Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PRODUK-PRODUK BANK SYARIAH DALAM KAJIAN FIQIH RIBA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri


Mata Kuliah: Fiqh Riba
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H Kosim, M.Ag

Disusun oleh:

Disusun oleh :

Aep Syaeful Millah (2286050011)

EKONOMI SYARI’AH A /2
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini mengenai
“Produk-Produk Bank Syariah dalam Kajian Fiqih Riba”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Riba.
Shalawat beserta salam semoga Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, tabiin, serta kepada kita semua
selaku umatnya yang Insyaa Allah tunduk dan patuh pada ajarannya hingga akhir zaman
dan kelak semoga kita semua mendapatkan syafaat dari-Nya. Aamiin
Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya
kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penulis selama proses
penyelesaian tugas ini hingga akhirnya makalah ini selesai. Ucapan terima kasih penulis
juga tentunya sampaikan kepada Prof. Dr. H Kosim, M.Ag. selaku dosen pengampu.
Penulis menyadari betul bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari
sempurna serta kesalahan yang penulis yakini di luar batas kemampuan penulis. Maka
dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Aamiin

Cirebon, Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
C. Tujuan Masalah ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah ................................................................... 3


B. Produk-produk Bank Syariah ............................................................ 4
C. Kajian Fiqih Riba Mengenai Produk Bank Syariah ............................ 9
BAB III Penutup

A. Kesimpulan ...................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank Syariah adalah bank yang menggunakan prinsip syariat yang sesuai dengan
Al-Qur’an dan hadits yang tidak mungut bunga dalam prosesnya (Agustin, 2021), oleh
sebab itu bank syariah harus menghindari kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur
riba dan segala hal yang bertentangan dengan syariat islam. Dalam keuangan islam
bunga secara fiqih dikategorikan sebagai riba yang berarti haram adanya karena ada
tambahan di dalamnya yang dapat merugikan salah satu pihak oleh sebab itu agama
melarang adanya riba.
Bank syariah sama seperti lembaga keuangan pada umumnya, dimana tugasnya
menghimpun dan menyalurkan dana. Bank syariah sebagai lembaga intermediasi yang
mempertemukan antara orang yang kelebihan dana dengan orang yang kekurangan dana.
Bank syariahdalam menjalankan kegiatannya memiliki beberapa layanan jasa
diantaranya yaitu layanan mengenai produk-produk yang ada di bank syariah, produk-
produk yang ada di bank syariah diantaranya yaitu simpanan (tabungan) dan pembiayaan
dengan menggunakan akad bagi hasil seperti, mudharabah, musyarakah, dan yang
lainnya yang sesuai dengan aturan syariat serta aturan DSN MUI yang telah disahkan.
Berdasarkan Fatwa DSN MUI menjelaskan bahwasannya kegiatan muamalah itu
dibolehkan selagi tidak mengandung riba di dalamnya dan sesuai dengan prinsip syariat
islam sedangkan dalam kaidah fiqih kegiatan muamalah ini dibolehkan selagi tidak
adanya dalil yang melarangnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud Bank Syariah?
2. Apa saja Produk-Produk Bank Syariah?
3. Bagaimana Pandangan Kajian Fiqih Riba mengenai Produk Bank Syariah?

1
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas maka dapat diambil tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Bank Syariah
2. Untuk mengetahui pa saja Produk-Produk Bank Syariah
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Kajian Fiqih Riba mengenai Produk Bank
Syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah


Bank Syariah merupakan bank yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-
prinsip syariah yang menghindari adanya pengelolaan yang bersifat riba karena tuntuan
bank syariah ialah tidak adanya riba dalam proses tranmsaksi maupun sistem
pengelolaanya (Mulyani & Jamilah, 2022). Pelopor Bank Syariah di Indonesia sendiri
adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992.
Namun, kini bank syariah sudah berkembang pesat dan semakin banyak bank yang
menawarkan produk syariah terlebih lagi setelah disahkannya Undang-undang Perbankan
Syariah Nomor 21 Tahun 2008 oleh DPR RI. Hal ini tentu tidak hanya dilihat dari aspek
kepastian hukum dan eksistensi perbankan syariah secara legal formal, tetapi juga akan
menambah keyakinan masyarakat mengenai perbankan syariah secara umum. Secara
definisi, ekonomi syariah bank syariah berarti suatu perekonomian yang berbasis pada
prinsip-prinsip syariah Islam. Berdasarkan prinsip syariah Islam disini maksudnya adalah
kegiatan usaha yang dilakukan tidak mengandung unsur riba, gharar, maisir,
menggunakan objek yang haram dan dapat menimbulkan riba pada proses transaksi
maupun pengelolaanya.
Kemunculan bank-bank syariah diharapkan mampu menjawab dan merespon agar
lalu lintas perekonomian masyarakat Islam di Indonesia (yang mayoritas masyarakatnya
beragama Islam) membawa kemaslahatan bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan
kesejahteraan umat, namun dalam masyarakat masih sering muncul pendapat yang
menyatakan bahwa bank syariah dalam prakteknya sama saja dengan bank
konvensional, yang berbeda hanya dalam istilah saja pada hakikatnya keduanya sama-
sama mengandung riba. Penggunaan istilah bagi hasil, oleh sebagian pihak, dianggap
masih tidak ada bedanya dengan bunga, hal ini lah yang menyebabkan kurangnya
kepercayaan masyarakat mengenai perbankan syariah yang ada di indonesia, oleh sebab
itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008
sebagai tanda bahwasannya perbankan syariah ini menganut prinsip-prinsip syariah yang
sesuai dengan aturan yang ada. (Purnama, Hutasuhut, & Chairina, 2022).

3
B. Produk-Produk Bank Syariah
1. Simpanan
a. Tabungan Syariah
Tabungan syariah merupakan produk simpanan yang dikeluarkan oleh
lembaga keuangan syariah dengan dasar aturan islam dengan akad yang
digunakan adalah mudharabah dan wadiah oleh sebab itu maka tabungan syariah
ini diperbolehkan adanya sesuai dengan fatwa MUI No 02/DSN-MUI/IV/2000.
Prinsip -prinsip yang digunakan dalam tabungan syariah haruslah sesuai dengan
prinsip syariah, berikut adalah prinsip-prinsip yang ada di tabungan syariah:
1) Tidak adanya bunga.
2) Penggunaan dana nasabah hanya pada sektor halal.
Bank syariah yang menawarkan produk tabungan syariah harus
memastikan bahwa dana yang dikumpulkan dari nasabah tidak digunakan
untuk investasi yang bertentangan dengan prinsip syariah akan tetapi sesuai
dengan prinsip dan melakukan investasi hanya pada sektor yang dihalalkan
oleh agama saja.
3) Etika dalam transaksi keuangan
Artinya dalam tabungan syariah proses transaksinya terjadi secara
jujur, adil, dan bertanggung jawab (Agustini, 2022)
b. Deposito Syariah
Deposito syariah adalah prodok bank syariah yang mengurusi masalah
produk investasi yang dikeluarkan oleh perbankan syariah dalam bentuk simpanan
berjangka dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Produk simpanan
berjangka ini dapat digunakan untuk nasabah individu maupun perusahaan. Pada
deposito syariah, nasabah memiliki peran sebagai pemilik dana (shahibul maal),
sementara bank sebagai pengelola dana (mudharib). Sedangakan akad yang
digunakan dalam deposito syariah ini ialah akad mudharabah sesuai dengan fatwa
DSN MUI No. 03 tahun 2000 bahwasannya deposito syariah itu ada dua jenis
yaitu deposito yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu deposito yang
berdasarkan perhitungan bunga dan deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang
berdasarkan prinsip mudharabah artinya bahwasannya deposito syariah itu
diperbolehkan selagi menggunakan prinsip-prinsip syariah dan tidak mengandung
bunga dalam proses transaksi maupun pengelolaanya (Juniarty, Tohirin, &
Mifrahi, 2017).

