PERTEMUAN 4
PRINSIP-PRINSIP DASAR PERJANJIAN ASURANSI
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Prinsip-Prinsip Dasar Perjanjian
Asuransi.
1.1 Mempelajari Prinsip Kepentingan Yang Dapat Diasuransikan (Insurable
Interest)
1.2 Mempelajari Prinsip Itikad Baik Yang Sempurna (utmost good faith)
1.3 Mempelajari Prinsip Ganti Kerugian (Indemnity)
1.4 Mempelajari Prinsip Subrogasi
1.5 Mempelajari Prinsip Kontribusi
1.6 Mempelajari Prinsip Sebab Akibat.
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Prinsip Kepentingan Yang Dapat Diasuransikan (Insurable Interest).
91
Insurable Interest is a direct monetary intrest in the insured property sufficient to result in
monetary loss should the property be damaged or destroyed. Baca:
http://www.allenins.com/Insurance_Definitions.html.
92
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 92.
93
Pasal 250 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
94
Abdul Kadir Muhammad, Loc.Cit. hal. 92.
95
Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 32
96
Ibid.
Mobil tersebut milik orang lain yang yang dipinjam oleh tertanggung. Akan
tetapi, dia mengasuransikan mobil tersebut seolah-olah miliknya sendiri, padahal
dia tidak berkepentingan sama sekali. Kemudian terjadi tabrakan yang
menimbulkan kerugian. Pihak yang menderita kerugian adalah pemilik mobil,
bukan tertanggung yang meminjam mobil itu. Dalam hal ini penanggung tidak
berkewajiban membayar klaim ganti kerugian menurut Pasal 250 KUHD.
Malahan, peminjam mobil tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pemilik mobil. Lain halnya jika pemegang mobil itu adalah orang
yang berpiutang dan mobil itu sebagai jaminannya. Pada mobil itu melekat
kepentingannya . jika mobil bertabrakan maka, maka kepentingannya akan
berkurang atau lenyap. Jadi, jika dia mengasuransikan mobil tersebut dia dapat
meng-klaim ganti kerugian kepada penanggungnya karena dia mempunyai
kepentingan.97
Adapun pengertian kepentingan yang dimaksud di sini adalah, adanya
keterkaitan hukum antara tertanggung antara tertanggung dengan objek asuransi.
Atau sering juga disebut kepentingan adalah kekayaan atau hak subjektif yang
jika terjadi peristiwa, tertanggung akan mengalami kerugian. Jadi, di sini tampak
bahwa kepentingan dalam asuransi suatu hal yang tidak dapat dapat diabaikan
begitu saja.98
Emmy Panggaribuan Simanjuntak mengemukakan bahwa kepentingan
dalam asuransi jiwa dapat timbul dari beberapa hal, yaitu:
a. Kepentingan dari seseorang atas hidupnya sendiri.
b. Kepentingan berdasarkan hubungan keluarga, jadi ada kepentingan yang
timbul dari cinta atau kasih sayang atau perhatian seperti hubungan keluarga
karena darah atau perkawinan.
c. Kepentingan yang timbul atas dasar hubungan ekonomi keuangan.99
(onzeker vooral) atau tidak pasti. Unsur kepentingan itu adalah unsur yang mutlak
yang harus ada dalam tiap-tiap pertanggungan, baik pada saat ditutupnya
pertanggungan maupun pada saat terjadinya evenemen. Lebih lanjut dikemukakan:
Pada pertanggungan kendaraan bermotor dengan (Wettelijke Aanprakeljkheid,
W.A.), yaitu asuransi (pertanggungan) tanggung jawab menurut hukum. Pada
pertanggungan jenis ini yang merupakan kepentingan ialah kewajiban tertanggung
menurut hukum terhadap kerugian pada pihak ketiga.100
M. Suparman Sastrawidjaja dan Endang mengemukakan pendapatnya
berkaitan dengan Pasal 250 KUHD, bahwa Kewajiban pemberitahuan tersebut
penting bagi penanggung agar penanggung mengetahui besar kecilnya risiko
yang ditanggungnya yang berhubungan dengan besar kecilnya premi yang akan
ditentukan. Hal ini ditentukan demikian berdasarkan anggapan bahwa
tertanggunglah yang paing mengetahui mengenai objek yang diasuransikannya
sedangkan penanggung tidak. Namun di pihak lain ketentuan Pasal 251KUHD
tersebut dirasakan terlalu memberatkan tertanggung, sebab 1). ancaman yang
sama berupa batalnya asuransi terhadap tertanggung yang beritikad baik, dan 2).
