Anda di halaman 1dari 30

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Klausula baku dalam perjanjian Leasing pada PT. Toyota Astra Financial

Services berdasarkan Pasal 18 UUPK

Sewa guna usaha (leasing) khususnya financial lease yang pada dasarnya

untuk membantu dan sebagai jalan keluar bagi mereka yang kurang mampu

untuk memperoleh barang modal sebagai wujud keadilan yang berwatak

kebajikan, ternyata menjadi bentuk pengingkaran keadilan itu sendiri karena

klausula-klausula dalam perjanjian baku lebih menjamin hak salah satu pihak

yaitu Lessor sebagai pihak yang berkedudukan ekonominya lebih kuat dalam

mewujudkan kebebasan berkontrak menurut pemahamannya sendiri yang tanpa

batas.45

Dari perjanjian pembiayaan PT. Toyota Astra Financial Services dapat

ditemukan beberapa permasalahan dengan klausula-klausula yang memberatkan

kedudukan pihak konsumen atau membuat konsumen berada dalam posisi yang

lebih dirugikan dan bertentangan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tentang ketentuaan pencantuman klausula baku.

45
Suprawito, Ibid Hal 5.
50

Adapun klausula-klausula tersebut terdapat pada pasal :

1. Pasal 4 butir 4 yang berbunyi :

“Apabila terjadi tindakan di bidang moneter dan/atau di bidang-bidang


lain oleh Pemerintah Republik Indonesia yang berakibat langsung
maupun tidak langsung pada PERJANJIAN ini, maka PELAKU USAHA
berhak menyesuaikan jumlah kewajiban pembayaran KONSUMEN
kepada PELAKU USAHA sebagaimana akan diberitahukan secara
tertulis kepada KONSUMEN dan KONSUMEN wajib mengikuti
penyesuaian jumlah tersebut”.

Klausula tersebut melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf g Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

2. Pasal 4 butir 4.2 yang berbunyi :

“Konsumen berkewajiban mendahulukan setiap kewajiban berdasarkan


perjanjian ini, termasuk tidak terbatas membayar angsuran yang jatuh
tempo tepat pada waktunya, dalam jumlah yang penuh sesuai dengan
PERJANJIAN ini, dan KONSUMEN tidak dapat menggunakan alasan
atau peristiwa-peristiwa apapun juga termasuk karena keadaan memaksa
(force majeure) yang terjadi pada KONSUMEN untuk menunda
pembayaran angsuran tersebut. Lewatnya waktu suatu pembayaran
angsuran sebagaimana dimaksud dalam PERJANJIAN merupakan bukti
yang sempurna mengenai kelalaian KONSUMEN untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya menururt PERJANJIAN ini, dan untuk itu tidak
dibutuhkan teguran atau somasi apapun dari PELAKU USAHA atau juru
sita pengadilan atau pihak lain yang ditunjuk oleh PELAKU USAHA”.

Klausula diatas melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

3. Pasal 6 butir 6.7 yang berbunyi :

“Selama jangka waktu perjanjian ini masih berjalan, konsumen

bertanggung jawab atas kondisi barang dari dan setiap kehilangan,

kehancuran, kemorosotan, penyusutan harga, atau kerusakan”.


51

Klausula diatas melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

4. Pasal 7 butir 7.3 yang berbunyi :

“KONSUMEN berkewajiban untuk mengasuransikan barang terhadap


resiko-resiko lain sebagai tambahan apabila dianggap perlu oleh
PELAKU USAHA, dan apabila barang itu tidak atau belum
diasuransikan, maka PELAKU USAHA (tetapi tidak berkewajiban) dan
tanpa memerlukan kuasa ataupun pemberitahuan secara tertulis dari
konsumen, kreditur berhak dan diberi kuasa penuh oleh KONSUMEN
untuk melakukan penutupan asuransi barang terhadap resiko-resiko yang
dianggap perlu, dan dalam hal demikian KONSUMEN harus segera, saat
ditagih membayar kembali seluruh biaya premi asuransi dan biaya-biaya
lainnya kepada PELAKU USAHA, apabila KONSUMEN tidak
membayar premi dan biaya-biaya tersebut, maka jumlah biaya tersebut
akan ditambahkan pada hutang pokok PELAKU USAHA atau
didebet/ditagih dari angsuran kredit bulan berjalan dan selanjutnya
sampai lunas tanpa mengurangi kewajiban-kewajiaban KONSUMEN
untuk membayar angsuran kredit yang tertunggak”.

Klausula diatas melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

5. Pasal 8 butir 8.2 yang berbunyi :

Dengan demikian, maka KONSUMEN tidak lagi menguasai BARANG

tanpa seizin PELAKU USAHA dan KONSUMEN secara tegas tidak akan

melakukan upaya hukum apapun termasuk tuntutan lebih lanjut kepada

KONSUMEN.

Klausula diatas melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.


52

6. Pasal 8 butir 8.2 point c yang berbunyi :

KONSUMEN tidak memenuhi atau melaksanakan suatu ketentuan atau

persyaratan lain yang dinyatakan secara tegas atau tersirat dalam

PERJANJIAN ini atau setiap perjanjian, dokumen atau jaminan yang

dimaksudkan PERJANJIAN ini.

Klausula diatas melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

7. Pasal 12 butir 12.1 yang berbunyi :

“KONSUMEN memberi kuasa kepada PELAKU USAHA dan dengan ini


PELAKU USAHA berhak untuk membuat, menandatangani atau
melakukan pembaharuan hutang (novasi) terhadp PERJANJIAN ini
sehubungan dengan fasilitas pembiayaan atau hal lain yang menurut
KREDITUR perlu dilakukkan perubahan, penambahan, atau
pembaharuan atas perjanjjian ini”.

