Anda di halaman 1dari 30

KELOMPOK 5

HUKUM ASURANSI DI INDONESIA


Dosen : Agoes Parera BSc, SE, SH, MM, MH, AAAI.J, RFP, CFP
Resume :
“JENIS – JENIS ASURANSI SOSIAL”

Kelompok 5 :

Adji Ariansyah (201594403001)

Andrari Ambarwati (201594403002)

Atlantika Shidqie Zaeni (201594403003)

Dyah Ayu Kusumaningrum (201594403004)

Ika Fitri Listianti (201594403006)

Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA)

2017
KATA PENGANTAR

Industri asuransi di Indonesia akhir - akhir ini mengalami perkembangan yang cukup
pesat setelah pemerintah mengeluarkan deregulasi pada tahun 1980-an. Dipertegas lagi
dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang
Usaha Perasuransian. Diharapkan dengan semakin berkembangnya industri asuransi di
indonesia, maka akan semakin berkembang pula pertumbuhan ekonomi indonesia dari
tahun ketahun akan semakin meningkat, Pada era globalisasi seperti ini kebutuhan
masyarakat akan asuransi semakin meningkat oleh karena itu pertumbuhan atau
perkembangan industri asurasi di indonesia semakin dan akan terus meningkat.

Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlidungan sosial ekonomi kepada masyarakat.
Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai
Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan
funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas
pada masyarakat pekerja di sektor formal.

Dengan mengikuti program pemerintah yang mewajibkan suatu perusahaan ataupun


lembaga mengikutsertakan seluruh karyawannya menjadi anggota jamsostek merupakan
salah satu cara untuk memberi ketenangan dan kesejahteraan bagi karyawan dan anggota
keluarganya.

Jakarta, 25 November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

A. Pengertian Asuransi Sosial ...............................................................................4

B. Ciri-ciri khusus Asuransi Sosial .......................................................................4

C. Jenis-jenis Asuransi Sosial ...............................................................................5

1. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep) .................................7

2. Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel) ..........................9

3. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) ................................................ 11

4. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens) .................................. 15

5. Asuransi Sosial Abri (Asabri)............................................................. 17

6. Asuransi Sosial Kesehatan (Askes)..................................................... 18

D. Transformasi Askes dan Astek Menjadi BPJS ................................................ 19

KASUS ......................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 30

iii
A. Pengertian Asuransi Sosial

Di dalam Pasal 1 butir (3) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian, dijelaskan bahwa:
“Program Asuransi Sosial adalah program yang diselenggarakan secara wajib
berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar
bagi kesejahteraan masyarakat”.

B. Ciri-ciri khusus Asuransi Sosial

1. Penanggung (biasanya suatu organisasi dibawah wewenang pemerintah).


2. Tertanggung (biasanya masyarakat luar anggota/golongan masyarakat tertentu).
3. Risiko (suatu kerugian yang sudah diatur dan ditentukan lebih dahulu).
4. Wajib (berdasarkan suatu ketentuan undang-undang atau peraturan lain)

Asuransi Sosial secara umum meliputi :

1. Asuransi Sosial ditawarkan melalui beberapa bentuk oleh pemerintah dan bersifat
wajib (compulsory basis).
2. Asuransi Sosial didesain untuk memberikan manfaat kepada seseorang yang
pendapatannya terputus karena kondisi sosial dan ekonomi atau karena
ketidakmampuan mengendalikan solusi secara individu
3. Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib
berdasarkan suatu undang - undang, dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat
4. Program Asuransi Sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik
Negara (Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian)

Di dalam pelaksanaan dan penyelenggaraannya Asuransi Sosial hanya dapat


diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, hal ini ditegaskan didalam Pasal 14
ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dimana
dijelaskan bahwa, “Program Asuransi Sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara”. Mengenai Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dalam hal
ini pemerintah menunjuk PT. Jasa Raharja (Persero) sebagai Perusahaan Negara yang
menyelenggarakan Program Asuransi Sosial tersebut.

