Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Dosen pengampu : B. RINI HERYANTI, S.H., M.H.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK YANG TERLIKUIDASI


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
hukum perlindungan konsumen
Oleh kelompok 10
1. Risqi Widodo. Nim A.131.20.0177
2. Francesco calvin adi Chandra Nim A.131.20.0183
3. Bagus Prayitno Nim A.131.20.0184
4. Ahmad rizal maulana. Nim A.131.20.0187
5. Ahmad risqi syahrul ibrahim Nim A.131.20.0196
6. Yashir Ramadhan Nim A.131.20.0156
7. Raditya Prasetya Nim A.131.20.0157
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG

i
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI....................................................................................ii
PENDAHULUAN..............................................................................................1
A.LATAR BELAKANG......................................................................................1
B. PERUMUSAN MASALAH...........................................................................2
C. TUJUAN PENULIS MAKALAH....................................................................2
D. PEMBAHASAN........................................................................................... 3
1.1 Perlindungan Hukum Bagi NasabahTerhadap Tindakan Likuidasi Bank3
1.2 Bagaimanakah tanggungjawab pemilik bank terhadap nasabah yang
dirugikan akibat tindakan likuidasi?..............................................................6
E .Kesimpulan................................................................................................10
Daftar pusaka.................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Dalam dunia Modern peranan perbankan dalam memajukan
perekonomian suatu Negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang
berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan
jasa bank. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan
setiap Negara. Keberadaan Bank sangat pentingdalam menopang dan
membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Disamping itu pula,
bisnis perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karena itu
pengelolaan yang hati-hati sangat diperlukan karena dana dari
masyarakat dipercayakan kepadanya. Bank dalam melakukan kegiatan
usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian,dan juga harus
menjaga kesehatan bank agar tetap terjaga terus demi kepentingan
masyarakat pada umumnya dan bagipara nasabah penyimpan dana.
Disamping itu perbankan juga mempunyai pengaruh yang amat
menentukan dalam kegiatan ekonomi modern dimanapun. Bank
merupakan embaga keuangan tempat masyarakat menyimpan
uang,semata-mata dilandasi dengan kepercayaan Menurut Sjahdeni
hubungan antarabank dengan nasabah penyimpan dana maupun
nasabah debitur, mempunyai sifat sebagai hubungan kepercayaan atau
fiduciary relation yang membebankan kewajiban-kewajiban kepercayaan
(fiduciary obligation) kepada bank terhadap nasabahnya, maka
masyarakat bisnis dan perbankan Indonesia telah melihat pulabahwa
hubungan antara bank dengan nasabahnya merupakan hubungan
kepercayaan. Begitu pesatnya perkembangan dunia perbankan, ternyata
dalam kenyataannya juga banyak menimbulkan permasalahan. Salah
satu contoh permasalahan yang terjadi pada bulan April 2004 lalu
merupakan hari kelabu bagi industri perbankan nasional.Setidaknya ada
dua peristiwa penting. Pertama, Bank Indo nesia (BI) mencabut ijin usaha
PT.Bank Dagang Bali (BDB) dan PT. BankAsiatic. Kedua, pencabutan ijin
usaha 50bank beku operasi (BBO)/bank beku kegiatan usaha (/BBKU).
Sebenarnya jumlah BBO/BBKU adalah 52 bank, namun ada dua bank
belum dicabut ijin usahanya karena masih menunggu putusan Mahkamah
Agung (MA) berkaitan gugatan pemilik atas perintah beku operasi yang
dikeluarkan pemerintah waktu itu.Ada yang menarik dari kacamata hukum
perbankan mengenai penyelesaian bank bermasalah. Mekanisme exit
policy tidak melalui proses pencabutan ijin usaha terlebih dahulu tetapi