Klausula diatas melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf g Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

Klausula-klausula yang terdapat dalam “Syarat dan Ketentuan Umum

Perjanjian Pembiayaan” tersebut berdasarkan analisis penulis adalah sebagai

berikut :

a. Mengenai hak-hak Kreditur, pada Pasal 4 butir 4 dalam PERJANJIAN

PEMBIAYAAN PT. Toyota Astra Financial Services di bagian

PEMBAYARAN KEMBALI (lampiran perjanjian halaman 1) yang

menyatakan sebagi berikut :

“Apabila terjadi tindakan di bidang moneter dan/atau di bidang-


bidang lain oleh Pemerintah Republik Indonesia yang berakibat
53

langsung maupun tidak langsung pada PERJANJIAN ini, maka


PELAKU USAHA berhak menyesuaikan jumlah kewajiban
pembayaran KONSUMEN kepada PELAKU USAHA sebagaimana
akan diberitahukan secara tertulis kepada KONSUMEN dan
KONSUMEN wajib mengikuti penyesuaian jumlah tersebut”.

Kebijakan perusahaan atau pelaku usaha sebagai lembaga

pembiayaan menundukkan konsumen pada peraturan tambahan atau

perubahan ketentuan yang telah disepakati menjadi beban konsumen dalam

perjanjian kredit dan dapat merugikan konsumen karena konsumen

langsung terikat ketentuan itu pada saat menerima pemberitahuan.

Berdasarkan asas kepatutan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, suatu pihak

dari perjanjian hanya terikat pada ketentuan dan syarat-syarat yang

sebelumnya telah diketahui dan dipahami oleh yang bersangkutan.

Pemberitahuan yang disampaikan oleh pihak PT. Toyota Astra

Financial Services harus terlebih dahulu dipahami oleh konsumen dan

konsumen memiliki hak untuk menyetujui atau tidak menyetujuinya. Tanpa

adanya kesepakatan dari mereka yang membuatnya peraturan tambahan

tersebut, maka tidak sah dan tidak bisa dianggap menjadi bagian dari

perjanjian kredit yang telah ditandatangani.

Klausula yang menyatakan tunduknya konsumen terhadap

ketentuan perjanjian kredit yang akan berlaku kemudian adalah terlarang

karena merupakan pelanggaran atas ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf g

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

yang melarang membuat atau mencantumkan kausula baku pada setiap


54

dokumen dan/atau perjanjian yang menyatakan tundukya konsumen (dalam

hal ini lessee) kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,

lanjutan, dan/atau pengubahan lanjutan dalam masa konsumen

memanfaatkan barang atau jasa yang dibelinya.

b. Pasal 7 butir 7.3 dalam PERJANJIAN PEMBIAYAAN PT. Toyota Astra

Financial Services bagian ASURANSI (lampiran perjanjian halaman 3)

yang menyatakan sebagai berikut:

“KONSUMEN berkewajiban untuk mengasuransikan barang


terhadap resiko-resiko lain sebagai tambahan apabila dianggap
perlu oleh PELAKU USAHA, dan apabila barang itu tidak atau
belum diasuransikan, maka PELAKU USAHA (tetapi tidak
berkewajiban) dan tanpa memerlukan kuasa ataupun pemberitahuan
secara tertulis dari konsumen, kreditur berhak dan diberi kuasa
penuh oleh KONSUMEN untuk melakukan penutupan asuransi
barang terhadap resiko-resiko yang dianggap perlu, dan dalam hal
demikian KONSUMEN harus segera, saat ditagih membayar
kembali seluruh biaya premi asuransi dan biaya-biaya lainnya
kepada PELAKU USAHA, apabila KONSUMEN tidak membayar
premi dan biaya-biaya tersebut, maka jumlah biaya tersebut akan
ditambahkan pada hutang pokok PELAKU USAHA atau
didebet/ditagih dari angsuran kredit bulan berjalan dan selanjutnya
sampai lunas tanpa mengurangi kewajiban-kewajiaban
KONSUMEN untuk membayar angsuran kredit yang tertunggak”.

Pasal 12 butir 12.1 dalam perjanjian pembiayaan PT. Toyota Astra

Financial Services di bagian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali

(lampiran Perjanjian halaman 7) yang menyatakan :

“KONSUMEN memberi kuasa kepada PELAKU USAHA dan


dengan ini PELAKU USAHA berhak untuk membuat,
menandatangani atau melakukan pembaharuan hutang (novasi)
terhadp PERJANJIAN ini sehubungan dengan fasilitas pembiayaan
atau hal lain yang menurut KREDITUR perlu dilakukkan
perubahan, penambahan, atau pembaharuan atas perjanjjian ini”.
55

Berdasarkan syarat tersebut konsumen diwajibkan untuk

mengasuransikan barang tersebut terhadap resiko-resiko lain sebagai

tambahan yang ditentukan oleh PELAKU USAHA itu sendiri, dan apabila

barang tersebut tidak atau belum diasuransikan, maka kreditur mempunyai

hak penuh, seolah-olah telah diberi kuasa oleh konsumen untuk melakukan

penutupan asuransi barang terhadap resiko-resiko yang dianggap perlu oleh

kreditur, kemudian seluruh biaya premi asuransi dan biaya lainnya harus

dibayar kepada kreditur dan bukan kepada pihak asuransi secara langsung.

Dan apabila konsumen tidak membayar premi asuransi tersebut maka akan

ditambah ke jumlah hutang pokok konsumen atau dapat ditagih dari

angsuran kredit perbulannya tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban

konsumen untuk membayar biaya-biaya yang lain termasuk denda kredit

yang tertunggak.

Klausula tersebut hanya mementingkan kepentingan pihak kreditur

hal itu terlihat jelas ketika seluruh resiko yang harus diasuransikan

ditentukan oleh pihak kreditur tanpa ada persetujuan dari pihak konsumen.

Syarat tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf (d) tentang

larangan menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku

usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan

segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran.


