Anda di halaman 1dari 20

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN JASA

KEUANGAN (BANK DAN NON BANK)


Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Perlindungan Konsumen
Dosen Pengampu :
Mustolih Siradj SHI,MH,CLA.

Disusun Oleh
Kelompok 11
Seftianingrum Nisa Azzahra 11200490000043
Laelatus Saadah 11200490000060
Muhammad Noer Fajar 11200490000069
Rizal Barkah Fahru Rozi 11200490000119

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
Syukur Allhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas makalah yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KONSUMEN JASA KEUANGAN (BANK DAN NON BANK)” ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang akan
menjadi shafa’atul udzhma bagi kita semua di akhirat kelak, Aamiin Yaa Robbal’alamin.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Hukum Kontrak Bisnis Syariah. Dan terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Mustolih
Siradj SHI, MH, CLA. yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun
makalah ini dan yang senantiasa membimbing serta memberikan ilmunya kepada kami.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan
sehingga makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis memohon maaf
atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis
sangat menerima segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak.

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 2
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1) Latar Belakang ................................................................................................................ 4
2) Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
3) Tujuan Masalah ............................................................................................................... 5
4) Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
A. Kedudukan Nasabah Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah . 6
B. Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan Menurut UU NO 21 TAHUN 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan .......................................................................................................... 7
C. Penyelesaian sengketa melalui Internal Dispute Resolution (IDR) dan Eksternal
Dispute Resolution (EDR) Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1
Tahun 2013 dan Nomor 1 Tahun 2014 ................................................................................. 11
D. Kasus-Kasus Perbankan Vs Nasabah (Syariah dan Non Syariah) ................................ 15
BAB III .................................................................................................................................... 18
PENUTUP................................................................................................................................ 18
1. Kesimpulan ................................................................................................................... 18
2. Saran ............................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 20

3
BAB I

PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
Perlindungan konsumen di Indonesia dan problematikanya dapat dilihat dari
sector permasalahan jasa keuangan. Salah satu adanya OJK dimana untuk melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat dalam melakukan kegiatan dalam sector jasa
keuangan. Perlindugan konsumen yang diberikan OJK dianggap penting mengingat
begitu kompleknya aktivitas dalam sector jasa keungan. Perlindungan yang difasilitasi
OJK dapat berupa tindakan pencegahan kerugian konsumen, pelayanan pengaduan
konsumen dari pembelaan hukum ( dilihat dari pasal 28 s.d 30 UUOJK ). Terlebih untuk
menyediakan payung hukum yang kuat dalam memberi perlindungan kepada
konsumen dalam sector jasa keungan, pada tahun 2013 OJK mengeluarkan putusan
Nomor : 1/POJK.07/2013 Tentang perlindungan konsumen sector jasa keuangan.
Secara Umum POJK tersebut terdiri dari 7 Bab dan 57 Pasal.
Dalam sektor jasa keuangan, yang dimaksud dengan konsumen adalah ‘pihak-
pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di
Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal,
pemegang polis pada perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.’ Adapun yang dimaksud
dengan Lembaga Jasa Keuangan, yang juga disebut dengan Pelaku Usaha Jasa
Keuangan (Selanjutnya disingkat PUJK) adalah ‘Bank Umum, Bank Perkreditan
Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun,
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan
Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan 
usahanya
secara konvensional maupun secara syariah.” (Lihat Pasal 1 Huruf 1 & 2 POJKPKSJK).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa peraturan perlindungan
konsumen dalam jasa keuangan dimaksud untuk melindungi kepentingan konsumen
dari perilaku negatif yang dilakukan oleh PUJK.
Terkait pembahasan diatas , terdapat lima prinsip perlindungan konsumen yang
dapat diatur dalam POJKSJK. Lima prinsip yang harus ditaati agar perlindungan
konsumen berjalan efektif . Lima prinsip itu adalah, Transparansi, kemudian perlakuan
adil, lalu keandalan, kerahasiaan dan keamanan data / informasi konsumen serta ,

4
penanganan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat , dan biaya
terjangkau.

2) Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kedudukan Nasabah menurut UU Perbankan?
2. Bagaimana Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan menurut UU No 21 Tahun
2011?
3. Bagaimana Penyelesaian Sengketa melalui internal dispute resolution dan
eksternal dispute resolution?
4. Bagaimana Kasus yang terjadi pada nasabah di perbankan?
3) Tujuan Masalah
1. Mengetahui Kedudukan Nasabah menurut UU Perbankan
2. Mengetahui Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan menurut UU No 21 Tahun
2011
3. Mengetahui Penyelesaian Sengketa melalui internal dispute resolution dan
eksternal dispute resolution
4. Mengetahui Kasus yang terjadi pada nasabah di Perbankan
4) Manfaat Penelitian
1. Bagi pemakalah
a. Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pemakalah untuk menjelaskan tentang Perlindungan Hukum bagi
konsumen jasa keuangan
b. Mengimplementasikan teori dan dan ilmu yang telah didapatkan selama
dalam perkuliahan dalam bidang Hukum Perlindunga konsumen terkait
jasa keuangan
2. Pihak lain
a. Hasil penelitian diharapkan berguna untuk menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca dan teman-teman sekalian mengenai Perlindungan
Hukum bagi Konsumen jasa keuangan.
b. Diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman sekalian
untuk mempelajari apa saja yang berkaitan mengenai Hukum
Perlindungan Konsumen dan dapat menerapkannya dalam perkuliahan
ataupun di kemudian hari.

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Kedudukan Nasabah Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah
Dalam istilah Perbankan, nasabah adalah orang atau badan usaha yang
mempunyai rekening simpanan atau pinjaman pada bank. Nasabah dibagi menjadi dua
jenis, yaitu Nasabah Penyimpan dan Nasabah Debitur. Nasabah Penyimpan adalah
nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan
perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Sementara Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit


atau pembiayaan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Tetapi selain dua jenis diatas, masyarakat yang melakukan transaksi langsung di bank
tanpa memiliki simpanan atau memperoleh fasilitas pembiayaan juga bisa
dikategorikan sebagai nasabah.

Dan Adapun kedudukan nasabah itu sendiri diatur di dalam Undang-Undang no 21


Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah BAB I Ketentuan Umum Pasal satu ayat : 16
sampai 19 yang berbunyi :

16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah dan/atau UUS.

17. Nasabah Penyimpan adalah Nasabah yang menempatkan dananya di Bank


Syariah dan/atau UUS dalam bentuk Simpanan berdasarkan Akad antara Bank
Syariah atau UUS dan Nasabah yang bersangkutan.

18. Nasabah Investor adalah Nasabah yang menempatkan dananya di Bank


Syariah dan/atau UUS dalam bentuk Investasi berdasarkan Akad antara Bank
Syariah atau UUS dan Nasabah yang bersangkutan.

19. Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas dana
atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan Prinsip Syariah.1

1
Undang-Undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Bab I (Pasal 1 Ayat
16,17,18,19).

6
B. Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan Menurut UU NO 21 TAHUN 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
mengatur secara rinci tentang pembeerian perlindungan dan pemenuhan kebutuhan
konsumen secara umum. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas
sektor jasa keuangan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Upaya UU a quo dalam memberikan perlindungan
ialah dengan melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat.2
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan bukanlah undang-undang tentang
perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan salah satu tujuan dari
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, oleh karena itu hubungan antara Undang-
Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan
haruslah dilihat dalam perspektif perlindungan konsumen. Secara konseptual,
instrumen hukum perlindungan konsumen dirumuskan untuk melindungi hak-hak
konsumen.3
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang lahir jauh setelah terbentukanya
Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki kualitas yang lebih dibandingkan
dengan undang-undang lainnya, sebab Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan
merupakan satu-satunya undang-undang di luar UndangUndang Perlindungan
Konsumen yang secara sistematis dan khusus mengatur mengenai perlindungan
konsumen dalam satu bab tersendiri dengan judul tentang perlindungan konsumen dan
masyarakat di sektor jasa keuangan.4
Bab VI menjelaskan terkait Perlindungan Konsumen dan Masyarakat, dimulai
dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 31.
Pasal 28 menjelaskan bahwa “Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat,
OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan
masyarakat, yang meliputi: a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat
atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; b. meminta Lembaga
Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi

2
Bustanul Arifien Rusydi S.H, “Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Melalui Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengleta” (Universitas Islam Indonesia, 2015) Hal.68.
3
Ibid, Hal. 67
4
Ibid, Hal. 68

7
merugikan masyarakat; dan c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.”
Pasal 29 menjelaskan bahwa “OJK melakukan pelayanan pengaduan
Konsumen yang meliputi: a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan
pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; b.
membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga
Jasa Keuangan; dan c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang
dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.”
Pasal 30 menjelaskan bahwa “(1) Untuk perlindungan Konsumen dan
masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi: a.
memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan
untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan
dimaksud; b. mengajukan gugatan: 1. untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik
pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di
bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah
penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau 2. untuk memperoleh ganti
kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau Lembaga
Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan
di sektor jasa keuangan. (2) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b
angka 2 hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang
dirugikan.”
Pasal 31 menjelaskan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan
Konsumen dan masyarakat diatur dengan Peraturan OJK.”5
Penjelasan pasal per pasal pada UU a quo tersebut terdiri dari Pasal 28 cukup
jelas, Pasal 29 maksudnya ialah Dalam rangka penyelesaian pengaduan Konsumen,
OJK dapat melakukan antara lain verifikasi dan pemeriksaan khusus atas pengaduan
dimaksud. Pasal 30 ayat (1) huruf a sudah jelas, huruf b angka 1 itikad baik merupakan
yang berdasarkan penilaian OJK. Huruf b maksudnya ialah Pengajuan gugatan
dilakukan berdasarkan penilaian OJK bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh suatu
pihak terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan mengakibatkan
kerugian materi bagi Konsumen, masyarakat, atau sektor jasa keuangan. Pasal 30 ayat

5
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

8
(2) maksud dari pihak yang dirugikan ialah konsumen dan/atau industri jasa keuangan
karena pelanggaran peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Ganti
kerugian diberikan sesuai dengan nilai yang ditetapkan pihak yang berwenang,
selnajutnya Pasal 31 sudah cukup jelas.6
Rumusan perlindungan konsumen yang tertuang dalam Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan, peran Otoritas Jasa Keuangan tidak terbatas menfasilitasi
perlindungan konsumen, yang menampung dan menjadi lembaga mediasi, tetapi juga
menjadi lembaga yang melakukan keberpihakan kepada konsumen dalam bentuk
kegiatan pembelaan hukum. Di samping itu, bentuk-bentuk perlindungan yang
dilakukan Otoritas Jasa Keuangan meliputi perlindungan dalam arti upaya pencegahan
terjadinya pelanggaran dan pemulihan hak-hak konsumen apabila terjadi kerugian yang
dialami konsumen.7
OJK dalam rangka perlindungan konsumen sektor jasa keuangan juga telah
menerbitkan Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan (POJK Perlindungan Konsumen). Pasal 1 angka (3) POJK
menyebutkan bahwa “Perlindungan Konsumen menentukan bahwa perlindungan
konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan perilaku Pelaku
Usaha Jasa Keuangan.”8 Kategorisasi perlindungan konsumen sektor jasa keuangan
lebih menitikberatkan kepada perlindungan konsumen dengan cakupan pelaku usaha
yang berkaitan dengan kegiatan di sektor jasa keuangan, sedangkan cakupan
perlindungannya ditujukan bagi konsumen sektor jasa keuangan serta masyarakat
secara umum.9
Ruang lingkup pengaturan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan sebagai berikut:10
1) Bab I Ketentuan Umum