4
Hukum yang mengatur mengenai deposito syariah ini ialah Dewan Syariah
Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pun telah mengatur hukum
deposito sebagai produk perbankan syariah dalam Fatwa DSN No. 03/DSN-
MUI/IV/2000 pada tanggal 1 April 2000. Berikut adalah ketentuan deposito
berdasarkan akad mudharabah sesuai fatwa DSN MUI No.4 tahun 2000 yaitu:
1) Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik
dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening.
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6) Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan yang bersangkutan.
c. Giro Syariah
Giro syariah adalah salah satu produk bank syariah yang termasuk kategori
simpanan atau penghimpunan dana (funding). Berbeda dengan tabungan atau
produk simpanan biasa, giro digunakan untuk pembayaran non-tunai dimana
pencairannya harus menggunakan bilyet giro, cek, maupun sarana perintah bayar
lainnya. Sedangkan dalam pelaksanaanya giro syariah ini menggunakan akad
mudharabah dan wadiah sesuai dengan fatwa DSN MUI. Dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI telah mengeluarkan fatwa yang tertuang dalam Fatwa DSN-
MUI No. 1/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro. Menurut fatwa DSN-MUI ada 2
poin penting terkait giro syariah, antara lain:
 Giro yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan
perhitungan bunga.
 Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan
prinsip Mudharabah dan Wadiah.

5
Artinya dalam pelaksanaannya giro syariah ini diperbolehkan dengan
catatan harus sesuai dengan prinsip syariah yang bebas dari bunga denagan
prinsip syariah yaitu dengan menggunakan akad mudharabah dan wadiah
dalam proses transaksinya.

2. Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah merupakan sebuah kesepakatan anatara bank dengan
nasabah yang membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan atau aktivitas tertentu
baik untuk kegiatan UMKM ataupun yang lainnya. Pembiayaan yang ada di bank
syariah ini dibedakan sebagai berikut:
a. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil ini menggunakan akad mudharabah
dan musyarakah. Pembiayaan mudharabah sendiri merupakan salah satu produk
pembiayaan bank syariah sebagai instrumen perekonomian dalam Islam
berdasarkan bagi hasil, dimana pada posisi ini mudharabah secara tepat dipahami
sebagai salah satu instrumen pengganti dari sistem bunga serta dapat diterapkan
oleh lembaga keuangan syariah (Muhammad, 2005:101). Produk mudharabah
sendiri merupakan produk berakad kerjasama dan berorientasi bisnis yang sumber
dananya berasal dari dana pihak ketiga atau masyarakat dimana dana-dana ini
dapat berbentuk giro, tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan
jangka waktu yang bervariasi, dana-dana yang sudah terkumpul ini disalurkan
kembali oleh bank ke dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan
pendapatan aktiva (earning asset) dan keuntungan dari penyaluran pembiayaan
inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik DP-3 (Karim, 2006:
211).
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. Implementasi pembiayaan musyarakah di perbankan
bisa diartikan bahwa pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan sebagian
kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu tebatas sesuai dengan
kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sabagai penyandang dana
(shahibul Al-maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan
kesepakatan. Pada umumnya porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase

6
kontribusi masing-masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana
pembiayaan dikembalikan kepada bank. Dalam pembiayaan musyarakah bank
boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayaai. (Hendri Tanjung, 2007:
77).
b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
Prinsip akad jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang
dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:
1) Jual beli dengan akad Murabahah
Bai’i al-murabahah adalah jual beli pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam transaksi bai’i al- muarabahah penjual
harus memberi tahu harga pokok yang ia beli dalam menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya. (Hasan, 2004:143) Murabahah adalah akad
pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya
(harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran
dengan harga lebih sebagai laba. (Soemitro, 2010:346)

2) Jual beli dengan akad Salam

Bai’i as-salam adalah prinsip bai’i (jual-beli) suatu barang tertentu


antara pihak penjual dan pembeli sebesar harga pokok ditambah nilai
keuntungan yang disepakati, dimana waktu penyerahan barang dilakukan
dimuka (secara tunai). (Zulkifli, 2004:40) Dalam pelaksanaan transaksi salam,
wajib ditetapkan spesifikasi waktu dan tempat barang akan diterima. Dengan
demikian transaksi jual-beli dengan akad salam dimana barang yang
diperjualbelikan ketika transaksi dilakukan, pembeli melakukan pembayaran
di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
Fatwa Dewan Syariah Nasional akad salam yaitu Fatwa No.
05/DSN/MUI/IV2000.