4
C. Jenis-jenis Asuransi Sosial

Secara umum jenis-jenis Asuransi Sosial di Indonesia di bedakan atas:

A. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang meliputi:

1. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens) dikelola oleh PT. Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri

2. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) Pegawai Perusahaan Swasta dikelola


oleh PT. Jaminan Asuransi Sosial Tenaga Kerja

3. Asuransi Sosial ABRI (ASABRI) dikelola oleh PT. ASABRI.

B. Asuransi Kesehatan, dikelola oleh PT. Asuransi Kesehatan (dulu PHB).

C. Asuransi Kecelakaan, yang meliputi Asuransi Kecelakaan Penumpang dan


Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dikelola oleh PT. Asuransi Jasa Raharja.

Didalam bukunya Abdul kadir Muhammad, menjelaskan jenis-jenis asuransi sosial


sebagai berikut: Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 205-256

1. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep).


Diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, yang mana pengurusan dan
penguasaan dana dilakukan oleh suatu Perusahaan Negara, dalam hal ini PT.
Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero).

2. Asuransi Sosial Lalulintas Jalan (Askel).


Diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan, yang mana pengurusan dan penguasaan dana dilakukan oleh
suatu Perusahaan Negara, dalam hal ini PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja
(Persero).

3. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek).


Diatur dalam Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja. Badan Penyelenggara sebagai penanggung adalah pemerintah,

5
yang didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Asuransi Sosial
Tenaga Kerja (Persero).

4. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspen).


Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Auransi
Sosial Pegawai Negeri Sipil. Badan Penyelenggara Asuransi Sosial Pgawai
Negeri Sipil adalah PT. Taspen (Persero).

5. Asuransi Sosial ABRI (ASABRI).


Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Badan yang ditugasi oleh
pemerintah sebagai Penyelenggara Asuransi ABRI (ASABRI) adalah Badan
Usaha Milik Negara PT. ASABRI (Persero).

6. Asuransi Sosial Kesehatan (Askes).


Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan
Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis
Kemerdekaan, Beserta Keluarganya. Badan Penyelenggara yang diserahi tugas
adalah PT. Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero) atau disingkat PT. Askes
Indonesia (Persero).

Jenis – jenis asuransi sosial di atas merupakan asuransi wajib (compulsory insurance).
Dikatakan wajib karena :

 Jenis – jenis asuransi tersebut diwajibkan oleh undang – undang, bukan karena
perjanjian

 Pihak penyelenggara jenis – jenis asuransi ini adalah pemerintah yang di


delegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara

 Jenis – jenis asuransi tersebut bermotif perlindungan masyarakat (social security),


yang dananya dihimpun dari masyarakat dan di gunakan untuk kepentingan
masyarakat yang diancam bahaya.

 Dana yang sudah terkumpul, tetapi belum digunakan dimanfaatkan untuk


kesejahteraan melalui program investasi.

6
1. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep)

Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep) diatur dalam UU No.33 Tahun 1964
tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, Lembaran Negara Nomor
137 Tahun 1964 yang mulai berlaku 31 Desember 1964.

a) Pengaturan Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep)

Pasal 2 UU No. 33 Tahun 1964 menentukan bahwa hubungan hukum pertanggungan


wajib kecelakaan penumpang diciptakan antara pembayar iuran (Tertanggung) dan
penguasa dana (Penanggung). Penguasa dana (Penanggung) akan memikul risiko
kecelakaan yang mungkin dialami oleh pembayar iuran (Tertanggung). Penguasa dana
(Penanggung) ditentukan dalam Pasal 1 huruf (e) dan huruf (f) PP No. 17 Tahun 1965.
Menurut ketentuan pasal tersebut, Pertanggungan adalah hubungan hokum antara
penanggung, yaitu Perusahaan Negara yang dimaksud dalam Pasal 8 dan penumpang alat
angkutan penumpang umum yang sah. Perusahaan Negara yg ditunjuk adalah Perusahaan
Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja.

Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mengingat usaha yang ditangani oleh Perum
Jasa Raharja semakin bertambah luas, maka pada tahun 1980 berdasarkan pp No.39 tahun
1980 tanggal 6 November 1980, status Jasa Raharja diubah lagi menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero) dengan nama PT (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja, yang
kemudian pendiriannya dikukuhkan dengan Akte Notaris Imas Fatimah, SH No.49 tahun
1981 tanggal 28 Februari 1981, yang telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir
dengan Akte Notaris Imas Fatimah, SH No.59 tanggal 19 Maret 1998 berikut
perbaikannya dengan Akta No.63 tanggal 17 Juni 1998 dibuat dihadapan notaris yang
sama.

b) Premi Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep)

Setiap penumpang yang akan menggunakan alat transportasi umum membayarkan iuran
wajib yang disatukan dengan ongkos angkut pada saat membeli karcis atau membayar
tarif angkutan dan pengutipan ini dilakukan oleh masing-masing operator (pengelola) alat
transportasi tersebut.