Tidak diberikan kesempatan memperbaiki kekeliruannya bagi tertanggung yang
keliru dalam memberikan keterangan.101
Jelas dari ketentuan di atas bahwa kepentingan merupakan syarat mutlak
(essentieel vereiste) untuk dapat diadakan perjanjian asuransi. Bila hal itu tidak
dipenuhi, Penanggung tidak diwajibkan memberi ganti kerugian.102
Dalam hal ini, setiap pihak yang mengadakan perjanjian asuransi harus
mempunyai kepentingan yang bisa diasuransikan, maksudnya pihak tertanggung
harus memiliki keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa
yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menderita kerugian akibat
peristiwa itu.
Kepentingan inilah yang membedakan asuransi dengan perjudian. Kalau
pihak tertanggung tidak mempunyai kepentingan yang bisa diasuransikan, maka
asuransi menjadi perjudian atau pertaruhan.
100
HMN Purwosutjipto. 1983. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan, hal. 34-35.
101
M. Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Op.Cit., hal. 30.
102
Mulhadi, Op.Cit., hal.81.
Kepentingan yang dapat diasuransikan ini mutlak harus ada pada setiap
perjanjian asuransi, agar perjanjian tersebut tidak dianggap sebagai judi (taruhan).
Contoh insurable interest:
1. Hubungan keluarga: suami, isteri, anak, ibu, bapak (ahli waris sesuai hukum
waris faraid).
2. Hubungan bisnis: kreditor dengan debitor, perusahaan dengan karyawan.103
103
Ibid, hal. 82
104
Pasal 268 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
105
Mulhadi, Op.Cit., hal.83.
106
Ibid.
107
Menurut asas ini, suatu pihak dalam perjanjian tidak wajib memberitahukan sesuatu
yang ia ketahui mengenai objek asuransi kepada pihak lawannya. Pihak lawan harus
mewaspadai sendiri keadaan dan kualitas objek perjanjian.
“Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, atau setiap tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si Tertanggung betapapun itikad
baik itu ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya
Penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak
akan ditutup atau ditutupnya dengan syarat-syarat yang sama,
mengakibatkan batalnya pertanggungan.”
Like Wise Farwell L.J yang juga didukung oleh Carter, yang mengatakan bahwa
perjanjian asuransi adalah perjanjian yang butuh uberrima fides, tidak hanya oleh
Tertanggung tetapi juga oleh Perusahaan Asuransi sebagai Penanggung.
Meskipun demikian Carter menyatakan bahwa kewajiban memberitahu itu lebih
diutamakan kepada Tertanggung, karena Penanggung memiliki posisi yang lebih
pasif. Dalam praktek di Indonesia selama ini Perusahaan Asuransi menganut
pendapat Carter.
Undang-Undang No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, prinsip itikad
baik yang sempurna sudah dipertegas dalam Pasal 31 ayat (2) yang berbunyi
sebagai berikut:
“Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Perusahaan
Perasuransian wajib memberikan informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau
tidak menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta
mengenai risiko, manfaat, kewajiban dan pembebanan biaya terkait dengan
produk asuransi atau produk asuransi syariah yang ditawarkan”.
Kalimat dalam Pasal 31 ayat (2) pada frase “perusahaan Perasuransian wajib
memberikan informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau tidak menyesatkan
kepada Pemegang Polis ….”, menunjukkan bahwa asas/prinsip utmost good faith
atau itikad baik yang sempurna merupakan sesuatu yang wajib dilaksanakan oleh
perusahaan perasuransian dalam menjalankan bisnisnya. Namun demikian
sebaliknya pihak pemegang polis atau tertanggung juga harus menjalankan
prinsip/asas utmost good faith, yaitu dengan memberikan keterangan sebenar-
benarnya berkaitan dengan keadaan/kondisi objek yang diasuransikan
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 251 KUHD.
Salah satu prinsip yang cukup penting dalam asuransi ganti rugi, yakni
prinsip indemnitas, mengapa demikian? Karena adanya prinsip inilah menjadi
pembeda antara asuransi dengan perjudian dan perjanjian untung-untungan.
109
Abbas Salim, 2007, Asuransi dan Manajemen Risiko, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal. 8.
