dipandang perlu oleh pihak bank
• Kuasa nasabah debitur kepada bank untuk mewakili dan melaksanakan hak-hak nasabah debitur dalam
setiap rapat umum pemegang saham
• Pembuktian kelalaian nasabah debitur secara sepihak oleh pihak bank semata
• Pencantuman klausal-klausal eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan ganti kerugian oleh nasabah
debitur atas terjadinya kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank
UPAYA-UPAYA PERLINDUNGAN BAGI
NASABAH TERHADAP RISIKO YAN TIMBUL
DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK
Yang pertama menurut Ahmad Miru, jika pelaku usaha, terutama bank, dilarang mencantumkan
klausul baku sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) huruf g tersebut, maka seharusnya
pemerintah juga akan memberikan jaminan-jaminan tertentu kepada bank bahwa pemerintah
tidak akan memgeluarkan kebijaksanaan yang merugikan bank tersebut kerna mematuhi
ketentuan pasal 18 ayat (1) huruf g UUPK. Sebagai contoh, dalam hal bank Indonesia
membebankan 12% per tahun kepada bank, maka kalau bank yang menyalurkan kredit kepada
konsumen dilarang mengubah secara sepihak bunga yang dibebankan kepada konsumen, maka
bank indinesia pun harus menjamin bahwa pihaknya tidak akan mengubah suku bunga yang
sebagaimana terjadi pada awal-awal masa krisis ekonomi.
Pada tahun 2002 pihak bank Indonesia mulai menyusun cetak biru system perbankan nasional
yang salah satu aspeknya tercakup upaya untuk melindunggi dan memberdayakan nasabah.
Upaya ini kemudian berlanjut dan dituangkan menjadi pilar VI dalam API yang mencakup
empat aspek yaitu :
1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah
2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen
3. Penyusunan standar transparansi informasi produk
4. Peningkatan edukasi untuk nasabah
Dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kegiatan usaha dan produk-produk
keuangan dan perbankan, selain memperluas wawasan mengenai industry perbankan juga
ditujukan untuk mendorong meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pengenalan
perencanaan keuangan.
Langkah selanjutnya setelah edukasi adalah dilaksanakannya tranparansi mengenai karakteristik
produk-produk keuangan dan perbankan. Tranparansi ini penting dilakukan agar masyarakat
yang berkeinginan untuk menjadi nasabah (calon nasabah) mendapatkan informasi yang cukup
memadai mengenai manfaat,risiko dan biaya-biaya.
Mediasi perbankan oleh bank Indonesia pada intinya mencakup :
1. Nasbah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi kepada bank
Indonesia
2. Proses mediasi yang dilakukan bank Indonesia hanya sengketa dengan nilai klaim
maksimum sebesar Rp.500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah)
3. Proses mediasi dapat dilaksanakan apabila kasus yang diajukan memenuhi persyaratan
4. Pelaksanaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi (agreement to
mediate) sampai penandatanganan akta kesepakatan dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari kerja berikutnya berdsarkan kesepakatan nasabah dan bank
5. Akta kesepakatan dapat memuat kesepakatan menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak
tercapainya kesepakatan atas kasus yang disengketakan
Untuk lebih mengefektifkan program-program perlindungan nasabah diatas, diperlukan suatu
upaya yang sifatnya berkelanjutan melalui pelaksanaan edukasi masyarakat mengenai hak-hak
nasabah dalam berhubungan dengan bank, selain hal penting lainnya seperti pegenalan produk
keuangan dan perbankan.
PENUTUP
 Kesimpulan
 Risiko yang terdapat dalam perjanjian kredit bank dapat dilihat dari dua sisi,
1. Risiko yang ditangung bank sebagai kreditur dapat berupa Credit Risk, Strategic Risk,
Regulatory Risk, Operating Risk, Commodity Risk, Human Resources Risk dan Legal Risk.
2. Risiko yang ditanggung nasabah debitur ialah risiko yang ditanggung debitur karna bentuk
dari perjanjian kredit bank yang baku (standard), sehingga debitur tidak dapat ikut
menentukan isi perjanjian tersebut.
Hal ini disebabkan perjanjian kredit bank tersebut dibuat dalam bentuk yang baku (standard) oleh
pihak bank, sehingga isi dari perjanjian kredit bank tersebut lebih menguntungkan pihak bank,
sedangkan nasabah hanya dapat menerimanya. Bank dapat memasukan klausul-klausul yang
menguntungkannya namun merugikan pihak debitur.
 Upaya perlindungan bagi nasabah debitur terhadap risiko yang dialaminya dalam perjanjian
kredit bank selain dapat dilakukan dengan penerapan pasal 18 UUPK, juga dilakukan sesuai
dengan kebijakan bank Indonesia. Bank indonseia sejak awal tahun 2002 mulai menyusun
cetak biru system perbankan nasional yang slaah satunya ada aspek tercakup upaya untuk
melindungi dan memberdayak nasabah.upaya ini kemudian berlanjut dan dituangkan menjadi
pilar ke VI dalam API yang mencakup empat aspek, yaitu mekanisme pengaduan nasabah,
pembentukan lembaga mediasi indpenden, transparansi informasi penduduk, da edukasi
nasabah.
SARAN
Adapun saran – saran yang dapat penulis kemukakan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
 Untuk menjamin keseimbangan kedudukan di dalam perjanjian kredit bank yang berbentuk
perjanjian baku antara bank sebagai kreditur dengan nasbaah debitur diperlukan adanya
pengawasan atau campur tangan dari pemerintah, misalnya memberikan rekomendasi atau izin
atas suatu bentuk formulir perjanjian kredit yang dibuat oleh bank.
 Lahirnya undang-undang perlindungan konsumen no.8 tahun1999 diharapkan dapat
menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang jujur tidak hanya bagi kalangan pelaku usaha,
melainkan secara langsung untuk kepentingan konsumen baik selaku pengguna, pemanfaat
maupun pemakai barang atau jasa yang ditawarkan
 Bagi calon nasabah debitur sebelum menandatangani isi perjanjian kredit bank sebaiknya
mempelajari isi perjanjian dan jika perlu berkonsultasi terlebih dahulu kepada seoarang
konsultan hokum yang menguasai bidang perkreditan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai