Anda di halaman 1dari 19

PENGERTIAN JAMIANAN PERORANGAN, JENIS JAMINAN DAN

GARANSI BANK

Disusun oleh:

Kelompok 11

MELLINA APRIYATI (1930104142)

OKIN SINARTA (1930104121)

WISNO HIDAYAT (1930104143)

Dosen Pembimbing:

RAMIA LUBIS, SH., MH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur hanya milik Allah SWT. Karena izinnya kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa kami kirimkan sholawat
serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarganya,
sahabatnya, dan seluruh insan yang di kehendaki-Nya.

Kami cukup menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu
kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
makalah mendatang, ini bermanfaat harapan kami semoga makalah ini bermanfaat
dan memenuhi harapan berbagai pihak Aaminn.

Palembang, 27 Oktober 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang ................................................................................................

B. Rumusan masalah............................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian jaminan perorangan......................................................................

B. Pengertian jenis jaminan perorangan

C. Garansi Bank..................................................................................................

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang


ekonomi yang mengelola kekuatan ekonomi potensil menjadi kekuatan ekonomi rill
dengan memanfaatkan sarana permodalan yang ada sebagai sarana pendukung utama
dalam pembangunan tersebut membutuhkan penyediaan dana yang cukup besar.

Dalam tahap ini peranan masyarakat dalam pembiayaan akan semakin


besar, hal tersebut disebabkan dana yang diperlukan dalam pembangunan berasal atau
dihimpun dari masyarakat melalui perbankan yang kemudian disalurkan kembali
kepada masyarakat berupa pemberian kredit guna menuju kearah yang lebih
produktif.

Untuk mewujudkan potensi pembiayaan tersebut dan menjamin


penyalurannya sehingga menjadi sumber pembiayaan yang rill, maka dana yang
bersumber pada perkreditan merupakan sarana yang mutlak diperlukan. Dalam hal
ini, terjadi hubungan antara pelaku ekonomi dengan pihak perbankan. Pihak bank
dalam memberikan kredit atau meminjamkan modal tentunya mensyaratkan adanya
jaminan bagi pemberian kredit tersebut sebagai pengamanan dan kepastian akan
kredit yang diberikan tersebut, karena tanpa ` 2 adanya pengamanan bank akan sulit
menghindari resiko yang terjadi sebagai akibat dari Kreditur yang wanprestasi.

Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
disebutkan bahwa :

“Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas


kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan”.
Dalam Ilmu Ekonomi Perbankan terdapat suatu asas yang harus
diperhatikan oleh bank sebelum memberikan kredit kepada nasabahnya, yaitu yang
dikenal dengan istilah The Five C’s of Credit, artinya pada pemberian kredit tersebut
harus memperhatikan 5 (lima) faktor,1yaitu : 1,Character (watak) 2,Capacity
(kemampuan) 3. Capital (modal) 4. Condition of Economic (suasana perkembangan
ekonomi) 5. Colleteral (jaminan).

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian jaminan perorangan


2. B. Pengertian jenis jaminan perorangan
3. C. Garansi Bank

1
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan edisi Revisi dengan UUHT, (Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, 2003), Hal.92
BAB II

PEMBAHASAN

A. Istilah Dan Pengertian Jaminan Perorangan.

Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht. Ada juga yang
menyebutkandengan istilah jaminan imateriil. Pengertian jaminan perorangan dapat
di lihat dari berbagai pandangan dan pendapat para Ahli. Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan, mengartikan Jaminanimaterill ( perorangan ) adalah

“ jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,


hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur
umumnya”( Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 46-47)

Unsur jaminan perorangan adalah:

a. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;

b. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu;

c. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah

“suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga,


yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat
diadakan di luar ( tanpa ) si berhutang tertentu “ (Soebekti, 1996:17).

Soebekti mengkaji jaminan perorangan dari dimensi kontraktual antara


kereditur denganpihak ketiga. Selanjutnya ia mengemukakan, bahwa maksud adanya
jaminan ini adalah untukpemenuhan kewajiban si berhutang, yang di jamin
pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatubagian tertentu, harta benda si
penanggung ( penjamin ) dapat di sita dan di lelang menurutketentuan perihal
pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.
B. Jenis Jaminan Perorangan

Jenis jaminan ada dua macam. Pertama, Jaminan Perorangan; Kedua, Jaminan
Kebendaan.

