Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN MAGANG

“MEKANISME PENYUSUNAN RENCANA PENUNTUTAN OLEH JAKSA


DALAM TINDAK PIDANA PEMBEGALAN DI KEJAKSAAN NEGERI
BANGKALAN”
Kejaksaan Negeri Bangkalan Jl. Soekarno Hatta No. 22, Wr 05, Mlajah, Kec.
Bangkalan, Kab. Bangkalan, Jawa Timur (69116)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Mata Kuliah Magang
Dosen Pembimbing: Busro Karim, S. Hum.,M.Pd.I.

Disusun Oleh:
NUR AINI FIRDAYATI
190711100010

PROGRAM STUDI HUKUM BISNIS SYARIAH


FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2021/2022

I
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Magang Jurusan Ilmu Keislaman
Judul Magang : Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh
Jaksa Dalam Tindak Pidana Pembegalan Di Kejaksaan
Negeri Bangkalan

Nama Lengkap : Nur Aini Firdayati


NIM : 190711100010
Program Studi : Hukum Bisnis Syariah
Semester : VI
Nomor HP : 08563555141
Alamat Email : 190711100010@student.trunojoyo.ac.id
Tempat Magang : Kejaksaan Negeri Bangkalan
Waktu Pelaksanaan : 20 Desember 2021 – 12 Februari 2022

Bangkalan, 13 Februari 2022

Menyetujui
Peserta Magang Dosen Pamong Dosen Pembimbing

Nur Aini Firdayati Adhitya Yuana, SH. Busro Karim, S.Hum., M.Pd.I.
NIM. 190711100010 NIP. 198901032014031001 NIP. 198308032015041001

Mengetahui
Wakil Dekan 1

Khoirun Nasik,S.HI.,M.HI

II
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Magang Jurusan Ilmu Keislaman
Judul Magang : Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh
Jaksa Dalam Tindak Pidana Pembegalan Di Kejaksaan
Negeri Bangkalan
Nama Lengkap : Nur Aini Firdayati
NIM : 190711100010
Program Studi : Hukum Bisnis Syariah
Semester : VI
Nomor HP : 08563555141
Alamat Email : 190711100010@student.trunojoyo.ac.id
Tempat Magang : Kejaksaan Negeri Bangkalan
Waktu Pelaksanaan : 20 Desember 2021 – 12 Februari 2022

Bangkalan, 13 Februari 2022

Menyetujui
Peserta Magang Dosen Pembimbing Dosen Penguji

Nur Aini Firdayati Busro Karim, S.Hum., M.Pd.I. ......................


NIM. 190711100010 NIP. 198308032015041001

Mengetahui
Wakil Dekan 1

Khoirun Nasik,S.HI.,M.HI

III
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING
Hal : Persetujuan Laporan Magang

Kepada:
Yth. Ketua Program Studi Hukum Bisnis Syariah
Fakultas Keislaman Universitas Trunjoyo Madura
Di Bangkalan
Assalamu’allaikum Wr. Wb
Setelah membaca, meneliti dan mengoreksi serta menyarankan perbaikan seperlunya
maka kami berpendapat bahwa laporan magang mahasiswi:
Nama : Nur Aini Firdayati
Nim : 190711100010
Judul : Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh Jaksa
Dalam Tindak Pidana Pembegalan Di Kejaksaan Negeri
Bangkalan

Sudah dapat diajukan kepada Program Studi Hukum Bisnis Syariah Fakultas
Keislaman Universitas Trunojoyo Madura, sebagai salah satu syarat mengikuti mata
kuliah magang/ PKL (Praktek Kerja Lapangan).

Dengan ini kami mengharap agar laporan magang Mahasiswa/i tersebut dapat
segera diujikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Wassalamu’allaikum Wr. Wb.


Bangkalan,

Busro Karim, S.Hum., M.Pd.I.