7
c) Evenemen Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep)

Dalam Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep) yang dimaksud peristiwa tidak
pasti adalah kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang umum, yang mengancam
keselamatan penumpang sebagai tertanggung.

Setiap penumpang diberi jaminan pertanggungan kecelakaan diri selama penumpang itu
berada dalam alat angkutan yang disediakan oleh perusahaan angkutan, untuk jangka
waktu antara saat penumpang naik alat angjutan yang bersangkutan di tempat berangkat
dan saat turun dari alat angkutan tersebut di tempat tujuan menurut karcis/tiket yg berlaku
untuk perjalanan/penerbangan yg bersangkutan.

d) Ganti Kerugian Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Askep)

Jenis Santunan

• Santunan berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan (sesuai ketentuan)


• Santunan kematian
• Santunan cacat tetap

Ahli Waris

 Janda atau dudanya yang sah


 Dalam hal tidak ada janda/dudanya yang sah, kepada anak-anaknya yang sah
 Dalam hal tidak ada janda/dudanya dan anak-anaknya yang sah kepada
orangtuanya yang sah

e) Ketentuan Ahli Waris

Dalam hal korban meninggal dunia, maka santunan meninggal dunia diserahkan langsung
kepada ahli waris korban yang sah, Pengertian dari anak dan orangtua sah tidak selalu
pengertian anak kandung dan orangtua kandung, akan tetapi anak tiri dan orangtua tiri
disamakan kedudukannya sebagai ahliwaris sah. Demikian juga anak angkat dan orangtua
angkat disamakan kedudukannya sebagai ahliwaris sah apabila telah mendapat putusan
dari pengadilan Negeri atau instansi berwenang lainnya.

8
Kadaluarsa

Hak atas ganti kerugian pertanggungan seperti yang dimaksud dalam pasal 10 ayat (1)
menjadi gugur / kadaluwarsa jika :

• Permintaan diajukan dalam waktu lebih dari 6 bulan setelah terjadinya


kecelakaan.
• Jika tidak diajukan gugatan terhadap PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja pada
pengadilan perdata 6 bulan setelah tuntutan pembayaran ganti kerugian ditolak
secara tertulis oleh Direksi
• Tidak dilakukan penagihan dalam waktu 3 bulan setelah hak dimaksud disetujui
oleh PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja

2. Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel)

Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan merupakan salah satu jenis perlindungan bagi
masyarakat yang sifatnya sangat penting. Melalui asuransi kecelakaan lalu lintas jalan,
setiap pengendara kendaraan di jalan raya dapat dijamin dari biaya-biaya yang mungkin
timbul sebagai akibat dari kecelakaan, serta keluarganya dapat memperoleh santunan
apabila korban kecelakaan meninggal dunia.

a) Dasar Hukum

Dasar hukum pelaksanaan Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan adalah Undang-undang
Nomor 34 Tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Dana
Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dimana dalam undang- undang tersebut lingkup
jaminannya yaitu :

 Korban Yang Berhak Atas Santunan, adalah pihak ketiga.


 Tabrakan Dua atau Lebih Kendaraan Bermotor
 Kasus Tabrak Lari, terlebih dahulu dilakukan penelitian atas kebenaran kasus
kejadiannya
 Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Kereta Api

9
b) Pihak-pihak Dalam Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel)

Perbedaannya terletak pada hal-hal berikut ini :

 Sumber (penyumbang) dana pada Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang


(Askep) adalah penumpang, sedangkan pada Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu
Lintas Jalan (Askel) adalah pemilik dan pengusaha kendaraan bermotor.

 Pihak yang diancam bahaya kecelakaan pada Asuransi Sosial Kecelakaan


Penumpang (Askep) adalah penumpang, pada Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu
Lintas Jalan (Askel) adalah bukan penumpang, misalnya pejalan kaki,
pengendara motor, beca, pekerja perbaikan jalan.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 34 Tahun 1964 tiga (3) pihak yang
terlibat dalam Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel) yaitu:

 Pihak pemilik/pengusaha kendaraan bermotor, yang dapat menjadi penyebab


kecelakaan lalu lintas jalan.