110
A. Junaedy Ganie, Op.Cit., hal. 208/211.
111
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit. hal. 120.
Jika peristiwa itu sudah diketahui sebelumnya bahwa itu pasti terjadi atau
sudah diketahui saat terjadinya, tidak akan ada artinya bagi asuransi sebab tidak
akan ada orang yang mau memikul risiko demikian itu. Kendati terjadi juga
asuransi, maka asuransi itu batal (Pasal 251 KUHD). Apabila pengertian
evenemen itu dirumuskan, maka yang dimaksud dengan:
“Evenemen adalah peristiwa yang menurut pengalaman manusia normal tidak
dapat dipastikan terjadi atau walaupun sudah pasti terjadi, saat terjadinya tidak
dapat ditentukan dan juga tidak diharapkan akan terjadi, jika terjadi juga
mengakibatkan kerugian.”112
112
Ibid.
113
H. Gunanto dalam Ridwan Khairandy, 2006, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta: FH UII
Press, hal. 203.
114
Ibid.
Tertanggung dapat beruntung atas terjadinya suatu kerugian, maka banyak orang
akan tergoda untuk menimbulkan kerugian dengan sengaja demi mendapatkan
keuntungan tersebut.115
Prinsip Indemnitas dalam asuransi dalam asuransi didasarkan pada asas di
dalam hukum perdata, yaitu larangan memperkaya diri secara melawan hukum,
atau memperkaya diri tanpa hak (onrechtmatige verrijking).116
Prinsip indemnitas hanya menempatkan kembali seorang tertanggung yang
telah mengalami kerugian sama dengan keadaan sebelum terjadinya kerugian.
Prinsip indemnitas digunakan berkaitan dengan pengukuran besarnya nilai
kerugian, contohnya dalam perjanjian asuransi kebakaran, pengukuran nilai
kerugian yang sebenarnya adalah nilai ganti rugi dari property yang rusak akibat
kebakaran yang dikurangi dengan penyusutan.117
Prinsip Indemnitas ini, mengikuti prinsip Kepentingan yang bisa
diasuransikan. Dengan demikian, harus ada kesinambungan antara Kepentingan
dengan Prinsip Indemnitas, dan Tertanggung harus benar-benar memiliki
kepentingan terhadap kemungkinan menderita kerugian karena terjadinya
peristiwa yang tidak diharapkan.118
Untuk dapat mengadakan keseimbangan antara kerugian yang diderita
oleh Tertanggung dengan pemberian ganti kerugian oleh Penanggung, maka harus
diketahui berapa nilai atau harga dari objek yang diasuransikan. Sehubungan
dengan hal tersebut, prinsip ganti kerugian hanya berlaku bagi asuransi yang
kepentingannya dapat dinilai dengan uang, yaitu asuransi kerugian (scahade
verzekering).119
Kepentingan di dalam asuransi jumlah (sommen verzekering) tidak dapat
dinilai dengan uang, sehingga diadakan tidak dengan tujuan mengganti suatu
115
A. Hasyimi Ali dalam Mulhadi, 2017. Dasar-Dasar Hukum Asuransi. Depok: PT.
RajaGrafindo Persada, hal.86.
116
Emmy Pangaribuan Simanjutak, dalam Ridwan Khairandy, 2006, Pengantar Hukum Dagang,
Yogyakarta: FH UII Press, hal. 203-204.
117
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, 2008, Hukum Dalam Ekonomi, Cetakan kelima
(edisi 2), Jakarta: PT. Grasindo, hal. 108.
118
Sri Redjeki Hartono dalam Ridwan Khairandy, 2006, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta:
FH UII Press, hal. 202.
119
Mulhadi, Op.Cit., hal.86.
kerugian yang diderita oleh Tertanggung. dengan perkataaan lain, prinsip ganti
kerugian tidak berlaku bagi asuransi jumlah.120
120
Ibid.