1. Jaminan Perorangan (Personal Guarantee)

Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau


kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si
berhutang atau debitur.

Dasar hukumnya Pasal 1820 KUHPerdata berbunyi: “Penanggungan ialah


suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri
untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.”

Jaminan perorangan dapat di bagi menjadi 4 macam yaitu:

a. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih.

b. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng

c. Akibat hak dari tanggung renteng pasif

a) Hubungan hak bersifat ekstern: hubungan antara para hak debitur dengan pihak
lain (kreditur)

b) Hubungan hak bersifat intren : hubungan hak antara sesama debitur itu satu dengan
yang lainnya

d. Perjanjian garansi ( pasal 1316 KUH Perdata ), yaitu bertanggung jawab guna
kepentingan pihak ke-3 Dari keempat jenis jaminan perorangan tersebut, maka dalam
sub-subbab berikut ini hanya disajikan yang berkaitan dengan penanggungan utang
dan garansi bank.
2. Jaminan Kebendaan.

Jaminan kebendaan ialah jaminan yang objeknya berupa baik barang bergerak
maupun tidak bergerak yang khusus diperuntukan untuk menjamin utang debitur
kepada kreditur apabila dikemudian hari debitur tidak dapat membayar utangnya
kepada kreditur. Sebagaimana disebutkan di atas, benda debitur yang dijaminkan bisa
berupa benda bergerak maupun tidak bergerak.

Untuk benda bergerak dapat dijaminkan dengan gadai dan fidusia,


sedangkanuntuk benda tidak bergerak khususnya tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengantanah dibebankan dengan hak tanggungan (Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
beserta Benda, benda yang Berkaitan Dengan Tanah) dan untuk benda tidak bergerak
bukan tanah seperti kapal laut denganbobot 20 m3 atau lebih dan pesawat terbang
serta helikopter dibebankan dengan hakhipotik

D. GARANSI BANK

1. Pengertian Garansi Bank

Istilah garansi bank berasal dari terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu bank
garantie. Pengertian garansi bank dapat kita baca dalam Pasal 1 Surat Keputusan
Direksi Bank IndonesiaNomor: 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan
oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan non-Bank. Garansi bank
adalah :

"Jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau oleh lembaga
keuangan nonbank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang
menerima jaminanapabila pihak yang menerima jaminan cedera janji."
Warkat bank adalah surat yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin
pembayaran kepada pihak ketiga, apabila pihak yang menerima jaminan wanprestasi.
Huyasro dan Achmad Anwari mengartikan garansi bank adalah:

"Garansi atau jaminan yang diberikan oleh bank.Maksudnya bank menjamin


di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sebagaimana
yang dijanjikan"(Huyasro dan Achmad Anwari, 1983: 8).

Definisi ini difokuskan pada penjaminan yang diberikan ketiga. Misalnya,


perjanjian yang dibuat antara A (penyedia jasa) oleh bank kepada pihak yang dijamin,
untuk kepentingan pihak dengan B (pengguna jasa).

2. Dasar Hukum Garansi Bank

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang garansi bank dapat kita


lihat dan baca dalam ketentuan berikut ini.

a. Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Ketentuan yang
tercantum dalam KUH Perdata ini merupakan ketentuan umum yang mengatur
tentang jaminan penanggungan pada umumnya. Apabila dalam ketentuan khusus
tidak diatur secara lengkap tentang garansi, maka dapat diacu ketentuan yang bersifat
umum (lex generale);

b. UU Nomor 7 Tahun 1992 jo UU Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan;

c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang

Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh

Lembaga Keuangan Nonbank. Ketentuan ini terdiri atas 12

pasal. Hal-hal yang diatur dalam Surat Keputusan ini meliputi:


1) pengertian jaminan (Pasal 1);

2) isi garansi bank (Pasal 2);

3) aval dan endosemen (Pasal 3);

4) jaminan dalam bentuk lainnya (Pasal 4);

5) besarnya jaminan yang diberikan (Pasal 5 sampai denganPasal 6);