56

c. Mengenai peristiwa wanprestasi, pada Pasal 8 dalam PERJANJIAN

PEMBIAYAAN PT. Toyota Astra Financial Services di bagian

PERISTIWA WANPRESTASI (lampiran perjanjian halaman 3-4) yang

menyatakan sebagi berikut :

Butir 8.1 peristiwa Wanprestasi

Setiap peristiwa di bawah ini merupakan “peristiwa Wanprestasi”


berdasarkan perjanjian ini:

(a) KONSUMEN tidak membayar jika atau saat jatuh tempo salah
angsuran atau angsuran-angsurannya atau kewajiban-kewajiban
lainnya yang timbul berdasarkan PERJANJIAN ini, hal mana cukup
dibuktikan dengan lewatnya waktu saja;
(b) KONSUMEN tidak mempertahankan atau KONSUMEN tidak
melakukan perubahan besar pada asuransi yang diisyaratkan pasal 7
(asuransi) PERJANJIAN ini;
(c) KONSUMEN tidak memenuhi atau melaksanakan suatu ketentuan
atau persyaratan lain yang dinyatakan secara tegas atau tersirat
dalam PERJANJIAN ini atau setiap perjanjian, dokumen atau
jaminan yang dimaksudkan PERJANJIAN ini;
(d) Setiap pernyataan, jaminan atau keterangan yang dibuat oleh
KONSUMEN berdasarkan PERJANJIAN ini atau dalam perjanjian,
dokumen atau jaminan apapun yang dimaksudkan perjanjian ini,
yang telah/harus dibuat dan/atau disampaikan dan/atau
dilaksanakan oleh KONSUMEN, ternyata tidak benar atau tidak
sesuai dengan kenyataan;
(e) Harta kekayaan KONSUMEN baik sebagian maupun seluruhnya,
disita, dialihkan/beralih kepada pihak lain, atau menjadi objek suatu
perkara yang menurut pendapat KREDITUR sendiri dapat
mempengaruhi kemampuan KONSUMEN untuk membayar
kembali kewajiban-kewajibannya dalam PERJANNIAN ini;
(f) Setiap peristiwa atau rangkaian termasuk tetapi tidak terbatas pada
setiap perubahan apapun atas kewajiban pemerintah, yang menurut
pendapat KREDITUR sendiri telah mengakibatkan atau dapat
mengakibatkan atau menyebabkan perubahan yang merugikan
dalam posisi keuangan atau komersil KONSUMEN, atau dengan
cara lain dapat berakibat atau membawa akibat yang sangat
merugikan pada kesanggupan KONSUMEN untuk melaksanakan
kewajiban-kewajibannya berdasarkan PERJANJIAN ini;
57

(g) KONSUMEN berhenti menjalankan usahanya, atau salah satu


kekayaan yang dimiliki atau digunakan oleh KONSUMEN,
termasuk tetapi tidak terbatas pada BARANG, terancam atau
dikenakan penyitaan atau eksekusi, atau kekayaan tersebut terkena
perampasan, penyitaan, atau penghukuman, atau setiap tindakan
lainnya yang mengganggu penggunaan Barang oleh KONSUMEN;
atau jika KREDITUR atas dasar yang wajar mungkin menganggap
dirinya menjadi tidak terjamin berkenaan dengan hak-hak hukum
atau kepentingan keuangannya berdasarkan PERJANIAN ini;
(h) BARANG jaminan berpindah atau dijanminkan kepada pihak
ketiga, tanpa mendapat persetujuan secara tertulis terlebih dahulu
dari KREDITUR;
(i) KONSUMEN dan/atau BARANG terlibat dalam suatu perkara
pidana atau perdata dan karenanya menurut pendapat KREDITUR
sendiri, KONSUMEN tidak mampu untuk menyelesaikan
kewajiban-kewajibannya dalam PERJANJIAN ini;
(j) KONSUMEN dan/atau perusahaan yang terafiliasi dengan
KONSUMEN lalai, tidak melaksanakan kewajiban, atau
wanprestasi berdasarkan PERJANJIAN ini atau fasilitas
pembiayaan lainnya yang diberikan oleh KREDITUR atau bersama-
sama dengan pihak ketiga lainnya;
(k) KONSUMEN dan/atau perusahaan yang terafiliasi dengan
KONSUMEN tidak melakukan pembayaran kewajiban pada saat
jatuh tempo atau wanprestasi dalam pelaksanaan salah satu
kewajiban berdasarkan perjanjian manapun di mana KONSUMEN
dan/atau perusahaan yang terafiliasi dengan KONSUMEN
berhutang atau dapat menjadi berhutang;
(l) KONSUMEN menuntut, mengambil suatu tindakan atau
membiarkan suatu tindakan yang menyatakan atau menyiratkan
bahwa KONSUMEN adalah pemilik BARANG; atau
(m) KONSUMEN melakukan wanprestasi, atau terjadi suatu peristiwa
wanprestasi berdasarkan kontrak atau perjanjian lain KREDITUR
dan KONSUMEN;
(n) KONSUMEN atau PENJAMIN (yaitu pihak lain yang berdasarkan
PERJNJIAN ini menanggung atau menjamin pembayaran hutang
KONSUMEN) mengajukan permohonan untuk dinyatakan dalam
keadaan pailit atau penundahan pembayaran hutang-hutang
(surseance van betaling) atau tidak membayar hutang kepda pihak
ketiga yang telah dapat ditagih (jatuh waktu) adalah suatu
permohonan kepailitan diajukan terhadap KONSUMEN dan/atau
PENJAMIN atas permintaan pihak manapun;
(o) KONSUMEN atau PENJAMIN meninggal dunia, dibubarkan atau
mengambilkan keputusan untuk bubar (bilamana KONSUMEN dan
58

PEJAMIN adalah suatu perseroan) atau sakit berkelanjutan atau


cacat tetap, dan menurut pendapat KREDITUR sendiri
KONSUMEN tidak mampu untuk menyelesaikan kewajiban-
kewajibannya dalam PERJANJIAN ini, kecuali apabila penerima
dan/atau penerus hak/para ahli warisnya, dengan persetujuan
KREDITUR, menyatakan sanggup untuk memenuhi kewajiban
KONSUMEN berdasarkan PERJANJIAN ini;
(p) KONSUMEN berada dibawah pengampuan (Onder Curatele
Gesteld) atau karena sebab apapun yang menyebabkan
KONSUMEN tidak cakap atau tidak berhak atau tidak berwenang
lagi untuk melakukan tindakan pengurusan, atau pemilikan atas dan
terhadap kekayaannya, baik sebagian atau seluruhnya.
(q) Bilamana KONSUMEN tidak menyerahkan dokumen-dokumen asli
yang berkaitan dengan pemilik BARANG tersebut sebagai jaminan
kepada KREDTUR.

