Anda di halaman 1dari 3

Hak dan Kewajiban Penanggung dan Tertanggung dalam Asuransi Tanggung Gugat Umum Di

Indonesia

Hak dan kewajiban penanggung dalam asuransi tanggung gugat umum terdapat di dalam Undang-
Undang yaitu pada Undang-Undang Perasuransian. Selain terdapat pada Undang-Undang hak dan
kewajiban penanggung dan tertanggung dalam asuransi tanggung gugat umum juga timbul akibat
adanya perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung yang terdapat pada polis.
Penanggung adalah pihak yang menerima risiko dari perjanjian pertanggungan, yang menanggung
pembayaran uang pertanggungan, yang mengikat diri untuk pembayaran jumlah itu 1

KEWAJIBAN PENANGGUNG

A. KEWAJIBAN MENYERAHKAN POLIS


Pasal 255 KUHD menentukan bahwa pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu
akta dinamakan polis. Dalam perjanjian pertanggungan polis bukan merupakan bukti adanya
perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal 257 KUHD. Akan tetapi bukan berarti
polis tidak penting karena polis tetap mempunyai arti yang begitu besar bagi tertanggung,
karena polis merupakan bukti yang sempurna tentang apa yang diperjanjikan oleh para
pihak dalam perjanjian pertanggungan itu. Mengenai siapa yang membuat polis terdapat
dalam ketentuan Pasal 259 KUHD, yang dinyatakan bahwa “apabila suatu pertanggungan
ditutup langsung antara si tertanggung, atau seorang yang telah diperintahnya untuk itu
atau mempunyai kekuasaan untuk itu atau mempunyai kekuasaan untuk itu, dan si
penanggung, maka haruslah polisnya dalam waktu dua puluh empat jam setelah dimintanya
ditanda tangani oleh pihak yang tersebut terakhir ini, kecuali apabila dalam ketentuan
undang-undang dalam suatu hal tertentu, ditetapkan suatu jangka waktu yang lebih.
Ketentuan Pasal 259 KUHD, dijelaskan bahwa yang membuat polis adalah pihak tertanggung.
Tetapi dalam prakteknya tidaklah demikian biasanya pihak penanggung memakai polis yang
telah ditentukan oleh mereka. Maksud Pasal 259 KUHD karena kedudukan tertanggung
dalam segi ekonomis yang lebih lemah menjadi lebih terjamin, jadi ketentuan itu merupakan
perlindungan kepada pihak tertanggung
B. KEWAJIBAN MEMBAYAR UANG PERTANGGUNGAN
Selain kewajiban membuat polis tersebut masih terdapat kewajiban pokok lainnya yaitu
membayar sejumlah uang kepada pihak lainnya yaitu membayar sejumlah uang kepada
pihak tertanggung atau orang yang ditunjuk oleh tertanggung, apabila terjadi peristiwa tak
tentu, dimana peristiwa yang terjadi tersebut merupakan kepentingan didalam perjanjian
pertanggungan yang mereka adakan. Jumlah uang yang dijaminkan pembayaran oleh pihak
penanggung disebutkan di dalam polis, ketentuan ini diatur di dalam Pasal 256 ayat (4)
KUHD yang menyatakan bahwa “jumlah uang untuk berapa diadakan
pertanggungan.”Apabila hal ini tidak disebutkan di dalam polis, tidak akan mengakibatkan
batalnya perjanjian tersebut, akan tetapi dalam prakteknya ketentuan Pasal 246 ayat (4)
KUHD selalu diperhatikan. Jadi penyebutan jumlah pembayaran di dalam polis bukan
merupakan syarat mutlak.96 Selain dua kewajiban pokok yang diuraikan diatas masih
terdapat beberapa kewajiban tambahan, yaitu kewajiban untuk menagih premi tepat
waktunya apabila ini merupakan ketentuan atau kebiasaan, kewajiban untuk menebus
apabila ini ditentukan atau kebiasaan, dan kebiasaan untuk membayar keuntungan, apabila
hal ini surat. Serta kewajiban penanggung sebagai pemegang gadai pada pegadaian polis.

1
Napitupulu, “KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DALAM
MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG PADA POLIS ASURANSI,” Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota 1, no. 3
(2017): 82–91.
HAK PENANGGUNG

Perjanjian pertanggungan adalah perjanjian yang bersifat timbal-balik, agar perjanjian tersebut
dapat atau berjalan sesuai dengan harapan maka hak dan kewajiban masing-masing harus
dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Selain memenuhi segala kewajibannya, pihak penanggung
dapat juga menuntut haknya, adapun hak penanggung tersebut yaitu Penanggung berhak atas uang
premi, yang menurut ketentuan dalam syarat-syarat umum masing-masing polis harus dibayar Oleh
pengambil asuransi setiap bulan, Setiap triwulan, atau setiap setengah tahun, dan seterusnya.