NIP. 198409262018031001

IV
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini. Tak
lupa sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, dengan harapan kita selalu mendapatkan syafa’at beliau di hari
akhir nanti, āmīn.
Laporan ini berjudul Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh
Jaksa Dalam Tindak Pidana Pembegalan Di Kejaksaan Negeri Bangkalan
Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
gelar Sarjana Hukum Bisnis Syariah, Fakultas Keislaman Universitas Trunojoyo
Madura.
Dalam penyusunan laporan magang ini, penulis banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih saya haturkan kepada :
1. Bapak Khoirun Nasik, S.H.I., M.H.I. selaku Wakil Dekan 1 yang senantiasa
memberikan inspirasi selama proses penyusunan laporan magang.
2. Bapak Busro Karim, S. Hum., M. Pd. I selaku Dosen Pembimbing yang
dengan sabar telah memberikan bimbingan dan masukan selama proses
penyusunan laporan magang.
3. Bapak Ronny Faizal, SH. selaku Dosen Pamong Praktek Kerja
Lapangan/Magang dan seluruh pegawai serta staff Kejaksaan Negeri
Bangkalan yang telah bersedia menjadi objek pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan/Magang dan banyak memberikan bimbingan, arahan beserta
pengalaman dalam dunia kerja.
4. Kedua Orang Tua yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasinya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang dengan lancar.
5. Teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan, semangat,
bantuan dan motivasi dalam proses penyusunan laporan magang.

V
Semoga amal dan kebaikan semua pihak yang telah membantu penulisan
laporan ini dicatat di sisi Allah SWT dan diganti dengan pahala.

Sebagai penutup, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan


magang ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna pengembangan laporan magang selanjutnya. Wassalamu’allaikum
Wr. Wb.

Bangkalaan,

Nur Aini Firdayati


1907111000010

VI
DAFTAR ISI
LAPORAN MAGANG
HALAMAN PENGESAHAN
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Dan Manfaat Magang
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
2. Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
b. Bagi Perguruan Tinggi
c. Bagi Pengadilan
C. Waktu Dan Tempat Pelaksanaa Magang
D. Capaian Kegiatan
BAB II HASIL KEGIATAN MAGANG
A. Profil Kejaksaan Negeri Bangkalan
1. Sejarah Pembentukan Kejaksaan Negeri Bangkalan
B. Uraian Kegiatan Magang
Mekanisme Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh Jaksa Dalam Tindak Pidana
Pembegalan Di Kejaksaan Negeri Bangkalan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

VII
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belakangan ini kasus “BEGAL” sangat ramai terjadi di beberapa kota di
Indonesia, hal ini cukup menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Aksi pembegalan
tersebut dilakukan dengan cara mencuri atau merampas kendaraan bermotor dengan
disertai kekerasan. Sasaran pembegalan ini umumnya adalah pengendara sepeda motor,
sehingga saat ini rasa aman menjadi sesuatu yang dirindukan oleh masyarakat,
terutama para pengendara sepeda motor. Kasus begal banyak meresahkan masyarakat
karena pada umumnya pembegalan dilakukan pada malam hari. Tidak jarang pembegal
melakukan aksinya di daerah yang sepi. Hal tersebut sangatlah meresahkan terutama
masyarakat yang bekerja dan pulang pada saat malam hari. Pembegal tidak segan-
segan untuk melakukan aksi begal pada siapa saja seperti wanita, pria, bahkan kepada
anak-anak. Polisi dalam tugasnya sebagai penegak hukum harus lebih tegas dalam
menindak kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan atau
pembegalan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada pengertian
khusus mengenai tindak pidana begal atau pembegalan. Perbuatan pembegalan dapat
ditindak dengan aturan yang tercantum dalam pasal 365 ayat(1) 1 : “Diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau
diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud
untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan
untuk memungkinkan melarikan diri sendiriatau peserta lainnya, atau untuk tetap
menguasai barang curiannya.”
Di dalam KUHP perbuatan ini tidak disebut “BEGAL” melainkan CURAS
(Pencurian dengan Kekerasan) yang sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 365
KUHP tersebut, dikarenakan “BEGAL” selalu identik dengan kekerasan dan