kemungkinan bahwa tertanggung selain bisa menuntut kepada pihak ketiga yang
karena kesalahannya menyebabkan terjadinya kerugian tersebut. Dalam kondisi
demikian, tertanggung memiliki kesempatan untuk menuntut ganti rugi dari dua
sumber, yaitu dari pihak penanggung dan pihak ketiga. Penggantian kerugian dari
dua sumber tersebut bertentangan dengan asas indemnitas dan larangan untuk
memperkaya diri sendiri secara melawan hukum. Sebaliknya,kalau pihak ketiga
dibebaska begitu saja dari perbuatan yang sudah menyebabkan kerugian bagi
tertanggung juga tidak adil. Untuk menghindari hal demikian tersebut, pihak
ketiga yang bersalah tetap bisa dituntut, hanya saja hak menuntut tersebut
dilimpahkan pada pihak penanggung (subrogasi). Berkaitan dengan hal ini, pasal
284 KUHD menyebutkan “ Penanggung yang membayar kerugian dari suatu
benda yang dipertanggungkan mendapat segala hak yang ada pada pihak
tertanggung terhap pihak ketiga berkenaan kerugian itu, dan pihak tertanggung
bertanggungjawab untuk setiap perbuatan yang mungkin bisa merugikan hak dari
penanggung terhadap pihak ketiga itu.123
Prof. Emmy Pangaribuan mengemukkan, Subrogasi menurut undang-
undang hanya bisa berlaku kalau terdapat dua faktor: 1).Kalau tertanggung di
samping mempunyai hak terhadap penanggung juga memiliki hak terhadap pihak
ketiga; 2).Hak-hak tersebut karena timbulnya kerugian.124
Para sarjana pada umumnya berpendapat bahwa prinsip subrogasi hanya
berlaku pada asuransi kerugian dan tidak berlaku dalam asuransi jumlah. 125 Hak
subrogasi timbul dengan sendirinya (ipso facto) untuk penggantian kerugian yang
dibayarkan oleh penanggung kepada tertanggung dan tidak perlu ditentukan atau
diatur dalam polis. Kadangkala di dalam polis juga dimuat klausul subrogasi.
Disamping itu, di dalam polis tersebut ada kemungkinan juga dimuat klausul yang
memberikan hak kepada penanggung untuk setiap saat dan selama mereka
menghendaki, untuk membayar, menahan, atau mengajukan klaim atas nama
tertanggung. Dalam konteks ini, penanggung bisa menggunakan hak tertanggung
untuk menentukan ganti rugi kepada pihak ketiga, walaupun penanggung belum
123
Siti Soemarti Hartono, 1982, KUHD terjemahan, Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang UGM, hal.
88.
124
Emmy Pangaribuan dalam Ridwan Khairandy, 2006, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta:
FH UII Press, hal. 206.
125
Ibid.
membayar semua ganti rugi kepada pihak tertangung. Tertanggung dalam hal ini,
disamping harus membantu penanggung dalam memfungsikan hak subrogasinya
juga tidak boleh merugikan atau menjalankan hak-hak yang bisa merugikan hak
penanggung kepada pihak ketiga, contohnya, tanpa sepengetahuan atau seizin
penanggung membebaskan tanggung jawab pihak ketiga.126
Prinsip subrogasi ini disebut juga dengan prinsip perwalian, pengalihan
hak atau dalam istilah lainnya subrogation principle.
Kalau ada seorang tertanggung menutup asuransi untuk benda yang sama
dan terhadap risiko yang sama kepada lebih seorang penanggung dalam polis yang
berlainan akan terjadi double insurance. Kalau terjadi double insurance, maka
masing-masing penanggung menurut perimbangan dari jumlah untuk mana
mereka menandatangani polis menanggung hanya harga yang sebenarnya dari
kerugian yang diderita tertanggung.127
Tertanggung tidak akan mungkin mendapatkan penggantian kerugian dari
masing-masing perusahaan asuransi secara penuh sehingga melampaui kerugian
yang sebenarnya diderita oleh Tertanggung. Bila hal ini dibolehkan maka
bertentangan dengan prinsip indemnitas. Dengan kata lain, prinsip kontribusi
berarti bahwa, apabila Perusahaan Asuransi telah membayar ganti kerugian yang
menjadi hak tertanggung, maka perusahaan berhak menuntut perusahaan asuransi
lain yang terlibat dalam objek tersebut untuk membayar bagian kerugian sesuai
dengan kontribusi. Prinsip kontribusi ini disebut juga sebagai prinsip saling
menanggung.
Dalam KUHD, prinsip kontribusi ini disimpulkan dari pasal 278 yang
menyebutkan : “kalau dalam polis yang sama oleh berbagai penanggung,
walaupun pada hari yang berlainan, dipertanggungkan untuk lebih dari pada
harganya, maka mereka bersama-sama, menurut jumlah keseimbangan jumlah
untuk mana mereka menandatangani, hanya memikul harga sesungguhnya yang
126
Ibid.