6
Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
7
Rusydi S.H, “Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengleta.” (Universitas Islam Indonesia, 2015) Hal. 75
8
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.7/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan
9
Agus Suwandono S.H., L.L.M, Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen Di Sektor Barang Dan Sektor
Jasa Keuangan, Modul 01, HKUM 4321, Edisi 2, Hal 1.31
10
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.7/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan

9
Memuat terkait pengertian-pengertian dalam perlindungan konsumen
sektor jasa keuangan serta prinsip-prinsip dalam perlindungan
konsumen sektor jasa keuangan.
2) Bab II Ketentuan Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
Memuat terkait hak dan kewajiban pelaku usaha jasa keuangan, larangan
pelaku usaha jasa keuangan, perjanjian baku dalam sektor jasa
keuangan, serta pengaduan dan penyelesaian sengketa konsumen sektor
jasa keuangan.
3) Bab III Pengaduan Konsumen dan Pemberian Fasilitas Penyelesaian
Pengaduan oleh Otoritas Jasa Keuangan
Memuat terkait pengaduan konsumen atas kerugian serta pelanggaran
pelaku usaha sektor jasa keuangan serta ketentuan mengenai fasilitasi
penyelesaian sengketa konsumen oleh OJK.
4) Bab IV Pengendalian Internal
Memuat terkait ketentuan-ketentuan mengenaisistem pengawasan dan
pelaporan pelaku usaha jasa keuangan terkait ketaatan terhadap
peraturan di sektor jasa keuangan.
5) Bab V Pengawasan Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
Memuat terkait pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap
kepatuhan pelaku usaha jasa keuangan atas ketentuan peraturan di sektor
jasa keuangan.
6) Bab VI Saksi
Memuat terkait saksi yang dapat diberikan kepada pelaku usaha jasa
keuangan oleh OJK atas pelanggaran terhadap ketentuan peraturan di
sektor jasa keuangan.
7) Bab VII Ketentuan Peralihan
Memuat terkait ketentuan penyesuaian perjanjian baku yang dibuat oleh
pelaku usaha jasa keuangan.
8. Bab VIII Ketentuan Penutup.

10
C. Penyelesaian sengketa melalui Internal Dispute Resolution (IDR) dan Eksternal
Dispute Resolution (EDR) Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
Nomor 1 Tahun 2013 dan Nomor 1 Tahun 2014
Prinsip perlindungan yang dimuat dalam POJK Nomor 1 Tahun 2013 terdiri dari
transparansi, perlakuan adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data/ informasi
konsumen, dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara
sederhana, cepat, dan biaya terjangkau. Bentuk terwujudnya prinsip tersebut,
selanjutnya pada tahun 2014 Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan lagi peraturan yang
terkait dengan perlindungan konsumen jasa keuangan, yaitu Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).

LAPS SJK dibentuk dikarenakan penyelesaian pengaduan seringkali tidak


tercapai kesepakatan antara konsumen dengan lembaga jasa keuangan, sehingga
menjadi buah solusi untuk menyelesaikan sengketa secara cepat, murah, adil, dan
efisien. Penyelesaian sengketa melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa akan
ditempuh setelah pengaduan dari konsumen yang dirugikan tidak dapat diselesaikan
oleh lembaga jasa keuangan terkait.

Pengertian sengketa dalam pembahasan ini adalah terjadinya perselisihan antara


konsumen dengan lembaga jasa keuangan dalam kegiatan penempatan dana oleh
konsumen dan/ atau pemanfaatan pelayanan dan/ atau produk setelah melalui proses
penyelesaian pengaduan oleh lembaga jasa keuangan.

Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa telah memuat Lembaga


Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah ditetapkan oleh OJK. Anggota wajib dalam
LAPS SJK ialah setiap Lembaga Jasa Keuangan, sesuai dengan POJK Nomor 1 Tahun
2014. Namun apabila lembaga jasa keuangan tersebut melakukan kegiatan usaha lintas
sektor jasa keuangan, maka lembaga jasa keuangan tersebut hanya wajib menjadi
anggota pada 1 (satu) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang sesuai dengan
kegiatan usaha utamanya.11

11
Rusydi S.H, “Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengleta.” (Universitas Islam Indonesia, 2015) Hal. 57

11
POJK Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 4 menjelaskan bahwa daftar Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan harus
memenuhi ketentuan:12

1. Mempunyai layanan penyelesaian sengketa paling kurang berupa: a) Mediasi, b)


Ajudikasi, dan c) Arbitrase
2. Mempunyai peraturan yang meliputi: a) Layanan penyelesaian sengketa, b)
Prosedur penyelesaian sengketa, c) Biaya penyelesaian sengketa, d) Jangka waktu
penyelesaian sengketa, e) Ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi
mediator, ajudikator, dan arbiter, dan f) Kode etik bagi mediator, ajudikator, dan
arbiter.
3. Menerapkan prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, serta prinsip efisiensi dan
efektifitas dalam setiap pengaturannya;
4. Mempunyai sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan penyelesaian
sengketa; dan
5. Didirikan oleh lembaga jasa keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi dan/ atau
didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi selfregulatory organization.

Prinsip-prinsip LAPS SJK wajib dalam menjalankan tugas dan fungsinya


terdapat pada Bab V POJK Nomor 1 Tahun 2014 yaitu sebagai berikut:13
1. Bagian Kesatu Prinsip Aksebilitas Pasal 5
memiliki skema layanan penyelesaian sengketa yang mudah diakses oleh
konsumen dan menyediakan layanan yang mencakup seluruh Indonesia.
2. Bagian Kedua Prinsip Independensi Pasal 6
a) Memiliki organ pengawas yang memastikan bahwa Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan
fungsinya;
b) Mempunyai sumber daya yang memadai untuk menjalankan fungsinya dan
tidak tergantung kepada lembaga jasa keuangan tertentu.
3. Bagian Ketiga Prinsip Keadilan Pasal 7

12
Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa
Keuangan
13
Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa
Keuangan

12
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki peraturan dalam
pengambilan keputusan, dengan ketentuan:
a. Mediator benar-benar bertindak sebagai fasilitator dalam rangka
mempertemukan kepentingan para pihak yang bersengketa untuk
memperoleh kesepakatan penyelesaian;
b. Ajudikator dan arbiter dilarang mengambil putusan berdasarkan pada
informasi yang tidak diketahui para pihak;
c. Ajudikator dan arbiter wajib memberikan alasan tertulis dalam setiap
putusannya.
4. Bagian Keempat Prinsip Efesiensi dan Efektivitas Pasal 8
a. Peraturan penyelesaian Sengketa pada Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa mengatur tentang jangka waktu penyelesaian Sengketa.
b. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mengenakan biaya murah
kepada Konsumen dalam penyelesaian Sengketa.
c. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki peraturan
penyelesaian Sengketa yang memuat ketentuan yang memastikan bahwa
anggotanya mematuhi dan melaksanakan setiap putusan Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
d. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mengawasi pelaksanaan
putusan.
Alternatif penyelesaian sengketa pada umumnya dapat diartikan sebagai salah
satu mekanisme penyelesaian sengketa non-litigasi dengan mempertimbangkan
segala bentuk efisiensinya dan untuk tujuan masa yang akan dating sekaligus
menguntungkan para pihak yang bersengketa. Mekanisme dalam penyelesaian
sengketa terduiri dari penyelesaian sengketa secara internal (Internal Dispute
Resolution/IDR) dan penyelesaian sengketa secara eksternal (External Dispute
Resolution/EDR).14
1. Internal Dispute Resolution (IDR)
Tahap IDR merupakan tahapan awal dimana Konsumen yang memiliki
masalah atau pengaduan terkait produk dan layanan jasa keuangan dari
suatu Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), dapat menyampaikan terlebih

14
Dian Herlambang, Muhammad Wijaya Ridho, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Berkaitan Dengan
Perlindungan Konsumen,” Pranata Hukum 15, 2020, No. 1 Hal 27.