1
mengambil atau merampas barang yang bukan haknya.1

B. TUJUAN DAN MANFAAT MAGANG

1. Tujuan

a. Tujuan Umum

1) Untuk mengembangkan ilmu, teori dan pengalaman yang belum


mahasiswa dapatkan di bangku perkuliahan sebagai upaya
pengembangan diri sesuai dengan nilai (value) dan tujuan perusahaan.
2) Agar mahasiswa dapat mengimplementasikan teori yang sudah
dipelajari melalui praktek untuk mengembangkan ilmu serta teorinya.
b. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui dan memahami penegakan hukum terhadap tindak


pidana pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan
(pembegalan)

2) Untuk mengetahui dan memahami penyusunan rencana penuntutan


oleh jaksa dalam tindak pidana pembegalan di Kejaksaan Negeri
Bangkalan

c. Bagi Mahasiswa

1) Mahasiswa dapat mempersiapkan diri secara mental maupun fisik


juga kualitas dalam menghadapi persaingan dunia kerja yang semakin
kompetitif.
2) Memberi gambaran kepada Mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu
dan teori yang telah didapatkan pada waktu perkuliahan dalam dunia
kerja.

1
Moeljanto, 2009, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta : Bumi Aksara), Pasal 365 ayat 1,
hal.129

2
d. Bagi Perguruan Tinggi

a) Memperkenalkan Program Studi Hukum Bisnis Syariah Fakultas


Keislaman Universitas Trunojoyo Madura kepada masyarakat umum.
b) Sebagai bahan evaluasi atas kurikulum yang dilaksanakan selama ini
dengan kebutuhan teori dan praktik dalam dunia kerja.
e. Bagi Kejaksaan

a) Mendapatkan ide segar, inovatif, dan kreatif dari Mahasiswa program


magang.
b) Mendapatkan akses langsung informasi SDM yang siap pakai dan
kompeten.

C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANA MAGANG

1. Nama Kegiatan

Magang mahasiswa S1 Prodi Hukum Bisnis Syariah Fakultas Keislaman


Universitas Trunojoyo Madura di Lembaga Pemerintahan (Kejaksaan)
2. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan magang dilaksanakan mulai tanggal 20 Desember 2021 s/d 12
Februari 2022 dengan jam kerja menyesuaikan dengan kebijakan
lembaga.
3. Tempat Pelaksanaan
Kejaksaan Negeri Bangkalan Jl. Soekarno Hatta No. 22, Wr 05,
Mlajah, Kec. Bangkalan, Kab. Bangkalan, Jawa Timur (69116)

4. Nama Pelaksanaan
Nama : Nur Aini Firdayati
Nim : 190711100010
Prodi : Hukum Bisnis Syariah
Email : 190711100010@student.trunojoyo.ac.id

3
Tempat, tanggal lahir : Bangkalan, 03 Oktober 2001
Alamat : Dusun Kretek Desa Gili Timur, Kamal
No hp : 08563555141

D. CAPAIAN KEGIATAN

Pelaksanaan kegiatan magang ini dilakukan dengan cara ikut serta


dalam kegiatan operasional rutin pada hari-hari kerja di Kejaksaan Negeri
Bangkalan.
Adapun capaian pelaksanaan kegiatan magang ini dapat tercermin
melalui tabel pelaksanaan kegiatan magang di bawah ini. Adapun
keterangannya sebagai berikut:
No Rencana Kerja Minggu Keterangan

I II III IV

Adaptasi dan Perkenalan dengan


lingkungan
1. √
tempat magang dan orang-orang
sekeliling tempat magang.
Mengetahui struktur kepemimpinan di
Kejaksaan Negeri Bangkalan Jl.
Soekarno Hatta No. 22, Wr 05, Mlajah,
2. Kec. Bangkalan, Kb. Bangkalan, Jawa √ √
Timur 69116.

