Anda di halaman 1dari 7

MODUL PERTEMUAN 12

PRINSIP GANTI KERUGIAN (INDEMNITY) DAN PRINSP SUBROGASI

A. Prinsip Ganti Kerugian (Indemnity)


Prinsip ini menjelaskan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi, apabila seorang tertanggung
menderita kerugian finansial yang diakibatkan oleh risiko tertentu yang dijamin perusahaan
asuransi benar-benar terjadi, maka tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar kerugian
yang dideritannya. Ganti rugi yang diderita oleh perusahaan asuransi, didasarkan kepada
kesepakatan antara kedua belah pihak yang dilakukan melalui beberapa cara meliputi:
(Nitisusastro, 2013: 69)
1. Membayarkan secara tunai jumlah kerugian yang diderita;
2. Memperbaiki obyek pertanggungan yang mengalami kerusakan;
3. Mengganti dengan barang yang sama;
4. Membangun kembali obyek pertanggungan yang rusak.
Prinsip ini sesuai dengan tujuan utama dari asuransi yaitu mengganti kerugian atas resiko
yang telah dialihkan. Oleh karena itu, besarnya ganti kerugian harus seimbang dengan besarnya
kerugian yang diderita oleh tertanggung. Hal ini merupakan inti dari prinsip indemnitas.92
Prinsip indemnitas tercantum dalam ketentuan pasal 253 KUHD yang menyatakan :
“Pertanggungan yang melampaui jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya,
hanyalah berlaku sampai jumlah nilainya” Untuk dapat mengadakan keseimbangan antara
kerugian yang diderita oleh tertanggung dengan ganti kerugian yang diberikan oleh penanggung,
maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai nilai atau harga obyek yang diasuransikan.
Sehubungan dengan itu, prinsip indemnitas hanya berlaku bagi kepentingan yang dapat dinilai
dengan uang yaitu asuransi kerugian.93 Apabila telah terjadi kerugian seusai dengan kepentingan
yang diasuransikan, maka pihak tertanggung tidak boleh mendapat keuntungan dari kerugian
tersebut. 94 Prinsip indemnitas atau ganti kerugian ini, pada akhirnya menjadi pedoman bagi
pihak penanggung untuk mengganti kerugian kepada pihak tertanggung dengan tujuan
mengembalikan kondisi tertanggung seperti halnya sebelum terjadi kerugian, serta

1
menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan sedemikian rupa hingga akhirnya dapat berdiri
kembali seperti sedia kala sebelum terjadinya kerugian.
Prinsip indemnitas merupakan prinsip yang utama dalam asuransi, terutama asuransi
kerugian. Contoh asuransi kerugian adalah asuransi kendaraan bermotor, pengaturan asuransi
kendaraan bermotor dalam ketentuan per undang-undangan tidak dirinci secara jelas hanya
mengacu pada asuransi kebakaran yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
terdapat pada Buku I Bab 10 Pasal 287 s/d 298 KUHD, sedangkan Pengaturan prinsip
Indemnitas dapat ditemui dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang, sama seperti hal
asuransi kendaraan bermotor, pengaturan prinsip indemnitas juga tidak disebutkan secara rinci
dalam KUHD.
Pengaturan Prinsip Indemnitas pada asuransi kendaraan bermotor terdapat pada Kitab
Undangundang Hukum Dagang ada pada Pasal pasal dibawah ini :
1. Pasal 246 KUHD, pasal ini ditemui pada awal kita melakukan perjanjian Asuransi ”untuk
memerikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang memungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang
tidak pasti” artinya ganti kerugian dibayarkan oleh perusahaan asuransi harus didahului
oleh suatu peristiwa atau kejadian tak tentu yang menimbulkan kerugian, hal ini disebut
dengan evenement.
2. pasal 250 KUHD ”apabila seorang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk dirinya
sendiri atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan sutau pertanggungan itu tidak
mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan, maka sipenanggung
tidaklah diwajibkan memberikan ganti kerugian. Artinya ganti kerugian hanya
dibayarkan kepada sitertanggung apabila benda atau objek asuransi mempunyai
kepentingan atau legalitas yang jelas dengan tertanggung.
3. pada pasal 253 KUHD ”suatu pertanggungan yang melebihi jumlah harga atau
kepentingan yang sesungguhnya hanya lah sah sampai jumlah tersebut saja. Artinya ganti
kerugian yang didapati tertanggung besarannya hanya sebatas harga pertanggungan yang
diawal sebelum terjadinya kerugian.
4. Pasal 274, ”apabila harga tersebut dinyatakan didalam polis, maka namun demikian
hakim mempunyai kekuasaan untuk memerintahkan kepada si tertanggung supaya ia
memberikan dasar lebih lanjut dari harga yang disebutkan itu, manakala oleh

2
sipenananggung dimajukan alasan alasan yang menimbulkan cukup persangkaan bahwa
harga yang disebutkan tadi adalah terlampau tinggi. Artinya jika terjadi ssengketa
asuransi, pembuktian dilakukan oleh hakim teradap persoalan ganti kerugian, berpatokan
pada polis asuransi.
5. Pasal 277, ” apabila berbagai penanggung dengan itikad terbaik telah diadakan mengenai
satu satunya barang, sedangkan dalam pertanggungan yang pertama harga sepenuhnya
telah dipertanggungkan maka hanya pertangungan pertama itu sajalah mengikat
sedangkan para penanggung yang berikutnya dibebaskan. Artinya ganti kerugian yang
didapati oleh tertanggung sebatas harga pertanggungan yang pertama dilakukan tidak
diberlakukan untuk harga pertanggungan yang kedua.
6. Pasal 279, ”sitertanggung tidak diperblehkan dalam hal hal yang tersebut dalam dua pasal
yang lalu membatalkan pertanggungan yang lama untuk dengan itu mengikat para
penanggung yang terkemudian.
7. Pasal 284, ” seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang
dipertanggungkan menggantikan sitertanggung dalam segala hal yang diperolehnya
terhadap orang orang ketiga berhubung dengan penerbitan keugian tersebut dan
sitertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbutan yang dapat merugikan
hak sipenanggung terhadap orang orang ketiga itu. Artinya jika kerugian disebabkan oleh
pihak ketiga maka ganti kerugian yang didapati tertanggung beralih ke pihak asuransi
dengan ketentuan pihak asuransi membayarkan terlebih dahulu ganti kerugian kepada
pihak tertanggung yang disebut dengan subrogasi. (Selvi H. Santri, 2018)
Perjanjian asuransi bertujuan memberikan ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh
Tertanggung yang disebabkan oleh risiko sebagaimana diperjanjikan dalam polis. Besarnya nilai
ganti rugi adalah seimbang dengan kerugian yang diderita oleh Tertanggung. Prinsip
keseimbangan diatur secara tegas dalam Pasal 253 KUHD, “Kerugian/kerusakan yang diderita
oleh Tertanggung akan diganti oleh Penanggung secara seimbang sesuai dengan kerugian riil
yang diderita”. Tujuan pemberian ganti rugi adalah untuk mengembalikan posisi keuangan
Tertanggung atas obyek pertanggungan yang mengalami kerugian kepada posisi semula sesaat
sebelum terjadinya kerugian.
Fungsi asuransi dalam mengalihkan atau membagi risiko yang kemungkinan diderita atau
dihadapi oleh tertanggung karena terjadi suatu peristiwa yang tidak pasti. Oleh karena itu,

3
besarnya ganti kerugian yang diterima oleh tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang
dideritanya. Hal ini yang merupakan inti dari prinsip ganti kerugian atau prinsip indemnitas. 20
Prinsip ini tercermin dari Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2014, yaitu pada
bagian kalimat “untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti”.
Untuk dapat mengadakan keseimbangan antara kerugian yang diderita oleh tertanggung
dengan ganti kerugian yang diberikan oleh penangung, harus diketahui berapa nilai atau harga
dari obyek yang diasuransikan. Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip ganti kerugian atau
indemnitas hanya berlaku bagi asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang, yaitu
asuransi kerugian (schade-verzekering).
Kepentingan dalam jumlah (sommen verzekering) tidak dapat dinilai dengan uang (idieel
belang), sehingga diadakan tidak dengan tujuan mengganti suatu kerugian yang diderita oleh
tertanggung. Dengan perkataan lain, prinsip ganti kerugian tidak berlaku untuk asuransi

