Perjanjian Asuransi Mengacu pada pendapat ahli hukum bahwa asuransi adalah perjanjian timbal balik. Hal ini juga tercermin dari pengertian asuransi sebagaimana dijelaskan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sebagai berikut. “ Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat derita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti.” Dewan Asuransi Indonesia mengemukakan sebagai berikut. “Memperhatikan rumusan asuransi dalam Pasal 246 KUHD, dapat disimpulkan pada hakikatnya asuransu merupakan suatu perjanjian yang menimnulkan suatu ikatan secara timbal balik, dengan diisyaratkan adanya suatu syarat tangguh berupa suatu peristiwa yang sebelumnya belum dapat dipastikan akan terjadi.”32 “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung kerena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau menunggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.” ada beberapa hal yang dikiranya perlu dielaborasi lebih lanjut, yakni :
Pertama: Dilihat dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu
perjanjian. Hanya saja, apa yang dimaksud dengan perjanjian tidak dijelaskan dalam KUHD. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, perlu dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukura Perdata (KUHPdt). Tepatnya dalam Pasal 1313 KUHPdt dikemukakan: “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Sedangkan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dijabarkan dalam Pasal 1320
KUH Perdata . Sepakat mereka yang mengikat dirinya; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu; dan Suatu sebab yang halal.” Akibat hukum dengan disetujuinya suatu perjanjian dijabarkan dalam Pasal 1338 KUHPdt sebagai berijut. “(1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagau undang-undang bagi mereka yang membuatnya. (2) perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk tu. (3) perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” asuransi sebagai suatu perjanjian, mempunyai kekhususan jika dibandingkan dengan perjanjian pada umumnya. Sebagimana dikemukakan oleh A. Junaedy Ganue bahwa Perjanjian asuransi bersifat khas, yakni: Asuransi adalah Perjanjian Pribadi (Personal Contract). Hanya pihak yang mengikatkan diri yang berhak atas ganti kerugian. Polis asuransi tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa seizin penanggung terutama jika akan meningkatkan risika bagi penanggung. Perjanjian Sepihak (Unilateral Contract). Pada perjanjian asuransi, seolah-olah hanya penanggung yang membuat perikatan untuk melakukan suatu prestasu walaupun polis bersifat kondisional, yaitu perjanjian asuransi menjadi batal apabila tertanggung melanggar kondisi-kondusu tertentu dan polis. Perjanjian bersyarat (Conditional Contract). Penanggung hanya akan memenuhi kewajiban apabila peristiwa yang diasuransikan benar-benar terjadi dan tertanggung memenuhi kewajiban pembayaran premi kepada penanggung. Perjanjian dipersiapkan sepihak (Contract of Adhesion). Pada umumnya, penanggung telah mempersiapkan perjanjian asuransi untuk diterima atau ditolak oleh tertanggung sehingga isi perjanjian asuransi jarang melalui proses negosiasi. Tertanggung seringkali berada dalam posisi tidak menerima berarti tidak membeli atau menerima apa adanya. Perjanjian pertukaran yang tidak seimbang (Aleatory Contract). Prestasi dipengaruhi oleh kemungkinan yang dapat timbul sehingga beban keuangan yang diperikatkan oleh para pihak tidak berimbang. Tertanggung membayar premi, tetapi jika tidak terjadi apa- apa, penanggung tidak membayar apapun. Sebaliknya, bila timbul sesuatu yang dipertanggungkan, premi yang dibayar tertanggung umumnya tidak sebanding dengan beban klaim yang harus dibayar oleh penanggung.”34 secara normotif dalam membuat perjanjian, tidak terkecuali dalam perjanjian asuransi, paling tidak harus ada dua pihak saling berjanji. Para pihak yang dimaksud dalam perjanjian asuransi, yakni: 1.Penanggung (insurer), yakni pihak yang mengikatkan diri menerima pengalihan risiko dari tertanggung. Penanggung dalam hal ini perusahaaan perasuransian, menurut Pasal 7 ayat (1) UUUP hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang berbadan hukum.35 2.Tertanggung (insured), yakni pihak yang mengalihkan risiko kepada penanggung dengan membayar sejumlah premi sesuai dengan kesepakatan. Tertanggung dalam hal ini bisa orang pribadi, atau badan usaha. Tertanggung akan mendapat perlindungan dalam hal ada kerugian atau kerusakan yang menimpa harta bendanya, kehilangan jiwa dan raga, asalkan masih dalam lingkup persayaran polis.36 SAAT TERJADINYA PERJANJIAN ASURANSI Pasal 257 KUHD dengan jelas dikemukakan bahwa perjanjian asuransi terbentuk pada saat terjadi terjadinya kesepakatan antara penanggung ddan Tertanggung sekalipun polis belum diserahkan oleh Penanggung kepada Tertanggung. Tepatnya dalam Pasal 257 KUHD dijelaskan sebagai berikut. Perjanian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup; hak dan kewajiban bertimbal-balikdan penanggung dan tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani. Ditutupnya perjanjian menerbitkan kewajiban bagi penanggung untuk menandatangani polis tersebut dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkan kepada tertanggung Mengacu pada ketentuan diatas, kiranya daoat dikemukakan bahwa, perjanjian asuransi sudah ada sejak adanya kata sepakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Wirjono prodjodikoro, persetujuan asuransi merupakan suatu persetujuan yang bersifat konsensual yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat belaka antara kedua belah pihak.39 J. Tinggi Sianipan, mengemukakan: “Sebagai bukti tertulis bahwa persetujuan suransi telah diadakan serta hak dan kewajiban kedua belah pihak sudah mulai berlaku, maka pihak penanggung biasanya mengeluarkan Cover Note. Karena maksud Cover Note hanya sebagai bukti bahwa persetujuan asuransi sudahk mulai berlaku, maka keterangan yang ada di dalamnya hanyalah pokok-pokok persetujuan saja, sedang penjelasan secara rinci mengenai hal itu dijabarkan dalam Polis.” Untuk membuktikan adanya perjanjian asuransi sebelum diterbitkkan Polis asuransi dijabarkan dalam Pasal 258 KUHD sebagai berikut. Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut, diperlukan pembuktian dengan tulisan; namun demikian bolehlah lain-lain alat pembuktian dipergunakan juga, manakala sudah ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. Namun bolehlah ketetapan dan syarat-syarat khusus, apabila tentang itu timbul suatu perselisihan, dalam jangka waktu antara penutup perjanjian dan penyerahan polisnya, dibuktikan dengan segala alat-bukti; tetapi dengan pengertian bahwa segala hal yang dalam beberapa macam pertanggungan oleh ketentuan undang-undang, atas ancaman batal, diharuskan penyebutannya dengan tegas dalam polis, harus dibuktikan dengan tulisan. wujud dari kesepakatan dalam perjanjian asuransi diawali dengan pengisian formulir permohonan oleh Tertanggung. Formulir tersebut telah disediakan oleh Penanggung. Dalam formulir tersebut, selain berisi tentang data pribadi dari Tertanggung mengenai objek perjanjian asuransi, selain itu juga ada beberapa pertanyaan yang harus diisi (dijawab) oleh tertanggung. Formulir yang diisi tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan “Polis”. Oleh karena itu, dalam pengisian formulir harus dilakukan secara lengkap dan benar. Sebab jika tidak dilakukan secara lengkap dan benar bisa menjadi alsan untuk mengakhiri perjanjian asuransi. Dan bisa jadi ketidak lengkapan dalam mengisi formulir dijadikan alasan bagi Penanggung untuk tidak membayar klaim. apa yang dikemukakan oleh Dewan Asuransi Indonesia, “perjanjian asuransi sejak dahulu kala merupakan suatu contractus uberrima fidei, yaitu perjanjian dimana ke dua belah pihak diwajibkan dengan sungguh-sungguh melaksanakan dengan itikad baik. SAAT BERAKHIRNYA PERJANJIAN ASURANSI J. Tinggi Sianipar mengemukakan perjanjian asuransi berakhir karena dua sebab, yaitu: A.Berakhir atau batal sebelum waktunya (luar biasa), hal ini bisa terjadi: Apabila tertanggung tidak memberikan keterangan yang sesuai dengan “utmost good faith”, misalnya pada waktu penutupan pertanggungan sudah terjadi kerugian tidak diberitahukan. Dalam hal demikian polis batal sejak dari