4
Mengetahui dan memahami prosedur
beracara di Kejaksaan Negeri Bangkalan
Jl. Soekarno Hatta No. 22, Wr 05,
3. Mlajah, Kec. Bangkalan, Kab. √ √
Bangkalan, Jawa Timur 69116 .

Mengetahui dan memahami Mekanisme


Penyusunan Rencana Penuntutan Oleh
4.
Jaksa Dalam Tindak Pidana Pembegalan
√ √
Di Kejaksaan Negeri Bangkalan
Mengetahui dan memahami
Mekanisme Penyusunan Rencana
5. Penuntutan Oleh Jaksa Dalam Tindak
Pidana Pembegalan Di Kejaksaan √ √
Negeri Bangkalan.
6. Membuat laporan akhir.

Tabel 1.1. Capaian kegiatan

5
BAB II

HASIL KEGIATAN MAGANG


A. PROFIL KEJAKSAAN NEGERI BANGKALAN

1. Sejarah

a. Sebelum Reformasi

Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman
kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah
dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan
tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata
yang sama dalam Bahasa Sansekerta.

Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah


pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk
tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk
menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh
seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa
tadi.

Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang


mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi
(oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang peneliti Belanda, bahkan
menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang
adhyaksa.

Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan
Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan
pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam
sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan
Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen /

6
Asisten Residen.

Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai


perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan Kejaksaan pada masa
penjajahan belanda mengemban misi terselubung yakni antara lain:2

1. Mempertahankan segala peraturan Negara

2. Melakukan penuntutan segala tindak pidana

3. Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang

Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam
menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang terdapat dalam
Wetboek van Strafrecht (WvS).

Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi


difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara
Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944
dan No.49/1944. Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni
sejak Saikoo Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan
Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa
Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:

1. Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran

2. Menuntut Perkara

3. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.

4. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.

Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara
Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,
yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya

2
https://www.kejaksaan.go.id/kejati.php?idu=31&idsu=60&idke=60&hal=1&id=403 Diakses pada 17
Februari 2022, Pukul 11.55 WIB

7
mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan peraturan
negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan
dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.

Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari
setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur
Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.

Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara


terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. Sejak
awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengalami 22
periode kepemimpinan Jaksa Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan
Indonesia, kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga
juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.

Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan mendasar pertama


berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor
15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini
menegaskan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai
penuntut umum (pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan
Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan
Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang Kejaksaan dalam rangka sebagai
alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen,
disahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan
Tinggi.

Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI
sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 kepada Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan

8
itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi
Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun 1991
tertanggal 20 November 1991.

b. Masa Reformasi

Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap


pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya dalam
penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah, memasuki masa reformasi Undang-
undang tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1991. Kehadiran undang-undang ini disambut gembira banyak pihak lantaran
dianggap sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka dan bebas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat
(1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
undang-undang”. Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi
Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan
atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Disamping
sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi
pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena itulah, Undang-Undang
Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran
Kejaksaan RI sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan.

Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekuasaan negara yang


diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang
dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara

9
merdeka. Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan
wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :

(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

1. Melakukan penuntutan;

2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap;

3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,


putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;

4. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan


undang-undang;

5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan


pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah

(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut


menyelenggarakan kegiatan:

1. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

2. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;

3. Pengamanan peredaran barang cetakan;

4. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan

10
negara;

5. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

6. Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.

Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan


dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau
tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu
berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang lain,
lingkungan atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tersebut
menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang
ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan
serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi
pemerintah lainnya.

Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya


berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab. Kehadiran lembaga-
lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini mestinya dipandang positif
sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan
hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala. Hal
itu tidak saja dialami oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta badan-
badan lainnya. Kendala tersebut antara lain:

1. Modus operandi yang tergolong canggih

2. Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman-temannya

3. Objeknya rumit (compilicated), misalnya karena berkaitan dengan berbagai


peraturan

4. Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan

11
5. Manajemen sumber daya manusia

6. Perbedaan persepsi dan interprestasi (di kalangan lembaga penegak hukum


yang ada)

7. Sarana dan prasarana yang belum memadai

8. Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan penculikan


serta pembakaran rumah penegak hukum

Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan pembentukan


berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap mendapat sorotan dari waktu ke
waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama
yaitu UU No. 31 Tahun 1971, dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan UU
No. 31 Tahun 1999. Dalam UU ini diatur pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan
juga pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan hukuman mati bagi koruptor.
Belakangan UU ini juga dipandang lemah dan menyebabkan lolosnya para koruptor
karena tidak adanya Aturan Peralihan dalam UU tersebut. Polemik tentang
kewenangan jaksa dan polisi dalam melakukan penyidikan kasus korupsi juga tidak
bisa diselesaikan oleh UU ini.

Akhirnya, UU No. 30 Tahun 2002 dalam penjelasannya secara tegas


menyatakan bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan
secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu,
diperlukan metode penegakan hukum luar biasa melalui pembentukan sebuah badan
negara yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan
manapun dalam melakukan pemberantasan korupsi, mengingat korupsi sudah
dikategorikan sebagai extraordinary crime .

Karena itu, UU No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan pengadilan


Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak
pidana korupsi. Sementara untuk penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-

12
masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan, Informasi dan
Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.

Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan penyidikan


dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan RI.
Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang diambil adalah pejabat fungsional
Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai perubahan fundamental dalam hukum acara
pidana, antara lain di bidang penyidikan.

2. Visi dan Misi

Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-089/A/JA/6/2015


Tanggal 10 Juni 2015, Kejaksaan Tinggi Seluruh Indonesia berjumlah 31 (tiga puluh
satu). 83 (delapan puluh tiga) Kejaksaan Negeri Tipe A, 327 (tiga ratus dua puluh)
Kejaksaan Negeri Tipe B dan 72 (tujuh puluh dua) Cabang Kejaksaan Negeri.

Visi:

"Menjadi Lembaga Penegak Hukum yang modern, berintegritas, profesional


dan akuntabel dalam mewujudkan supremasi hukum di Indonesia".

Misi:

1) Meningkatkan pelaksanaan fungsi kejaksaan RI dalam pelaksanaan tugas dan


wewenang, baik dalam segi kualitas dan kuantitas penanganan perkara seluruh
tindak pidana, penanganan perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, serta
meningkatkan kegiatan intelijen penegakan hukum secara modem,
berintegritas, profesional dan akuntabel yang berlandaskan keadilan, kebenaran
serta nilai-nilai kepatutan dalam rangka penegakan hukum;

2) Mewujudkan peran Kejaksaan RI dalam hubungan Internasional, kerjasama


hukum, dan penyelesaian perkara lintas negara;

3) Mewujudkan aparatur Kejaksaan RI yang modern, berintegritas, profesional


dan akuntabel guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan
wewenang, terutama dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan serta

13
tugas tugas lainnya

4) Melaksanakan pembenahan dan kembali struktur organisasi Kejaksaan


pembenahan informasi manajemen terutama mengimplementasikan program
quickwins agar dapat segera diakses masyarakat, penyusun cetak biru (blue-
print) pembangunan apara Kejaksaan RI jangka menengah dan janga panjang
tahun 2025, menertibkan kembali manajemen keuangan, dan peningkat sarana
dan prasarana penerapan Teknologi Informasi (TI)

5) Meningkatkan Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Kejaksaan RI yang bersih


dan bebas KKN melaksanakan reformasi mental dalam pelaksanaan tugas dan
wewenang.