Butir 8.2

Dengan demikian, maka KONSUMEN tidak lagi menguasai BARANG


tanpa seizin PELAKU USAHA dan KONSUMEN secara tegas tidak
akan melakukan upaya hukum apapun termasuk tuntutan lebih lanjut
kepada KONSUMEN ,akan tetapi :

(a) KONSUMEN harus segera mengembalikan BARANG kepada


PELAKU USAHA sesuai PERJANJIAN ini, dan/atau semua
BARANG yang telah diberi/diserahkan oleh PELAKU USAHA
kepada KONSUMEN menurut PERJANJIAN ini ; dan
(b) KONSUMEN tanpa menunda-nunda harus segera membayar
seluruh jumlah yang terhutang menurut PERJANJIAN ini, termasuk
tetapi tidak terbatas pada:
(i) Semua jumlah Hutang Pokok dan biaya tambahan yang harus
dibayar namun belum dibayar , bersama dengan bunga dan
denda keterlambatan pembayaran sesuai tarif yang disebut
dalam PERJANJIAN.
(ii) Semua ongkos dan biaya yang dikeluarkan oleh PELAKU
USAHA termasuk tetapi tidak terbatas pada untuk biaya jasa
hukum, biaya notaris, biaya penguasaan kembali,
penyimpanan, pengangkutan, asuransi, perbaikan dan penjualan
atau pelepasan BARANG dengan cara apapun juga, sejak
tanggal dikeluarkannya ongkos atau biaya tersebut sampai
dengan selesai semua kewajiban harus dibayar KONSUMEN.
(c) PELAKU USAHA dapat segera memutuskan dan membatalkan
perjanjian ini tanpa perlu adanya suatu peringatan dengan surat juru
59

sita atau surat lainnya atau suatu keputusan/ketetapan pengadilan


untuk menjalankan salah satu atau lebih dari hal-hal dibawah ini :
(i) mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk mendapatkan
kembali semua yang harus dibayarkan berdasarkan
PERJANJIAN ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua
biaya hukum dan biaya jasa pengacara sehubungan dengan
pelaksanaan ketentuan-ketentuan PERJANJIAN ini dan setiap
perjanjian yang disebut dalam atau dimaksudkan
PERJANJIAN ini dan memperoleh ganti rugi atas pelanggaran
PERJANJIAN ini.
(ii) melaksanakan hak-haknya terhadap PENJAMIN, dan
mengambil tindakan apapun yang diperlukan untuk
melaksanakan setiap jaminan yang diberikan berkenaan dengan
kewajiban-kewajiban KONSUMEN atau PENJAMIN tersebut.
(iii) tanpa pemberitahuan atau penagihan, yang dengan ini secara
tegas dikesampingkan oleh KONSUMEN, PELAKU USAHA
atau salah satu dari agen atau wakilnya, dapat menguasai,
mengamankan dan memasuki kantor, pabrik, gudang atau
bangunan lain di mana BARANG mungkin ditemukan dan
membuka setiap pintu gerbang, pintu atau pengikat dan
melepaskan dan membongkar barang-barang lainnya dimana
BARANG itu berada dan secara fisik mengangkatnya,
segalanya tanpa tanggung-jawab pada KONSUMEN atau
pihak-pihak lain atas kerusakan pada barang, bangunan atau
lainnya.
(iv) menjual atau dengan cara lain melepaskan (termasuk sewa
kepada pihak ketiga), memakai (atau memutuskan untuk tidak
melakukan apapun dari yang tersebut di atas) setiap dan semua
BARANG dan KONSUMEN setuju bahwa KONSUMEN
tidak akan, dan dengan ini melepaskan setiap dan semua hak
untuk mengajukan keberatan berkenaan dengan hal-hal yang
tersebut di atas atau mengajukan tuntutan terhadap salah satu
BARANG dari PELAKU USAHA atau pihak ketiga manapun.
(v) setiap penjualan atau pelepasan BARANG, menurut kebijakan
PELAKU USAHA sendiri, dapat dilakukan dengan pelelangan
umum atau penjualan langsung atau transaksi lainnya dengan
atau tanpa pemberitahuan kepada KONSUMEN, dan PELAKU
USAHA dapat menolak atau menerima setiap penawaran pada
waktu penjualan atau pelepasan dengan cara lain tersebut.
PELAKU USAHA tidak mempunyai kewajiban atau keharusan
untuk memberikan pertanggung-jawaban kepada KONSUMEN
berkenaan dengan penjualan atau pelepasan dengan cara lain
manapun, pemakaian atau penguasaan BARANG, atau
60

sehubungan dengan hasil yang diterima PELAKU USAHA


dari hal-hal tersebut.
(vi) Apabila hasil penjualan BARANG tersebut terdapat kelebihan ,
maka akan dikembalikan kepada KONSUMEN setelah
diperhitungkan hasil penjualan bersih dari BARANG dengan
tunggakan-tunggakan denda keterlambatan dan sisa investasi
KONSUMEN atau BARANG menurut perjanjian pokok
termasuk akan tetapi tidak terbatas pada biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh PELAKU USAHA berkenaan dengan
pengambilan dan penguasaan BARANG. Namun apabila tidak
mencukupi maka kekurangan tersebut tetap menjadi tanggung
jawab dan kewajiban KONSUMEN untuk melunasinya kepada
PELAKU USAHA selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
bank setelah diberitahukan ;
(vii) Mengambil tindakan lain yang diizinkan berdasarkan
PERJANJIAN ini atau berdasarkan undang-undang dan
peraturan yang berlaku.