 Pihak pengguna jalan raya bukan penumpang, yang dapat menjadi korban
kecelakaan lalu lintas jalan.

 Pihak pengusaha dana, yaitu pemerintah yang didelegasikan kepada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN).

c) Premi Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel)

Dalam hukum asuransi, premi adalah sejumlah uang yang dibayar tertanggung kepada
penanggung sebagai imbalan risiko yang ditanggungnya.

Dalam Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel) yang berkedudukan sebagai
tertanggung adalah pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas.

Jumlah yang berlaku sebagai premi adalah sumbangan wajib :

 Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 34 Tahun 1964, Jumlah sumbangan


wajib tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah.

 Ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 sumbangan wajib


untuk suatu tahun takwim harus sudah dibayar lunas selambat-lambatnya pada
akhir bulan juli tahun yang bersangkutan.

10
 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 menentukan, sumbangan
wajib dibuktikan semata-mata dengan suatu bukti yang bentuk dan hal-hal
lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

d) Evenemen Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel)

Evenemen dalam Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan adalah kemungkinan terjadinya
kecelakaan lalu lintas jalan, yang mengancam keselamatan pihak ketiga yang berada
diluar kendaraan bermotor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan itu.

Sejak kapan saat mulai dan berakhirnya ancaman bahaya kecelakaan yang ditanggung
oleh penanggung?

Asuransi Sosisal Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel) berlangsung terus selama
pengusaha/pemilik memiliki alat angkutan lalu lintas, sehingga tanggung jawab pemilik
terhadap akibat kecelakaan yang ditimbulkannya itu terus berlangsung. Dengan demikian,
selama itu pula ancaman bahaya kecelakaan lalu lintas jalan menjadi beban penanggung.

e) Ganti Kerugian Asuransi Sosila Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Askel)

ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965, mengenai pembayaran


dana pada korban kecelakaan meliputi :

 Korban meninggal dunia dan cacat, dalam waktu 365 hari setelah terjadi
kecelakaan yang bersangkutan.

 Biaya-biaya perawatan dan pengobatan dokter yang dikeluarkan dari hari pertama
setelah terjadi kecelakaan, selama waktu paling lama 365 hari.

 Korban meninggal tidak mempunyai ahli waris, kepada pihak yang


menyelenggarakan penguburannya diberikan penggantian biaya penguburan.

3. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)

a) Pengaturan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)

Asuransi Tenaga Kerja (Astek) diatur dalam undang – undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang – undang ini dilaksanakan dengan
peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja. Serta dalam pelaksanaan asuransi ini diatur dengan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1993.

11
b) Pihak-pihak dalam Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, pihak yang


menjadi peserta dalam program jaminan sosial tenaga kerja ada 2 (dua) golongan, yaitu:

 Pengusaha, termasuk orang, persekutuan, atau badan hukum yang


menjalankan suatu perusahaan milik sendiri, atau yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

 Tenaga Kerja, termasuk setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan,


baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau
barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pengusaha wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi
kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan
kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,
yang disebut premi. Pengusaha yang membayar premi tersebut berstatus sebagai
tertanggung. Sementara tenaga kerja yang iurannya dibayarkan oleh pengusaha sebagai
tertanggung berstatus pihak ketiga yang berkepentingan.

Penyelenggara program jaminan sosial tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara
yang dalam hukum asuransi didelegasikan kepada BUMN, yaitu PT Asuransi Sosial
Tenaga Kerja (Persero).

c) Premi Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)

Premi dalam asuransi ini adalah setiap iuran Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek) yang disetor pengusaha kepada Badan Penyelenggara tersebut meliputi iuran:

1. program jaminan kecelakaan kerja;


2. program jaminan kematian;
3. program jaminan hari tua;
4. program jaminan pemeliharaan kesehatan.

Besar iuran yang wajib disetorkan kepada Badan Penyelenggara adalah:

1. Jaminan kecelakaan kerja, besarnya iuran didasarkan pada kelompok jenis


usaha dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah ini:

Kelompok 1: 0,24% dari upah sebulan;

12
Kelompok 2: 0,54% dari upah sebulan;
Kelompok 3: 0,89% dari upah sebulan;
Kelompok 4: 1,27% dari upah sebulan;
Kelompok 5: 1,74% dari upah sebulan

2. Jaminan hari tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan;

3. Jaminan kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan;

4. Jaminan pemeliharaan kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga


kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja
yang belum berkeluarga, dengan ketentuan dasar perhitungan iuran tersebut
setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

d) Evenem Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)

Dalam Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) yang dimaksud dengan peristiwa tidak pasti
adalah peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja,
kematian, sakit, hamil, bersalin, hari tua, yang mengancam keselamatan, kesehatan, dan
kesejahteraan tenaga kerja sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.

e) Penyelenggara Program Asuransi Tenaga Kerja

Pengusaha wajib mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) pada badan penyelenggara dengan mengisi
formulir yang telah disediakan.

Badan Penyelenggara menerbitkan dan menyampaikan kepada pengusaha:

 Sertifikat kepersetaan untuk masing-masing perusahaan.


 Kartu peserta masing-masing tenaga kerja Program Jamsostek
 Kartu peserta pemeliharaan kesehatan masing-masing tenaga kerja
Program Jampemkes.

Kepesertaan perusahaan dan tenaga kerja dalam Program Jamsostek berlaku sejak
pendaftaran dan pembayaran iuran pertama dilakukan oleh pengusaha sampai berakhirnya
masa kepesertaan tenaga kerja yang bersangkutan dalam Program Jamsostek.

13
f) Penggantian Biaya dan Pembayaran Santunan

a. Jaminan Kecelakaan Kerja

Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja
berupa penggantian biaya yang meliputi biaya pengangkutan ke rumah sakit dan atau ke
rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan dan biaya pemeriksaan,
pengobatan dan atau perawatan di rumah sakit termasuk rawat jalan (yang biayanya
dibayar lebih dahulu oleh Perusahaan) serta biaya rehabilitasi berupa alat bantu dan atau
alat ganti bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat
kecelakaan kerja.

Disamping itu diberikan juga santunan berupa uang meliputi:

 Santunan sementara tidak mampu bekerja;


 Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya;
 Santunan cacat total untuk selama-lamanya, baik fisik maupun mental, dan
 Santunan kematian.

b. Jaminan Kematian

Jaminan kematian dibayar sekaligus kepada janda atau duda, atau anak yang meliputi:

 Santunan kematian sebesar Rp. 1.000.000,00


 Biaya pemakaman sebesar Rp. 2.000.000,00

c. Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua dibayar kepada tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun atau
cacat total untuk selama-lamanya dapat dilakukan:

 Secara sekaligus apabila jumlah seluruh jaminan hari tua yang harus dibayar
kurang dari Rp. 3.000.000,00 atau

 Secara berkala apabila seluruh jumlah jaminan hari tua mencapai Rp.
3.000.000,00 atau lebih dan akan dilakukan paling lama 5 tahun.

14
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Badan Penyelenggara menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar


yang meliputi: rawat jalan tingkat pertama, rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap,
pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, penunjang diagnostik, pelayanan
khusus dan gawat darurat.

g) Sanksi karena Pelanggaran

Pengusaha yang tidak memenuhi kewajibannya dan telah diberikan peringatan, tetapi
tetap tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan izin usaha.

Pengusaha yang terlambat menyetorkan iuran kepada Badan Penyelenggara dikenakan


denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan.

Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan pembayaran Jamsostek dalam


waktu yang telah ditentukan dikenakan ganti rugi sebesar 1% dari jumlah jaminan untuk
setiap hari keterlambatan dan dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.

4. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens)

a) Pengaturan Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens)

Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens) diatur dalam peraturan pemerintah Nomor
25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil dan ditunjang dengan
keputusan mentri keuangan (kepmenkeu) Nomor 45/KMK.013/1992 tentang besarnya
tunjangan hari tua dan asuransi kematian Pegawai Negeri Sipil.

b) Pihak – pihak dalam Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens)

Peserta dalam Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil adalah tertanggung dalam Asuransi
Sosial Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan penanggung adalah pemerintah yang
didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Yang mana penyelenggara
Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens) adalah PT. Taspen (Persero)

c) Premi Asuransi Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens)

Menurut ketentuan pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981, peserta
wajib membayar iuaran setiap bulan sebesar 8% dari penghasilan sebulan tanpa tunjangan

15
pangan. Iuran tersebut diperuntukan 4,75% untuk pensiun sedangkan 3,25% untuk
tabungan hari tua. Kewajiban membayar iuran tersebut dimulai pada bulan peserta
menerima penghasilan dan berakhir pada akhir bulan yang bersangkutan berhenti sebagai
peserta.

d) Evenemen Asuransi Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens)

Dalam Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens) yang dimaksud dengan peristiwa
tidak pasti adalah peristiwa berhenti dari Pegawai Negeri Sipil karena pensiun,
meninggal dunian atau sebab lain yang mengancam kesejahteraan mereka.

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai peserta Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil
(Aspens) berakhir sejak :

 Peserta meniggal dunia


 Peserta tidak lagi menjadi peserta karena alasan lai

e) Pembayaran Pensiun dan Tabungan Hari Tua

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981, bagi peserta yang berhenti
tanpa hak pensiun, baik yang berhenti secara hormat maupun tidak hormat akan dibayar
kembali nilai tunai iuran asuransinya.

Dalam pasal 2 Kepmenkeu Nomor 45/KMK.013/1992 ditentukan bahwa hak peserta


adalah :

 Tabungan hari tua diberikan kepada peserta yang berhenti karena pensiun,
meninggal dunia, pada masa aktif atau sebab lain.

 Asuransi kematian diberikan bila peserta, istri atau anak peserta meninggal.

Maka, berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa. Ada 4 jenis hak yang
diperoleh peserta Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens)

 Hak atas pembayaran pensiun


 Hak atas pembayaran santunan asuransi kematian
 Hak atas pembayaran tabungan hari tua
 Hak atas pembayaran nilai tunai

16
5. Asuransi Sosial Abri (Asabri)

Asuransi Sosial ABRI (ASABRI) adalah suatu jaminan sosial bagi prajurit ABRI dan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memberikan perlindungan terhadap risiko berkurang
atau hilangnya penghasilan prajurit ABRI dan PNS yang bersangkutan yang dilaksanakan
secara wajib berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

a) Pihak – Pihak dalam Asuransi Sosial ABRI

Dalam asuransi ini, pesertanya adalah setiap prajurit ABRI dan PNS DEPHANKAM-
ABRI yang membayar iuran kepada badan penyelenggara.

b) Premi Asuransi Sosial ABRI

Dalam asuransi ini yang berstatus sebagai tertanggung adalah peserta. Setiap peserta
wajib membayar iuran tunjangan hari tua atau pensiun yang ditetapkan sebesar 3.25%
dari penghasilan setiap bulan.

c) Evenemen Asuransi Sosial ABRI

Dalam asuransi ini, yang dimaksud dengan peristiwa tidak pasti adalah peristiwa berhenti
dari prajurit ABRI dan PNS DEPHANKAM ABRI yang dialami karena pensiun,
meninggal dunia, atau sebab lain yang mengancam kesejahteraan mereka.

d) Pembayaran Santunan Asuransi Sosial ABRI

Dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintahan Nomor 67 Tahun 1991 ditentukan :

a. Dalam hal berhenti dengan hormat dengan memperoleh hak pensiun maka
santunan asuransi dibayarkan kepada peserta yang bersangkutan.

b. Dalam hal berhenti karena kematian, maka santunan risiko kematian dibayarkan
kepada ahli waris yang sah dari peserta yang gugur, tewas, atau meninggal dunia
dalam tugas dinas aktif.

c. Dalam hal berhenti tanpa hak pensiun/tunjangan bersifat pensiun, maka santunan
nilai tunai asuransi dibayarkan kepada peserta yang bersangkutan

d. Biaya pemakaman dibayarkan kepada ahli waris yang sah dari peserta yang
meninggal dunia dalam status pensiun atau tunjangan yang bersifat pensiun.

17
6. Asuransi Sosial Kesehatan (Askes)

Asuransi Sosial Kesehatan (ASKES) diatur dalam Peraturan Pemerintah No.69 Tahun
1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran,
Perintis Kemerdekaan, beserta keluarganya, lembaran Negara No.90 Tahun 1991 yang
mulai berlaku 23 Desember 1991.

a) Pihak – pihak dalam Asuransi Sosial Kesehatan (ASKES)

Hubungan hukum yang terjadi antara peserta dan penyelenggara ada 2 macam, yaitu :

a. Bersifat wajib karena diwajibkan oleh Perundang-undangan, yang meliputi


hubungan hukum antara Badan Penyelenggara dan Pegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan.

b. Bersifat sukarela karena diperjanjikan, yang meliputi hubungan hukum antara


Badan Penyelenggara dan Peserta dari Badan Usaha dan Badan lainnya.