jumlah. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan, yang telah diuraikan di depan,
mempunyai kaitan yang erat dengan prinsip ganti kerugian. Hal itu disebabkan, apabila
seseorang yang tidak mempunyai kepentingan, diperkenankan menutup perjanjian asuransi,
orang tersebut tidak akan menderita kerugian dengan adanya peristiwa yang menimpa obyek
yang diasuransikan. Seandainya orang dimaksud kemudian mendapat pembayaran dari
penanggung, berarti mendapat sejumlah uang tanpa alasan atau dasar yang benar. Oleh sebab itu,
dapat dikatakan, prinsip kepentingan yang diasuransikan diadakan untuk mempertahankan
prinsip ganti kerugian. Kedua prinsip tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk
mencegah asuransi menjadi permainan dan perjudian. Tepat pula seperti disebutkan oleh Emmy
Pangaribuan Simanjuntak dalam buku Aspek-Aspek Hukum Asuransi Dan Surat Berharga
bahwa sebagai dasar dimasukkan asas perseimbangan dalam perjanjian asuransi adalah asas
dalam hukum perdata, yaitu larangan memperkaya diri secara melawan hukum atau memperkaya
diri tanpa hak (onrechtmatige verrijking).23 Demikian pula menurut Mollengraaff dan Dorhout
Mees, yang dikutip oleh Gunanto dalam buku Aspek-Aspek Hukum Asuransi Dan Surat
Berharga, perjanjian asuransi berbeda dengan permainan dan perjudian, karena asuransi

4
bermaksud memberi suatu indemnitas, yakni mengganti kerugian yang
diderita,sedangkan permainan dan perjudian tidak mengganti kerugian apapun.24
Suatu hal yang patut dicatat adalah pendapat mengenai penerapan asas ganti kerugian dalam
praktik perasuransian. Dikatakan oleh Gunanto dalam buku Aspek-Aspek Hukum Asuransi Dan
Surat Berharga bahwa dalam berbagai bentuk asuransi kerugian, asas indemnitas tidak
diterapkan secara ketat,25 yaitu:

1. Dalam hal jumlah pertanggungan atau jumlah yang diasuransikan di bawah nilai barang
yang sebenarnya yang menjadi obyek bahaya (onderverzekering), tertanggung harus
menanggung sendiri kekurangan, baik jika terjadi kemusnahan seluruhnya maupun
kerusakan sebagian, kecuali dalam asuransi kerugian pertama,. Sebagai contoh dari yang
disebut terakhir ini adalah asuransi pencurian.
2. Penanggung hanya wajib mengganti kerugian material, tidak termasuk nilai sentimental
barangnya.
3. Nilai riil barang merupakan pengertian yang penafsirannya dapat beraneka macam. Nilai
tersebut dapat merupakan nilai pasar, jumlah biaya pemulihan atau pembangunan
kembali.
4. Apabila dalam polis ditentukan nilai tetap, maka perbedaan harga taksiran sebagai nilai
tetap dengan nilai riilnya tidak diperhatikan, asal tidak mencolok.

