Anda di halaman 1dari 11

Syarat-syarat

Sah Asuransi
Syarat Sah Asuransi dalam Polis
Secara umum, berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan
syarat sahnya perjanjian asuransi atau kontrak asuransi adalah
apabila:
1)Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2)Cakap untuk membuat suatu perikatan
3)Suatu hal tertentu
4)Suatu sebab yang halal (legal object)
5)Mengandung legal form
Syarat Sah Asuransi dalam Polis
Perjanjian asuransi juga perlu dituangkan secara detail ke
dalam sebuah Polis. Polis inilah yang nantinya akan menjadi bukti
kuat bahwa tertanggung dan penanggung terikat dalam kerjasama.
Hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 256 Ayat 1 KUHD, di mana Polis
merupakan perjanjian asuransi yang tertulis dalam bentuk akta.
Selain itu, berdasarkan Pasal 258 Ayat 1 KUHD juga menjelaskan
bahwa polis adalah satu-satunya bukti tertulis yang membuktikan
perjanjian pertanggungan antara kedua belah pihak di mata hukum.
Kesimpulannya, perjanjian asuransi baru dianggap sah jika
polis sudah dikeluarkan. 
Pasal 257 KUHD
 Perjanjian pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu, bahkan sebelum Polis
ditandatangani; dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari tertanggung berjalan.
 Pengadaan perjanjian membawa kewajiban penanggung atau perusahaan asuransi untuk
menandatangani Polis dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkannya kepada tertanggung atau
pembeli asuransi.

Pasal 258 KUHD


 Untuk membuktikan adanya perjanjian, harus ada bukti tertulis; akan tetapi semua alat bukti lain akan
diizinkan bila ada permulaan bukti tertulis.
 Namun, janji dan syarat khusus bila timbul perselisihan tentang hal itu dalam waktu antara pengadaan
perjanjian dan penyerahan polisnya, dapat dibuktikan dengan semua alat bukti; akan tetapi dengan
pengertian bahwa harus secara tertulis dan pernyataannya secara tegas dalam polis, dengan ancaman
hukuman menjadi batal, dalam berbagai pertanggungan oleh ketentuan undang-undang.
Saat terjadinya Suatu Perjanjian

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang terjadi di antara dua pihak atau lebih,

di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan cara menerima

sejumlah premi asuransi untuk memberikan layanan penggantian kepada tertanggung akibat

adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan.

Sifat konsensual dari perjanjian asuransi ini terdapat dalam Pasal 257 KUHD yang

menentukan bahwa: 

 Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ditutup;

 hak – hak dan kewajiban – kewajiban bertimbal balik dari penanggung dan

tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani.


Pengantara Asuransi
Pada UU No.40 tahun 2014 Tentang Usaha
perasuransian Pasal 1 ayat (28) menjelaskan:
“ Agen asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau
bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas
nama Perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi
syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi syariah
memasarkan produk asuransi atau produk asuransi
syariah”
Hubungan keagenan merupakan sebuah hubungan konsensual
yang dibuat dengan kontrak atau hukum di mana satu pihak yaitu
perusahaan memberikan kewenangn untuk pihak lain (agen) untuk
bertindak atas nama dan dibawah kendali perusahaan untuk dapat
berurusan dengan pihak ketiga. Hubungan keagenan merupakan
hubungan kepercyaan (trust) yang diberikan perushaan kepada
agennya dan tindakan serta perbuatan dari seorang agen yang
berhubungan dengan pihak ketiga mengikat perusahaan.
Eksonerasi Penanggung Dalam Suatu Polis
Asuransi

Perjanjian baku seringkali didapati menghilangkan hak konsumen dalam suatu


ketentuan perjanjian yang dibuatnya, khususnya dalam hal ini menghilangkan hak
konsumen untuk melakukan negosiasi dalam perjanjian asuransi, hal demikian lazim
disebut dengan klausula eksonerasi. 
Eksonerasi artinya pembatasan tanggung jawab, dalam hal ini pembatasan
tanggung jawab penanggung. Walaupun undang-undang menentukan betapa luasnya
tanggung jawab penanggung, seperti tertulis dalam Pasal 290 dan Pasal 637 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, undang-undang juga memberikan pembatasan
terhadap tanggung jawab penanggung.
Terdapat 3 (tiga) hal ini penanggung tidak bertanggung jawab untuk
membayar ganti kerugian. Akan tetapi jika tertanggung dan penanggung
ingin meniadakan pembatasan , maka hal demikian harus diatur dan
diperjanjian secara khsusus dalam polis yang disepakati. Diantaranya :
1.Pasal 249 KUHD , mengenai pembatasan tanggung jawab atas benda
asuransi
2.Pasal 276 KUHD , mengenai pembatasan tanggung jawab atas Kesalahan
Tertanggung; dan
3.Pasal 293 KUHD, mengenai Pembatasan Tanggung Jawab atas
pemberatan risiko.
1. Menurut Ketentuan Pasal 249 KUHD, terdapat 3 (tiga) Jenis pembatasan tanggung jawab
penanggung terhadap asuransi, yakni:
a) cacat sendiri (self defect)
b) Kebusukan sendiri (selfrot),
c) Sifat kodrat (natural character)
2. Menurut pasal 276 KUHD tersebut, tidak ada kerugian karena kesalahan tertanggung sendiri
menjadi beban penanggung. Dalam hal ini penanggung berhak memiliki premi yang telah dibayar
atau menurut premi apabila asuransi sudah mulai berjalan.

3. 3. Menurut Pasal 293 KUHD, Pemberatan risiko diatur secara khusus dalam hal keadaan yang
memberatkan risiko penanggung diluar kesalahan tertanggung. Keadaan yang memberatkan ini
baru timbul setelah asuransi berjalan, seperti halnya pasal ini merupakan asuransi kebakaran atas
suatu gedung. 
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai