Anda di halaman 1dari 2

Awas “Jebakan” Dalam Perjanjian Pembiayaan yang Harus Dipahami Konsumen

Rivaldi Rizqianda Pratama

Di masa pandemi COVID-19 Badan Perlindungan Konsumen Indonesia menyatakan


kenaikan atas pengaduan mengenai sektor jasa pembiayaan. Laporan terbanyak ialah
mengenai urusan mengenai kredit macet hingga penarikan paksa kendaraan. Tidak jarang,
sengketa tersebut diakibatkan oleh keberlakuan klausul baku yang kerap kali tidak
diperhatikan oleh konsumen saat menandatangani perjanjian di awal. David Tobing pakar di
sektor hukum perlindungan konsumen dalam bukunya yang berjudul Klausula Baku:
Paradoks Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa kerap kali
para “oknum” pelaku usaha dalam praktik bisnisnya melakukan perjanjian-perjanjian baku
yang dilarang dalam regulasi terkait, hal tersebut dikarenakan banyak dari konsumen yang
tidak paham saat penandatanganan perjanjian juga karena pengawasan yang masih minim
dari stakeholder terkait.

Untuk itu lebih bijak apabila untuk pertama kita dapat memahami definisi dari klausul
baku itu sendiri. Merujuk kepada pengertian Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) pada Pasal 1 angka 10 dijelaskan
bahwa klausul baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu
dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Klausul
baku memang merupakan hal yang lumrah dalam suatu perjanjian pembiayaan. Namun
demikian, terdapat hal yang harus diperhatikan oleh pihak yang membuat klausul baku ini
sendiri yaitu klausul baku dilarang memuat klausul :

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha


b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa
yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi
harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; dan
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Selain mengenai ketentuan di atas, para pelaku usaha yang berencana membuat klausul
baku dalam perjanjian mereka juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti (Pasal 18 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen). Sehingga dalam hal ini
konsumen harus cermat dalam melihat klausul yang terdapat dalam suatu perjanjian
pembiayaan yang biasa ditandatangani. Karena jika melanggar ketentuan-ketentuan diatas
maka sebenarnya konsumen memiliki hak untuk tidak menggubris dan menggunakan klausul
tersebut. Hal tersebut berdasar kepada Pasal 18 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen yang
menyatakan jika terdapat klausul baku yang melanggar ketentuan dalam undang-undang
maka klausul tersebut batal demi hukum dan klausul tersebut harus segera disesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan jika memang tetap ingin klausul dalam perjanjian
tersebut berlaku.

Oleh karena itu, kita sebagai konsumen harus jeli dalam memperhatikan ketentuan-
ketentuan dalam suatu perjanjian pembiayaan yang kerap kali menaruh secara “tak kasat
mata” klausul-klausul yang berpotensi merugikan kita sebagai konsumen. Kita memiliki hak
untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib jika memang terdapat klauatasul-klausul yang
melanggar ketentuan perundang-undangan sesuai yang telah diuraikan penulis sebelumnya.
Setiap konsumen memiliki hak atas ganti kerugian baik secara materiil maupun imateriil jika
terbukti klausul-klausul tersebut merugikan konsumen dan mengakibatkan klausul tersebut
tidak berlaku.

Anda mungkin juga menyukai