Klausula pada Pasal 8 butir 8.1 point a yang menyatakan bahwa

“Konsumen tidak mebayar jika atau saat jatuh tempo salah satu angsuran

atau angsuran-angsurannya atau kewajiban-kewajibannya yang timbul

berdasarkan perjanjian ini, hal mana cukup dibuktikan dengan lewat waktu

saja”. Dilanjutkan pada butir 8.2 yang berbunyi “Dengan demikian, maka

konsumen tidak lagi menguasai barang tanpa seizin kreditur dan konsumen

secara tegas tidak akan melakukan upaya hukum apapun termasuk tuntutan

lebih lanjut kepada kreditur”. Diikuti dengan point c yang menyatakan

“Kreditur dapat dengan segera memutuskan dan membatalkan perjanjian

ini tanpa perlu adanya suatu peringatan dengan surat juru sita atau surat

lainnya atau suatu keputusan/ketetapan pengadilan”.

Klausula diatas memberikan hak kepada kreditur untuk melakukan

tindakan sepihak berkenaan dengan barang yang disewakan konsumen, jika


61

sewaktu-waktu terjadi penunggakan pembayaran angsuran atau lewat

waktu, maka pihak kreditur dapat mengeksekusi barang yang disewa

konsumen (objek perjanjian leasing) tanpa perlu pemberitahuan kepada

konsumen. Konsumen harus dengan segera mengembalikan barang yang

disewa karena telah dinyatakan wanprestasi berdasarkan ketentuan

perjanjian. Seperti kasus yang terjadi pada Magdalena R. Yang merupakan

salah satu konsumen yang menggunakan jasa lembaga pembiayaan pada

PT. Toyota Astra Financial Services. Magdalena R. membeli mobil

AVANZA dari perusahaan tersebut dengan sistem kredit dalam jangka

waktu selama 35 bulan, pembayaran angsuran dilakukan setiap bulan pada

tanggal jatuh tempo yaitu tanggal 30 setiap bulannya (lampiran perjanjian

lembar 1-20). Masa kredit telah berlangsung selama 7 bulan, pada saat

angsuran yang ke 8 dan 9 konsumen belum mampu membayar angsuran

mobil yang dibelinya. Akibatnya kendaraan yang dibeli konsumen disita

oleh PT. Toyota dengan alasan bahwa konsumen telah wanprestasi

terhadap perjanjian.

Berdasarkan gambaran kasus ini, kreditur telah melakukan tindakan

secara sepihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang diberikan kepada

pihak konsumen sebelum melakukan eksekusi mobil yang dibeli konsumen

secara kredit kepada perusahaanya. Tindakan yang dilakukan oleh pihak

kreditur tentunya sangat merugikan konsumen karena konsumen harus


62

kehilangan seluruh biaya yang telah dikeluarkan serta barang yang

disewakan.

Klausula yang digunakan sebagai dasar kebijakan kreditur

melakukan penarikan objek perjanjian leasing adalah terlarang karena telah

melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d UUPK yang melarang

pelaku usaha menyatakan konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen

secara angsuran.

Dari pemaparan beberapa Pasal tersebut dapat dilihat bahwa dalam

perjanjian leasing pada PT. Toyota Astra Financial Services terdapat :

a. Klasula-klausula baku dalam perjanjian leasing yang memberatkan

pihak konsumen.

Klausula-klausula dalam perjanjian pembiayaan sudah

dirumuskan atau dibuat secara sepihak oleh PT. Toyota Astra Financial

Services, sehingga konsumen tidak dapat menegosiasikan isi atau

klausula-klausula yang telah dibuat secara sepihak oleh produsen. Bagi

konsumen klausula-kalusula yang mengandung segi-segi perjanjian

baku merupakan pilihan yang tidak menguntungkan, karena konsumen

hanya dihadapkan pada satu pilihan, yaitu menerima apa yang telah

ditawarkan oleh kreditur, karena terdorong oleh kebutuhan atas

kendaraan tersebut, walaupun dengan berat hati.


63

Faktor-faktor penyebab sehingga sering kali kontrak baku

menjadi sangat berat sebelah adalah sebagai berikut:

 Kurang adanya atau bahkan tidak adanya kesempatan bagi salah satu

pihak untuk melakukan tawar-menawar, sehingga pihak yang

kepadanya disodorkan kontrak tidak banyak kesempatan untuk

mengetahui isi kontrak tersebut, apalagi ada kontrak yang ditulis

dengan huruf-huruf yang sangat kecil.

 Karena penyusunan kontrak yang sepihak, maka pihak penyedia

dokumen biasanya memiliki cukup banyak waktu untuk memikirkan

mengenai klausula-klausula dalam dokumen tersebut, bahkan

mungkin saja sudah berkonsultasi kepada para ahli atau dokumen

tersebut justru dibuat oleh para ahli. Sedangkan pihak yang

kepadanya disodorkan dokumen tidak banyak kesempatan dan sering

kali tidak familiar dengan klausula-klausula tersebut.

 Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak baku menempati

kedudukan yang sangat tertekan, sehingga hanya dapat bersikap “take

it or leave it”.46

Dengan demikian, konsumen harus mampu memenuhi syarat-

syarat yang telah ditetapkan secara baku dan sepihak oleh PT Toyota

Astra Financial Services. Konsumen harus menerima segala akibat yang

46
Munir Fuadi, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku Kedua, PT.
Aditya Bakti, Hal 78.
64

timbul dari perjanjian leasing ini, walaupun akibat dari perjanjian itu

merugikan konsumen tanpa ada kesalahan yang diperbuat olehnya.

b. Terdapat klausula-klausula eksonerasi dalam perjanjian.