3) Jual beli dengan akad Istishna’


Transaksi bai’i al-istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan

7
dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat
atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan
menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga
serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui
cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Landasan hukum akad istishna’ yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
06/DSN-MUI/IV/2000.

c. Pembiayaan dengan prinsip sewa

Dalam ajaran islam istilah sewa menyewa ini dibedakan menjadi dua
bentuk yaitu: Al-Ijarah dan Al-Ijarah Muntahiya Bittamlik.

1) Sewa Menyewa Akad Al-Ijarah


Jenis pembiayaan ini diberikan kepada nasabah yang ingin
mendapatkan manfaat atas suatu barang tertentu tanpa perlu memilikinya.
Pihak bank dapat menyewakan objek sewa yang dikehendaki nasabah dan
pihak bank mendapatkan uang sewa (ujrah) yang besarnya sesuai kesepakatan.
Landasan syariah akad ini adalah Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

2) Sewa Menyewa Akad Al-Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)


Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah transaksi sewa dengan
perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir periode
sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemlikan objek sewa. Dalam
akad IMBT tersebut klausal akad dapat diformulasikan sebagai berikut “jika
penyewa (pihak kedua) telah menyelesaikan pembayaran angsuran terakhir
sewa aset di masa depan, maka pihak pertama (muajjir) akad menjual aset
tersebut kepada pihak kedua (penyewa) seharga sekian”. Keduanya sepakat
jumlah tentang cicilan sewa, masa penyewaan dan harga jual barang di akhir
sewa. Landasan syariah akad ini adalah Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-
MUI/III/2000 tentang alIjarah al-Muntahiya bi al-Tamlik atau al-Ijarah wa
al-Iqtina.

3) Pembiayaan dengan prinsip pinjaman Qordh


Pada prinsipnya akad berdasarkan pinjam-meminjam ini pihak bank tidak
boleh mengambil keuntungan dari nasabah sedikitpun, kecuali hanya sebatas

8
biaya administrasi yang benar- benar dipergunakan oleh pihak bank dalam proses
pembiayaan. Adapun akad pinjam-meminjam tersebut yaitu qardh. Akad al-
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali. Dengan kata lain al- Qardh berarti meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam akad tathawwul
atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial atau dapat juga
dikatakan suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan
bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga
Keuangan Islam (LKI) pada waktu yang telah disepakati oleh LKI dan nasabah.
Landasan hukum yang terkait dengan qardh sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 19/DSN/- MUI/IX/2000.

C. Pandangan Kajian Fiqih Riba Mengenai Produk Bank Syariah


Menurut Fatwa DSN NO: 03/DSN-MUI/IV/2000 bagian mengingat kaidah fiqih
bahasannya “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.” Artinya pada pernyataan tersebut jelas bahwa semua kegiatan
muamalah dihalalkan selagi tidak ada dalil yang melarangnya dan masih sesuai dengan
prinsip-prinsip syariat islam. Bank syariah merupakan bank yang dalam pelaksanaanya
menggunakan prinsip-prinsip syariah sebagaimana tercantum dalam fatwa DSN MUI
mengenai bank syariah dan produk-produk yang dikeluarkannya.
Perekonomian dan perbankan adalah salah satu aspek kehidupan yang dinamis
dan berkembang dengan sangat cepat. Maka diperlukan perspektif fikih berbasis
maqashid syariah untuk menjadi acuan bank syariah dalam pelaksanaan operasionalnya
(Saputra & Hilabi, 2022). Produk -produk bank syariah diantaranya yaitu tabungan
syariah, deposito syariah, serta pembiayaan, semua produk-produk yang ada di bank
syariah ini diperbolehakan adanya sesuai dengan hukum yang ada, apalagi dalam
pengelolaan serta pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip syariah yang
memberlakukan tidak adanya bunga dalam prosesnya akan tetapi adanya mudharabah
ijarah, wadiah dan akad yang lainnya yang sesuai denagan prinsip-prinsip syariah.
Riba merupakan salah satu hal yang dilarang dalam agama karena menambah
sesuatu tambahan dengan tujuan agar bertambah harta yang dimilikinya dari pemungut
riba tersebut, oleh sebab itu kenapa MUI melarang adanya praktek bunga dalam semua
kegiatan yang bersifat pengelolaan serta transaksi baik dalam kelembagaan maupun non
kelembagaan karena bunga merupakan riba yang di dalamnya menambah harta yang