13
dahulu ke PUJK terkait. PUJK wajib menanggapi dan memberikan
penjelasan kepada Konsumen. PUJK wajib memiliki sarana dan mekanisme
dalam menanggapi dan menyelesaikan pengaduan Konsumen. Apabila
upaya PUJK dalam menangani pengaduan tersebut tidak mencapai
kesepakatan dan penyelesaian dengan Konsumen, sehingga pengaduan
dimaksud mengalami perubahan menjadi sengketa.
OJK mewajibkan para pelaku usaha jasa keuangan untuk memiliki dan
melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi
konsumen sebagai yang diatur dalam Pasal 32 ayat (1) POJK No.
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan yaitu
“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memiliki dan melaksanakan
mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi Konsumen.”15
Apabila perselisihan/sengketa antar nasabah dengan bank tidak bisa
diselesaikan secara internal, maka berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak, perselisihan/sengketa tersebut bisa diselesaikan melalui External
Dispute Resolution (EDR).
2. External Dispute Resolution (EDR)
Tahapan pada waktu Konsumen ingin mengupayakan penyelesaian
sengketanya inilah yang disebut dengan tahap External Dispute Resolution
(EDR). Nasabah/Konsumen di sektor jasa keuangan dapat mengupayakan
penyelesaian sengketanya pada tahapan EDR melalui 2 (dua) jalur, yaitu:
LAPS yang telah terdaftar di OJK atau Pengadilan. Pilihan tersebut
tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Tahun 2021 sudah terdaftar 6
(enam) LAPS yang berkaitan dengan beberapa sektor industri jasa
keuangan, dimana pada tahun 2021 semuanya akan diintegrasikan menjadi
1 (satu) LAPS terintegrasi.16
Penyelesaian melalui peradilan (litigation) dan alternatif penyelesaian
sengketa (Alternative Dispute Resolution) seperti mediasi, adjudikasi dan
arbitrase. Sejalan dengan POJK Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 2 yang
menyatakan bahwa “a) pengaduan wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh

15
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.7/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan
16
Hidayaturrochman, Syufaat, “Penyelesaian Sengketa Pengaduan Nasabah Lembaga Jasa Keuangan Pada Masa
Pandemi Covid-19 Di Kantor Otoritas Jasa Keuangan Purwokerto.” Hukum Ekonomi Syariah 5, 2022, No. 1
Hal.51

14
lembaga jasa keuangan, b) apabila tidak mencapai kesepakatan, konsumen
dan lembaga jasa keuangan dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan atau melalui pengadilan.”
OJK akan melakukan fasilitasi apabila belum terbentuk lembaga
alternatif penyelesaian sengketa, dengan ketentuan:
a) Konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha jasa keuangan di bidang perbankan, pasar modal, dana
pensiun, asuransi jiwa, pembiayaan, perusahaan gadai, atau
penjaminan dengan nilai paling banyak sebesar Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah); dan apabila pelaku usaha jasa keuangan di
bidang asuransi umum paling banyak sebesar Rp 750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah);
b) Konsumen mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan
dokumen pendukung yang berkaitan dengan pengaduan;
c) Pelaku usaha jasa keuangan telah melakukan upaya penyelesaian
pengaduan namun konsumen tidak dapat menerima penyelesaian
tersebut atau telah melewati batas waktu penyelesaian pengaduan;
d) Pengaduan yang diajukan bukan merupakan sengketa sedang dalam
proses atau pernah diputus oleh lembaga arbritrase atau peradilan,
atau lembaga mediasi lainnya;
e) Pengaduan yang diajukan bersifat keperdataan;
f) Pengaduan yang diajukan belum pernah difasilitasi oleh OJK; dan
g) Pengajuan penyelesaian pengaduan tidak melebihi 60 (enam puluh)
hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang
disampaikan pelaku usaha jasa keuangan kepada konsumen.

