Anda di halaman 1dari 2

NAMA : YUDA DITA NUGRAHA

NIM : 044052671

1. • Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (“UU 29/2004”), pasien adalah:
“… setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
dokter atau dokter gigi.”
• Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UU
44/2009”), pasien adalah:
“… setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah
Sakit.”
Adapun definisi konsumen terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) yaitu,setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalammasyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dari bunyi pasal-pasal di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien adalah konsumen pemakai
jasa layanan kesehatan.Sebagai pemakai jasa layanan kesehatan, pasien juga disebut sebagai
konsumen sehingga dalam hal ini berlaku juga ketentuan UUPK.

2. Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dan Bab X Pasal 45 dan Pasal 46 Undang-undang
Perlindungan Konsumen. Upaya menggugat pelaku usaha karena telah melakukan perbuatan
melawan hukum tidak perlu adanya hubungan langsung antara korban dan pelaku usaha,
namun konsumen sebagai korban harus mampu membuktikan bahwa pelaku usaha tersebut:
a. Telah melakukan perbuatan malawan hukum;
b. Telah melakukan kesalahan;
c. Telah menimbulkan kerugian
terhadap konsumen;
d. Terdapat hubungan kausal antara
perbuatan hukum tersebut dengan kerugian yang diderita korban.

3. dalam Pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi:

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkanklausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;


b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli
oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual
beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti.

Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang dilarang di atas maka dapat dinyatakan batal demi hukum. Artinya,
dari semula dianggap tidak pernah dianggap ada klausula baku tersebut.

Jadi jika penjual membuat ketentuan bahwa barang yang sudah dibeli tidak dapat
dikembalikan, maka hal tersebut merupakan klausula baku yang dilarang undang-
undang.

Anda mungkin juga menyukai