1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah atas berkah rahmat Allah yang telah memberikan
kesempatan serta kesehatan pada kami dan kita semua. Dan atas bimbingan Allah dan
kemudahan yang Allah berikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Mata Kuliah Hukum Perlindungan Konsumen ini dengan baik dan lancar.
Tak lupa, kami juga mengucapkan terimakasih yang seluas –luasnya kepada Ibu
Galuh Widitya Qomaro, S.H.I, M.H.I. Selaku Dosen Pembimbing Mata kuliah Hukum
Perlindungan Konsumen yang mana telah memberikan pengantar dan arahan pada kami
sehingga kami dapat menyusun menyelesaikan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan dampak yang baik atau positif bagi kami dan juga pembacanya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .......................................................................................................4
B. RumusanMasalah ...................................................................................................5
C. Tujuan.....................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktek pelaksanaan perbankan Islam dan hukum Islam merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan, kerana adanya institusi perbankan merupakan salah satu upaya
dan kesadaran umat Islam dalam mengamalkan bagian dari hukum Islam. Sementara
setiap pengamalan hukum Islam, pada dasarnya ialah bentuk mengamalan agama Islam.
Dari sudut pandang yang berbeda, upaya ini merupakan satu usaha untuk keluar
daripada kebudayaan yang berlandaskan "peradaban barat" yang telah berakar dalam
masyarakat Islam, kearah melahirkan kembali konsep Islam, sebagai asas sistem sosial,
kebudayaan dan peradaban baru untuk masa depan khukususnya dalam bidang
perbankan. Dari perspektif konsumen perbankan Islam, yang lebih lazim disebut
sebagai nasabah, yang pada umumnya umat Islam, dapat dikatakan bahwa eksistensi
perbankan Islam beserta semua kebijakan pendukungnya merupakan salah satu bentuk
perlindungan syariah. Perlindungan syariah dalam konteks ini ialah terpenuhinya
kebutuhan terhadap jaminan kehalalan semua transaksi yang diterapkan oleh bank
syariah, selain untuk memperoleh pelayanan transaksi keuangan pada umumnya.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Urgensi Perlindungan Nasabah Perbankan Syariah?
2. Apa Bentuk Perlindungan Hukum dari Peraturan Bank Indonesia?
3. Apa Bentuk Perlindungan Konsumen pada UUPK?
4. Apa Bentuk Perlindungan Konsumen pada Kemurnian Syariah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa urgensi perlindungan nasabah perbankan Syariah.
2. Untuk mengetahui apa bentuk perlindungan hukum dari peraturan bank
Indonesia.
3. Untuk mengetahui apa bentuk perlindungan konsumen pada UUPK.
4. Untuk mengetahui apa perlindungan konsumen pada kemurnian Syariah.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Pasal 1 angka 7 dan 12 UU 21/2008
6
1. Menjaga dana nasabah agar tetap aman, dalam artian penyaluran dan
pengembangan dana nasabah harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian
(prudent). Selain itu, tidak rentan terhadap pencurian dalam arti secara riil.
Bank merupakan bagian dari sistem keuangan suatu Negara dan cakupannya
sangat luas. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat perorangan,
badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga
yang ada dipemerintahan menyimpan dana yang dimilikinya juga di bank. Selain itu,
bank merupakan perantara keuangan, maksudnya bank itu menjembatani 2 (dua) macam
kepentingan nasabah yaitu nasabah yang mempunyai modal, dengan nasabah yang
membutuhkan modal.2 Artinya bank ialah badan usaha yang menjalankan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dan juga menyalurkan dana kepada masyarakat,
dalam maksud masyarakat adalah pihak-pihak yang membutuhkan dana dalam bentuk
kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sebagaimana penjelasan
diatas dalam Pasal 1 ayat 16 Undang-undang nomor 10 Tahun1998 tentang Perbankan,
2
Renaldi Aditya, Indri Fogar Susilowati, “Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Rekber (Penjual)
Oleh Pihak Bank Sesuai Dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 Tentang Prinsip
Mengenal Nasabah, Jurnal Hukum, Vol 4 (2) 2017, 161-170.
7
disebutkan bahwa,” Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank”. Oleh karena
pihak-pihak yang berhutang-piutang merupakan nasabah dari bank dimana pihak-pihak
tersebut menggunakan fasilitas bank yaitu sebagai perantara. Namun sebelum bank
memberikan jasa terhadap nasabah, terdapat prosedur yang mana harus dipenuhi oleh
nasabah sebagai pengguna jasa.
Dalam hal ini diantaranya ialah perjanjian yang dilakukan oleh bank dan harus
disetujui oleh nasabah, nasabah dimintai data indentitas, pekerjaan, dll beserta bukti
pendukung, dan juga diwawancari terkait tujuannya mengguanakan jasa bank. Setelah
nasabah melakukan prosedural, setelah itu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh
bank terhadap nasabahnya adalah bank selalu melakukan pemantauan rekening dan
transaksi nasbahnya, dalam hal ini tercantum pada pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan
Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Pemantauan yang dimaksud adalah
bank harus selalu melakukan pembaruan data dari nasabahnya, data yang dimaksud
adalah berupa tempat tinggal, pekerjaan atau bidang usaha, jumlah pengahasilan,
rekening lain yang dimiliki, aktifitas transaksi normal dan tujuan pembukaan rekening.