127
M Suparman Sastrawidjaja dan Endang dalam Ridwan Khairandy, 2006, Pengantar
Hukum Dagang, Yogyakarta: FH UII Press, hal. 207
dipertanggungkan. Ketentuan yang sama berlaku, jika pada hari yang sama,
berkenaan denga benda yang sama diadakan pertanggungan-pertanggungan yang
berlainan.128
Prinsip kontribusi hanya diberlakukan dalam hal sebagai berikut:
1. Kalau polis tersebut dilakukan untuk risiko yang sama atau bahaya yang sama
yang menimbulkan kerugian itu;
2. Polis-polis itu menutup kepentingan yang sama, dari tertanggung yang sama,
dan terhadap benda yang sama; dan
3. Polis-polis tersebut masih berlaku pada waktu terjadinya kerugian.
Berkaitan dengan hal ini, terdapat satu persyaratan yang penting, biasanya
terdapat dalam aircraft policy (dalam hal ini Polis Standar AVN 1 A) pada
persyaratan yang berlaku untuk Section Paragraph 3 menyebutkan bahwa klaim
tidak bisa dibayarkan untuk kerugian-kerugian yang diatur dalam Section 1, kalau
tertanggung sudah mengadakan asuransi lain tanpa persetujuan penanggung.
Persyaratan sejenis itu menghapus tanggung jawab penanggung jika terjadi
double insurance.129
Jika polis memuat klausul non contribution (yaitu dalam Vide General
Exclusion 9 pada polis AVN 1A), maka pembayaran atas dasar polis ini, terbatas
hanya untuk jumlah kerugian yang melebihi jumlah yang ditangguhkan oleh polis-
polis yang lain. Jika polis memuat klausul seperti itu, maka prinsip kontribusi
tidak berlaku, dan polis tersebut berubah menjadi excess policy. Dengan demikian,
tertanggung pertama-tama menuntut ganti rugi kerugian kepada penanggung
pertama, kemudian jika ada sisanya, ia bisa menuntut ganti kerugian kepada
penanggung kedua.130
128
Siti Soemarti Hartono, 1982, KUHD terjemahan, Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang
UGM, hal. 87.
129
Ridwan Khairandy, Op.Cit., hal. 208.
130
Ibid.
Dengan demikian, jumlah ganti kerugian yang harus diterima oleh Tuan X dari
ketiga perusahaan asuransi bukanlah Rp. 400.000.000,- , melainkan hanya Rp.
200.000.000,- sesuai dengan harga rumah yang sesungguhnya.
Inti dari prinsip sebab akibat (Proximate Cause) adalah bahwa suatu
penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rangkaian kejadian dan menyebabkan
suatu akibat, tanpa adanya intervensi dari suatu kekuasaan yang berawal dan
secara aktif bekerja dari sumber baru serta berdiri sendiri.131
Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau
kecelakaan, maka perusahaan asuransi (Penanggung) pertama-tama akan mencari
sebab-sebab yang aktif dan efisien menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa
terputus, sehingga pada akhirnya terjadi musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu
prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien
dikenal dengan istilah “Unbroken Chain of Events”, yaitu suatu rangkaian mata
rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri
berikut ini:
131
Mulhadi, Op.Cit., hal.90.
132
Ibid.
133
M. Suparman Sastrawijaya, 2003, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,
Bandung: Alumni, hal. 59.
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan secara singkat mengenai prinsip-prinsip dasar perjanjian asuransi!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan istilah “Unbroken Chain of Events”!
3. Jelaskan penerapan prinsip kontribusi bila terjadi double insurance!
D. DAFTAR PUSTAKA
A. Junaedi Ganie. 2011, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
Abbas Salim, 2007, Asuransi dan Manajemen Risiko, Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Abdul Kadir Muhammad. 2006. Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra
Aditya bakti.
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, 2008, Hukum Dalam Ekonomi,
Cetakan kelima (edisi 2), Jakarta: PT. Grasindo.
Emmy Panggaribuan. 1983. Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya,
Yogyakarta: Liberty.
HMN Purwosutjipto. 1983. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Jakarta:
Djambatan.
M. Suparman Sastrawidjaja dan Endang. 1997. Hukum Asuransi Perlindungan
Terhadap Tertanggung Asuransi Deposito. Usaha Perasuransian, Bandung:
Alumni.
134
Mulhadi, Op.Cit., hal.91.