6) larangan bagi bank dan lembaga keuangan nonbank (Pasal 7 sampai dengan Pasal
8);

7) kewajiban bank dan lembaga keuangan nonbank untuk menyampaikan laporan


kepada Bank Indonesia mengenai jaminan yang telah diberikan (Pasal 9);

8) sanksi denda (Pasal 10);

9) berlakunya surat keputusan (Pasal 11); dan

10) tidak berlakunya berbagai surat keputusan lainnya, yang berkaitan dengan garansi
bank (Pasal 12).

d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: SE 11/11 kepada Bank-bank Umum, Bank-
bank Pembangunan dan LembagaKeuangan Bukan Bank di Indonesia Perihal
Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan
Nonbank.

Surat Edaran ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor: 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh
Bank dan PemberianJaminan oleh Lembaga Keuangan Nonbank. SE memberikan
penegasan terhadap isi dari Surat Keputusan Direksi BI tersebut.
3. Penggolongan Garansi Bank

Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 11/110/Kep./Dir/UPPB


tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga
Keuangan Nonbank, diatur penggolongan jaminan yang diberikan oleh bank kepada
pihak lainnya. Jaminan yang diberikan oleh bank dapat dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu:

a. jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga
keuangan bukan bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap
pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang dijamin cedera janji
(wanprestasi);
b. . jaminan dalam bentuk tanda tangan kedua dan seterusnya atas surat-surat
berharga seperti aval dan endosemen yangdapat menimbulkan kewajiban
membayar bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank apabila pihak yang
dijamin melakukan cedera janji (wanprestasi); dan
c. jaminan lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat sehingga dapat
menimbulkan kewajiban finansial bagi bankatau lembaga keuangan bukan
bank. Contohnya, pemberianjaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan
sendiri maupun dalam bentuk penanda tangan kedua dan seterusnya atas
warkat pihak lain yang menimbulkan kewajiban berupa pemberian jaminan,
seperti letter of commitment dan jaminandalam rangka pengeluaran surat-
surat berharga oleh underwriter (underwriting business).

4. Tujuan Garansi Bank

Tujuan garansi bank adalah:

a. mendorong bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank untuk melakukan


usaha sesuai dengan fungsinya masing masing
b. menunjang pengembangan pasar uang dan modal;

c. meningkatkan kelancaran lalu lintas perdagangan/ kegiatan usaha.

5. Para Pihak dan Objek dalam Perjanjian Garansi Bank

Ada 2 pihak yang terkait dalam perjanjian garansi bank, yaitu pihak bank dan
pihak yang dijamin (nasabah). Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkat- kan taraf
hidup rakyat banyak (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan). Bank
dapat digolongkanmenjadi 2 macam, yaitu bank umum dan bank perkreditan.Bank
umummerupakan bank yang melaksanakan kegiatan usahasecara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan usahanya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan bank perkreditan merupakan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.

Perbedaan yang prinsip antara bank umum dan bank per-kreditan hanyalah
terletak pada dapat atau tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaraan. Bank
umum dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan bank
perkreditan tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Di Indonesia ada 53
bank yang diberikan hak untuk menerbitkangaransi bank. Bank-bank itu meliputi
BNI 46, BRI, dan lain-lain.Sedangkan nasabah adalah orang yang dijaminkan oleh
bank atau lembaga keuangan nonbank untuk memperoleh garansi bank.
6. Prosedur, Syarat-syarat, dan Penilaian Bank

Pada prinsipnya tidak setiap nasabah bank dapat diberikan garansi bank oleh
lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank. Tetapi nasabah yang dapat
diberikan garansi bank adalah para nasabah yang telah memenuhi prosedur dan
syarat-syarat yang telah ditentukan. Setiap nasabah yang ingin mendapatkan garansi
bank, maka nasabah tersebut harus mengajukan permohonan kepada lembaga
perbankan atau keuangan nonbank. Dalam permohonan tersebut nasabah harus
mengemukakan alasan-alasan dan tujuan penggunaan garansi bank tersebut.
Permohonan tersebut harus dilampirkan syarat- syarat sebagai berikut:

