Disusun Oleh:
NUR AINI FIRDAYATI
190711100010
I
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Magang Jurusan Ilmu Keislaman
Judul Magang : Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh
Jaksa Dalam Tindak Pidana Pembegalan Di Kejaksaan
Negeri Bangkalan
Menyetujui
Peserta Magang Dosen Pamong Dosen Pembimbing
Nur Aini Firdayati Adhitya Yuana, SH. Busro Karim, S.Hum., M.Pd.I.
NIM. 190711100010 NIP. 198901032014031001 NIP. 198308032015041001
Mengetahui
Wakil Dekan 1
Khoirun Nasik,S.HI.,M.HI
II
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Magang Jurusan Ilmu Keislaman
Judul Magang : Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh
Jaksa Dalam Tindak Pidana Pembegalan Di Kejaksaan
Negeri Bangkalan
Nama Lengkap : Nur Aini Firdayati
NIM : 190711100010
Program Studi : Hukum Bisnis Syariah
Semester : VI
Nomor HP : 08563555141
Alamat Email : 190711100010@student.trunojoyo.ac.id
Tempat Magang : Kejaksaan Negeri Bangkalan
Waktu Pelaksanaan : 20 Desember 2021 – 12 Februari 2022
Menyetujui
Peserta Magang Dosen Pembimbing Dosen Penguji
Mengetahui
Wakil Dekan 1
Khoirun Nasik,S.HI.,M.HI
III
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING
Hal : Persetujuan Laporan Magang
Kepada:
Yth. Ketua Program Studi Hukum Bisnis Syariah
Fakultas Keislaman Universitas Trunjoyo Madura
Di Bangkalan
Assalamu’allaikum Wr. Wb
Setelah membaca, meneliti dan mengoreksi serta menyarankan perbaikan seperlunya
maka kami berpendapat bahwa laporan magang mahasiswi:
Nama : Nur Aini Firdayati
Nim : 190711100010
Judul : Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh Jaksa
Dalam Tindak Pidana Pembegalan Di Kejaksaan Negeri
Bangkalan
Sudah dapat diajukan kepada Program Studi Hukum Bisnis Syariah Fakultas
Keislaman Universitas Trunojoyo Madura, sebagai salah satu syarat mengikuti mata
kuliah magang/ PKL (Praktek Kerja Lapangan).
Dengan ini kami mengharap agar laporan magang Mahasiswa/i tersebut dapat
segera diujikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
IV
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini. Tak
lupa sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, dengan harapan kita selalu mendapatkan syafa’at beliau di hari
akhir nanti, āmīn.
Laporan ini berjudul Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh
Jaksa Dalam Tindak Pidana Pembegalan Di Kejaksaan Negeri Bangkalan
Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
gelar Sarjana Hukum Bisnis Syariah, Fakultas Keislaman Universitas Trunojoyo
Madura.
Dalam penyusunan laporan magang ini, penulis banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih saya haturkan kepada :
1. Bapak Khoirun Nasik, S.H.I., M.H.I. selaku Wakil Dekan 1 yang senantiasa
memberikan inspirasi selama proses penyusunan laporan magang.
2. Bapak Busro Karim, S. Hum., M. Pd. I selaku Dosen Pembimbing yang
dengan sabar telah memberikan bimbingan dan masukan selama proses
penyusunan laporan magang.
3. Bapak Ronny Faizal, SH. selaku Dosen Pamong Praktek Kerja
Lapangan/Magang dan seluruh pegawai serta staff Kejaksaan Negeri
Bangkalan yang telah bersedia menjadi objek pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan/Magang dan banyak memberikan bimbingan, arahan beserta
pengalaman dalam dunia kerja.
4. Kedua Orang Tua yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasinya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang dengan lancar.
5. Teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan, semangat,
bantuan dan motivasi dalam proses penyusunan laporan magang.
V
Semoga amal dan kebaikan semua pihak yang telah membantu penulisan
laporan ini dicatat di sisi Allah SWT dan diganti dengan pahala.