KEWAJIBAN TERTANGGUNG

A. KEWAJIBAN MEMBAYAR UANG PREMI


Kewajiban membayar uang premi adalah kewajiban yang paling utama, karena berjalan atau
tidaknya hukum pertanggungan itu ditentukan dengan uang premi tersebut. Kata premi
disebutkan dalam ketentuan Pasal 246 KUHD, dan premi ini merupakan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung. Cara menentukan
besarnya premi tiap perusahaan pertanggungan berlainan, dan premi ini dinyatakan dengan
persentase dari jumlah yang dipertanggungkan, yang merupakan gambaran penilaian
penanggung terhadap risiko yang ditanggungnya. Penilaian tersebut dipengaruhi oleh
hukum permintaan dan penawaran, apabila penanggung banyak mengadakan perjanjian
tertentu, maka akibatnya premi condong menurun akan tetapi apabila penanggung sedikit
mengadakan perjanjian pertanggungan, maka premi condong naik.
B. KEWAJIBAN MEMBERIKAN KETERANGAN KETERANGAN YANG DIPERLUKAN
Kewajiban memberikan keterangan ini dilakukan sebelum premi pertama kali dibayarkan.
Kewajiban ini dibebankan kepada tertanggung, sebab hal ini sangat penting bagi pihak
penanggung untuk memperhitungkan berat ringannya resiko, dan pemberitahuan ini harus
diberikan secara khusus kepada penanggung, biasanya penanggung telah menyediakan
formulir yang harus di isi oleh tertanggung sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh si
penanggung. Jadi kewajiban memberikan keterangan harus dilakukan dengan sebenar-
benarnya, agar perjanjian pertanggungan itu dapat berjalan dengan lancar tanpa
menimbulkan kerugian pada salah satu pihak
C. KEWAJIBAN MENGUSAHAKANSEGALA SESUATU UNTUK MENCEGAH DAN MENGURANGI
KERUGIAN YANG MUNGKIN TERJADI
Apabila dalam perjanjian itu, peristiwa tak tentu benar terjadi, maka orang berkepentingan
atau tertunjuk dalam perjanjian pertanggungan itu diwajibkan untuk mencegahnya atau
mengurangi kerugian yang akan terjadi, yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang yang
berkepentingan, maka dia tidak dikenakan kewajiban karena kewajiban ini hanya ditujukan
kepada orang yang berkepentingan. Dalam hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 283
KUHD yang menyatakan bahwa “dengan tidak mengurangi adanya ketentuan-ketentuan
khusus mengenai berbagai macam pertanggungan, maka wajiblah tertanggung untuk
mengusahakan segala sesuatu guna mencegah atau mengurangi kerugian dan wajiblah ia
segera setelah terjadinya kerugian itu memberitahukannya kepada si penanggung,
sementara itu atas ancaman mengganti biaya, rugi dan bunga, apabila ada alasan untuk i

HAK TERTANGGUNG

A. MENUNTUT PENYERAHAN POLIS


Polis merupakan alat bukti yang penting dalam perjanjian pertanggungan, karena polis
memuat segala kepentingan yang dipertanggungkan mengenai hak dan kewajiban
tertanggung maupun penanggung. Menurut undang-undang polis dibuat oleh tertanggung,
tetapi di dalam praktiknya penanggung yang membuat polis. Maka dalam hal ini tertanggung
mempunyai hak untuk menuntut penyerahan polis kepada penanggung, dasar penuntutan
hak ini adalah Pasal 257 ayat (2) KUHD. Hak ini diberikan kepada penanggung karena
mengingat terkadang ada pihak penanggung yang kurang bertanggung jawab mengenai
penyerahan polis ini, walaupun jangka waktunya telah ditentukan dalam Pasal 259 dan Pasal
260 KUHD.
B. MENUNTUT GANTI RUGI
Apabila terjadi peristiwa tak tentu yang mengakibatkan kerugian terhadap kepentingan-
kepentingan dalam pertanggungan itu, maka disini pihak tertanggung dapat menuntut
haknya, yaitu meminta ganti kerugian kepada pihak penanggung, asalkan tertanggung
merupakan orang yang berkepentingan
C. KEWAJIBAN DAN HAK ORANG YANG BERKEPENTINGAN
Orang yang berkepentingan adalah pihak yang ditunjuk oleh tertanggung untuk menerima
pembayaran. Sifatnya sangat penting dalam perjanjian pertanggungan, karena bila tidak ada
orang yang berkepentingan, pihak penanggung tidak dapat membayar uang pertanggungan
itu

DAFTAR PUSTAKA

Napitupulu. “KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DALAM


MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG PADA POLIS ASURANSI.” Jurnal Pembangunan
Wilayah & Kota 1, no. 3 (2017): 82–91.

Anda mungkin juga menyukai