KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah – Nya,
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai dan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Anto Kustanto, SH., M.Hum. selaku
dosen pengampu Hukum Jaminan yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini,
dan juga teman-teman yang sudah berpatisipasi dalam pengerjaan makalah dengan
mengumpulkan data-data untuk tugas makalah ini. Kami sangat berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Adapun tujuan utama pembuatan
makalah ini adalah sebagai Penilaian Tengah Semester Hukum Jaminan semester ganjil, dengan
judul makalah ini adalah “ Hukum Jaminan Kredit dalam Perbankan Indonesia’’
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna, mungkin dalam
pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui, karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
ii
BAB I PENDAHULUAN………………………….…………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………. 2
C. Tujuan Pembahasan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4
A. Pengertian Hukum Jaminan...............................................................................4
B. Ruang Lingkup Hukum Jaminan.........................................................................4
C. Hubungan Hukum Jaminan dengan Jaminan Kredit Perbankan.................................7
D. Pemberian Kredit dan Jaminan Kredit Perbankan...................................................8
E. Penilaian Suatu Jaminan Kredit.........................................................................10
F. Pengikatan Jaminan dan Pencairan Jaminan Kredit...............................................13
BAB III PENUTUP................................................................................................20
A. Kesimpulan....................................................................................................20
B. Saran............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22
ii
Di dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat
termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Ditinjau dari sudut
perkembangan perekonomian nasional dan internasional akan dapat diketahui betapa besar
peranan yang terkait dengan kegiatan pinjam-meminjam uang pada saat ini. Berbagai lembaga
keuangan, terutama bank konvensional, telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi
kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit
perbankan. Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional yang telah banyak
Kewajiban untuk menyerahkan jaminan utang oleh pihak peminjam dalam rangka
pinjaman uang sangat terkait dengan kesepakatan di antara pihak-pihak yang melakukan pinjam
meminjam uang. Pada umumnya pihak pemberi pinjaman men syaratkan adanya jaminan utang
sebelum memberikan pinjaman uang kepada pihak peminjam. Sementara itu, keharusan
penyerahan jaminan utang tersebut sering pula diatur dan disyaratkan oleh peraturan intern pihak
Berkaitan dengan sistem keuangan yang dianut di Indonesia, terdiri dari sistem keuangan
moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem keuangan moneter terdiri atas otoritas moneter
dan sistem Bank Umum (commercial bank). Otoritas moneter sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. Undang-Undang No. 3 tahun
2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999. Secara
1
tegas menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas kebijakan moneter
B. Rumusan Masalah
Setelah menyusun latar belakang di atas, penulis menemukan beberapa masalah yang
C. Tujuan Pembahasan
Jaminan
2
pembaca;
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jaminan
Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa
debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan. Menurut Salim, SH, Hukum Jaminan adalah keseluruhan ketentuan hukum yang
mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan
pembebanan jaminan untuk medapatkan fasilitas kredit. Dapat atau tidaknya suatu objek
1) Jaminan Umum
Sesuai Pasal 1131 KUHPerdata (“KUHPer”), semua barang yang dimiliki oleh pehutang, baik
yang bergerak atau tidak bergerak, saat ini atau yang akan datang, menjadi tanggungan untuk
Ada pasal-pasal dalam hukum jaminan yang mengatur barang-barang yang dijadikan agunan
hutang, atau yang dikenal sebagai jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan adalah jaminan
dengan objek berupa harta bergerak maupun tidak bergerak yang dimaksudkan untuk menjamin
hutang debitur kepada kreditor jika debitur tidak mampu membayar hutangnya kepada kreditor
di masa mendatang.
Hak dan kewajiban debitur adalah bertimbal balik dengan hak dan kewajiban kreditur. Selama
proses ini tidak menghadapi masalah dalam arti kedua pihak melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan perjanjian, maka persoalan tidak akan muncul. Dalam menjalankan
kegiatan kredit perbankan dibutuhkan suatu pengamanan yang diawali pada saat perencanaan
untuk memberikan kredit. Pengamanan ini perlu dilakukan sedimikian rupa karena erat kaitannya
dengan risiko oleh karena itulah bank dilarang memberikan kredit tanpa jaminan.
Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuan-ketentuan KUH
Pasal 1131 KUH Perdata mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam, yaitu bahwa harta
pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan (tanggungan) atas utangny Pasal 1131
KUH Perdata menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak
5
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari
Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum
jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak pemin jam) atas
perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata pihak pemberi pinjaman
akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan,
termasuk harta yang masih akan dimiliki nya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman
mempunyai hak untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak
Bagaimana kedudukan pihak pemberi pinjaman terhadap harta pihak peminjam dapat
Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat disim pulkan bahwa kedudukan pihak
pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu (1) yang mempunyai kedudukan
berimbang sesuai dengan piutang masing-masing; dan (2) yang mempunyai kedudukan
didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-
undangan.
Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang bila pihak
peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang demikian diatur oleh Pasal 1154 KUH
6
Larangan yang sama terdapat pula dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lain, yaitu
pada Pasal 12 UU No. 4 Tahun 1996 mengenai Hak Tanggungan, Pasal 33 UU No. 42 Tahun
Beberapa prinsip dalam hukum jaminan, terutama yang berakar pada Pasal 1131 KUH Perdata
memberikan suatu konklusi bahwa pada dasarnya dalam hubungan pemberian kredit senantiasa
ada soal jaminan, yaitu kekayaan debitor yang bersangkutan. Oleh karena itu secara hukum
hampir tidak mungkin terjadi pemberian kredit tanpa jaminan, termasuk praktik perbakan yang
sering memperkenalkan unsecured money market line atau unsecure loan. Pemberian kredit
ini secara hukum harus diartikan sebagai kredit yang tidak dijamin dengan harta debitor yang
ditunjuk secara khusus, atau dengan kata lain yang tidak dijamin harta tidak bergerak
Pemberian kedudukan suatu dan aman kepada kreditor bank, didahulukan pembayaran
piutangnya dari kreditor-kreditor konkuren, diperlukan pengikatan jaminan secara khusus. Hak
untuk didahulukan di antara para kreditor antara lain hak yang timbul dari pembebanan
hipotik, hak tanggungan, gadai dan fidusia, masing-masing dilakukan menurut ketentuan
diawali dengan ketentuan yang mewajibkan bank dalam memberikan kredit mempunyai
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor melunasi kredit yang telah
diberikan. Keyakinan tersebut diperoleh setelah melakukan penilaian yang seksama terhadap
calon nasabah debitor sebelum kredit diberikan, terhadap berbagai unsur seperti agunan.
7
Ketentuan perbankan pun ternyata memberikan gambaran yang sejalan, yaitu dalam setiap
pemberian kredit oleh bank tanpa jaminan secara hukum merupakan hal yang nyaris tidak
ada. Kedudukan bank minimal sebagai kreditor konkuren, akan tetapi masih belum terlindung
Pemberian kredit termasuk kegiatan pokok di dalam suatu bank. Undang-undang No. 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 1 angka
11 memberikan pengertian kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
Pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya didasarkan pada ketentuan Pasal 8 ayat (1)
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Bank akan melakukan analisa secara yuridis dan ekonomis terhadap calon
debitur untuk menentukan kemampuan dan kemauan calon debitur tersebut dalam membayar
kembali fasilitas kredit yang akan dinikmatinya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Sebelum
menyetujui permohonan yang diajukan calon debitur untuk mendapatkan fasilitas kredit.
Perjanjian kredit dituangkan setelah adanya permohonan kredit telah disetujui oleh pihak bank.
Perjanjian kredit tersebut disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu kreditur (Bank) dan debitur
8
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, wajib selalu berpedoman dan merapkan prinsip kehati-
hatiannserta asas-asas pemberian kredit sehat. Hal ini dikarenakan setiap pemberian kredit yang
dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan
dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang
bersangkutan.
perkreditan dengan kebijakan perkreditan bank. Dengan adanya prosedur pemberian kredit yang
baik diharapkan terjadinya praktek- praktek perkreditan yang tidak sehat dapat dihindari.