9
seharusnya bukan milik kita, oleh sebab itu di bank syariah meniadakan adanya bunga
karena jika ada bunga dalam proses transaksi maupun pengelolaannya maka bank
tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariat yang mana prinsip syariat ialah
mengatur mengenai bunga dan bunga termasuk kedalam riba yang diharamkan oleh
agama maupun MUI, makanya dalam bank syariah menggunakan akadnya ialah akad
bagi hasil atau yang lainnya yang sesuai dengan prinsip syariat agar terhindar dari
adanya bunga yang merajuk pada terjadinya riba.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bank syariah merupakan bank yang sistem pengelolaan dan proses transaksinya
menggunakan prinsip-prinsip syariah yaitu dengan tidak adanya bunga di dalamnya
karena bunga termasuk riba yang diharamakan oleh agama. Produk -produk yang ada di
bank syariah adalah produk-produk yang dipilih berdasarakan akad mudharabah,
wadiah, ijarah dan yang lainnya yang sekiranya tidak menimbulkan riba di dalamnya,
hal ini sesuai dengan fatwa MUI mengenai produk bank syariah yang dibolehkan yaitu
dengan menggunakan akad mudharabah dan tidak adanya bunga, sedangkan menurut
kaidah fikih menjelaskan bahwasannya kegiatan muamalah itu dibolehkan selagi tidak
ada dalil yang mengharamkannya.

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, H. (2021). Teori BANK Syariah. JPS, VOL 2 NO 1.

Agustini, H. (2022). Presepsi Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin


Terhadap Tabungan Syariah. Ekonomi dan Bisnis, vol 2 no 1.

Asy'ari, Q., Istiqwamah, & Murrofah, Z. (2022). Impllementasi Gadai Emas dengan Sistem
Syariah. Ngejha, vol 1 no 2.

Bahari, R. (2022). Studi Komperatif anatara Gadai Konvensional dan Gadai Syariah (Rahn).
Mu'amalah, vol 2 no 1.

Fahreza, F. A., & Farid, A. M. (2023). Gadai Syariah (Rahn) dalam Prespektif Hukum Islam
dan Hukum Positif. Startapersada, vol 1 no 1.

Ilyas, R. (2019). Analisis Kelayakan Pembiayaan Bank Syariah. Syari’ah dan Perbankan
Islam, vol 4 no 2.

Juniarty, N., Tohirin, A., & Mifrahi, M. N. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi
deposito mudharabah pada bank syariah di Indonesia. Ekonomi dan Keuangan, vol 3
no 1.

Karim A, Adiwarman. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Muhammad. 2005, Bank Syariah di Indonesia Analisa Kebijakan Indonesia Terhadap


Perbankan Syariah.

Mulyani, S., & Jamilah, S. (2022). Implementasi Manajemen Dana pada Bank Syariah.
Perbankan Syariah, vol 3 no 1.

Purnama, R. H., Hutasuhut, F. S., & Chairina. (2022). Analisis Perkembangan Sistem
Perbankan Syariah di Indonesia. JIKEM, VOL 2 NO 2.

Saputra, R., & Hilabi, A. (2022). Aktualisasi Maqashid Syariah dalam Konstruksi Perspektif
Fikih Terhadap Aktivitas dan Produk Perbankan Syariah. Al Maal, vol 4 no 1.

12

Anda mungkin juga menyukai