Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Perlindungan Konsumen pada Nasabah Perbankan Syariah


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Hukum Perlindungan Konsumen
Dosen Pengampu: Galuh Widitya Qomaro, S.H.I, M.H.I.

Disusun Oleh : Kelompok 13


1. Nunuk Parwati (190711100048)
2. Ifa Chanifatul Aini (190711100023)
3. Ridwan (190711100085)

HUKUM BISNIS SYARIAH


FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas berkah rahmat Allah yang telah memberikan
kesempatan serta kesehatan pada kami dan kita semua. Dan atas bimbingan Allah dan
kemudahan yang Allah berikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Mata Kuliah Hukum Perlindungan Konsumen ini dengan baik dan lancar.

Tak lupa, kami juga mengucapkan terimakasih yang seluas –luasnya kepada Ibu
Galuh Widitya Qomaro, S.H.I, M.H.I. Selaku Dosen Pembimbing Mata kuliah Hukum
Perlindungan Konsumen yang mana telah memberikan pengantar dan arahan pada kami
sehingga kami dapat menyusun menyelesaikan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan dampak yang baik atau positif bagi kami dan juga pembacanya.

Bangkalan, 22 November 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang .......................................................................................................4
B. RumusanMasalah ...................................................................................................5
C. Tujuan.....................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Urgensi Perlindungan Nasabah Perbankan Syariah...................................................6


B. Bentuk Perlindungan Hukum dari Peraturan Bank Indonesia...................................8
C. Bentuk Perlindungan Konsumen pada UUPK...........................................................10
D. Bentuk Perlindungan Konsumen pada Kemurnian Syariah.......................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktek pelaksanaan perbankan Islam dan hukum Islam merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan, kerana adanya institusi perbankan merupakan salah satu upaya
dan kesadaran umat Islam dalam mengamalkan bagian dari hukum Islam. Sementara
setiap pengamalan hukum Islam, pada dasarnya ialah bentuk mengamalan agama Islam.
Dari sudut pandang yang berbeda, upaya ini merupakan satu usaha untuk keluar
daripada kebudayaan yang berlandaskan "peradaban barat" yang telah berakar dalam
masyarakat Islam, kearah melahirkan kembali konsep Islam, sebagai asas sistem sosial,
kebudayaan dan peradaban baru untuk masa depan khukususnya dalam bidang
perbankan. Dari perspektif konsumen perbankan Islam, yang lebih lazim disebut
sebagai nasabah, yang pada umumnya umat Islam, dapat dikatakan bahwa eksistensi
perbankan Islam beserta semua kebijakan pendukungnya merupakan salah satu bentuk
perlindungan syariah. Perlindungan syariah dalam konteks ini ialah terpenuhinya
kebutuhan terhadap jaminan kehalalan semua transaksi yang diterapkan oleh bank
syariah, selain untuk memperoleh pelayanan transaksi keuangan pada umumnya.

Salah satu kebutuhan utama masyarakat, khususnya nasabah perbankan syariah


ialah bahwa lembaga bank memberikan jaminan penerapan prinsip syariah dalam
operasionalnya. Adanya jaminan ke-amanan dari aspek syariah inilah yang mempunyai
makna sama dengan perlindungan syariah'. Perlindungan syariah dalam makna yang
sama dengan konteks ini, pada dasarnya merupakan salah satu konsekwensi dari agama
Islam bagi umat Islam. Dalam terminologi hukum Islam, khusunya teori berlakunya
hukum Islam bagi umat Islam, dikenal dengan teori autoritas hukum Islam.
Perlindungan syariah ini tentu saja bukan hanya kebutuhan masyarakat atau umat Islam
di Indonesia, akan tetapi juga umat Islam dimana saja berada, kerana konsep ini
merupakan bagian yang melekat dari ajaran agama Islam itu sendiri.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Urgensi Perlindungan Nasabah Perbankan Syariah?
2. Apa Bentuk Perlindungan Hukum dari Peraturan Bank Indonesia?
3. Apa Bentuk Perlindungan Konsumen pada UUPK?
4. Apa Bentuk Perlindungan Konsumen pada Kemurnian Syariah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa urgensi perlindungan nasabah perbankan Syariah.
2. Untuk mengetahui apa bentuk perlindungan hukum dari peraturan bank
Indonesia.
3. Untuk mengetahui apa bentuk perlindungan konsumen pada UUPK.
4. Untuk mengetahui apa perlindungan konsumen pada kemurnian Syariah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Urgensi Pelindungan Nasabah Bank Syariah