Bangkalaan,
VI
DAFTAR ISI
LAPORAN MAGANG
HALAMAN PENGESAHAN
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Dan Manfaat Magang
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
2. Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
b. Bagi Perguruan Tinggi
c. Bagi Pengadilan
C. Waktu Dan Tempat Pelaksanaa Magang
D. Capaian Kegiatan
BAB II HASIL KEGIATAN MAGANG
A. Profil Kejaksaan Negeri Bangkalan
1. Sejarah Pembentukan Kejaksaan Negeri Bangkalan
B. Uraian Kegiatan Magang
Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh Jaksa Dalam Tindak Pidana
Pembegalan Di Kejaksaan Negeri Bangkalan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
VII
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belakangan ini kasus “BEGAL” sangat ramai terjadi di beberapa kota di
Indonesia, hal ini cukup menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Aksi pembegalan
tersebut dilakukan dengan cara mencuri atau merampas kendaraan bermotor dengan
disertai kekerasan. Sasaran pembegalan ini umumnya adalah pengendara sepeda motor,
sehingga saat ini rasa aman menjadi sesuatu yang dirindukan oleh masyarakat,
terutama para pengendara sepeda motor. Kasus begal banyak meresahkan masyarakat
karena pada umumnya pembegalan dilakukan pada malam hari. Tidak jarang pembegal
melakukan aksinya di daerah yang sepi. Hal tersebut sangatlah meresahkan terutama
masyarakat yang bekerja dan pulang pada saat malam hari. Pembegal tidak segan-
segan untuk melakukan aksi begal pada siapa saja seperti wanita, pria, bahkan kepada
anak-anak. Polisi dalam tugasnya sebagai penegak hukum harus lebih tegas dalam
menindak kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan atau
pembegalan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada pengertian
khusus mengenai tindak pidana begal atau pembegalan. Perbuatan pembegalan dapat
ditindak dengan aturan yang tercantum dalam pasal 365 ayat(1) 1 : “Diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau
diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud
untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan
untuk memungkinkan melarikan diri sendiriatau peserta lainnya, atau untuk tetap
menguasai barang curiannya.”
Di dalam KUHP perbuatan ini tidak disebut “BEGAL” melainkan CURAS
(Pencurian dengan Kekerasan) yang sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 365
KUHP tersebut, dikarenakan “BEGAL” selalu identik dengan kekerasan dan
1
mengambil atau merampas barang yang bukan haknya.1
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
c. Bagi Mahasiswa
1
Moeljanto, 2009, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta : Bumi Aksara), Pasal 365 ayat 1,
hal.129
2
d. Bagi Perguruan Tinggi
1. Nama Kegiatan
4. Nama Pelaksanaan
Nama : Nur Aini Firdayati
Nim : 190711100010
Prodi : Hukum Bisnis Syariah
Email : 190711100010@student.trunojoyo.ac.id
3
Tempat, tanggal lahir : Bangkalan, 03 Oktober 2001
Alamat : Dusun Kretek Desa Gili Timur, Kamal
No hp : 08563555141
D. CAPAIAN KEGIATAN
I II III IV
4
Mengetahui dan memahami prosedur
beracara di Kejaksaan Negeri Bangkalan
Jl. Soekarno Hatta No. 22, Wr 05,
3. Mlajah, Kec. Bangkalan, Kab. √ √
Bangkalan, Jawa Timur 69116 .
5
BAB II
1. Sejarah
a. Sebelum Reformasi
Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman
kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah
dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan
tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata
yang sama dalam Bahasa Sansekerta.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan
Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan
pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam
sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan
Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen /
6
Asisten Residen.
Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam
menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang terdapat dalam
Wetboek van Strafrecht (WvS).
2. Menuntut Perkara
Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara
Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,
yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya
2
https://www.kejaksaan.go.id/kejati.php?idu=31&idsu=60&idke=60&hal=1&id=403 Diakses pada 17
Februari 2022, Pukul 11.55 WIB
7
mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan peraturan
negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan
dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.
Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari
setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur
Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.
Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI
sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 kepada Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan
8
itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi
Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun 1991
tertanggal 20 November 1991.
b. Masa Reformasi
Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat
(1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
undang-undang”. Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi
Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan
atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Disamping
sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi
pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena itulah, Undang-Undang
Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran
Kejaksaan RI sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan.
9
merdeka. Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan
wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :
1. Melakukan penuntutan;
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah
10
negara;
11
5. Manajemen sumber daya manusia
12
masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan, Informasi dan
Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.
Visi:
Misi:
13
tugas tugas lainnya
14
Output Harian
15
C. MEKANISME PENYUSUNAN RENCANA PENUNTUTAN OLEH
JAKSA DALAM TINDAK PIDANA PEMBEGALAN DI KEJAKSAAN
NEGERI BANGKALAN
Menurut Jan Remelink tindak pidana adalah perilaku yang ada pada waktu
tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus diperbaiki
dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum. Tindak Pidana
adalah perbuatan manusia yang dilarang oleh Undang-Undang ataupun peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku dimana perbuatan tersebut diancam dengan
hukuman dan atas perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan oleh pelaku.3
3
Jan Remelink, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia), (Jakarta :
Gramedia Pustaka, 2013), hal 61
4
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Bandung : Citra Umbara, 2016), hal. 44
16
Penuntutan sebagaimana menurut pasal 1 angka 7 KUHAP, bahwa “Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan”.