Kebijakan dan prosedur kredit diterapkan untuk mengarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
suatu usaha. Setiap tahapan proses pemberian kredit harus senantiasa dilaksanakan dengan
menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati- hatian tersebut tercermin dalam kebijakan
pokok perkreditan, tata cara penilaian kualitas kredit, profesionalisme dan integritas pejabat
perkreditan.
Disebutkan pula dalam Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang
dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk
10 Tahun 1998 disebutkan pengertian agunan sebagai berikut: “Agunan adalah jaminan
tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada Bank dalam rangka pemberian fasilitas
9
Konsep jaminan kredit perbankan dalam Undang-Undang Perbankan atau UU No. 7 Tahun 1992
dan perubahannya pada UU No. 10 Tahun 1998 menempatkan agunan sebagai salah satu faktor
yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan bank dalam mencapai keyakinan atas kemampuan
hutang).
Praktek proses perjanjian kredit selalu diikuti dengan perjanjian jaminan. Hal tersebut
dimaksudkan sebagai perlindungan bagi bank bahwa debitur akan melaksanakan prestasinya
perjanjian jamiman yang merupakan jaminan tambahan tergantung dari perjanjian pokok yaitu
perjanjian kredit. Dalam praktek perjanjian kredit dan jaminan perbankan, piutang dapat
dijadikan sebagai obyek jaminan, lembaga jaminan yang mengatur adalah lembaga jaminan
gadai dan jaminan fidusia. Obyek jaminan gadai dan fidusia adalah meliputi benda bergerak
berwujud dan benda bergerak tidak berwujud yang dapat berupa piutang.
Dalam praktik perbankan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jaminan kredit
biasanya telah diatur dalam peraturan-peraturan internnya, peraturan intern tersebut antara lain
mengatur tentang objek jaminan kredit yang dapat diterima bank, tata cara penilaiannya dan cara
pengikatannya. Sebagaimana objek jaminan utang yang lazim digunakan dalam suatu
utangpiutang, secara umum jaminan kredit perbankan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis
yaitu :
1. Barang bergerak;
10
3. Jaminan perorangan (penanggungan utang)
Dalam UU 42/1999 Tentang Jaminan Fidusia, barang bergerak terdiri atas jaminan yang
beruwujud dan yang tidak berwujud, masing-masing kelompok jaminan kredit tersebut terdiri
dari bermacam jenis dan nama yang kadang sulit dirinci secara tegas seperti contoh :
1. Barang bergerak terdiri dari : perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor, perlengkapan
2. Barang tidak bergerak terdiri dari : tanah dan benda-benda yang berkaitan
dengan tanah seperti rumah tinggal, gedung kantor, gudang hotel, dan sebagainya.
3. Penanggungan utang dapat berupa jaminan pribadi (personal guaranty) dan jaminan
perusahaan (company/guaranty).