a.adanya permintaan dari pihak ketiga;

b. bank mensyaratkan adanya provisi dari debitur untuk perutangan dengan


siapa ia mengikatkan dirinya;

c . bank mensyaratkan adanya sejumlah uang deposito yang disetorkan pada


bank. Setelah prosedur dan syarat-syarat tersebut dipenuhi oleh nasabah, maka bank
melakukan penelitian dan penelaahan ter- hadap nasabah. Penelitian dan penelaahan
yang pada hakikatnya sama dengan penelaahan yang dilakukan dalam pemberian
kredit. Hal-hal yang akan diteliti dan ditelaah adalah hal-hal sebagai

berikut:

a. meneliti bonafiditas pihak yang dijamin;

b. meneliti sifat dan nilai transaksi yang akan dijamin sehingga diberikan jaminan
yang sesuai; ind menilai jumlah jaminan akan diberikan menurut kemampuan

d. menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk mem- berikan kontra jaminan
yang cukup sesuai dengan kemung- bank; kinan terjadinya risiko.
Yang dimaksud dengan kontra jaminan yang cukup adalah kontra jaminan
yang diperoleh dari pihak yang dijamin yang mempunyai nilai yang memadai untuk
menanggung kerugian yang mungkin diderita oleh bank/lembaga keuangan nonbank
apabila pemberian jaminan tersebut pada waktunya direalisasi. Sifat dari kontra
jaminan tersebut dapat berupa jaminan materiil dan/atau imateriil tergantung pada
penilaian bank/lembagakeuangan nonbank atas kemungkinan terjadinya risiko.
Dalamhal kontra jaminan bersifat materiil, perlu dilakukan penilaiandan pengikatan
kontra jaminan sesuai dengan ketentuan hukumyang berlaku disertai tindakan-
tindakan pengamanan lainnya.

Dalam pengikatan kontra jaminan tersebut harus pula dicantumkan pernyataan


tentang kesediaan pihak yang dijamin untukdiperiksa sewaktu-waktu oleh
bank/lembaga keuangan nonbank. Di samping itu, apabila dianggap perlu untuk
menambah kontrajaminan, maka bank/lembaga keuangan nonbank diperkenankan
meminta sejumlah uang setoran kepada nasabah yang dijamin untuk diblokir pada
bank/oleh/lembaga keuangan nonbank yang bersangkutan sebelum jaminan
dikeluarkan.

Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka bank dan lembaga keuangan nonbank
dapat menentukan apakah permohonan ditolak atau diterima. Apabila permohonan
tersebut diterima, maka bank dan lembaga keuangan nonbank dapat menerbitkan
garansi bank. Besarnya garansi bank yang diberikan oleh bank dan lembaga keuangan
nonbank kepada nasabah adalah sama besarnya nilai jaminan yang diberikan nasabah.
Misalnya, jaminan yang diberikan nasabah sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah), maka besarnya garansi bank yang diberikannya adalah sebesar tersebut di
atas.
7. Bentuk dan Isi Perjanjian Garansi Bank

Bentuk garansi bank yang dibuat oleh bank adalah bentuk tertulis. Ini
dimaksudkan untuk memudahkan para pihak, yaitu penjamin dan yang menerima
jaminan. Hal-hal yang dimuat dalam garansi bank, adalah:

a. judul "garansi bank" atau "garansi bank";

b. nama dan alamat bank pemberi garansi;

c. tanggal penerbitan garansi bank;

d. tanggal transaksi antara pihak yang dijamin dan penerima jaminan;

e. jumlah uang yang dijamin oleh bank;

f. tanggal mulai berlaku dan berakhirnya garansi bank;

g. penegasan batas waktu pengajuan klaim;

h. pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran dengan terlebih


dahulu menyita dan menjual benda-benda si berhutang untuk melunasi hutangnya
sesuai dengan ketentuan Pasal 1831 KUH Perdata, atau pernyataan bahwa penjamin
(bank) melepaskan hak istimewanya untukmenuntut supaya benda-benda si berhutang
lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutang-hutangnya sesuai dengan Pasal
1832 KUH Perdata.