D. Kasus-Kasus Perbankan Vs Nasabah (Syariah dan Non Syariah)


1. Syariah
Terdapat di dalam putusan MA No 259/Pdt.G/2018/PA.Krw. yang dimana pihak
pengguna Bernama Mimin melawan pihak tergugat yaitu Al Ijarah Indonesia
Finance Cabang Karawang. Di dalam duduk perkara kasus ini yang dimana pihak
Penggugat tidak diberikan penjelasan dari klausula kesepakatan serta tidak
diberikan salinan Perjanjian Kesepakatan dan tidak dilakukan dihadapan Notaris
dan juga tidak didaftarkan Fidusia. Bahwa Penggugat sudah berusaha meminta

15
berulangkali Salinan Kesepakatan Pembiayaan Murabahah dan salinan pendaftaran
fiducia namun tidak diberikan oleh Pihak Tergugat I. Bahwa Penggugat menilai
Tergugat tidak mempunyai itikad baik sehingga dengan tidak diberikanya salinan
Kesepakatan Pembiayaan Murabahah dan salinan pendaftaran fiducia maka akad
tersebut (Nomor Kontrak Pembiayaan No.106020307315) haruslah dinyatakan
cacat hukum dan demi penyelesaian persoalan harus dibuat akad baru.
2. Konvensional
Kasus tabungan Atlet eSport Winda Lunardi dan ibunya, Floleta sebesar Rp 20
miliar ditilap oleh oknum yang merupakan Kacab Maybank. Kasus ini sempat
menggemparkan tanah air dikarenakan uang yang di tilap cukup besar nominalnya.
Winda mengungkap saldo tabungannya raib sejak Februari lalu. Pelaku, kata dia,
mengambil uang tabungan dirinya bersama sang ibu yang berjumlah puluhan miliar
dan hanya tersisa saldo ratusan ribu dalam tabungan miliknya.
Winda menuturkan uang tersebut telah dikumpulkan dirinya selama kurang
lebih lima tahun. Ada dua rekening yang tercatat di Maybank. Rekening berisi Rp15
miliar milik Winda dan rekening berisi Rp5 miliar milik ibunya. Pihak Winda telah
meminta kejelasan kepada Maybank, namun tidak ada kejelasan dan akhirnya
menempuh jalur hukum. Bareskrim telah menetapkan Kepala Maybank Cabang
Cipulir berinisial A sebagai tersangka kasus dugaan pembobolan saldo tabungan
Rp20 miliar tersebut.
A. Upaya BI Dalam Perlindungan Nasabah Perbankan
1) Upaya BI Dalam Perlindungan Nasabah Perbankan Melalui PBI (Peraturan
Bank Indonesia)
Pada PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah,
Bank Indonesia mewajibkan seluruh bank untuk menyelesaikan setiap
pengaduan nasabah atau perwakilan nasabah yang terkait dengan adanya
transaksi keuangan yang berakibat munculnya potensi kerugian finansial pada
sisi nasabah. Bahkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini ditentukan pula
kewajiban bank untuk memiliki unit atau fungsi yang secara khusus akan
menyelesaikan pengaduan yang dilakukan oleh nasabah atau perwakilan
nasabah.
Pada prinsipnya, PBI diatas mengatur bahwa bank tidak diperkenankan
menolak setiap pengaduan yang diajukan secara lisan maupun tertulis. Untuk
pengaduan lisan, bank wajib menyelesaikannya dalam waktu 2 hari kerja
16
sedangkan untuk pengaduan tertulis wajib diselesaikan dalam waktu 20 hari
kerja dan dapat diperpanjang hingga 20 hari kerja berikutnya apabila terdapat
kondisi-kondisi tertentu.17
2) Upaya BI Dalam Perlindungan Nasabah Perbankan Melalui Edukasi
Masyarakat Nasabah Perbankan
Edukasi masyarakat yang akan dilakukan Bank Indonesia pada dasarnya akan
diarahkan untuk memberdayakan masyarakat melalui peningkatan
pengetahuan keuangan (financial literacy) untuk mendukung terwujudnya
masyarakat yang kritis dan mampu merencanakan keuangannya secara
bijaksana.
Dalam hal ini, edukasi masyarakat diharapkan tidak hanya memberikan
peningkatan pemahaman mengenai produk keuangan dan perbankan namun
juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada peningkatan taraf hidup
masyarakat melalui perencanaan keuangan yang tepat.18