Nasabah bank syariah merupakan konsumen dari lembaga perbankan yang


menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan lembaga yang
berwenang, dan memperoleh perlindungan konsumen berdasarkan UU 21/2008 dan
peraturan terkait lainnya1. Di Indonesia, produk hukum ekonomi syariah secara umum,
serta hukum perbankan syariah secara khusus, dapat dilihat dari pengakuan atas fatwa
Dewan Syariah Nasional, sebagai hukum materiil ekonomi/perbankan syariah, yang
kemudian sebagiannya dituangkan dalam SEBI atau PBI, bahkan dalam perundang-
undangan, yakni Undang undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
(selanjutnya disebut UUPS 2008).

Kesemua perangkat hukum perbankan syariah diatas, pada dasarnya merupakan


suatu bentuk perhatian dari pemerintah dalam hal ini berperan mem-fasilitasi agar dapat
diterapkannya transaksi transaksi perbankan yang sesuai dengan syariah bagi
masyarakat yang membutuhkannya. Salah satu kebutuhan utama masyarakat, khususnya
nasabah perbankan syariah ialah bahwa lembaga bank memberikan jaminan penerapan
prinsip syariah dalam operasionalnya. Adanya jaminan ke-amanan dari aspek syariah
inilah yang mempunyai makna sama dengan perlindungan syariah'. Perlindungan
syariah dalam makna yang sama dengan konteks ini, pada dasarnya merupakan salah
satu konsekwensi dari agama Islam bagi umat Islam. Dalam terminologi hukum Islam,
khusunya teori berlakunya hukum Islam bagi umat Islam, dikenal dengan teori autoritas
hukum Islam. Perlindungan syariah ini tentu saja bukan hanya kebutuhan masyarakat
atau umat Islam di Indonesia, akan tetapi juga umat Islam dimana saja berada, kerana
konsep ini merupakan bagian yang melekat dari ajaran agama Islam itu sendiri.

Perlindungan nasabah dalam perbankan syariah, meliputi:

1
Pasal 1 angka 7 dan 12 UU 21/2008

6
1. Menjaga dana nasabah agar tetap aman, dalam artian penyaluran dan
pengembangan dana nasabah harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian
(prudent). Selain itu, tidak rentan terhadap pencurian dalam arti secara riil.

2. Menjamin keamanan dan kerahasiaan data nasabah, termasuk kerahasiaan


jumlah dana yang disimpan. Sehingga, nasabah aman dari tawaran-tawaran yang
tidak dikehendakinya, serta terhindar dari target kejahatan.

3. Memperoleh penjelasan mengenai kemungkinan timbulnya potensi risiko


sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan.

4. Mendapatkan kesempatan untuk secara sukarela menyerahkan agunan atau dapat


memberikan kuasa terhadap ekskusi jaminan jika terjadi gagal bayar
(wanprestasi).

5. Penjaminan dana nasabah oleh Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan


peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Memanfaatkan pelayanan produk-produk bank syariah, dengan tetap mematuhi


prinsip-prinsip syariah.

B. Bentuk Perlindungan Hukum dari Peraturan Bank Indonesia

Bank merupakan bagian dari sistem keuangan suatu Negara dan cakupannya
sangat luas. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat perorangan,
badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga
yang ada dipemerintahan menyimpan dana yang dimilikinya juga di bank. Selain itu,
bank merupakan perantara keuangan, maksudnya bank itu menjembatani 2 (dua) macam
kepentingan nasabah yaitu nasabah yang mempunyai modal, dengan nasabah yang
membutuhkan modal.2 Artinya bank ialah badan usaha yang menjalankan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dan juga menyalurkan dana kepada masyarakat,
dalam maksud masyarakat adalah pihak-pihak yang membutuhkan dana dalam bentuk
kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sebagaimana penjelasan
diatas dalam Pasal 1 ayat 16 Undang-undang nomor 10 Tahun1998 tentang Perbankan,
2
Renaldi Aditya, Indri Fogar Susilowati, “Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Rekber (Penjual)
Oleh Pihak Bank Sesuai Dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 Tentang Prinsip
Mengenal Nasabah, Jurnal Hukum, Vol 4 (2) 2017, 161-170.