Bank juag wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa,
memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi
yang dilakukan oleh nasabah. Hal ini juga dimaksudkan agar bank memiliki petugas
khusus yang bertanggung jawab untuk menangani nasabah yang dianggap memiliki
resiko tinggi untuk melakukan kejahatan perbankan.
3
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2014, hlm. 1
8
barang dan atau jasa. Dalam Pasal 4 huruf d UU No. 8 Tahun 1999 yang menentukan
bahwa konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang dipergunakan4. Pasal 4 huruf e menentukan bahwa konsumen berhak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut. Pasal 4 huruf h menegaskan bahwa konsumen berhak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, namun hak ini tidak
diketahui oleh sebagian besar pelanggan. Pasal 7 huruf b UU No. 8 Tahun 1999
menegaskan bahwa pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan5. Pasal 7 huruf f berkaitan dengan Pasal 4
huruf e. Pada hakekatnya sistem kompensasi ini telah ada, bahwa konsumen berhak
untuk memperoleh atau menerima kompensasi bila ternyata barang pengiriman
mengalami cacat atau hilang.
Sehubungan dengan perlindungan hukum yang menjadi hak dan harus diberikan
kepada konsumen maka, menurut Pasal 45 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen apabila terjadi sengketa maka penyelesaian sengketa
konsumen dapat dilakukan dengan dua (2) cara, yaitu6:
4
UU No. 8 Tahun 1999, Pasal 4
5
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, RajaGrafindo Persda,
Jakarta, 2013, hlm 51.
6
Pasal 45 ayat 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
9
b) Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa KonsumenSetiap
konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat mengadukan
masalahnya kepada BPSK, baik secara langsung, diawali kuasanya maupun oleh
ahli warisnya. Dalam Pasal 47 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen diluar
pengadilan, dalam hal ini adalah BPSK, diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi seseorang mengenai
tindakan tertentu menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang
lagi kembali kerugian yang diderita konsumen.
D. Bentuk Perlindungan Konsumen Pada Kemurnian Syariah
7
https://text-id.123dok.com/document/7qvlvov1y-pada-kemurnian-syariah-bentuk-bentuk-
perlindungan-hukum-nasabah-bank-syariah-pada-peraturan-perundang-undangan.html, diakses tanggal
24 November 2021.
10
memberikan kemudahan bagi nasabah untuk bertransaksi pada bank syariah
berdasarkan prinsip kemurnian Syariah8.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
8
Nurjanah, REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM SIMPANAN NASABAH JASA
PERBANKAN SYARIAH, Jurnal Widya Pranata Hukum Vol.2 Nomor 1 Februari 2020,
hlm. 83.
11
Salah satu kebutuhan utama masyarakat, khususnya nasabah perbankan syariah
ialah bahwa lembaga bank memberikan jaminan penerapan prinsip syariah dalam
operasionalnya. Adanya jaminan ke-amanan dari aspek syariah inilah yang mempunyai
makna sama dengan perlindungan syariah'. Perlindungan syariah dalam makna yang
sama dengan konteks ini, pada dasarnya merupakan salah satu konsekwensi dari agama
Islam bagi umat Islam. Dalam terminologi hukum Islam, khusunya teori berlakunya
hukum Islam bagi umat Islam, dikenal dengan teori autoritas hukum Islam.
Perlindungan syariah ini tentu saja bukan hanya kebutuhan masyarakat atau umat Islam
di Indonesia, akan tetapi juga umat Islam dimana saja berada, kerana konsep ini
merupakan bagian yang melekat dari ajaran agama Islam itu sendiri.
Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh bank terhadap nasabahnya adalah bank
selalu melakukan pemantauan rekening dan transaksi nasbahnya, dalam hal ini
tercantum pada pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip
Mengenal Nasabah. Pemantauan yang dimaksud adalah bank harus selalu melakukan
pembaruan data dari nasabahnya, data yang dimaksud adalah berupa tempat tinggal,
pekerjaan atau bidang usaha, jumlah pengahasilan, rekening lain yang dimiliki, aktifitas
transaksi normal dan tujuan pembukaan rekening. Bank juag wajib memiliki sistem
informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau, dan menyediakan
laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah.
Hal ini juga dimaksudkan agar bank memiliki petugas khusus yang bertanggung jawab
untuk menangani nasabah yang dianggap memiliki resiko tinggi untuk melakukan
kejahatan perbankan.
12
Dalam Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank
Syariah, Pasal 1 ayat 7 Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, kemudian dijelaskan pada ayat 8 Bank Umum
Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Sedangkan pada ayat 12. prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Renaldi. Indri Fogar Susilowati. 2017. “Perlindungan Hukum Bagi Pengguna
Jasa Rekber (Penjual) Oleh Pihak Bank Sesuai Dengan Peraturan Bank
13
Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 Tentang Prinsip Mengenal Nasabah, Jurnal
Hukum, Vol 4 (2) , 161-170.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2014. Hukum Perlindungan Konsumen, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 1 angka 7 dan
12.
https://text-id.123dok.com/document/7qvlvov1y-pada-kemurnian-syariah-bentuk-
bentuk-perlindungan-hukum-nasabah-bank-syariah-pada-peraturan-
perundang-undangan.html, diakses tanggal 24 November 2021.
14