Anda di halaman 1dari 3

Nama: Clairine Billy Yulianto (2016200011)

Melati Ramadhani Suari (2016200097)


Mata Kuliah:Hukum Perlindungan Konsumen
Kelas:D

Pelanggaran Terhadap Pasal 18 Ayat (1)


Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, khususnya
pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian. Apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;


“Dalam perjanjian ekspor-impor tersebut, apabila barang tersebut rusak di jalan,
pihak importir yang sepenuhnya menanggung kerugian tersebut.”

Klausula baku ini juga sangat merugikan konsumen, apabila barang yang dibeli itu
hilang atau rusak, pelaku usaha atau eksportir tersebut tidak bertanggung jawab.
Pelaku usaha tidak bisa mengalihkan sepenuhnya tanggungjawab tersebut kepada
importir, seharusnya pelaku usaha bertanggungjawab juga atas kerusakan atau
kehilangan barang tersebut. Seperti misalnya menanggung beban kerusakan sebanyak
50%.

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang


yang dibeli konsumen;
“Dalam perjanjian ini, barang tersebut tidak diberlakukan garansi, dimana berarti
apabila barang tersebut rusak pada saat sudah transaksi, maka pembeli tidak dapat
menukar kembali.’’

Pernyataan klausula baku ini tentu saja sangat merugikan konsumen, apabila ternyata
barang yang dibeli tersebut dalam keadaan rusak, tidak berfungsi
sebagaimanamestinya, atau kondisi barang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.
Karena adanya pernyataan tersebut, pelaku usaha merasa berhak menolak
pengembalian barang,ataupun melakukan penggantian. Seharusnya terdapat batas
waktu yang wajar untuk pengembalian barang tersebut, seperti misalnya konsumen
diberikan waktu selama dua minggu untuk diperbolehkan menukar barang apabila
merasa tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang telah disepakati.

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang


yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
“Dalam pembelian tiket pesawat, dimana tiket yang sudah dibeli tidak dapat
dibatalkan. Jika tiket dibatalkan, maka uang tiket akan hangus.”

Pernyataan ini tentu merugikan konsumen. Jika melakukan pembatalan tiket, uang
pembelian tidak langsung hangus. Pihak konsumen berhak diberikan jangka waktu
dahulu. Jika belum melewati jangka waktu sejak pembatalan tiket, maka uang dapat
dikembalikan, tetapi apabila sudah melewati jangka waktu yang ditentukan, maka
uang akan hangus.

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak
yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
“Apabila konsumen tidak memenuhi perjanjian/wanprestasi maka pelaku usaha
berhak menarik kembali barang atau melakukan tindakan sepihak lainnya tanpa
persetujuan konsumen”

Klausula tersebut terdapat dalam perjanjian pembiayaan yang menyatakan bahwa


pelaku usaha berhak untuk menarik kembali barang apabila konsumen tidak
melakukan kontraprestasi. Seharusnya pelaku usaha menyebutkan bahwa barang
dapat diambil kembali dalam keadaan debitur terlambat membayar angsuran,
pemindahtanganan obyek perjanjian sebelum selesainya angsuran oleh pihak debitur
tanpa sepengetahuan pelaku usaha, keberadaaan kendaraan berada diluar pulau saat
belum lunasnya pembayaran, dan kendaraan telah hilang atau musnah.

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau


pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
“Kami tidak bertanggung jawab atas luntur, pengerutan dan kerusakan yang
disebabkan oleh sifat bahan kain dan tidak bertanggung jawab atas isi kantong”

Memasukkan klausula tersebut dalam perjanjian laundry artinya memberikan beban


pembuktian terhadap konsumen. Bahwa apabila terjadi kerusakan berupa luntur atau
pengerutan yang bukan karena sifat bahan kain harus dibuktikan oleh konsumen
bahwa hal tersebut adalah kesalahan pelaku usaha. Serta apabila terjadi luntur atau
pengerutan, pelaku usaha dapat menggunakan klausula ini untuk melindungi dirinya.
Seharusnya isi perjanjian tersebut menyebutkan bahwa konsumen dan pelaku usaha
sebelum melakukan perjanjian harus sepakat bahwa pakaian yang hendak dicuci
bukan merupakan bahan yang mudah mengerut atau luntur serta konsumen harus
memeriksa isi kantong pakaian sebelum menyerahkannya ke pihak laundry.

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
“Jasa kebugaran milik PT Lovina berhak untuk menaikkan pembayaran
bulanan/biaya perpanjangan berdasarkan kebijakan tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu.”

Klausula ini sangat merugikan konsumen. seharusnya jika memang ada kenaikan
pembayaran, harus dengan pemberitahuan kepada konsumen, walaupun memang itu
adalah kebijakan PT Lovina. Jika konsumen tidak setuju, konsumen dapat berhenti
menggunakan jasa tersebut, tanpa harus terbebani dengan kenaikan biaya. Seharusnya
pelaku usaha memberikan jangka waktu misalnya 10 hari sebelum masa perjanjian
berakhir.

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,


tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
“Jasa kebugaran milik PT Lovina berhak mengubah setiap dan seluruh peraturan dari
waktu ke waktu sesuai kebijaksanaan kami.’’

Apabila PT Lovina hanya mengubah sepihak sesuai kebijaksanaan mereka itu hanya
akan merugikan konsumen yang sedang dalam proses memanfaatkan jasa kebugaran
ini. Peraturan yang baru dibuat itu lebih baik berlaku untuk konsumen yang baru
memanfaatkan jasa kebugaran PT Lovina tersebut. Untuk konsumen yang sudah
bergabung sebelum peraturan itu lebih baik tetap menggunakan peraturan yang lama,
apabila hendak melakukan perubahan peraturan tetap harus diberitahukan kepada
konsumen dan menanyakan apakah konsumen tetap akan terikat pada peraturan yang
baru atau tidak. Apabila masih ada pencantuman klausula demikian pada perjanjian
tersebut, maka perjanjian ini adalah dapat dimintakan pembatalan oleh konsumen.

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk


pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
“Peminjam memberi kuasa kepada bank untuk melakukan tindakan dan perbuatan
hukum yang dianggap wajar dan perlu oleh bank yang berkaitan dengan pemberian
jaminan tersebut di atas”

Klausula ini terdapat dalam perjanjian kredit kepemilikan rumah, dimana pihak bank
dapat mengeksekusi apabila misalnya terjadi pembayaran kredit yang macet. Hal ini
melanggar klausula baku karena walaupun peminjam melanggar pembayaran
seharusnya pihak bank bernegosiasi terlebih dahulu dengan peminjam sebelum
mengeksekusi, karena bagaimana pun jaminan yang diberikan masih atas nama
peminjam. Sehingga bank tidak dapat langsung mengeksekusi tanpa melakukan
negosiasi terlebih dahulu dengan pihak peminjam. Seharusnya klausula yang tertulis
adalah “Peminjam memberi kuasa kepada bank untuk melakukan tindakan dan
perbuatan hukum yang dianggap wajar dan perlu oleh bank yang berkaitan dengan
pemberian jaminan tersebut di atas setelah melakukan proses negosiasi.”

Anda mungkin juga menyukai