7
disebutkan bahwa,” Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank”. Oleh karena
pihak-pihak yang berhutang-piutang merupakan nasabah dari bank dimana pihak-pihak
tersebut menggunakan fasilitas bank yaitu sebagai perantara. Namun sebelum bank
memberikan jasa terhadap nasabah, terdapat prosedur yang mana harus dipenuhi oleh
nasabah sebagai pengguna jasa.

Dalam hal ini diantaranya ialah perjanjian yang dilakukan oleh bank dan harus
disetujui oleh nasabah, nasabah dimintai data indentitas, pekerjaan, dll beserta bukti
pendukung, dan juga diwawancari terkait tujuannya mengguanakan jasa bank. Setelah
nasabah melakukan prosedural, setelah itu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh
bank terhadap nasabahnya adalah bank selalu melakukan pemantauan rekening dan
transaksi nasbahnya, dalam hal ini tercantum pada pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan
Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Pemantauan yang dimaksud adalah
bank harus selalu melakukan pembaruan data dari nasabahnya, data yang dimaksud
adalah berupa tempat tinggal, pekerjaan atau bidang usaha, jumlah pengahasilan,
rekening lain yang dimiliki, aktifitas transaksi normal dan tujuan pembukaan rekening.
Bank juag wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa,
memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi
yang dilakukan oleh nasabah. Hal ini juga dimaksudkan agar bank memiliki petugas
khusus yang bertanggung jawab untuk menangani nasabah yang dianggap memiliki
resiko tinggi untuk melakukan kejahatan perbankan.

C. Bentuk Perlindungan Konsumen Pada UUPK

Indonesia telah memiliki beberapa peraturan perundang-undangan yang


melindungi konsumen. Peraturan perundang-undangan yang melindungi konsumen
antara lain UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 1
angka 1 disebutkan bahwa: "Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen3."

Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengatur


tentang hak-hak dari konsumen titik pasal 4 huruf a menegaskan bahwa konsumen
memiliki hak atas kenyamanan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

3
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2014, hlm. 1

8
barang dan atau jasa. Dalam Pasal 4 huruf d UU No. 8 Tahun 1999 yang menentukan
bahwa konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang dipergunakan4. Pasal 4 huruf e menentukan bahwa konsumen berhak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut. Pasal 4 huruf h menegaskan bahwa konsumen berhak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, namun hak ini tidak
diketahui oleh sebagian besar pelanggan. Pasal 7 huruf b UU No. 8 Tahun 1999
menegaskan bahwa pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan5. Pasal 7 huruf f berkaitan dengan Pasal 4
huruf e. Pada hakekatnya sistem kompensasi ini telah ada, bahwa konsumen berhak
untuk memperoleh atau menerima kompensasi bila ternyata barang pengiriman
mengalami cacat atau hilang.

Sehubungan dengan perlindungan hukum yang menjadi hak dan harus diberikan
kepada konsumen maka, menurut Pasal 45 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen apabila terjadi sengketa maka penyelesaian sengketa
konsumen dapat dilakukan dengan dua (2) cara, yaitu6:

1. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan

a) Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa.Dari


penjelasan Pasal 45 ayat 2 UUNo. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dapat kita ketahui bahwa UU No. 8 Tahun 1999 menghendaki agar
penyelesaian damai, merupakan upaya hukum yang justru terlebih dahulu
diusahakan oleh para pihak yang bersengketa, sebelum para pihak memilih
untuk menyelesaikan sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) atau badan peradilan.

4
UU No. 8 Tahun 1999, Pasal 4
5
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, RajaGrafindo Persda,
Jakarta, 2013, hlm 51.
6
Pasal 45 ayat 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

9
b) Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa KonsumenSetiap
konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat mengadukan
masalahnya kepada BPSK, baik secara langsung, diawali kuasanya maupun oleh
ahli warisnya. Dalam Pasal 47 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen diluar
pengadilan, dalam hal ini adalah BPSK, diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi seseorang mengenai
tindakan tertentu menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang
lagi kembali kerugian yang diderita konsumen.
D. Bentuk Perlindungan Konsumen Pada Kemurnian Syariah

Dalam Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank


Syariah, Pasal 1 ayat 7 Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, kemudian dijelaskan pada ayat 8 Bank Umum
Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Sedangkan pada ayat 12. prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Dan ayat 16
menjelaskan makna Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah
danatau UUS yang kemudian ayat selanjutnya memberikan rincian yaitu Universitas
Sumatera Utara ayat 17 Nasabah Penyimpan adalah Nasabah yang menempatkan
dananya di Bank Syariah atau UUS dalam bentuk simpanan berdasarkan Akad antara
Bank Syariah7.

Perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang


perbankan,khususnya dalam hal terjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Hal ini
telah diatur melalui PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah
dan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Saat ini telah terdapat Undang-
undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Bank Syariah (UU Bank Syariah) telah
memberikan dasar legitimasi dalam menjalankan kegiatan perbankan syariah dan

7
https://text-id.123dok.com/document/7qvlvov1y-pada-kemurnian-syariah-bentuk-bentuk-
perlindungan-hukum-nasabah-bank-syariah-pada-peraturan-perundang-undangan.html, diakses tanggal
24 November 2021.

10
memberikan kemudahan bagi nasabah untuk bertransaksi pada bank syariah
berdasarkan prinsip kemurnian Syariah8.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

8
Nurjanah, REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM SIMPANAN NASABAH JASA
PERBANKAN SYARIAH, Jurnal Widya Pranata Hukum Vol.2 Nomor 1 Februari 2020,
hlm. 83.

11
Salah satu kebutuhan utama masyarakat, khususnya nasabah perbankan syariah
ialah bahwa lembaga bank memberikan jaminan penerapan prinsip syariah dalam
operasionalnya. Adanya jaminan ke-amanan dari aspek syariah inilah yang mempunyai
makna sama dengan perlindungan syariah'. Perlindungan syariah dalam makna yang
sama dengan konteks ini, pada dasarnya merupakan salah satu konsekwensi dari agama
Islam bagi umat Islam. Dalam terminologi hukum Islam, khusunya teori berlakunya
hukum Islam bagi umat Islam, dikenal dengan teori autoritas hukum Islam.
Perlindungan syariah ini tentu saja bukan hanya kebutuhan masyarakat atau umat Islam
di Indonesia, akan tetapi juga umat Islam dimana saja berada, kerana konsep ini
merupakan bagian yang melekat dari ajaran agama Islam itu sendiri.

Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh bank terhadap nasabahnya adalah bank
selalu melakukan pemantauan rekening dan transaksi nasbahnya, dalam hal ini
tercantum pada pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip
Mengenal Nasabah. Pemantauan yang dimaksud adalah bank harus selalu melakukan
pembaruan data dari nasabahnya, data yang dimaksud adalah berupa tempat tinggal,
pekerjaan atau bidang usaha, jumlah pengahasilan, rekening lain yang dimiliki, aktifitas
transaksi normal dan tujuan pembukaan rekening. Bank juag wajib memiliki sistem
informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau, dan menyediakan
laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah.
Hal ini juga dimaksudkan agar bank memiliki petugas khusus yang bertanggung jawab
untuk menangani nasabah yang dianggap memiliki resiko tinggi untuk melakukan
kejahatan perbankan.

Indonesia telah memiliki beberapa peraturan perundang-undangan yang


melindungi konsumen. Peraturan perundang-undangan yang melindungi konsumen
antara lain UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 1
angka 1 disebutkan bahwa: "Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengatur tentang
hak-hak dari konsumen titik pasal 4 huruf a menegaskan bahwa konsumen memiliki hak
atas kenyamanan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau
jasa.

12
Dalam Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank
Syariah, Pasal 1 ayat 7 Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, kemudian dijelaskan pada ayat 8 Bank Umum
Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Sedangkan pada ayat 12. prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Renaldi. Indri Fogar Susilowati. 2017. “Perlindungan Hukum Bagi Pengguna
Jasa Rekber (Penjual) Oleh Pihak Bank Sesuai Dengan Peraturan Bank

13
Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 Tentang Prinsip Mengenal Nasabah, Jurnal
Hukum, Vol 4 (2) , 161-170.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2014. Hukum Perlindungan Konsumen, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Janah, Nur. 2020. REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM SIMPANAN NASABAH


JASA PERBANKAN SYARIAH, Jurnal Widya Pranata Hukum, Vol.2
Nomor 1

UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, Pasal 4.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Pasal 45 ayat 2.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 1 angka 7 dan
12.

https://text-id.123dok.com/document/7qvlvov1y-pada-kemurnian-syariah-bentuk-
bentuk-perlindungan-hukum-nasabah-bank-syariah-pada-peraturan-
perundang-undangan.html, diakses tanggal 24 November 2021.

14

Anda mungkin juga menyukai