1
diserahkan BI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
untuk disehatkan .Apabila penyehatan mengalami kegagalan, BPPN
membekukan kegiatan usaha bank tersebut,membayar kewajiban bank
dan mengambil alih aset bank.Setelah semua hak dan kewajiban
diselesaikan barulah dilakukan pencabutan ijinusaha dan likuidasi.
Prosedur inilah yang ditempuh lima puluh BBO/BBKU. Sedangkan
mekanisme exit yang dilakukan untuk BDB dan Asiatic mengikuti
ketentuan likuidasi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No.25 Tahun
1999.7Menurut PP inibank yang sudah tidakdapat diselamatkan dicabut
ijin usahanya dan kemudian memerintahkan direksi mengadakan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS)untuk membentuk Tim Likuidasi dan
membubarkan badan hukum bank paling lambat 60 hari sejak pencabutan
ijin usaha. Apabila RUPS gagal membentuk Tim Likuidasi dan
membubarkan badan hukum atau RUPS tidak dapat diselenggarakan
maka BI akan meminta pengadilan mengeluarkan penetapan yang berisi
antara lain pembentukan Tim Likuidasi dan pembubaran badan hukum
bank. Tim Likuidasi bertanggung jawab melakukan pengurusan seluruh
harta kekayaan bank. Selanjutnya hasil pencairan digunakan membayar
kewajiban bank kepada kreditur dengan urutan: gaji pegawai terutang;
biaya perkara di pengadilan ;biaya lelang yang terutang pajak terutang
berupa pajak bank dan pajak yang dipungut bank dan biaya kantor.

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi nasabah terhadap tindakan
likuidasi Bank?
2. Bagaimanakah tanggungjawab pemilik bank terhadap nasabah yang
dirugikan akibat tindakan likuidasi?

C. TUJUAN PENULIS MAKALAH


1. Agar pembaca mengetahui konsep perlindungan hukum bagi nasabah
terhadap tindakan likuidasi Bank.
2. Agar pembaca mengetahui konsep tanggung jawab pemilik bank
terhadap nasabah yangdirugikan akibat tindakan likuidasi

2
BAB II

D. PEMBAHASAN

1.1 Perlindungan Hukum Bagi NasabahTerhadap Tindakan Likuidasi


Bank
Lembaga perbankan adalah Lembaga yang mengandalkan kepercayaan
masyarakat. Dengan demikian, agar tetap mengekalkan kepercayaan
masyarakat terhadap bank,pemerintah harus berusaha melindung
imasyarakat dari tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak
bertanggung jawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat .Apabila
suatu saat terjadi merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
perbankan, hal tersebut merupakan suatu bencana bagi ekonomi Negara
secara keseluruhan dan keadaan tersebut sangat sulit untuk dipulihkan.
Dalam rangka untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurang
percayaan masyarakat terhadap perbankan di tengah gencarnya aktivitas
perbankan dalam melakukan ekspansi untuk mencari nasabah dan menjaring
nasabah sebanyak mungkin, maka terhadap bankdan nasabahnya perlu
mendapat perlindungan hukum terhadap kemungkinan terjadinya risiko
kerugian.Apalagi dalam hal terjadinya likuidasi terhadap suatu bank. Melihat
begitu besarnya risiko yang dapat terjadi apabila kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga perbankan merosot, tidak berlebihan apabila usaha
perlindungan konsumen jasa perbankan mendapat perhatian yang khusus.
Dalam rangka usaha melindungi konsumen secara umum, sekarang initelah
ada undang-undang yang menjadi paying hukumnya yaitu Undang-
UndangNomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-
Undang tersebut dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat,
baik untuk melakukan upaya pemerintah maupun masyarakat itu sendiri
secara swadaya untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen. Dalam
rangka pemberdayaan konsumen jasa perbankan, maka Bank Indonesia
sebagai bank sentral yang bertanggung jawab sebagai pelaksana otoritas

3
moneter sangat diharapkan mempunyai kepeduliannya. Permasalahan
perlindungan konsumen perbankan juga merupakan salah satu yang menjadi
pilar dalam arsitektur perbankan Indonesia, yaitu pilar keenam “mewujudkan
pemberdayaan dan perlindungan konsumen perbankan”. Salah satu upaya
kearah sana dilakukan melalui penciptaan standar-standar yang jelas dan
mudah dipahami dalam membentuk mekanisme pengaduan nasabah dan
transparansi informasi produk perbankan. Di samping itu,edukasi kepada
masyarakat mengenai jasa danproduk yang ditawarkan oleh perbankan
perlusegera diupayakan sehingga masyarakat dapat lebih memahami risiko
dan keuntungan yang akan dihadapi dalam menggunakan jasa dan produk
perbankan serta dapat melakukan pengelolaan keuangan secara optimal dan
bijaksana.

1. Fokus Perlindungan Nasabah dalam Bidang Pelayanan Perbankan


Nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan,
perlindungan konsumen baginya merupakan suatu tuntutan yang tidak
boleh diabaikan begitu saja. Dalam dunia perbankan,pihak nasabah
merupakan unsure yang sangat berperan. Mati hidupnya dunia
perbankan bersandar pada kepercayaan dari pihak masayrakat atau
nasabah. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan
jasa perbankan berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai
dengan sisi mana mereka berada. Dilihat pada sisipengerahan dana,
nasabah yang menyimpan kanda nanya pada bank, baik sebagai
penabung ,deposan, maupun pembeli surat berharga (obligasi atau
commercial paper) maka pada saat itu nasabah berkedudukan
sebagai kreditur bank.Sedangkan pada sisi penyaluran dana, nasabah
peminjam berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur.
Dalam pelayanan jasa perbankan lainnya seperti dalam pelayanan
bank garansi, penyewaan save deposit box, transfer uang, dan
pelayanan lainnya, nasabah (konsumen) mempunyai kedudukan yang

4
berbeda pula. Akantetapi, dari semua kedudukan tersebut pada
dasarnya nasabah merupakan konsumen daripelaku usaha yang
menyediakan jasa di sector usaha perbankan. Fokus persoalan
perlindungan nasabah tertuju pada ketentuan peraturan perundang
undangan serta ketentuan perjanjian yang mengatur hubungan antar
bank dan nasabahnya.
2. Usaha Perlindungan Nasabah
Menyangkut usaha untuk melindungi konsumen sebenarnya tidak
tergantung pada penerapan hukum perdata semata sebagai
manadiharapkan melalui sanksi dan mekanisme gugatan ganti rugi.
Ketentuan hukum lainnya, seperti hukum pidana ataupun hukum
administrasi Negara juga memuat ketentuan aturan yang dapat
melindungi konsumen, misalnya mekanisme perizinan dan
pengawasan yang diperketat. Kondisi saat inibahkan perlindungan
konsumen telah lebih mendapatkan perhatian yang lebih serius
dengan ditetapkannya peraturan perundang-undangan yang mengatur
untuk itu, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Namun, tetap diperlukan suatu kehatihatian
dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab atas kelalaian atau
kesalahan yang telah terjadi dalam pengelolaan atau pengurusan bank
sehingga terjadi suatu kerugian teralami oleh paranasabah. Masalah
tanggung jawab perdata atas kelalaian atau kesalahan yang terjadi
pada bankdapat dihubungkan dengan kepengurusan banktersebut.
Pengurus bank, yaitu pihak yang bertindak mewakili badan hukum
bank tersebut berdasarkan ketentuan anggaran dasar perusahaan.
dengan demikian, tanggung jawab pengurus terhadap perbuatannya
menjadi dua bentuk
1. Tanggung jawab pribadi dantanggung jawab perusahaan

5
2. tanggung jawab pribadi ada apabila si pengurus bertindak diluar
kewenangan yang telah ditentukan dalam anggaran dasar
perusahaan sewaktu pemberian kuasa perwakilan tersebut.

Akan tetapi, jika perbuatan pengurus masih dalam pelaksanaan dan


wewenang yang tertuang dalam anggaran dasar perusahaan, itu
merupakan tanggung jawab perusahaan. Berdasarkan hal tersebut,
maka bank terikat atas perbuatan pengurusnya terhadap pihak ketiga.
Oleh karenanya, bank bertanggung jawab terhadap kerugian yang
ditimbulkan pengurusnya sesuai dengan ketentuanPasal 1365
KUHPerdata. Keadaan ini sesuai dengan teori pengusaha, yaitu yang
membebankan tanggung jawab kepada perusahaan dengan dasar
bahwa kerugian merupakan cost of business-nya.

1.2 Bagaimanakah tanggungjawab pemilik bank terhadap nasabah yang


dirugikan akibat tindakan likuidasi?