B. URAIAN KEGIATAN MAGANG

Kegiatan magang di Kejaksaan Negeri Bangkalan ini berlangsung dari tanggal


20 Desember 2021 sampai 12 Februari 2022 bertepatan dengan liburan semester gasal
2021-2022. Dengan masa kerja disesuaikan dengan kebijakan pihak Kejaksaan Negeri
Bangkalan, Meskipun hari aktif kerja di Kejaksaan Negeri Bangkalan yaitu hari Senin
sampai hari Jum’at, praktis liburnya dua hari, yaitu hari Sabtu dan hari Minggu.
Adapun ketentuan jam kerja hari Senin sampai Jum’at yakni mulai pukul 08.00-15.00
WIB.

Dalam keseharian pelaksanaan magang ini, terdapat beberapa tugas dan


pekerjaan yang dilakukan dengan bertujuan untuk membantu pihak Kejaksaan Negeri
Bangkalan.

Adapun diantara tugas-tugas tersebut antara lain sebagai


berikut:

14
Output Harian

No Hari/ Tanggal Kegiatan Uraian Singkat Materi Kegiatan


1 Selasa, 21 Desember membuat berkas P-19
2021 (Pengembalian berkas perkara
untuk dilengkapi)
2 Senin, 27 Desember membuat berkas P-21
2021 (Pemberitahuan bahwa hasil
penyidikan sudah lengkap)
3 Selasa, 04 Januari 2022 mempelajari prosedur atau
tahap seksi tindak pidana
umum
4 Senin, 10 Januari 2022 mengerjakan berkas saksi pidana
umum

5 Selasa, 11 Januari 2022 Administrasi

6 Kamis, 13 Januari 2022 Diskusi kasus pembunuhan dan


administrasi

7 Rabu, 02 Februari 2022 Membuat dakwaan dan surat


tuntutan

8 Senin, 07 Februari 2022 Diskusi dan Membuat surat


dakwaan dan surat tuntutan dalam
perkara mencuri dengan sengaja
dan di rencanakan

Tabel 1.2. Kegiatan Magang di Kejaksaan Negeri Bangkalan

15
C. MEKANISME PENYUSUNAN RENCANA PENUNTUTAN OLEH
JAKSA DALAM TINDAK PIDANA PEMBEGALAN DI KEJAKSAAN
NEGERI BANGKALAN

Menurut Jan Remelink tindak pidana adalah perilaku yang ada pada waktu
tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus diperbaiki
dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum. Tindak Pidana
adalah perbuatan manusia yang dilarang oleh Undang-Undang ataupun peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku dimana perbuatan tersebut diancam dengan
hukuman dan atas perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan oleh pelaku.3

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan merupakan pencurian dengan


kualifikasi dan juga merupakan suatu pencurian dengan unsur-unsur memberatkan.
Menurut Mahmud Mulyadi mengatakan bahwa pencurian dengan kekerasan sama saja
dengan perampokan atau bisa dikatakan juga dengan pembegalan. Tampaknya beliau
menegaskan hal itu dalam bukunya “Criminal Policy” terdapat dalam Pasal 365 ayat
(1) KUHPidana, yang objek kekerasan itu adalah orang, bukan benda-benda atau
barang-barang milik korban. Kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan
pencuri karena tujuannya untuk mempermudah pencurian itu dilaksanakannya.
Ancaman sanksi dalam Pasal 365 ayat (1) KUHPidana adalah 9 (sembilan) tahun
penjara. Berbeda pula ancaman pidana terhadap delik pencurian dengan kekerasan
yang mengakibatkan korban atau orang lain mati sebagaimana yang ditegaskan dalam
Pasal 365 ayat (3) KUHPidana sebagai pemberatan. Delik ini diancam dengan
hukuman penjara selama-lamanya (maksimal) 15 (lima belas) tahun dijatuhkan kepada
pelaku.4

3
Jan Remelink, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia), (Jakarta :
Gramedia Pustaka, 2013), hal 61
4
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Bandung : Citra Umbara, 2016), hal. 44

16
Penuntutan sebagaimana menurut pasal 1 angka 7 KUHAP, bahwa “Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan”.
Wirjono prodjodikoro memberikan definisi penuntutan, namun perbedaannya bahwa
KUHAP tidak menyebutkan secara tegas “terdakwa”, sedangkan wirjono prodjodikoro
disebutkan secara tegas dalam bukunya Andi Sofyan dan Abdul Asis “Hukum Acara
Pidana”, lebih lengkapnya, yaitu “Menuntut seorang terdakwah di muka hakim pidana
adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada
hakim dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan
perkara pidana itu terhadap terdakwa. Yang berwenang melakukan penuntutan
sebagaimana menurut Pasal 137 KUHAP, bahwa “Penuntutan umum berwenang
melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang didakwa melakukan suatu tindak
pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang
berwenang mengadili”.5

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2204 tantang Kejaksaan Republik


Indonesia Pasal 1 butir 1 dan butir 2 disebutkan pengertian jaksa dan penuntutan umum,
bunyi Pasal 1 butir 1 Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
adalah “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-Undang
untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan Undang-
Undang”. Sedangkan bunyi Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia berbunyi : “Penuntut Umum adalah jaksa yang
diberi wewenangoleh UndangUndang ini untuk melakukan penuntutan dan

5
Achmad Sulchan dan Muchamad Gibson Ghani, “Mekanisme Penuntutan Jaksa Penuntut Umum
Terhadap Tindak Pidana Anak”, Jurna Sstudi dan Penelitian Hukum Islam, Vol.1 No.1 (Oktober
2017), 115-116

17
melaksanakan penetapan hakim.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan, adalah menjadi


kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan
keadilan untuk melaksanakan dan membina kerjasama yang dilandasi semangat
keterbukaan kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna
mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu. Menurut Pasal 137 KUHAP dijelaskan
bahwa tugas penuntutan merupakan tugas yang hanya dimiliki oleh jaksa penuntut
umum, kepada siapa, dan terhadap jenis perkara pidana apapun.6
Tuntutan – atau tepatnya dalam bahasa hukum: surat tuntutan – dapat
dijelaskan sebagai kesimpulan jaksa atas pemeriksaan perkara yang dibuat
berdasarkan proses pembuktian di persidangan. Dalam menyusun tuntutan dengan
baik, jaksa tidak akan lepas dari surat dakwaan yang sudah dibacakan pada hari
pertama sidang. Surat dakwaan mengandung informasi mengenai identitas terdakwa,
kronologis duduk perkara, dan pasal yang didakwakan. Jaksa memiliki pedoman
dalam menentukan besarnya tuntutan pemidanaan.
Sebelumnya, jaksa terikat dengan Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA) tentang
pedoman penuntutan. SEJA tersebut kemudian dicabut dan diganti dengan Pedoman
No 3 Tahun 2019 tentang Penuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum. Menurut
pedoman penuntutan itu, jaksa dapat mempertimbangkan beberapa faktor dalam
menentukan berat ringannya sanksi pidana yang akan dituntut. Faktor-faktor ini antara
lain kondisi terdakwa (seperti motif/tujuan berbuat, pendidikan, jabatan/profesi);
perbuatan terdakwa (cara berbuat, peran terdakwa), akibat yang ditimbulkan atas
perbuatan terdakwa (penderitaan/kerugian), dan faktor-faktor lain (seperti rasa
keadilan). Di kalangan ahli hukum ada perdebatan terkait faktor yang memberatkan
dan meringankan ini, yaitu perdebatan terkait pemisahan tindak pidana dan
pertanggungjawaban pidana. Menurut pemisahan ini, tindak pidana adalah perbuatan
yang menyebabkan timbulnya sanksi pidana. Dengan demikian, hanya sifat-sifat dari