permulaan (seolah- olah penutup asuransi tidak pernah ada). Apabila tertanggung tidak mempunyai “insurable interest” atas barang atau kepentinganyang diasuransikan. Apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan dan ketentuan polis. Dalam hal yang demikian polis dianggap batal segera setelah penyimpangan itu dilakukan. Jika penutupan dilakukan double insured untuk satu macam barang (dengan nilai penuh untuk waktu risiko yang sama), maka sesuai dengan undang-undang, polis yang dibuat terlebih dahulu akan tetap berlaku dan polis yang kemudianlah yang batal. Jika perjalanan dihentikan sebelum waktuknya. Khusus untuk polis perjlanan, apabila tertanggung menghentikan perjalanan itu sebelum tiba di tempat tujuan maka polis akan berakhir segera setelah penghentian tadi dilakukan secara sah. Polis juga dapat berakhir sebelum waktunya, apabila salah satu pihak membatalkan. Untuk polis berjangka maupun open policy dan open cover,biasanya disebutkan juga batas waktu pemberitahuan pembatalan yang sebut “notice of cancellation”, umurnya 30 hari unutk risiko laut biasa. B.Berakhirnya secara wajar. Polis akan berakhir dengan sendirinya apabila ketentuan-ketentuan yang di ddalamnya mengenai jangka waktu penutupan telah dipenuhi. Hal ini bisa terjadi: Untuk voyage policy penutupan kapal, jika perjalanan telah selesai, yang berarti setelah kapal itu tiba dengan selamat di tujuan. untuk polis berjangka, yang biasanya dilakukan untuk penutupan kapal, polis yang berssangkutan berakhur setelah tibanya tanggal yang disebutkan dalam polis termaksud. Jika jam tidak disebutkan maka biasanya diambil jam 24 malam atau 12.00 siang. Polis juga akan segera berakhir, setelah penanggung membayar klaim total loss. Jika pembatalan dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak. berakhirnya perjanjian asuransi paling tifak karena ada 2 (dua) kemungkinan, Pertama: Perjanjian asuransi berakhir secara wajar. Yang dimaksud secara wajar dalam hal ini adalah perjanjian asuransi berakhir sesuai dengan waktu yang dicantumkan dalam polis, Kedua: Perjanjian asuransi berakhir secara tidak wajar. Yang dimaksud dengan tidak wajar dalam hal ini adalah perjanjian asuransi berakhir karena dibatalkan oleh salah satu pihak sebelum perjanjian asuransi berakhir sesuai dengan apa yang tercantum dalam polis. Ada pun sebab terjadinya pembatalan perjanjian asuransi, karena tidak memenuhi syarat perjanjian asuransi. Syarat yang dimaksud, yakni tidak ada kepentingan tertanggung terhadap objek asuransi. Untuk asuransi ganti-rugi (asuransi umum) perihal kepentingan dijabarkan dalam Pasal 268 KUHD sebagai berikut. “Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang dapat diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.” Pasal 302 KUHD berikut ini. “Jika seseorang dpat, guna keperluan seorang yang berkepentingan, dipertanggungkan baik untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.” Pasal 250 KUHD dikemukakan: “Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang, yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhaap barang yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti-rugi.” Perjanjian asuransi juga dapat dibatalkan, karena tidak ada itikad baik dari tertanggung. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 251 KUHD, “Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh tertanggung, berapapun utukad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga, seadanya penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama,mengakibatkan batalnya pertanggungan.” POLIS ASURANSI
Pasal 256 KUHD “Setiap polis, kecuali yang mengenai
asuransi jiwa, harus menyatakan: 1.Hari dibuatnya perjanjian asuransi; 2.Nama orang yang mengadakan perjanjian asuransi untukdiri sendiri atau pihak ketiga; 3.Uraian mengenai benda yang menjadi objek asuransi; 4.Jumlah uang untuk berapa diadakan perjanjian asuransi. 5.Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung; 6.Saat mulai dan berakhirnya asuransi; 7.besarnya premi; dan 8.Semua keadaan yang kiranya penting bagi penanggunguntuk diketahui dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.