Dalam perjanjian ini, dapat dilihat kalau beban tanggung jawab

konsumen lebih ditonjolkan dari pada beban tanggung jawab kreditur,

bahkan terlihat kesan bahwa kreditur berusaha supaya bebas dari

tanggung jawab. Hal ini dapat dilihat dari adanya klausula-klausula

yang membebankan tanggung jawab dalam hal kerusakan barang,

kehilangan barang, keadaan memaksa, biaya pajak, biaya asuransi, serta

biaya-biaya lainnya kepada pihak konsumen. Keadaan ini dirumuskan

sedemikian rapi dalam syarat-syarat perjanjian tersebut, sehingga dalam

waktu relatif singkat kurang dapat dipahami oleh konsumen ketika

menandatangani perjanjian ini dengan pihak kreditur. Klausula

eksonerasi adalah syarat yang secara khusus membebaskan pengusaha

dari tanggung jawab terhadap akibat yang merugikan, yang timbul dari

pelaksanaan perjanjian.

Eksonerasi hanya dapat digunakan apabila tidak dilarang oleh

Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. 47 Klausula

eksonerasi hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan perjanjian dengan

itikad baik. Dalam perjanjian pembiayaan PT. Toyota Astara Financial

Services, dimana terdapat klausula-klausula eksonerasi yang


47
Abdul Kadir Muhammad, Opcit Hal.20.
65

mengalihkan tanggung jawab atau membebaskan tanggung jawab PT.

Toyota Astra Financial Services selaku kreditur, sehingga konsumen

memikul tanggung jawab yang lebih besar.

B. Klausula Baku Yang Merugikan Konsumen

1. Beberapa klausula baku dalam perjanjian pembiayaan PT. Toyota Astra

Financial Services yang merugikan pembeli/penyewa/konsumen

konsumen

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pengaturan

mengenai klausula baku baru terdapat dalam Undang-Undang No 8 Tahun

1999 tentang Perlindunagn Konsumen yaitu dalam Pasal 1 ayat (10) dimana

klausula baku didefinisikan sebagai berikut :

“setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan

dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang

dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat

dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.

Perjanjian yang tertera dalam ketentuan umum perjanjian pembiayaan

PT. Toyota Astra Financiasl Services adalah suatu bentuk perjanjian yang

telah baku (standard contract). Perjanjian tersebut didalamnya terkandung

klausula-klausula yang memberatkan pihak pengguna barang/jasa.

Dalam kasus perjanjian PT. Toyota Astra Financial Services tersebut

terdapat beberapa klausula yang merugikan konsumen antara lain:


66

a. Mengenai kewajiban-kewajiban konsumen/lessee, yang terdapat pada

SYARAT DAN KETENTUAN UMUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN

Pasal 4 butir 4.2 dalam PERJANJIAN PEMBIAYAAN PT.Toyota Astra

Financial Services bagian PEMBAYARAN KEMBALI (lampiran

perjanjian halaman 1), yang menyatakan sebagai berikut:

“Konsumen berkewajiban mendahulukan setiap kewajiban


berdasarkan perjanjian ini, termasuk tidak terbatas membayar
angsuran yang jatuh tempo tepat pada waktunya, dalam jumlah
yang penuh sesuai dengan PERJANJIAN ini, dan
KONSUMEN tidak dapat menggunakan alasan atau peristiwa-
peristiwa apapun juga termasuk karena keadaan memaksa
(force majeure) yang terjadi pada KONSUMEN untuk
menunda pembayaran angsuran tersebut. Lewatnya waktu suatu
pembayaran angsuran sebagaimana dimaksud dalam
PERJANJIAN merupakan bukti yang sempurna mengenai
kelalaian KONSUMEN untuk memenuhi kewajiban-
kewajibannya menururt PERJANJIAN ini, dan untuk itu tidak
dibutuhkan teguran atau somasi apapun dari PELAKU USAHA
atau juru sita pengadilan atau pihak lain yang ditunjuk oleh
PELAKU USAHA”.

Maksud dari syarat ini adalah apabila lessee lalai untuk

melakukan kewajiban membayar angsuran maka PT. Toyota Astra

Financial services berhak untuk menagih semua pembayaran yang

masih terhutang dan menerima kembali barangnya, dalam hal ini

keadaan memaksa (force majeure) salah satu peristiwa yang tidak

diharapkan terjadi dan tidak dapat diduga terjadi ketika perjanjian

dibuat, seharusnya pihak-pihak yang tidak dapat memenuhi kewajiban

itu dapat dipersalahkan dan tidak dapat dikenakan sanksi.


67

Dalam perjanjian pembiayaan pada PT. Toyota Astra Financial

Services, konsumen tidak dapat menggunakan alasan keadaan

memaksa (force majeure) untuk menunda ataupun tidak memenuhi

kewajibannya, sementara di dalam KUHPerdata Pasal 1553 yang

menyatakan bahwa “jika barang yang disewakan musnah sama sekali

dalam masa sewa karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka

persetujuan sewa gugur demi hukum. Jika barang yang bersangkutan

hanya sebagian yang musnah, maka penyewa dapat memilih menurut

keadaan, akan meminta pengurangan harga atau akan meminta

pembatalan persetujuan sewa, tetapi dalam kedua hal itu ia tidak

berhak atas ganti rugi”. Sesuai dengan maksud dari pasal tersebut

dapat dikatakan bahwa apabila wanprestasi yang dilakukan oleh salah

satu pihak dalam perjanjian terjadi akibat dari keadaan memaksa

(force Mejeure) atau overmatch, perjanjian menjadi batal. Namun

demikian, menjadi kewenangan hakimlah untuk menilai apakah benar

telah terjadi keadaan memaksa atau bukan, jadi keadaan memaksa juga

dapat menjadi syarat batal bagi sebuah perjanjian. 48

b. Pasal 6 butir (6.7) PERJANJIAN PEMBIAYAAN PT. Toyota Asra

Financial Services bidang PENGUASAAN BARANG (perjanjian

terlampir) yang meyatakan sebagai berikut:

48
Erawati, Elly dan Harlien Budiono, 2010, Penjelasan Hukun tentang Kebatalan Perjanjian,
PT. Gramedia, Jakarta, Hal. 28.
68

“Selama jangka waktu perjanjian ini masih berjalan, konsumen


bertanggung jawab atas kondisi barang dari dan setiap
kehilangan, kehancuran, kemorosotan, penyusutan harga, atau
kerusakan”.

Dalam klausula tersebut terdapat unsur pembebanan resiko

secara sepihak yang dibebankan kepada konsumen. Pembebanan

resiko yang penyebabnya tidak dibatasi sehingga meliputi semua

keadaan, termasuk keadaan memaksa atau overmacth yang harus

ditanggung oleh konsumen adalah tidak adil karena tidak semua

keadaan yang dapat menyebabkan hilang/rusaknya barang adalah

tanggung jawab konsumen.

Kreditur seharusnya tidak membebankan semua tanggung

jawab atas kerusakan, musnahnya, atau hilangnya objek leasing

kepada konsumen karena dalam lembaga leasing, tanggung jawab atas

kerusakan, musnah atau hilangnya barang kendaraan bermotor

ditanggung oleh pihak asuransi, bukan seluruhnya ditanggung oleh

konsumen atau konsumen. Pengalihan atau pembebasan tanggung

jawab yang dilakukan oleh kreditur kepada konsumen ini secara

prinsip bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK.

c. Pasal 4 butir 4 dan Pasal 12 butir 12.1 yang menyatakan tunduknya

konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,

lanjutan ataupun pengubahan lanjutan dan pengalihan tanggung jawab

serta menyatakan bemberian kuasa. Klausula dalam perjanjian PT.


69

Toyota Astra Finsacisal Services tersebut yang intinya menyatakan

konsumen tunduk dengan ketentuan perjanjian pembiayaan yang

berlaku yang ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha telah

melanggar Pasal 18 ayat 1 UUPK, klausula tersebut terdapat pada

Pasal ke 4 butir 4 dalam SYARAT DAN KETENTUAN UMUM

PERJANJIAN PEMBIAYAAN PT. Toyota Astra Financial Services

bagian PEMBAYARAN KEMBALI (lampiran perjanjian halaman 1)

yang berbunyi sebagai berikut :

“Apabila terjadi tindakan dibidang moneter dan/atau di bidang-


bidang lain oleh Pemerintah Republik Indonesia yang
berakibat langsung maupun tidak langsung pada PERJANJIAN
ini, maka PELAKU USAHA berhak menyesuaikan jumlah
kewajiban pembayaran KONSUMEN kepada PELAKU
USAHA sebagaimana akan diberitahukan secara tertulis
kepada KONSUMEN dan KONSUMEN wajib mengikuti
penyesuaian jumlah tersebut”.

Pasal 12 butir 12.1 PERJANJIAN PEMBIAYAAN PT. Toyota Astra

Financial Services bagian KUASA YANG TIDAK DAPAT

DITARIK KEMBALI (lampiran perjanjian halaman 7) yang

menyatakan :

“KONSUMEN memberi kuasa kepada PELAKU USAHA dan


dengan ini PELAKU USAHA berhak untuk membuat,
menandatangani atau melakukan pembaharuan hutang (novasi)
terhadp PERJANJIAN ini sehubungan dengan fasilitas
pembiayaan atau hal lain yang menurut KREDITUR perlu
dilakukkan perubahan, penambahan, atau pembaharuan atas
perjanjjian ini”.
70

2. Akibat hukum klausula baku yang merugikan konsumen

Berdasarkan analisis terhadap perjanjian pembiayaan PT. Toyota

Astra Financial Services terdapat beberapa klausula klausula yang bersifat

berat sebelah dan dirasakan merugikan konsumen serta klausula-klausula

tersebut juga telah melanggar ketentuan Pasal 18 UUPK antara lain seperti,

pasal 4 butir 4 yang intinya menyatakan tunduknya konsumen kepada

peraturan tambahan atau perubahan ketentuan yang telah disepakati, klausula

tersebut telah melanggar Pasal 18 ayat 1 huruf g. Selain itu klausula yang

merugikan konsumen juga terdapat pada Pasal 6 butir 6.7 yang intinya berisi

pengalihan tanggung jawab, klausula tersebut melanggar Pasal 18 ayat (1)

huruf a UUPK. Juga sering ditemukan klausula yang menyatakan kreditur

berhak untuk melakukan tindakan sepihak berkenaan dengan barang yang

dibeli konsumen secara angsuran yaitu jika sewaktu-waktu terjadi

penunggakan pembayaran angsuran atau lewat waktu, maka pihak kreditur

dapat segera menarik kembali (mengeksekusi) barang yang disewa konsumen

tanpa perlu pemberitahuan kepada konsumen.

Klausula baku yang menyatakan kreditur dapat segera memutuskan

dan membatalkan perjanjian dalam hal konsumen lalai memenuhi

kewajiabannya yaitu terlambat membayar angsuran maka kreditur berhak

menarik kembali barang yang disewa oleh konsumen tersebut dirasakan

sangat merugikan konsumen serta klausula-klausula tersebut juga telah

melanggar ketentuan Pasal 18 ayat 1 butir d UUPK.


71

Menurut putusan Mahkamah Agung No.935/Pd/1985tanggal 30

September 1985 dalam buku Suharnoko yang berjudul Hukum Perjanjian

Teori dan Analisa Kasus menyebutkan bahwa dipandang dari sudut keadilan

dan moral adalah tidak patut bentuk dan isi perjanjian yang melenyapkan hak

pembeli sewa atas barang yang dibeli hanya disebabkan keterlambatan atau

kesulitan pembayaran angsuran tanpa mempertimbangkan jumlah angsuran

yang telah dibayar.49 Konsumen telah membayar 7 kali angsuran, namun

terjadi kemacetan pada angsuran ke-8 dan ke-9. Ini berarti konsumen telah

menunaikan sebagian kewajibannya sehingga dapat dikatakan bahwa di atas

objek sengketa tersebut telah ada sebagian hak milik KONSUMEN (konsumen)

dan sebagian hak milik PELAKU USAHA.

Ketentuan di dalam UUPK Pasal 18 ayat (3) menyatakan bahwa:

“setiap klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau

perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum”.