6
Suharto R.M, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal 20

18
perbuatan itu saja yang menentukan suatu tindak pidana.
Sedangkan pertanggungjawaban pidana berkaitan dengan sifat-sifat orang
yang melakukan tindak pidana. Dua hal ini seharusnya dipisahkan. Pencampuradukan
antara perbuatan pidana dan sifat-sifat pelaku tindak pidana untuk menentukan faktor
memberatkan dan meringankan menimbulkan ketidakpastian dalam penuntutan
perkara pidana. Ketidakpastian ini bertambah karena penentuan faktor memberatkan
atau meringankan tidak sepenuhnya di tangan seorang jaksa. Sebelum mengajukan
tuntutan, jaksa harus mendapat persetujuan dari atasannya lewat mekanisme pelaporan
Rencana Tuntutan (Rentut).
Sehingga atasan jaksa tersebutlah yang memegang kendali. Padahal yang
mengetahui secara langsung bagaimana terdakwa menjalani pemeriksaan perkara
adalah jaksa. Tentu tidak adil jika orang yang tidak mengetahui secara langsung
kondisi dan keadaan si terdakwa menentukan hal-hal yang menjadi peringan dan
pemberat tuntutan pidana terhadapnya. Dalam penuntutan, sering terjadi disparitas
(perbedaan) tuntutan. Dalam dua sidang terhadap tindak pidana serupa, tuntutan yang
diajukan bisa berbeda. Ini bisa terjadi akibat jaksa merumuskan faktor
memberatkan/meringankan secara berbeda atau keliru.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuntutan – atau tepatnya dalam bahasa hukum: surat tuntutan – dapat
dijelaskan sebagai kesimpulan jaksa atas pemeriksaan perkara yang dibuat
berdasarkan proses pembuktian di persidangan. Dalam menyusun tuntutan dengan
baik, jaksa tidak akan lepas dari surat dakwaan yang sudah dibacakan pada hari
pertama sidang. Surat dakwaan mengandung informasi mengenai identitas terdakwa,
kronologis duduk perkara, dan pasal yang didakwakan. Jaksa memiliki pedoman
dalam menentukan besarnya tuntutan pemidanaan. Menurut pedoman penuntutan,
jaksa dapat mempertimbangkan beberapa faktor dalam menentukan berat ringannya
sanksi pidana yang akan dituntut. Faktor-faktor ini antara lain kondisi terdakwa
(seperti motif/tujuan berbuat, pendidikan, jabatan/profesi); perbuatan terdakwa (cara
berbuat, peran terdakwa), akibat yang ditimbulkan atas perbuatan terdakwa
(penderitaan/kerugian), dan faktor-faktor lain (seperti rasa keadilan).

B. Saran
1. Saran bagi Mahasiswa Magang
a. Menjalin komunikasi yang baik dengan dosen pamong dan seluruh
karyawan ditempat magang dan segera melaporkan kendala-kendala yang
ditemui di lapangan.
b. Hendaknya memanfaatkan waktu semaksimal mungkin ketika magang
agar memiliki kegiatan lebih banyak. Sehingga tidak terkesan tidak ada kerjaan
ditempat magang.
c. Tetap menjaga etika ketika magang dan jangan sampai melakukan hal-
hal yang terkesan tidak baik di tempat magang.
2. Saran bagi Prodi Hukum Bisnis Syariah
Alangkah lebih baik jika ada dosen yang sering mengontrol peserta magang ke

20
instansi tempat magang.
3. Saran bagi Kejaksaan Negeri Bangkalan
a. Meningkatkan etos kerja dan kerjasama antar staf dan pegawai
b. Adanya keterbukaan tangan untuk program magang mahasiswa
selanjutnya.
Lebih memperhatikan mahasiswa magang agar mahasiswa magang
tidak merasa kebingungan saat berada di dalam instansi Kejaksaan Negeri
Bangakalan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Jurnal

Webs

22
LAMPIRAN
Belajar dan Memahami SPDP

Administrasi

23
Membuat Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan

Diskusi

24
Penutupan/Perpisahan

25
26
27
28

Anda mungkin juga menyukai