Wirjono prodjodikoro memberikan definisi penuntutan, namun perbedaannya bahwa
KUHAP tidak menyebutkan secara tegas “terdakwa”, sedangkan wirjono prodjodikoro
disebutkan secara tegas dalam bukunya Andi Sofyan dan Abdul Asis “Hukum Acara
Pidana”, lebih lengkapnya, yaitu “Menuntut seorang terdakwah di muka hakim pidana
adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada
hakim dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan
perkara pidana itu terhadap terdakwa. Yang berwenang melakukan penuntutan
sebagaimana menurut Pasal 137 KUHAP, bahwa “Penuntutan umum berwenang
melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang didakwa melakukan suatu tindak
pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang
berwenang mengadili”.5
5
Achmad Sulchan dan Muchamad Gibson Ghani, “Mekanisme Penuntutan Jaksa Penuntut Umum
Terhadap Tindak Pidana Anak”, Jurna Sstudi dan Penelitian Hukum Islam, Vol.1 No.1 (Oktober
2017), 115-116
17
melaksanakan penetapan hakim.
6
Suharto R.M, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal 20
18
perbuatan itu saja yang menentukan suatu tindak pidana.
Sedangkan pertanggungjawaban pidana berkaitan dengan sifat-sifat orang
yang melakukan tindak pidana. Dua hal ini seharusnya dipisahkan. Pencampuradukan
antara perbuatan pidana dan sifat-sifat pelaku tindak pidana untuk menentukan faktor
memberatkan dan meringankan menimbulkan ketidakpastian dalam penuntutan
perkara pidana. Ketidakpastian ini bertambah karena penentuan faktor memberatkan
atau meringankan tidak sepenuhnya di tangan seorang jaksa. Sebelum mengajukan
tuntutan, jaksa harus mendapat persetujuan dari atasannya lewat mekanisme pelaporan
Rencana Tuntutan (Rentut).
Sehingga atasan jaksa tersebutlah yang memegang kendali. Padahal yang
mengetahui secara langsung bagaimana terdakwa menjalani pemeriksaan perkara
adalah jaksa. Tentu tidak adil jika orang yang tidak mengetahui secara langsung
kondisi dan keadaan si terdakwa menentukan hal-hal yang menjadi peringan dan
pemberat tuntutan pidana terhadapnya. Dalam penuntutan, sering terjadi disparitas
(perbedaan) tuntutan. Dalam dua sidang terhadap tindak pidana serupa, tuntutan yang
diajukan bisa berbeda. Ini bisa terjadi akibat jaksa merumuskan faktor
memberatkan/meringankan secara berbeda atau keliru.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuntutan – atau tepatnya dalam bahasa hukum: surat tuntutan – dapat
dijelaskan sebagai kesimpulan jaksa atas pemeriksaan perkara yang dibuat
berdasarkan proses pembuktian di persidangan. Dalam menyusun tuntutan dengan
baik, jaksa tidak akan lepas dari surat dakwaan yang sudah dibacakan pada hari
pertama sidang. Surat dakwaan mengandung informasi mengenai identitas terdakwa,
kronologis duduk perkara, dan pasal yang didakwakan. Jaksa memiliki pedoman
dalam menentukan besarnya tuntutan pemidanaan. Menurut pedoman penuntutan,
jaksa dapat mempertimbangkan beberapa faktor dalam menentukan berat ringannya
sanksi pidana yang akan dituntut. Faktor-faktor ini antara lain kondisi terdakwa
(seperti motif/tujuan berbuat, pendidikan, jabatan/profesi); perbuatan terdakwa (cara
berbuat, peran terdakwa), akibat yang ditimbulkan atas perbuatan terdakwa
(penderitaan/kerugian), dan faktor-faktor lain (seperti rasa keadilan).
B. Saran
1. Saran bagi Mahasiswa Magang
a. Menjalin komunikasi yang baik dengan dosen pamong dan seluruh
karyawan ditempat magang dan segera melaporkan kendala-kendala yang
ditemui di lapangan.
b. Hendaknya memanfaatkan waktu semaksimal mungkin ketika magang
agar memiliki kegiatan lebih banyak. Sehingga tidak terkesan tidak ada kerjaan
ditempat magang.
c. Tetap menjaga etika ketika magang dan jangan sampai melakukan hal-
hal yang terkesan tidak baik di tempat magang.
2. Saran bagi Prodi Hukum Bisnis Syariah
Alangkah lebih baik jika ada dosen yang sering mengontrol peserta magang ke
20
instansi tempat magang.
3. Saran bagi Kejaksaan Negeri Bangkalan
a. Meningkatkan etos kerja dan kerjasama antar staf dan pegawai
b. Adanya keterbukaan tangan untuk program magang mahasiswa
selanjutnya.
Lebih memperhatikan mahasiswa magang agar mahasiswa magang
tidak merasa kebingungan saat berada di dalam instansi Kejaksaan Negeri
Bangakalan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jurnal
Webs
22
LAMPIRAN
Belajar dan Memahami SPDP
Administrasi
23
Membuat Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan
Diskusi
24
Penutupan/Perpisahan
25
26
27
28