Dengan adanya kerugian dari nasabah penyimpan dana yang tidak


ditanggungoleh LPS maka bank harus bertanggungb jawab
untukmenyelesaikan danmengembalikan Hak-hak nasabah penyimpan
dana.Tanggung jawab menurut pengertian hukum adalah kewajiban
memikulpertanggungan jawab dan kerugian yang diderita bila dituntut baik
dalam hukum maupun dalam administrasi. Di bidang hukum perdata,
kualifikasi

pertanggungjawaban pelaku usaha yang merugikan konsumen sering


digunakan sarana wanprestasi (default) dan perbuatanmelawan hukum (tort)
berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata.Wanprestasi digunakanbila ada
hubungankontraktualantara konsumendengan pelaku usaha,yaitu

6
kerugiankonsumen karena tidak dilaksanakannya prestasi oleh pelaku usaha.
Jika tidak adahubungan kontraktual, maka tidak ada tanggungjawab (no
privity no liability principle).

Secara akal sehal, asas tanggung jawab dapat diterima karena adil bagi
yangberbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan
katalain , tidakadil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian
yang diderita oranglain.39 Keadilan disini terkait dengan pengembalian
seluruh hak-hak dari nasabahpenyimpan dana secara penuh ketika bank
dalam keadaan likuidasi.

Bahwa peranan hukum sangatlah penting dalam mewujudkan keadilan bagi


nasabah penyimpan dana, karena hukumlah yang meberikan batasan-
batasan hak dan kewajiaban antara bank dan nasabah Penyimpan dana,
kaidah kaidah hukum yang mengatur pemenuhan hak nasabah penyimpan
dana. Menurut Rudolph Von Jhering yang dikenal dengan ajarannya yang
disebut dengan social utilitarianism. Hukum merupakan suatu alat bagi
masyarakat untuk mencapai tujuannya. Hukum adalahsaranasarana untuk
mengendalikan individu-individu, agar tujuannya sesuai dengan tujuan
masyarakat dimana mereka menjadi warganya. Hukum merupakan suatu
alatyang dapat dipergunakan untuk malaksanakan perubahan-perubahan
sosial.

Sehubungan dengan pemenuhan piutang tersebut maka disini mengacu


padapasal 1131 KUH Perdata, yang antara lain disebutkan bahwa : “Segala
kebendaan siberhutang baik yang

bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yangbsudah adamaupun yang


baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan.” Dan dalam Pasal 1132 KUH Perdata, yang lain disebutkan
bahwa: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua
orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-bendaitu

7
dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang
masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan
alasan yang sah untuk didahulukan”.

Demikian pula sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap


utang dan kewajiban para pemegang sahamnya.Akan tetapi ketentuan ini
dapat dikecualikan apabila terdapat kondisi yang dalam hukum perusahaan
disebut pierce the corporateveil. Kondisi tersebut secara teoretis adalah
pertama, terjadi penipuan (fraud)

Atau ketidakadilan (unfairness) bagi pihak ketiga (misalnya kreditur) dalam


pengurusan perseroan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan
perseroan sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk
kepentingan pribadi. Ketiga, perseroan kekurangan modal. Keempat, kondisi
lainnya yang dapat menciptakan ketidakadilan(fairness) apabila perseroan
tetap diakui sebagai badan hukum. Piercing the corporate dapat pula
dinyatakan telah terjadi apabila diperlukan untuk mencegah terjadinya
penipuan atau untuk menciptakan keseimbangan (equity).

Kedua, menggunakan hukum perbankan yang secara tegas mengatur


pemilik bank bertanggung jawab penuh atas kewajiban bank apabila mereka
ikut menyebabkan terjadinya

kebangkrutan.Bahkan Undang-undang Perbankan mengancam pemegang


saham dengan pidanapenjara minimal 7 tahun ditambah denda paling sedikit
10 milyar, apabila pemegang saham menyuruh dewan komisaris, direksi atau
pegawai bank lainnya untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang
mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkahyang diperlukan
untuk memastikan ketaatan bank terhadap hukum perbankan .Ancaman
pidana yang sama juga berlaku bagi komisaris, direksi, pegawai bank dan
pihak terafiliasi dengan bank.