masing barang yang diterapkan sebagai objek jaminan kredit akan dapat dinilai berbagai hal
Dari praktik perbankan dapat diketahui bahwa tidak semua objek jaminan utang dapat diterima
setempat sehingga bila dijadikan sebagai objek jaminan utang harus diajukan permohonan
pendaftaran haknya secara bersamaan pada saat pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungannya. Proses pendaftarannya biasanya memerlukan jangka waktu yang relatif lama
karena harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Disamping itu, akan timbul biaya-biaya yang
seharusnya dibayar oleh pemilik tanah. Walaupun bank dapat menerima penggunaan Surat
11
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, tetapi akan terdapat kendala berupa jangka waktu
2. Barang persedian dapat dijadikan objek jaminan fidusia sehingga dapat diikat sebagai
jaminan kredit. Akan tetapi, terhadap barang persediaan yang dijadikan objek jaminan utang
walaupun telah diatur ketentuan UU 42/1999, kiranya harus tetap mendapat pengawasan penuh
dair bank. Barang persediaan antara lain berupa barang perdagangan atau bahan baku biasanya
mempunyai mobilitas yang relatif tinggi sehingga terdapat kemungkinan terjadinya sesuatu
diperlukan tindakan pengawasan oleh bak misalnya mengenai penggantian terhadap barang
persediaan yang dijual yang digunakan dan sebagainya yang dilakukan oleh debitur
Dari penjelasan di atas dapat diketahui dan disimpulkan bahwa adanya pembatasan objek
jaminan kredit yang akan diterima pada masing-masing bank tersebut ialah sangat relevan karena
berpengaruh pada efisiensi kegiatan dan kinerja badan usahanya. Adapun dalam hal ini penilaian
jaminan kredit yang diberikan debitur tersebut seorang Kreditur haruslah memperhatikan hal-hal
berikut ini :
Adapun hal-hal di atas perlu diperhatikan agar dapat memberikan suatu catatan penting bagi
para kreditur maupun debitur yang hendak melakukan perjanjian dan memberikan jaminan kredit
12
atas perjanjian yang dibuatnya, sehingga apabila hal-hal tersebut dilakukan kiranya dapat
Pada dasarnya, suatu perjanjian kredit dengan menggunakan jaminan deposito berjangka diawali
dengan dibuatnya suatu perjanjian antara nasabah dengan bank. Sehingga adanya perjanjian
tersebut akan menimbulkan suatu perikatan pada kedua belah pihak yang membuatnya, suatu
perjanjian akan dianggap sah jika telah mencakup ketentuan sahnya perjanjian yang tertuang
Oleh karena itu dalam penyusunan suatu perjanjian kredit haruslah mencakup syaratsyarat dalam
ketentuan tersebut serta perlu dilakukan pertimbangan terkait beberapa hal seperti keabsahannya,
sudah memenuhi persyaratan secara hukum serta memuat secara jelas mengenai jumlah kredit,
jangka waktu, tata cara pelunasan kredit serta ketentuan-ketentuan lainnya. Berdasarkan Hukum
Perdata Indonesia, perjanjian kredit tergolong sebagai perjanjian pinjam meminjam yang diatur
dalam ketentuan Pasal 1754 – Pasal 1769 Buku Ketiga KUHPerdata. Makna dari unsur simpan
meminjam yang dimaksudkan disini adalah simpan meminjam antara pihak debitur dengan pihak
bank.
13
Pada dasarnya undang-undang tentang perbankan tidak mengenal istilah perjanjian kredit, akan
tetapi ketentuan pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang selanjutnya disingkat
bahwa,“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga”. Hal ini menunjukan bahwa perjanjian kredit mengakibatkan adanya
pembagian hak dan kewajiban yang perlu untuk dijalani oleh setiap pihak, yang dimana pihak
bank berkewajiban memberikan pinjaman melalui pelayanan kredit dan berhak untuk
memperoleh kepastian pengembalian dari debitur selaras dengan kesepakatan yang telah
dengan perihal yang telah ditetapkan bersama serta berhak atas mendapatkan prestasi berupa
pinjaman serta fasilitas – fasilitas lainnya dari bank berdasarkan apa yang dijanjikan bersama.
Dasar hukum mengenai deposito tertuang dalam ketentuan pasal 1 angka 7 UndangUndang
Perbankan mengatur bahwa, “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank”.
Pemegang atas nama deposito ini dibuktikan dengan adanya bilyet deposito. Pada umumnya,
deposito terdiri dari beberapa jenis antara lain deposito on call, rekening koran giro, deposito
automatic rollover dan yang akan banyak kita bahas disini adalah deposito berjangka (time
deposit) yang merupakan simpanan pribadi yang pengambilannya berdasarkan jangka waktu
yang ditetapkan pada umunya adalah 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan.
14
Deposito Berjangka kerap kali menjadi pilihan alternatif pada situasi ketika seseorang
membutuhkan modal dalam waktu yang singkat, maka ia akan dihadapkan pada dua pilihan
yakni mencairkan simpanan dalam depositonya sebelum waktunya atau menggunakan harta
Kedua pilihan tersebut mempunya dampak yang berbeda, memutuskan untuk mencairkan
simpanan sebelum waktunya maka akan terjadi kerugian yakni uang yang diperoleh akan lebih
kecil hal ini karena tidak memperoleh bunga dan ada keharusan untuk membayar biaya
menggunakan benda tetap miliknya sebagai jaminan akan memerlukan waktu yang terbilang
cukup lama karena kredit tidak dengan mudah untuk direalisasikan. Maka dari itu, deposito
berjangka menjadi pilihan yang sangat efektif karena selain pengikatannya yang efisien dan tidak
berbelit-belit, juga akan memperoleh bunga dari simpanan berjangkanya. Dapat dikatakan bahwa
menggunakan jaminan deposito berjangka cukup menguntungkan karena pada umumnya bunga
kredit dengan deposito berjangka akan lebih rendah jika dibandingkan dengan bunga kredit
lainnya.
ketika nasabah mengajukan perjanjian kredit belum memperoleh peraturan yang lengkap dan
dapat digunakan sebagai jaminan. Dalam Undang–Undang Perbankan belum mencakup hal
tersebut, sedangkan dalam prakteknya perbankan telah melaksanakan kegiatan tersebut sehingga
dibutuhkan aturan yang mengatur secara jelas sehingga dalam pelaksanaanya akan ada
keselarasan dan kepastian hukum terhadap hal tersebut. Hanya saja apabila mengacu pada Pasal
29 ayat (2) POJK No. 40 /POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum diatur
15
bahwa Deposito tergolong sebagai Agunan Tunai (Cash Collateral) merupakan aset bersifat
produktif dalam artian memiliki kualitas yang lancar. Hal ini menunjukan bahwa penggunakan
Mengacu pada ketentuan Pasal 45 POJK No. 40 /POJK.03/2019 diatur bahwa surat berharga
diikat secara gadai, maka dapat dikatakan bahwa deposito berjangka juga tergolong sebagai
surat berharga sehingga dalam pengikatannya sebagai jaminan akan menggunakan gadai.
Sertifikat deposito tergolong sebagai benda bergerak tidak berwujud berdasarkan pada ketentuan
Pasal 511 KUH Perdata. Sehingga apabila deposito berjangka digunakan sebagai jaminan maka
pengikatannya akan menggunakan gadai. Ketentuan yang mengatur tentang gadai terdapat dalam
Pasal 1150 - 1160 KUH Perdata. Gadai merupakan hak yang diperoleh dari pihak berpiutang atas
suatu bergerak yang diserahkan kepadanya oleh pihak berutang yang juga memberikan
kekuasaan untuk memperoleh pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada pihak
berpiutang berhak untuk memperoleh pelunasan dari seorang berutang yakni debitur sebelum
memperoleh penguasaan kembali terhadap barang bergerak yang diserahkan sebagai jaminan.
Sehingga nilai esensial atau syarat sah lahirnya gadai adalah adanya penyerahan benda yang
digadaikan menjadi dalam penguasaan seorang berpiutang yakni kreditur. Namun apabila pihak
debitur tidak mau menyerahkan bendanya dengan kata lain benda tersebut masih pada tangan
debitur atau apabila pihak kreditur mengembalikan barang gadainya sebelum adanya pelunasan
atas kemauan kreditur itu sendiri maka perjanjian gadai dalam hal ini dikatakan tidak sah demi
hukum.