8. Sifat Perjanjian Garansi Bank

Garansi bank merupakan perjanjian yang bersifat tambahan. Adanya garansi


bank ini karena adanya perjanjian pokok. Perjanjian pokoknya merupakan perjanjian
yang dibuat antara pihak yang dijamin dengan pihak lainnya. Misalnya, dalam
pelaksanaan kontrak konstruksi. Para pihak dalam kontrak konstruksi ini adalah
pengguna jasa dan penyedia jasa.
Salah satu Syarat yang diharuskan oleh pengguna jasa ini harus ada garansi
bank yang dimiliki oleh penyedia jasa. Keberadaan garansi bankmelaksanakan
kontrak konstruksi. Karena seringkali penyedia ini adalah untuk menjamin kelancaran
dari penyedia jasa dalam jasa yang tidak memiliki garansi bank tidak dapat
melaksanakan isi kontrak konstruksi dengan baik, dengan alasan biaya untuk
melanjutkan proyek tersebut sudah tidak ada lagi.

9. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Sejak terjadinya kesepakatan antara nasabah dengan bank dan lembaga keuangan
nonbank, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Hak dari
nasabah adalah menerima garansi bank dari bank dan lembaga keuangan nonbank.

Kewajiban nasabah adalah membayar provisi (biaya administrasi). Besarnya biaya


provisi tersebut ditentukan oleh pihak bank dan lembaga keuangan nonbank. Dalam
praktiknya, besarnya biaya provisi berkisar antara 3/4%/bulan dan maksimum
1%/tahun. Hak dari bank dan lembaga keuangan nonbank:

a. menerima provisi dari nasabah;

b. menerima jaminan yang diberikan nasabah; Kewajibannya:

a. menerbitkan garansi bank;

b. membayar biaya-biaya tagihan dari pihak lainnya;

c. memblokir jaminan dari pihak nasabah;

10. Berakhirnya Garansi Bank

Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. SE 11/11, tanggal

28 Maret 1979 kepada Bank-bank Umum pembangunan dan Lembaga Keuangan


Bank Bank Indonesia, perihal pemberian jaminan oleh bank dan pemberian jaminan
oleh lem- baga keuangan nonbank telah ditentukan berakhirnya garansi bank. Dalam
surat edaran tersebut ditentukan 2 cara berakhirnya garansi bank, yaitu berakhirnya
perjanjian pokok dan berakhir-nya garansi bank sebagaimana yang ditetapkan dalam
garansibank yang bersangkutan. Garansi bank telah ditentukan oleh bank, yaitu mulai
berlakunya garansi dan berakhirnya garansi. Misalnya, mulai garansi dari tanggal 20
November 2003 sampai dengan 30 Desember 2003. Dengan berakhirnya jangka
waktu tersebut, maka berakhirlah garansi bank yang dibuat oleh bank penjamin.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Agar pihak bank selaku kreditur terhindar dari resiko atau setidaknya
menanggung seminimal mungkin resiko, maka bank selalu ingin mendapatkan
kepastian bahwa kredit yang diberikan digunakan sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan serta hal yang paling penting adalah kredit yang diberikan dapat kembali
dengan aman.

Untuk mendapatkan hal tersebut, pihak bank selaku kreditur melakukan


tindakan pengamanan, yaitu meminta debitur memberikan sesuatu sebagai jaminan
atau agunan dalam pemberian kredit, disinilah letak pentingnya lembaga jaminan.

Dengan adanya peran serta lembaga jaminan di dalam pembangunan ekonomi


dan pembangunan suatu negara, Hukum Jaminan tergolong bidang hukum yang
akhir-akhir ini secara populer disebut The Economic Law (Hukum Ekonomi),
Wiertschaftrecht atau Droit de Economique yang mempunyai fungsi menunjang
kemajuan ekonomi dan kemajuan pembangunan pada umumnya. Sehingga bidang
hukum demikian pengaturannya dalam undang-undang perlu diprioritaskan.
DAFTAR PUSTAKA

Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan edisi Revisi dengan UUHT,
(Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2003), Hal.92
Salim. 2019.perkembangan hukum jaminan di Indonesia. depok :rajawali
pershttps://dntlawyers.com/jenis-jenis-jaminan/

Anda mungkin juga menyukai