Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM PERBANKAN

(Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Likuidasi Bank)

Makalah

Makalah Ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Hukum Perbakan Prodi Ilmu Hukum Semester VI

Oleh :

Hamdan
STB : 01 18 080

STIH PENGAYOMAN WATAMPONE


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul, “Perlindungan Hukum Nasabah
Terhadap Likuidasi Bank”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah


Hukum Perbankan. Disamping itu, penulis juga berharap makalah ini
mampu memberikan kontribusi dalam menunjang para mahasiswa pada
khususnya dan pihak lain pada umumnya.

Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima


kasih pada berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan bantuan
pada pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun, sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Watampone , 7 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah 1

BAB II PEMBAHASAN 2

A. Pengaturan Likuidasi Bank Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan


Yang Berlaku
B. Perlindungan Hukum Masyarakat Penyimpan Dana/Nasabah Ketika Terjadi
Likuidasi Bank
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 10

B. Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perorangan,


badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-
lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.
Perbankan merupakan sektor yang sangat vital dan memiliki peran yang
sangat penting dalam perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat
diperlukan untuk mendukung kegiatan perekonomian. Dengan demikian, kondisi
sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari
kebijakan moneter. Di samping itu, perbankan merupakan alat yang sangat vital
dalam menyelenggarkan transaksi pembayaran baik nasional maupun
internasional.
Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping
menjanjikan keuntungan yang besar jika di kelola secara baik dan hati-hati.
Dikatakan sebagai bisnis penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar
mengandalkan dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro
maupun deposito. Besarnya peran yang diperhatikan oleh sektor perbankan,
bukan berarti membuka peluang sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk
mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis perbankan tanpa di dukung
dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui otoritas
keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan bertanggung jawab
melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Oleh
karenanya, kebijakan pemerintah disektor perbankan harus di arahkan pada
upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat
kebijakan di bidang perbankan ini tidak lagi semata-mata memegang peranan
penting dalam pengembangan infrasturktur keuangan dalam rangka mengatasi
kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam
memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas
kebijakan moneter.
Apabila kita melihat kondisi perbankan pada era 1997-1998 yang
mengalami krisis moneter, pada pertengahan tahun 1997 krisis moneter semakin
melebar menjadi krisis perbankan. Masyarakat heboh dengan terjadinya 16 bank
yang dilikuidasi. Mereka khawatir apakah uang mereka dapat dikembalikan
secara utuh atau tidak, maklum selaku nasabah tidak mengerti apa yang mesti
diperbuat. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional memudar.
banyak dana yang hengkang dari bank–bank lokal berpindah ke bank asing,
bahkan tidak sedikit yang di bawa ke luar negeri.
Dampak selanjutnya dari keadaan tersebut akan dapat mengancam
perekonomian dan sistem perbankan nasional. Kepercayaan masyarakat akan
goyah terhadap bank atas perlindungan nasabah ketika terjadi likuidasi bank
tersebut.
Apabila bank mengalami kesulitan likuiditas, kemungkinan besar terjadi
efek yang menular khususnya apabila suatu bank di-rush, yaitu dananya diambil
secara besar-besarnya oleh nasabahnya karena tidak adanya jaminan
perlindungan hukum terhadap nasabah.
Kemauan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank semata-mata
dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada
waktunya dan disertai imbalan bunga. Berdasarkan data-data yang diperoleh
menunjukan, baik di Indonesia maupun di Negara-negara lain bahwa ada
beberapa bank yang mengalami kesulitan dan terpaksa ditutup sehingga
merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dananya tidak dapat
diperoleh kembali.
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
nasional, pemerintah mengeluarkan jaminan kewajiban pembayaran bank umum
atau dikenal dengan blanket guarantee yang merupakan financial safety
net dengan keputusan presiden Nomor 26 Tahun 1998 dan Undang-Undang
No.10 Tahun 1998 (Pasal 37). Atas dasar tersebut, penulis mencoba meneliti
tentang perlindungan nasabah terhadap likuidasi bank yang dituangkan dalam
makalah yang berjudul “Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Likuidasi
Bank”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka adapun rumusan masalah sebagai


berikut:
1. Bagaimana pengaturan likuidasi bank berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku?
2. Bagaimana perlindungan hukum masyarakat penyimpan dana/nasabah
ketika terjadi likuidasi bank?
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengaturan Likuidasi Bank Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan


Yang Berlaku
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan jo Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2004
jo UU No. 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No. 3 Tahun 2008, bahwa
pengawasan terhadap pelaksanaan likuidasi dilakukan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan yang sebelumnya dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Undang-undang
Lembaga Penjamin Simpanan itu ditetapkan penjaminan simpanan nasabah bank,
yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri
perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang membebani anggaran negara.

Penjamin simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga


Penjamin Simpanan (LPS), yang dibentuk oleh pemerintah sebagai badan hukum
berdasarkan undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS sendiri memiliki
dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelsaian
atau penanganan bank gagal.

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas


tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang
menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta
penjaminan dan membayar premi penjaminan. Apabila bank tidak dapat
melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar
simpanan setiap nasabah bank tersebut terlebih dahulu sampai jumlah tertentu.
Adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselsaikan melelui proses likuidasi
bank.
Pemebentukan LPS ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan. Ketentuan dalam Pasal 37 B Undang-Undang tersebut
menetapkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan
pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat dibentuk
Lemabaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berbentuk badan hukum dan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pembentukan LPS tersebut
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. Indonesia dalam rangka
untuk mendukung sistem perbankan nasional yang sehat dan stabil, maka
dilakukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah bank
dengan membentuk suatu lembaga yang independent yang diberi tugas dan
wewenang untuk melaksanakan program penjaminan simpanan nasabah bank
dimaksud yaitu LPS. Ketentuan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menetapkan fungsi
dan tugas LPS. Fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan
turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya. Kemudian Pasal 96 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan menetapkan, bahwa LPS melaksankan
fungsi penjaminan tersebut bagi bank berdasarkan prinsip syariah, yang lebih
lanjut ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

B.  Perlindungan Hukum Masyarakat Penyimpan Dana/Nasabah Ketika


Terjadi Likuidasi Bank
Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk
mengintegrasikan dan mengoordinasikan kepentingan-kepentingan yang biasa
bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, Hukum harus mampu
mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan
sekecil kecilnya. Apabila dikaitkan dengan hukum mengenai peran perbankan
dalam melindungi nasabah ketika terjadi likuidasi bank maka mengacu pada
Peraturan Perbankan Indonesia, yaitu bahwa hukum memberikan perlindungan
terhadap nasabah dengan cara:
1. Perlindungan secara implicit (Implisit deposit protection), yaitu: perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang
diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan,
(2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang
efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan
uasaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan
terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) memihara tingkat kesehatan
bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara
pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan
(7) menyediakan informasi resiko pada nasabah.
2. Perlindungan eksplisit (Eksplicit deposit orotection), yaitu : perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No.
26 Tahun 1998 tentang jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

 Bahwa hakikat dari perlindungan Hukum tersebut adalah melindungi


kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank
tertentu terhadap suatu resiko kerugian. Perlindungan ini juga merupakan upaya
untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat khususnya
nasabah, maka sudah seharusnya/sepatutnya dunia perbankan perlu memberikan
perlindungan Hukum itu.
Bank Indonesia mempunyai wewenang pembinaan dan pengawasan dalam
rangka menjaga kelangsungan usaha bank, demikian juga Bank Indonesia
menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek
pemodal (capital), kualitas asset, manejemen, likuiditas, dan lain-lain misalnya
dalam perlindungan nasabah mengenai perlindungan pemberian kredit pada
nasabah. Dalam hubungannya perlindungan dengan perlindungan kepentingan-
kepentingan nasabah dalam kegiatan bank di bidang rehabilitas ini, diperlukan
pembentukan suatu lembaga yang dapat menjamin bahwa dana nasabah yang
disimpan pada bank terjamin pengambilanya. Misalnya, apabila suatu bank
dilikuidasi, nasabah dari bank yang bersangkutan akan memperoleh penggantian
dananya dari lembaga penjamin.
Berbicara tentang perlindungan Hukum menurut KUHPerdata, bagi
nasabah, pada dasarnya perlindungan Hukum diperlakukan oleh nasabah, baik
nasabah penyimpan dana atau nasabah kreditor, juga nasabah penerima kredit
atau disebut nasabah debitur serta pengguna jasa perbankan. Apabila dikaitkan
dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang memasukan
nasabah bank sebagai konsumen, maka dasar hubungan Hukum kedua belah
pihak adalah berakar dari suatu perjanjian. Hal ini tampak dari Pasal 2 angka 5
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Disebutkan bahwa simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan uang dalam bentuk
giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
Dalam rangka memperoleh kembali dana yang disimpananya juga dengan
bunganya apabila dimungkinkan, maka pada dasarnya nasabah merupakan pihak
konkuren yang mendapat perhatian pertama untuk dibayar dari hasil penjualan
harta kekayaan bank yang bersangkutan sebagaimana dicantumkan dalam PP No.
25 Tahun 1999 ayat (2) huruf a, sehingga nasabah yang dirugikan oleh nasabah
bank yang bermasalah dan dilikuidasi dapat meminta hak atas dasarnya dengan
menggugat ke pengadilan, baik secara class action maupun perorangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah di atas maka dapat diberikan
kesimpulan mengenai perlindungan terhadap nasabah mengenai likuidasi suatu
bank telah diantisipasi oleh pihak bank sendiri melalui perlindungan secara
implicit dan explicit dimana keduanya sudah dijelaskan di atas dan diatur dalam
UU Perbankan. Disamping itu Bank Indonesia mempunyai wewenang
pembinaan dan pengawasan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha bank,
demikian juga Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank
dengan memperhatikan aspek pemodal (capital), kualitas asset, manejemen,
likuiditas, dan lain-lain misalnya dalam perlindungan nasabah mengenai
perlindungan pemberian kredit pada nasabah, yang mana pembinaan dan
pengawasan tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kelancaran
operasional bank agar tidak terjadi permasalahan yang mempengaruhi kesehatan
bank.
B. Saran
Dari pembahasan diatas mengenai perlindungan hukum nasabah terhadap
likuidasi bank, maka penulis dapat memberikan saran yaitu bagi pihak bank
terkait transparansi kesehatan bank mungkin agar selalu diumumkan keadaan
atau kesehatan bank, baik melalui media massa atau melalui website, karena
seluruh kelancaran dan kelangsungan operasional bank ini berdasar pada
kesehatan bank itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar para nasabah mengetahui
resiko terhadap dana simpanannya. Disamping itu hendaknya juga pihak bank
memberikan perlakuan yang sama terhadap nasabah penyimpan dana baik yang
kecil maupun yang besar. Untuk menghidari terjadinya likuidasi bank hendaknya
dari pihak bank menjaga kesehatan bank dengan mematuhi peraturan perundang-
udangan yang berlaku dalam operasional perbankan
DAFTAR PUSTAKA

Djumhana, Muhammad. (2012). Hukum Perbankan di Indonesia.  Bandung: PT Citra


Aditya Bakti.

Hermansyah. (2011). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Undang – undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan

https://www.academia.edu/9640230/Hukum_Perbankan

Anda mungkin juga menyukai