Pasal 18 ayat (3) ini menyatakan jika ternyata masih terdapat

perjanjian/klausula baku pada suatu dokumen atau perjanjian yang dilarang

menurut pasal tersebut, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum.

Perjanjian batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan

suatu perjanjian, dan dengan demikian tidak pernah ada suatu perikatan.

49
Suharnoko, 2005, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta,
Hal 62.
72

Tujuan para pihak yang membuat perjanjian yakni melahirkan perikatan

hukum, telah gagal. 50

Dalam Pasal 1256 KUHPerdata menyebutkan bahwa apabila suatu

syarat batal terpenuhi maka syarat tersebut menghentikan perikatan dan

membawah segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak

pernah ada suatu perikatan. Dengan demikian si kreditur yang telah menerima

prestasi yang diperjanjikan harus mengembalikan apa yang telah

diterimanya.51

Jika kreditur betul-betul mengambil kembali barang yang disewakan

itu tanpa perintah pengadilan, persetujuan segera berakhir, penyewa bebas

dari tanggungjawab yang akan datang, dan dapat menuntut kembali dari

kreditur semua yang telah ia bayar lebih dahulu berdasarkan perjanjian. 52

...selain itu berdasarkan ketentua Pasal 1266 ayat 4 KUHPerdata,

hakim berwenang untuk memberikan kesempatan kepada konsumen, dalam

jangka waktu paling lama satu bulan, untuk memenuhi perjanjian meskipun

sebenarnya konsumen sudah wanprestasi atau cidera janji. Dalam hal ini

hakim mempunyai discrecy untuk menimbangkan berat ringannya kelalaian

konsumen dibandingkan kerugian yang diderita jika perjanjian dibatalkan. 53

50
Elly Erawati, Loc cit.
51
Suharnoko, Ibid, Hal 73
52
Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Perjanjian, P.T. Alumni, Bandung, Hal 310.
53
Ibid, Hal 64.
73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan

oleh PT. Toyota Astra Financial Services maka dapat diambil beberapa

kesimpulan:

1. Perjanjian yang diadakan PT. Toyota Astra Financial Services masih

terdapat beberapa klausula baku yang belum sesuai dengan ketentuan

Pasal 18 UUPK karena klausula tersebut dirasakan tidak wajar dan

bersifat berat sebelah diantarnya pasal 4 Butir 4, pasal 4 Butir 4.2, Pasal 6

Butir 6.7, pasal 8 dan Pasal 12 Butir 21.1. Hal ini terlihat pada hak dan

kewajiban para pihak dalam perjanjian kredit tersebut, dimana hak

perusahaan jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan kewajiban

maupun hak konsumen.

2. Ketentuan di dalam UUPK Pasal 18 ayat (3) menyatakan jika ternyata

masih terdapat perjanjian/klausula baku pada suatu dokumen dan/atau

perjanjian yang dilarang menurut Pasal tersebut, maka perjanjian tersebut

adalah batal demi hukum. Apabila suatu syarat batal terpenuhi maka

syarat tersebut menghentikan perikatan dan membawah segala sesuatu

kembali pada keadaan semula dengan demikian si kreditur yang telah

menerima prestasi yang diperjanjikan harus mengembalikan apa yang

telah diterimanya.
74

B. Saran

Berdasarakan penelitian penulis terhadap perjanjian leasing ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Pemerintah dalam hal ini departemen perdagangan harus meningkatkan

sosialisasi serta pembinaan kepada masyarakat mengenai UUPK, karena

selama ini masi banyak masyarakat yang tidak mengerti atau awam

mengenai perlindungan konsumen.

2. Masyarakat harus juga lebih kritis jika membeli barang atau jasa tertentu

salah satunya dengan cara memperdalam pengetahuan tentang hukum

perlindungan konsumen. Dengan begini konsumen tidak akan mudah

menerima ketentuan apa saja yang diberikan oleh pelaku usaha.


75

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Badrulzaman, Mariam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni.

Erawati, Elly dan Herlien Budiono, 2010, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan
Perjanjian, Jakarta : PT. Gramedia.

Fuadi, Munir, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Jakarta:
PT. Citra Aditya Bakti.

-----------------, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) buku
kedua, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti.

----------------,2002, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek,


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Hermansyah, Edi Dkk, 2007, Bahan Ajar Hukum Pembiayaan, Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu.

Lubis, M. Sofyan, Mengenal Hak Konsumen dan Pasien, Yogyakarta: Pustaka


Yustisia.

Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdul Kadir, 2006, Hukum Perjanjian, Bandung :PT. Alumni

---------------------------------, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra


Aditya Bakti.

Muliadi, Ahmad, 2013, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Akademia Permata.

Purwahid, Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju.

Salim, 2004, perkembangan hukum jaminan di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
76

Saliman, R. Abdul, 2011, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Satrio, J., 1995, Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

------------, 1996, Hukum Perikatan Tentang Hapusnya Perikatan Bagian I, Bandung:


PT. Citra Aditya Bakti.

Shidarta, 2000, Hukum Perlindunngan Konsumen Indonesia, Grasindo.

Sjahdeni, Sutan Remy, 1993, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang


Seimbang bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,
Jakarta: Institut Bankir Indonesia.

Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung : Citra aditya bakti.

----------, 1987, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermesa.

Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Prenmada
Media.

Suryodiningrat, 1995, Asas-Asas Hukum Perikatan, Bandung: Tarsito.

Wijaya, Gunawan dan kartini Muljadi, 2003, Hapusnya Perikatan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Soerjono Soekanto dan Srimamuji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta, Rajawali Pers.

Ridwan Khairandy, 2007, Keabsahan Perjanjian Standar Pasca Berlakunya


Undang-Undang Perlindungan Konsume, Jogjakarta.

Peraturan Perudang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/kmk.01/1991


Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).
77

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/pmk.012/2006 Tentang Perusahaan


Pembiayaan.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga


Pembiayaan.

Internet :

http://hukumpedia.com Klausula_baku, diakses pada tanggal 7 Mei 2013, pukul 08.45


WIB.
78

Anda mungkin juga menyukai