Anda di halaman 1dari 19

HUKUM ASURANSI

INDONESIA

Dr.N. Suryana SH S.sos MH


Perjanjian Asuransi
 Mengacu pada pendapat ahli hukum bahwa asuransi
adalah perjanjian timbal balik. Hal ini juga tercermin
dari pengertian asuransi sebagaimana dijelaskan
Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) sebagai berikut.
 “ Asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian, dimana penanggung dengan menikmati
suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung
untuk membebaskannya dari kerugian karena
kehilangan kerugian, atau ketiadaan keuntungan
yang diharapkan, yang akan dapat derita olehnya
karena suatu kejadian yang tidak pasti.”
 Dewan Asuransi Indonesia mengemukakan sebagai berikut.
 “Memperhatikan rumusan asuransi dalam Pasal 246 KUHD, dapat
disimpulkan pada hakikatnya asuransu merupakan suatu
perjanjian yang menimnulkan suatu ikatan secara timbal balik,
dengan diisyaratkan adanya suatu syarat tangguh berupa suatu
peristiwa yang sebelumnya belum dapat dipastikan akan terjadi.”32
 “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penggung mengikat diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung kerena kerugian, kerusakan,
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau
menunggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
 ada beberapa hal yang dikiranya perlu dielaborasi lebih lanjut, yakni :

Pertama: Dilihat dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu


perjanjian. Hanya saja, apa yang dimaksud dengan perjanjian tidak dijelaskan
dalam KUHD. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, perlu
dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukura Perdata (KUHPdt). Tepatnya dalam
Pasal 1313 KUHPdt dikemukakan: “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.”

 Sedangkan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dijabarkan dalam Pasal 1320


KUH Perdata .
Sepakat mereka yang mengikat dirinya;
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
Suatu hal tertentu; dan
Suatu sebab yang halal.”
 Akibat hukum dengan disetujuinya suatu perjanjian
dijabarkan dalam Pasal 1338 KUHPdt sebagai
berijut.
 “(1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagau undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
 (2) perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk tu.
 (3) perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
 asuransi sebagai suatu perjanjian, mempunyai kekhususan jika
dibandingkan dengan perjanjian pada umumnya. Sebagimana
dikemukakan oleh A. Junaedy Ganue bahwa Perjanjian asuransi
bersifat khas, yakni:
 Asuransi adalah Perjanjian Pribadi (Personal Contract). Hanya
pihak yang mengikatkan diri yang berhak atas ganti kerugian.
Polis asuransi tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain
tanpa seizin penanggung terutama jika akan meningkatkan risika
bagi penanggung.
 Perjanjian Sepihak (Unilateral Contract). Pada perjanjian asuransi,
seolah-olah hanya penanggung yang membuat perikatan untuk
melakukan suatu prestasu walaupun polis bersifat kondisional,
yaitu perjanjian asuransi menjadi batal apabila tertanggung
melanggar kondisi-kondusu tertentu dan polis.
 Perjanjian bersyarat (Conditional Contract).
Penanggung hanya akan memenuhi kewajiban apabila
peristiwa yang diasuransikan benar-benar terjadi dan
tertanggung memenuhi kewajiban pembayaran premi
kepada penanggung.
 Perjanjian dipersiapkan sepihak (Contract of
Adhesion). Pada umumnya, penanggung telah
mempersiapkan perjanjian asuransi untuk diterima
atau ditolak oleh tertanggung sehingga isi perjanjian
asuransi jarang melalui proses negosiasi. Tertanggung
seringkali berada dalam posisi tidak menerima berarti
tidak membeli atau menerima apa adanya.
 Perjanjian pertukaran yang tidak seimbang (Aleatory Contract). Prestasi dipengaruhi
oleh kemungkinan yang dapat timbul sehingga beban keuangan yang diperikatkan oleh
para pihak tidak berimbang. Tertanggung membayar premi, tetapi jika tidak terjadi apa-
apa, penanggung tidak membayar apapun. Sebaliknya, bila timbul sesuatu yang
dipertanggungkan, premi yang dibayar tertanggung umumnya tidak sebanding dengan
beban klaim yang harus dibayar oleh penanggung.”34
 secara normotif dalam membuat perjanjian, tidak terkecuali dalam perjanjian asuransi,
paling tidak harus ada dua pihak saling berjanji. Para pihak yang dimaksud dalam
perjanjian asuransi, yakni:
1.Penanggung (insurer), yakni pihak yang mengikatkan diri menerima pengalihan risiko
dari tertanggung. Penanggung dalam hal ini perusahaaan perasuransian, menurut Pasal
7 ayat (1) UUUP hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang berbadan hukum.35
2.Tertanggung (insured), yakni pihak yang mengalihkan risiko kepada penanggung
dengan membayar sejumlah premi sesuai dengan kesepakatan. Tertanggung dalam hal
ini bisa orang pribadi, atau badan usaha. Tertanggung akan mendapat perlindungan
dalam hal ada kerugian atau kerusakan yang menimpa harta bendanya, kehilangan jiwa
dan raga, asalkan masih dalam lingkup persayaran polis.36
SAAT TERJADINYA PERJANJIAN
ASURANSI
 Pasal 257 KUHD dengan jelas dikemukakan bahwa perjanjian asuransi
terbentuk pada saat terjadi terjadinya kesepakatan antara penanggung
ddan Tertanggung sekalipun polis belum diserahkan oleh Penanggung
kepada Tertanggung. Tepatnya dalam Pasal 257 KUHD dijelaskan
sebagai berikut.
 Perjanian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup; hak dan
kewajiban bertimbal-balikdan penanggung dan tertanggung mulai berlaku
semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani.
 Ditutupnya perjanjian menerbitkan kewajiban bagi penanggung untuk
menandatangani polis tersebut dalam waktu yang ditentukan dan
menyerahkan kepada tertanggung
 Mengacu pada ketentuan diatas, kiranya daoat dikemukakan bahwa,
perjanjian asuransi sudah ada sejak adanya kata sepakat. Sebagaimana
dikemukakan oleh Wirjono prodjodikoro, persetujuan asuransi merupakan
suatu persetujuan yang bersifat konsensual yaitu sudah dianggap
terbentuk dengan adanya kata sepakat belaka antara kedua belah pihak.39
 J. Tinggi Sianipan, mengemukakan:
 “Sebagai bukti tertulis bahwa persetujuan
suransi telah diadakan serta hak dan kewajiban
kedua belah pihak sudah mulai berlaku, maka
pihak penanggung biasanya mengeluarkan
Cover Note. Karena maksud Cover Note hanya
sebagai bukti bahwa persetujuan asuransi
sudahk mulai berlaku, maka keterangan yang
ada di dalamnya hanyalah pokok-pokok
persetujuan saja, sedang penjelasan secara
rinci mengenai hal itu dijabarkan dalam Polis.”
 Untuk membuktikan adanya perjanjian asuransi sebelum
diterbitkkan Polis asuransi dijabarkan dalam Pasal 258 KUHD
sebagai berikut.
 Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut,
diperlukan pembuktian dengan tulisan; namun demikian bolehlah
lain-lain alat pembuktian dipergunakan juga, manakala sudah
ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
 Namun bolehlah ketetapan dan syarat-syarat khusus, apabila
tentang itu timbul suatu perselisihan, dalam jangka waktu antara
penutup perjanjian dan penyerahan polisnya, dibuktikan dengan
segala alat-bukti; tetapi dengan pengertian bahwa segala hal
yang dalam beberapa macam pertanggungan oleh ketentuan
undang-undang, atas ancaman batal, diharuskan penyebutannya
dengan tegas dalam polis, harus dibuktikan dengan tulisan.
 wujud dari kesepakatan dalam perjanjian asuransi diawali dengan
pengisian formulir permohonan oleh Tertanggung. Formulir tersebut
telah disediakan oleh Penanggung. Dalam formulir tersebut, selain
berisi tentang data pribadi dari Tertanggung mengenai objek perjanjian
asuransi, selain itu juga ada beberapa pertanyaan yang harus diisi
(dijawab) oleh tertanggung. Formulir yang diisi tersebut menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dengan “Polis”. Oleh karena itu, dalam
pengisian formulir harus dilakukan secara lengkap dan benar. Sebab
jika tidak dilakukan secara lengkap dan benar bisa menjadi alsan
untuk mengakhiri perjanjian asuransi. Dan bisa jadi ketidak lengkapan
dalam mengisi formulir dijadikan alasan bagi Penanggung untuk tidak
membayar klaim. apa yang dikemukakan oleh Dewan Asuransi
Indonesia, “perjanjian asuransi sejak dahulu kala merupakan suatu
contractus uberrima fidei, yaitu perjanjian dimana ke dua belah pihak
diwajibkan dengan sungguh-sungguh melaksanakan dengan itikad
baik.
SAAT BERAKHIRNYA PERJANJIAN
ASURANSI
 J. Tinggi Sianipar mengemukakan perjanjian asuransi
berakhir karena dua sebab, yaitu:
A.Berakhir atau batal sebelum waktunya (luar biasa), hal
ini bisa terjadi:
 Apabila tertanggung tidak memberikan keterangan yang sesuai
dengan “utmost good faith”, misalnya pada waktu penutupan
pertanggungan sudah terjadi kerugian tidak diberitahukan.
Dalam hal demikian polis batal sejak dari permulaan (seolah-
olah penutup asuransi tidak pernah ada).
 Apabila tertanggung tidak mempunyai “insurable interest” atas
barang atau kepentinganyang diasuransikan.
 Apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan dan ketentuan
polis. Dalam hal yang demikian polis dianggap batal segera
setelah penyimpangan itu dilakukan.
Jika penutupan dilakukan double insured untuk satu macam
barang (dengan nilai penuh untuk waktu risiko yang sama),
maka sesuai dengan undang-undang, polis yang dibuat terlebih
dahulu akan tetap berlaku dan polis yang kemudianlah yang
batal.
Jika perjalanan dihentikan sebelum waktuknya. Khusus untuk
polis perjlanan, apabila tertanggung menghentikan perjalanan
itu sebelum tiba di tempat tujuan maka polis akan berakhir
segera setelah penghentian tadi dilakukan secara sah.
Polis juga dapat berakhir sebelum waktunya, apabila salah satu
pihak membatalkan. Untuk polis berjangka maupun open policy
dan open cover,biasanya disebutkan juga batas waktu
pemberitahuan pembatalan yang sebut “notice of cancellation”,
umurnya 30 hari unutk risiko laut biasa.
B.Berakhirnya secara wajar. Polis akan berakhir dengan sendirinya
apabila ketentuan-ketentuan yang di ddalamnya mengenai jangka
waktu penutupan telah dipenuhi. Hal ini bisa terjadi:
 Untuk voyage policy penutupan kapal, jika perjalanan telah selesai,
yang berarti setelah kapal itu tiba dengan selamat di tujuan.
 untuk polis berjangka, yang biasanya dilakukan untuk penutupan
kapal, polis yang berssangkutan berakhur setelah tibanya tanggal
yang disebutkan dalam polis termaksud. Jika jam tidak disebutkan
maka biasanya diambil jam 24 malam atau 12.00 siang.
 Polis juga akan segera berakhir, setelah penanggung membayar
klaim total loss.
 Jika pembatalan dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak.
 berakhirnya perjanjian asuransi paling tifak karena ada 2 (dua)
kemungkinan,
 Pertama: Perjanjian asuransi berakhir secara wajar. Yang
dimaksud secara wajar dalam hal ini adalah perjanjian asuransi
berakhir sesuai dengan waktu yang dicantumkan dalam polis,
Kedua: Perjanjian asuransi berakhir secara tidak wajar. Yang
dimaksud dengan tidak wajar dalam hal ini adalah perjanjian
asuransi berakhir karena dibatalkan oleh salah satu pihak
sebelum perjanjian asuransi berakhir sesuai dengan apa yang
tercantum dalam polis.
 Ada pun sebab terjadinya pembatalan perjanjian asuransi, karena
tidak memenuhi syarat perjanjian asuransi. Syarat yang
dimaksud, yakni tidak ada kepentingan tertanggung terhadap
objek asuransi. Untuk asuransi ganti-rugi (asuransi umum) perihal
kepentingan dijabarkan dalam Pasal 268 KUHD sebagai berikut.
 “Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang
dapat dinilai dengan uang dapat diancam oleh sesuatu bahaya,
dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.”
 Pasal 302 KUHD berikut ini.
 “Jika seseorang dpat, guna keperluan seorang yang
berkepentingan, dipertanggungkan baik untuk selama hidupnya
jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.”
 Pasal 250 KUHD dikemukakan:
 “Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan
untuk diri sendiri, atau apabila seorang, yang untuknya telah
diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya
pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhaap
barang yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidaklah
diwajibkan memberikan ganti-rugi.”
 Perjanjian asuransi juga dapat dibatalkan, karena
tidak ada itikad baik dari tertanggung. Hal ini
dijabarkan dalam Pasal 251 KUHD,
 “Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar,
ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang
diketahui oleh tertanggung, berapapun utukad baik
ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga,
seadanya penanggung telah mengetahui keadaan
yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup
atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang
sama,mengakibatkan batalnya pertanggungan.”
POLIS ASURANSI

 Pasal 256 KUHD “Setiap polis, kecuali yang mengenai


asuransi jiwa, harus menyatakan:
1.Hari dibuatnya perjanjian asuransi;
2.Nama orang yang mengadakan perjanjian asuransi
untukdiri sendiri atau pihak ketiga;
3.Uraian mengenai benda yang menjadi objek asuransi;
4.Jumlah uang untuk berapa diadakan perjanjian asuransi.
5.Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung;
6.Saat mulai dan berakhirnya asuransi;
7.besarnya premi; dan
8.Semua keadaan yang kiranya penting bagi
penanggunguntuk diketahui dan segala syarat yang
diperjanjikan antara para pihak.

Anda mungkin juga menyukai