Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN FUNGSI ASAS ASURANSI


1. Pengertian Asas Asuransi
Asas merupakan norma yang bersifat statis yang menjadi pedoman dalam
pembentukan hukum positif, artinya setiap perjanjian asuransi dan perundang-
undangan asuransi selayaknya tidak boleh bertentangan dengan asas-asas perjanjian
asuransi, sehingga dalam praktik bisnis asuransi harus sesuai dengan asas dalam
asuransi.
Adapun Asas-asas dalam asuransi terbagi atas beberapa di antaranya :
a. Asas indemnitas
Asas Indemnitas adalah satu asas utama dalam perjanjian asuransi,
karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah
tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Perjanjian asuransi mempunyai
tujuan utama dan spesifik ialah untuk memberi suatu ganti kerugian kepada
pihak tertanggung oleh pihak penanggung. Pengertian kerugian itu tidak boleh
menyebabkan posisi keuangan pihak tertanggung menjadi lebih diuntungkan
dari posisi sebelum menderita kerugian. Jadi, terbatas pada keadaan awal /
posisi awal, artinya hanya mengembalikannya pada posisi awal.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang, mengenai kepentingan,
mengaturnya dalam dua pasal yaitu Pasal 250 dan Pasal 268. Pasal 250:
“apabila seorang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri
sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu
pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai
suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si
penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.”
Pasal 268:
“suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat
dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak
dikecualikan oleh undang-undang.”
Jadi pada hakikatnya, setiap kepentingan itu dapat
diasuransikan/dipertanggungkan, baik kepentingan yang bersifat kebendaan
atau kepentingan yang bersifat hak, sepanjang memenuhi syarat yang diminta
oleh Pasal 268 tersebut diatas, yaitu bahwa kepentingan itu dapat dinilai
dengan uang, dapat diancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-
undang.
Hal ini tidak lagi mencukupi karena kepentingan yang diasuransikan
tidak lagi terbatas pada kepentingan yang dapat dinilai dengan uang
sebagaimana halnya dengan jiwa seseorang. Kebutuhan masyarakat telah jauh
melampaui kebutuhan terhadap asuransi kebakaran semata untuk
mempertanggungkan kepentingan mereka mengingat risiko-risiko yang timbul
kemudian melahirkan kebutuhan terhadap jenis-jenis asuransi baru. Batasan
atas objek asuransi dalam Pasal 268 KUHD meliputi objek asuransi atas
kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam bahaya, tidak
dikecualikan oleh undang-undang sudah tidak sesuai dengan praktik industri
asuransi sejak lama.
b. Asas kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest)
Asas kepentingan yang dapat diasuransikan merupakan asas utama
kedua dalam perjanjian asuransi/pertanggungan. Maksudnya adalah bahwa
pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat
dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan
menjadi menderita kerugian. Setiap pihak yang bermaksud mengadakan
perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan,
maksudnya ialah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan
sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti
terjadinya dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian .
c. Asas Kejujuran yang Sempurna dalam Perjanjian Asuransi
Asas ini lazim juga dipakai istilah-istilah lain yaitu: itikad baik yang
sebaik-baiknya. Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap
perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan
perjanjian. Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap
perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan
perjanjian. Tidak dipenuhinya asas ini pada saat akan menutup suatu
perjanjian akan menyebabkan adanya cacat kehendak, sebagaimana makna
dari seluruh ketentuan-ketentuan dasar yang diatur oleh Pasal-Pasal 1320-1329
KUH Perdata. Bagaimanapun juga itikad baik merupakan satu dasar utama
dan kepercayaan yang melandasi setiap perjanjian dan hukum pada dasarnya
juga tidak melindungi pihak yang beritikad buruk.
d. Asas Subrogasi
bagi penanggung meskipun tidak mempengaruhi sah atau tidaknya
perjanjian asuransi, perlu dibahas, karena merupakan salah satu asas perjanjian
asuransi yang selalu ditegakkan pada saat-saat dan keadaan tertentu dalam
rangka menerapkan asas pertama perjanjian asuransi ialah dalam rangka
tujuan pemberian ganti rugi ialah asas indemnitas. Di dalam KUH Dagang,
asas ini secara tegas diatur pada Pasal 284:
“Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang
yang dipertanggungkan, mengantungkan dalam segala hak yang diperolehnya
terhadap orang-orang kettiga berhubungan dengan menerbitkan kerugian
tersebut, dan sitertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap
perbuatan yang dapat merugikan hak sipenanggung terhadap orang-orang
ketiga itu”.
Asas subrogasi bagi penanggung, seperti diatur pada Pasal 284 KUH
Dagang tersebut diatas adalah suatu asas yang merupakan konsekunsi logis
dari asas indemnitas. Mengingat tujuan perjanjian asuransi itu adalah untuk
memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung, karena dengan
terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan menjadi diuntungkan.
Artinya tertanggung di samping sudah mendapat ganti kerugian dari
penanggung masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga (meskipun
ada alasan hak untuk itu).
Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan undang-
undang, oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakan apabila
memenuhi dua syarat berikut:
 Apabila tertanggung di samping mempunyai hak terhadap penanggung
masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.
 Hak tersebut timbul, karena terjadinya suatu kerugian.
Pada umumnya asas subrogasi ini secara tegas diatur pula sebagai syarat
polis, dengan perumusan sebagai berikut:
 Sesuai dengan Pasal 284 KUHD, setelah pembayaran ganti rugi atas harta
benda yang dipertanggungkan dalam polis ini, maka penanggung
menggantikan tertanngung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap
pihak ketiga sehubungan dengan ganti kerugian tersebut. Subrogasi pada
ayat tersebut diatas berlaku dengan sendirinya tanpa memerlukan sesuatu
surat kuasa khusus dari tertanggung.
 Tertanggung tetap bertanggung jawab merugikan hak penanggung
terhadap pihak ketiga. Jadi pada perjanjian asuransi, asas subrogasi
dilaksanakan baik berdasarkan undang-undang maupun berdasarkan
perjanjian.
 Polis sebagai dokumen perjanjian asuransi
Pada dasarnya setiap perjanjian pasti membutuhkan adanya suatu
dokumen. Setiap dokumen secara umum mempunyai arti sangat penting
karena berfungmksi sebagai alat bukti. Arti pentingnya dokumen sebagai alat
bukti tidak hanya bagi para pihak saja, tetapi juga bagi pihak ketiga yang
mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan perjanjian yang
bersangkutan.
Seringkali pada kenyataannya, penerapan asas –asas asuransi tidak
sepenuhnya diterapkan secara tegas. Ketidakseimbangan antara term
dan condition pada klausul perjanjian asuransi yang cenderung memberatkan
kepada nasabah, sehingga harapan untuk penguatan posisi tawar nasabah dan
pemberian dorongan tanggungjawab kepada pihak asuransi yang tidak atau
sangat kurang. Meskipun terkadang karena ketidaktahuan nasabah sendiri
mengenai tata cara pengajuan klaim. Asas-asas asuransi jika diterapkan dalam
perjanjian asuransi akan mengurangi persoalan hukum di dalam praktik.
Asuransi dapat dikatakan sebagai suatu lembaga yang berada di
lingkungan masyarakat luas. Pada hakikatnya suatu lembaga selalu melakukan
tindakan yang bukan untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga untuk
kepentingan orang lain, untuk memenuhi tugas-tugas tertentu dan lain
sebagainya. Begitu juga dengan keberadaan asuransi dimana sebuah
perusahaan asuransi merupakan suatu lembaga masyarakat sebagai tujuan
sosial. Karena itu lembaga asuransi selalu menawarkan produknya kepada
masyarakat.
2. Fungsi Asas Asuransi

Anda mungkin juga menyukai