16
Dalam hal prosedur pengikatan deposito sebagai jaminan kredit dilaksanakan melalui beberapa
a. Tahap awal dimulai dengan adanya pengikatan antara para pihak yaitu debitur dan pihak
kreditur. Pengikatan ini ditandai dengan dibuatnya perjanjian utang atau perjanjian kredit yang
dalam hal ini merupakan perjanjian pokok. Didalam perjanjian kredit harus dibubuhi rumusan
yang menyatakan bahwa pelunasan utang dijamin dengan gadai. Perjanjian mengenai jaminan
gadai dibuat dengan perjanjian tersendiri yakni akta gadai yang dalam hal ini merupakan
b. Pada tahap kedua yakni pembuatan akta jaminan gadai yang di tandai dengan
penandatanganan kreditor sebagai penerima gadai dan debitor yang dalam hal ini sebagai
pemberi gadai. Perjanjian ini akan dianggap sah menurut hukum apabila dilakukan secara
dibawah tangan atau notariil dan perjanjian ini dibuat dengan tujuan sebagai jaminan perjanjian
gadai, tahapan ini dilaksanakan secara bersamaan dengan tahapan kedua yakni pembuatan akta
gadai, penyerahan secara nyata ini sebagai wujud kepastian yuridis bahwa perjanjian gadai ini
mengandung unsur sahnya gadai. Pemindahan kekuasaan secara nyata dalam hal ini artinya
bahwa benda yang dijadikan sebagai gadai yang awalnya ada dalam kekuasaan debitur sebagai
pemilik gadai kemudian diserahkan secara jelas dibawah kekuasaan pihak penerima gadai yaitu
kreditur.
d. Pada tahap keempat yang juga berlangsung secara bersamaan dengan tahap ketiga dalam
hal menggunakan deposito sebagai jaminan maka pemilik deposito diharuskan untuk memberi
kuasa kepada pihak bank sebagai pemegang gadai untuk kemudian melaksanakan pencairan dana
17
deposito yang hanya terjadi apabila debitur sebagai pemilik deposito melakukan kelalaian atau
wanprestasi. kewenangan untuk mencairkan deposito ini merupakan wujud nyata adanya
pengalihan secara yuridis deposito kepada bank yang bertujuan untuk meringankan pelunasan
e. Tahap terakhir adalah bank sebagai penerima gadai deposito mempunyai wewenang
untuk melakukan penahanan atau pembekuan atas jaminan deposito sesuai dengan jangka waktu
perjanjian utang. Sehingga selama debitur belum melakukan pelunasan terhadap perjanjian
pokok maka selama itu pula jaminan deposito itu akan ditahan atau dibekukan. Deposito
berjangka tergolong sebagai suatu piutang atas nama. Piutang atas nama merupakan hak menagih
berdasarkan adanya suatu perjanjian tertentu oleh kreditur kepada debitur. Jika piutang atas nama
dipergunakan sebagai jaminan, mengacu pada Pasal 1153 KUH Perdata perlu dilakukannya
pemberitahuan mengenai penggadaiannya. Dalam hal ini maka akan diperlukan bukti tertulis
mengenai penggadaiannya dan juga harus ada persetujuan dari pemberi gadai.
Pencairan kredit adalah setiap transaksi dengan menggunakan kredit yang disetujui oleh bank.
Dalam prakteknya, pencairan kredit ini berupa pembayaran dan/atau pemindahbukuan atas beban
rekening pinjaman atau fasilitas lainnya. Pencairan kredit dilaksanakan sebagaimana disepakati
dalam perjanjian kredit yang telah dibuat. Kapan kredit itu dicairkan tergantung pada perjanjian
yang dibuat oleh para pihak. Cara pencairan kredit yang telah disetujui dapat dilakukan dengan
alat-alat dan cara yang ditentukan oleh bank, antara lain pencairan dengan cara mencari cek atau
giro bilyet, dengan kuitansi, dengan dokumen-dokumen lainnya yang oleh bank dapat diterima
sebagai perintah pembayaran, atau dengan pemindahbukuan atas beban rekening pinjaman
nasabah.
