Anda di halaman 1dari 4

Jakarta - Martinus Teddy Arus Bahterawan merasa dirugikan PT Solid Gold dan

menggugat ke pengadilan atas perjanjian jual beli rumah di antara mereka. Oleh
Mahkamah Agung (MA) gugatan ini dikabulkan. MA menganulir 'pasal jebakan' dalam
perjanjian itu. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) merupakan lembaga
independen yang dibentuk oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan bertugas
mensupport hak-hak konsumen dan bisa mengajukan rekomendasi ke pemerintah.
Konsumen perumahan selama ini memang menjadi 'korban' pencantuman klausula
baku mengingat pihak developer menganggap posisinya lebih dominan dari pelaku
usaha. Pelaku usaha selalu menyalahgunakan posisinya dengan membuat klausula-
klausula (pasal-pasal) yang tidak seimbang dan mencantumkan pengalihan tanggung
jawab yang bertujuan membatasi tangung jawabnya, bahkan menghilangkan tanggung
jawabnya itu. Sumber:'Pasal Jebakan' di Perjanjian Jual Beli Rumah, BPKN: Konsumen
Jadi Korban (detik.com) https://news.detik.com/wawancara/d-2354126/pasal-jebakan-
di-perjanjian-jual-beli-rumah-bpknkonsumen-jadi-korban.
Pertanyaan:
a. Berikan analisis Saudara pada kasus di atas tentang pencantuman klausula baku
yang dapat menimbulkan sengketa konsumen!

Klausula Baku merupakan setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen.
Adapun ketentuan pencantuman klausula baku berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (pasal 18) adalah
sebagai berikut:
1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak
yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran

2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti.
3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan
Undang-undang ini.
Pencantuman klausula baku dapat menimbulkan sengketa antara Konsumen dan
Pelaku Usaha. Dalam UUPK telah ditentukan bentuk-bentuK klausula baku yang
dilarang untuk dicantumkan, karena apabila dicantumkan maka akan terjadi
ketidakseimbangan antara pihak pelaku usaha dan konsumen, yang mana pasti akan
lebih memberatkan dan merugikan konsumen.
Pada kasus diatas, developer memaksa konsumen untuk patuh pada isi perjanjian yang
mencantumkan klausula baku. Bahwa dalam keadaan tertentu, di mana keadaan
tersebut terjadi bukan karena kesengajaan atau kelalaian konsumen, Developer diberi
hak untuk menyatakan bahwa uang hangus atau kalau tidak konsumen harus
menambah sejumlah uang.
Klausula seperti itu jelas melanggar pasal 18 UU No 8 tentang Perlindungan Konsumen
yang berisi larangan bagi pelaku usaha untuk mencantumkan klausula baku tertentu.
Untuk mencegah hal demikian terulang kembali, sebaiknya asosiasi pelaku usaha
memberikan imbauan kepada anggotanya agar memperbaharui perjanjian pemesanan
maupun pengikatan penjualan unit rumah atau apartemen karena dari rumah sangat
sederhana sampai unit apartemen mewah pun perjanjiannya tidak seimbang. Dimana
pasal-pasal yang tertera di perjanjian tersebut banyak melanggar ketentuan UU
Perlindungan Konsumen.
Sebagai upaya untuk memudahkan konsumen untuk melindungi haknya terkait
pencantuman klausula baku yang merugikan konsumen, telah dikenal lembaga negara
yang dibentuk oleh Undang-undang yang bertugas dan berwenang untuk mengawasi
pencantuman klausla baku yaitu BPSK dan OJK.
b. Apakah kasus di atas dapat diselesaikan di luar pengadilan berdasarkan ketentuan di
Sektor Jasa Keuangan? Uraikan analisis Saudara!

menurut saya, ya kasus diatas dapat diselesaikan di luar pengadilan, hal ini dapat
dilakukan apabila tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian pengaduan konsumen,
maka konsumen dapat menyelesaikan sengketa tersebut di luar pengadilan.
Penyelesaian sengketa konsumen dalam UUOJK diatur dalam Peraturan OJK No.
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Pasal 39
yaitu:
(1) Dalam hal tidak mencapai kesepakatan penyelesaian pengaduan, Konsumen dapat
melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa.
(3) Dalam hal penyelesaian sengketa tidak dilakukan melalui lembaga alternatif
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Konsumen dapat
menyampaikan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memfasilitasi
penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Pelaku Usaha Jasa
Keuangan.
Dari apa yang telah diuraikan di atas tentang penyelesaian sengketa konsumen dalam
ranah jasa keuangan, maka dapat disimpulkan bahwa, penyelesaian sengketa
konsumen jasa keuangan dapat dilakukan melalui mekanisme penyelesaian di luar
pengadilan atau pengadilan, apabila kesepakatan penyelesaian pengaduan oleh OJK
tidak tercapai kesepakatan.
Penyelesaian sengketa konsumen sektor jasa keuangan di luar pengadilan
dilaksanakan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) Sektor Jasa
Keuangan. LAPS Sektor Jasa Keuangan yang berwenang melaksanakan penyelesaian
sengketa konsumen sector jasa keuangan adalah LAPS Sektor Jasa Keuangan yang
dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh
OJK.
Penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa dalam OJK, tidak dapat diartikan sama seperti penyelesaian sengketa
alternatif pada umumnya yang meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi dan arbitrase yang
terdapat dalam UUPK. Yang dimaksud dengan Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa dalam konteks OJK adalah:
a. mempunyai layanan penyelesaian sengketa sedikitnya; mediasi, ajudikasi, dan
arbitrase;
b. mempunyai peraturan yang meliputi: layanan penyelesaian sengketa; prosedur
penyelesaian sengketa; biaya penyelesaian sengketa; jangka waktu penyelesaian
sengketa; ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi mediator, ajudikator, dan
arbiter; dan kode etik bagi mediator, ajudikator, dan arbiter;
c. menerapkan prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, dan efisiensi dan
efektivitas setiap peraturan;
d. mempunyai sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan penyelesaian
sengketa; dan
e. didirikan oleh Lembaga Jasa Keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi dan/atau
didirikan oleh lembaga yang menjalankan fungsi self regulatory organization

Anda mungkin juga menyukai