8
Dengan kondisi seperti itu dan ketentuan hukum perusahaan dan
perbankan sebagaimana dikemukakan diatas konsekwensi hukumnya jelas.
Pertama, bahwa terbatasnya tanggung jawab

pemegang saham telah hilang sehingga mereka bertanggung jawab secara


pribadi. Harta kekayaan milik mereka harus diambil untuk membayar seluruh
kewajiban bank. Kedua, komisaris, direksi atau pejabat eksekutif lainnya
yang bukan pemegang saham juga bertanggung jawab secara pribadi
karena tidak mengurusbank sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harta
benda mereka juga dapat diambil untuk membayar kewajiban bank.
Sedangkan ancaman pidana juga perlu diterapkanBI dan BPPN tentunya
mengetahui persis perbuatan yang dilakukan komisaris, direksidan pejabat
eksekutif serta pemegang saham bank. Ancaman pidana ini perlu diterapkan
satu dan lain untuk memberikan rasa jera kepada pelaku dan penting untuk
peringatan kepada pemilik dan pengurus bank lainnya.

Dalam hal terjadinya kerugian terhadap nasabah karena itikad baik, maka
Pertama, perusahaan (pemegang saham, direksi dan komisaris) memiliki
tanggung jawab terbatas sesuai

Dengan ketentuan hukum positif yang berlaku. Namun terbatasnya tanggung


jawab pemegang saham telah hilang ketika ada indikasi itikad sehingga
mereka bertanggungjawab secara pribadi. Harta kekayaan milik mereka
harus diambil untuk membayarseluruh kewajiban bank. Kedua, komisaris,
direksi atau pejabat eksekutif lainnya yangbukan pemegang saham juga
bertanggung jawab secara pribadi karena tidak

mengurusbank sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harta benda mereka


juga dapat diambiluntuk membayar kewajiban bank. Sedangkan ancaman
pidana juga perlu diterapkanBI dan BPPN tentunya mengetahui persis
perbuatan yang dilakukan komisaris, direksidan pejabat eksekutif serta
pemegang saham.

9
E .Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada BAB II, maka terdapat beberapa


simpulan bahwa:
A .Permasalahan perlindungan konsumen perbankan dapat dilakukan
melalui penciptaan standar-standar yang jelas dan mudah dipahami dalam
membentuk mekanisme pengaduan nasabah dan transparansi informasi
produk perbankan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang
kuat, baik untuk melakukan upaya pemerintah maupun masyarakat itu sendiri
secara swadaya untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen.
B. Ketentuan hukum perusahaan dan perbankan terhadap nasabah yang
dirugikan akibat tindakan likuidasi sebagaimana dikemukakan diatas
konsekuensi hukumnya.
1) bahwa terbatasnya tanggung jawab pemegang saham telah hilang
sehingga mereka bertanggungjawab secara pribadi. Harta kekayaan
milik mereka harus diambil untuk membayar seluruh kewajiban bank.
2) komisaris, direksi atau pejabat eksekutif lainnya yang bukan
pemegangsaham juga bertanggung jawab secara pribadi karena tidak
mengurusbank sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harta benda
mereka juga dapat diambil untuk membayar kewajiban bank.
Sedangkan ancaman pidana juga perlu diterapkan BI dan BPPN
tentunya mengetahui persis perbuatan yang dilakukan komisaris,
direksi dan pejabat eksekutif serta pemegang saham bank. Ancaman
pidana ini perlu diterapkan satu dan lain untuk memberikan rasa jera
kepada pelaku dan penting untuk peringatan kepada pemilik dan
pengurus bank lainnya.

10
Daftar pusaka

Asrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, PT. Ina PuraAksara, Jakarta


Bambang Sunggono, 1995, Pengantar Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung.
Gunarto Suhardi, 2002, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, Andi
Offset, Yogyakarta.

11
Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Indonesia: Edisi Revisi, Kencana, Jakarta.
Kasmir, 2002, Dasar-Dasar Perbankan, Rajawali Pers, Jakarta.
Marluak Pardede, 1998, Likuidasi Bank Dan Perlindungan Nasabah, Cet. I, Pustaka
SinarHarapan, Jakarta.
Muhamad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.

12

Anda mungkin juga menyukai