B. Prinsip Subrogasi
Subrogasi hanya mungkin terdapat pada asuransi ganti kerugian saja dan tidak pada asuransi
sejumlah uang atau asuransi jiwa. Dalam banyak hal, pada perjanjian pertanggungan apabila
terjadi peristiwa yang diperjanjikan dan menimbulkan kerugian bagi tertanggung, maka
tertanggung selain dapat menuntut penggantian kerugian kepada penanggung, ia masih mungkin
mempunyai tuntutan terhadap pihak ketiga yang menyebabkan timbulnya kerugian termaksud
(Hartanto, 1985: 71). Prinsip subrogasi diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, yang berbunyi apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya
kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala
hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung. Untuk
memperjelas ketentuan ini, Pasal tersebut juga berarti, apabila tertanggung mengalami kerugian
akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka perusahaan asuransi setelah memberikan
5
ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan
tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. Asas subrogasi sangat berkaitan erat dengan asas
indemnity, karena pihak asuransi hanya dapat memperoleh ganti rugi dari pihak ketiga sesuai
dengan yang diberikan kepada tertanggung. Oleh karena itu, asassubrogasi tidak berlaku pada
asuransi yang tidak memakai prinsip indemnity seperti yang disebabkan kecelakaan ataupun
kematian (Suharnoko, 2005:35).
Suatu obyek diasuransikan dengan maksud agar apabila evenement terjadi dan timbul
kerugian, maka kerugian tersebut dapat dijamin oleh perusahaan asuransi. Kerugian yang
dijamin adalah kerugian yang timbul akibat kelalaian sendiri maupun akibat peristiwa alam.
Tetapi tak jarang kerugian timbul akibat evenement yang melibatkan pihak ketiga. Dengan
adanya prinsip subrogasi, maka kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian yang
dibayarkan atas klaim yang telah diajukan tertanggung, akan diganti oleh pihak ketiga yang
secara logika menyebabkan timbulnya kerugian tersebut. Pengaturan mengenai subrogasi
terdapat dalam ketentuan pasal 284 KUHD.
Prinsip ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari prinsip indemnity, bahwa
penanggung hanya wajib memberikan ganti rugi kepada tertanggung sebesar kerugian yang
dideritanya. Apabila Tertanggung setelah menerima ganti rugi ternyata mempunyai tagihan pada
pihak lain, yang karena kesalahanya pihak ketiga itu menimbulkan kerugian maka Tertanggung
tidak berhak menerimanya, dan hak itu beralih kepada Penanggung. Prinsip subrogasi diatur
secara tegas dalam Pasal 284 KUHD: “Seseorang penanggung yang telah membayar kerugian
sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si Penanggung dalam segala hak yang
diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubungan dengan penerbitan kerugian tersebut; dan
si Tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak
si Penanggung terhadap orang-orang ketiga itu”. Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa
subrogasi adalah penggantian kedudukan Tertanggung oleh Penanggung yang telah membayar
ganti kerugian, dalam melaksanakan hak-hak Tertanggung kepada pihak ketiga yang
menyebabkan terjadinya kerugian.
Dari pasal tersebut, dapat diketahui bahwa subrogasi adalah penggantian kedudukan tertanggung
oleh penanggung yang telah membayar ganti kerugian. Dalam melaksanakan hak-hak tertanggung
kepada pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya kergian. Akan tetapi, kemungkinan terjadi kerugian
yang diderita oleh tertanggung tidak diganti sepenuhnya oleh penanggung. Apabila dilaksanakan secara

6
ketat ketentuan Pasal 284 KUHD, maka menimbulkan ketidakadilan bagi tertanggung sebab kehilangan
haknya untuk menuntut ganti erugian kepada pihak ketiga, sedangkan asuransi mempunyai tujuan
memberikan ganti kerugian yang diderita tertanggung (prinsip indemnitas). Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, tepat pendapat Emmy Pangaribuan Simanjuntak dalam buku Aspek-Aspek Hukum
Asuransi Dan Surat Berharga, yaitu untuk menerapkan subrogasi itu terbatas. 27 Hal itu berarti, apabila
penggantian kerugian hanya sebagian saja diberikan oleh penanggung, maka hanya dapat
disubrogasikan untuk sejumlah kerugian yang telah dibayarkan. Hak-hak selebihnya dari tertanggung
terhadap pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya kerugian, masih tetap dipegang tertanggung
sendiri. Penyelesaian ini dapat dipahami mengingat dengan adanya subrogasi, jangan sampai terjadi
hak-hak tertanggung dirugikan. Singkatnya subrogasi menurut Pasal 284 KIUHD hanya diberlakukan
apabila penanggung telah membayar semua kerugian yang diderita tertanggung.

Anda mungkin juga menyukai