18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan “Hukum Jaminan Kredit dalam Perbankan Indonesia” yang dapat dibuat dalam
sistem dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan:
Jaminan kredit bank merupakan jaminan utang yang dipersyaratkan pihak bank kepada debitor
dalam rangka pemberian fasilitas kredit oleh suatu bank. Dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1)
bank dilarang untuk memberikan kredit tanpa jaminan. Berdasarkan hasil penelitian, BTN
Cabang Pekanbaru tidak mengikuti prosedur pembebanan dan pendaftaran terhadap objek
jaminan fidusia, Mengingat perjanjian Kredit dalam nominal dibawah Rp.500.000.00,- (lima
ratus juta rupiah) hanya dilakukan dibawah tangan, tanpa akte notariil dan tidak didaftarkan di
Kantor Fidusia. Kedudukan BTN Cabang Pekanbaru tidak dapat dikatakan sebagai pemegang
jaminan fidusia karena tidak memenuhi persyaratan sebagai pemegang jaminan fidusia
dikonstruksikan sebagai pemilik yuridis atas benda jaminan fidusia, sedangkan untuk nominal
yang cukup besar yaitu diatas Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) perjanjian dibuat secara
notriil namun hanya sebatas itu, tanpa ada proses pendaftaran. Bank dalam hal ini beranggapan
bahwa dengan perjanjian dibawah tangan dan adanya surat kuasa substusi untuk pendaftaran
fidusia yang memuat pula kuasa untuk penandatanganan perjanjian di depan notaris sudah cukup
untuk melakukan tindakan hukum apabila di kemudian hari Debitur wanprestasi. Obyek Jaminan
fidusia atau yang telah diikat secara Fidusia tidak bolehdialihkan, dijual, disewakan ataupun
digadaikan pada pihak ketiga. Sebab obyek Jaminan fidusia berada pada Pemberi fidusia
(debitor) akan tetapi sudah diikat secara Fidusia oleh pihak Bank (Penerima Fidusia), jadi pihak
19
Pemberi fidusia secara tidak langsung menguasai Jaminan fidusia tersebut. Pada dasarnya pihak
Pemberi fidusia (debitor) masih dapat menjual obyek Jaminan fidusia tersebut tanpa
sepengetahuan pihak Bank (Penerima Fidusia), sebab Obyek Jaminan fidusia berada dalam
penguasaan debitor.
B. Saran
Perdagangan atau bahan baku biasanya mempunyai mobilitas yang relatif tinggi sehingga
kesepakatan semula. Dengan demikian, diperlukan tindakan pengawasan oleh bak misalnya
mengenai penggantian terhadap barang persediaan yang dijual yang digunakan dan sebagainya
yang dilakukan oleh debitur dan dalam menjalankan kegiatan usahanya, wajib selalu berpedoman
dan merapkan prinsip kehati-hatiannserta asas-asas pemberian kredit sehat. Karena kehati-hatian
itu diperlukan adanya Hukum Jaminan dalam pelaksanaan aktivitas seperti ini. Hal ini
dikarenakan setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada masyarakat selalu mengandung
resiko.
DAFTAR PUSTAKA
• Bahsan, M. 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: PT
20
RajaGrafindo Persada.
• Rachmayani, Dewi. 2017. “Covernote Notaris Dalam Perjanjian Kredit Dalam Perspektif
• Rovitaartha. 2021. “Bagaimana Menilai Suatu Jaminan Kredit Yang Diberikan Oleh
https://www.pphbi.com/bagaimanamenilai-suatu-jaminan-kredit-yang-diberikan-oleh-
03.30.
• Sambe, Newfriend N. 2016. “Fungsi Jaminan Terhadap Pemberian Kredit Oleh Pihak
• Sianturi, H. (2019). Analisis Metode Penilaian Agunan dalam Menentukan Plafon Kredit
Modal Kerja PT BANK NEGARA INDONESIA. (POLITEKNIK NEGERI
MEDAN,2019) Di akses dari
http://library.polmed.ac.id/repository/beranda/download/1605072023, diakses pada 6
November 2021 pukul 03.30.
• Yusmi, Silvia Anggraini. 2020. “Akibat Hukum Pencairan Kredit Yang Didasarkan Pada
21
• Tinus, Mario Alberto. 2016. “Proses Eksekusi Jaminan Perbankan Dalam Perjanjian
, diakses pada 6
Perbankan Di Indonesia”,
22