17
Sutrisno Fernando Ngiu, Perlindungan hukum terhadap nasabah Bank sebagai subjek hukum menurut UU
tentang Perbankan, Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015 hal 244
18
Ibid hal 246

17
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Rumusan perlindungan konsumen yang tertuang dalam Undang-Undang Otoritas
Jasa Keuangan, peran Otoritas Jasa Keuangan tidak terbatas menfasilitasi
perlindungan konsumen, yang menampung dan menjadi lembaga mediasi, tetapi juga
menjadi lembaga yang melakukan keberpihakan kepada konsumen dalam bentuk
kegiatan pembelaan hukum. Di samping itu, bentuk-bentuk perlindungan yang
dilakukan Otoritas Jasa Keuangan meliputi perlindungan dalam arti upaya
pencegahan terjadinya pelanggaran dan pemulihan hak-hak konsumen apabila terjadi
kerugian yang dialami konsumen

OJK dalam rangka perlindungan konsumen sektor jasa keuangan juga telah
menerbitkan Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan (POJK Perlindungan Konsumen). Pasal 1 angka (3) POJK
menyebutkan bahwa “Perlindungan Konsumen menentukan bahwa perlindungan
konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan perilaku Pelaku
Usaha Jasa Keuangan.” Kategorisasi perlindungan konsumen sektor jasa keuangan
lebih menitikberatkan kepada perlindungan konsumen dengan cakupan pelaku usaha
yang berkaitan dengan kegiatan di sektor jasa keuangan, sedangkan cakupan
perlindungannya ditujukan bagi konsumen sektor jasa keuangan serta masyarakat
secara umum

2. Saran
Dengan adanya pembahasan tentang ini, pemakalah berharap agar kita bisa
memahami secara detail mengenai Perlindungan Hukum dan Perlindungan Konsumen
pada sector jasa keuangan . beserta apa saja hal-hal yang berkaitan dengannya. Dan
semoga dengan tersusunnya makalah ini kami berharap semoga bertambah luas
wawasan dan pengetahuan kita dalam hal Hukum Perlindungan Konsumen dan semoga
ilmu yang kita peroleh dapat bermanfaat bagi kita sendiri, orang lain, ataupun untuk
anak cucu kita kelak. Semoga Allah senantiasa melindungi kita, mengampuni segala
dosa-dosa yang telah kita perbuat, dan menerima segala amal kebaikan kita. Aamiin Ya
Rabbal A’lamiin.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi Jaminan Produk Halal dan
Perlindungan Konsumen yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentuya

18
masih banyak kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penyusun banyak berharap
para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun
demi kesempurnaan makalah ini dan dan penulisan makalah pada kesempatan-
kesempatan berikutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,
Bab I (Pasal 1 Ayat 16,17,18,19).

Bustanul Arifien Rusydi S.H, “Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Melalui
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengleta” (Universitas Islam Indonesia, 2015)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Hidayaturrochman, Syufaat, “Penyelesaian Sengketa Pengaduan Nasabah Lembaga Jasa


Keuangan Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Kantor Otoritas Jasa Keuangan Purwokerto.”
Hukum Ekonomi Syariah 5, 2022, No. 1

Sutrisno Fernando Ngiu, Perlindungan hukum terhadap nasabah Bank sebagai subjek
hukum menurut UU tentang Perbankan, Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

Agus Suwandono S.H., L.L.M, Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen Di


Sektor Barang Dan Sektor Jasa Keuangan, Modul 01, HKUM 4321, Edisi 2

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.7/2013 Tentang Perlindungan


Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Dian Herlambang, Muhammad Wijaya Ridho, “Penyelesaian Sengketa Perbankan


Berkaitan Dengan Perlindungan Konsumen,” Pranata Hukum 15, 2020, No. 1

Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa


di Sektor Jasa Keuangan

Ibid

Ibid

20

Anda mungkin juga menyukai