Dalam ASKES, peserta adalah Tertanggung dan Badan Penyelenggara adalah


Penanggung.

b) Premi Asuransi Sosial Kesehatan (ASKES)

Besarnya jumlah iuran (premi) setiap bulan wajib dibayar oleh peserta (tertanggung),
yaitu :

a. Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta tata cara pemungutannya
ditetapkan dengan keputusan Presiden.

b. Veteran dan Perintis Kemerdekaan serta pelaksanaan pembayarannya dilakukan


oleh Menteri Keuangan.

c. Pegawai dan Penerima Pensiun Badan Usaha dan Badan lainnya serta
pelaksanaan pemungutannya dilakukan oleh Badan Penyelenggara.

c) Evenemen Asuransi Sosial Kesehatan (ASKES)

Dalam Asuransi Sosial Kesehatan (ASKES) yang dimaksud peristiwa tidak pasti adalah
keadaan sakit yang mengancam kesehatan peserta yang mengakibatkan hilang atau
berkurangnya penghasilan karena pengeluaran biaya perawatan dan pengobatan. Risiko
inilah yang menjadi beban jaminan Badan Penyelenggara sebagai penanggung.

18
d) Pemeliharaan Kesehatan dan Penggantian Biaya

Penyelenggara pemeliharaan kesehatan dilakukan oleh Badan Penyelenggara yang


dibentuk khusus untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan
keluarganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Biaya pemeliharaan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan, dibayar berdasarkan tarif
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Semua biaya yang melebihi standar pelayanan
dan tarif menjadi beban dan tanggung jawab peserta. Pemeliharaan kesehatan dalam
peraturan pemerintah ini hanya berlaku bagi pemeliharaan kesehatan di dalam negeri.

D. Transformasi Askes dan Astek Menjadi BPJS

Sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara


Jaminan Kesehatan mengumumkan tentang peresmian perubahan ASKES menjadi BPJS
Kesehatan dan Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

a) Askes Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, yang mendapatkan manfaat jaminan
Askes yang telah dibahas sebelumnya hanya pegawai pemerintahan saja. Sehingga, Per –
tanggal 1 Januari 2014 PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi, lalu
bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Semua
aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan
liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT Askes
(Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.

1. Peserta BPJS Kesehatan

Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
a. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak
mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :

19
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya :

a) Pegawai Negeri Sipil;


b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. Termasuk WNA
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan


b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk
WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Bukan pekerja dan anggota keluarganya

a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun, terdiri dari :
1. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
2. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang
mendapat hak pensiun;
5. Penerima pensiun lain; dan
6. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang
mendapat hak pensiun.
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan;
f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
dan
g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar
iuran.

20
Anggota Keluarga Yang Ditanggung

1 Pekerja Penerima Upah :

• Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri
dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
• Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah,
dengan kriteria:

a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan


sendiri;
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua
puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

2 Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat


mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).

3 Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak


ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

4 Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi


kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.

2. Manfaat Asuransi BPJS Kesehatan

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik


mencakup:

1. Administrasi pelayanan
2. Pelayanan promotif dan preventif
3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
8. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

21
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan
mencakup:

1. Rawat jalan, meliputi:

a. Administrasi pelayanan

b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter


spesialis dan sub spesialis

c. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis

d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

e. Pelayanan alat kesehatan implant

f. Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi


medis

g. Rehabilitasi medis

h. Pelayanan darah

i. Peayanan kedokteran forensik

j. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

2. Rawat Inap yang meliputi:

a. Perawatan inap non intensif

b. Perawatan inap di ruang intensif

c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

3. Iuran BPJS Kesehatan

1 Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran


dibayar oleh Pemerintah.

2 Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota
Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri
sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan
: 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen)
dibayar oleh peserta.

22
3 Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per
bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja
dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

4 Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar
sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan,
dibayar oleh pekerja penerima upah.

5 Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima
upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

a Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas
III.

b Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

c Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

6 Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda,


duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan,
iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh
lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a
dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh
Pemerintah.

7 Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016
denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan
diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat
inap, maka dikenakan denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap
bulan tertunggak, dengan ketentuan :

23
1. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.

2. Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah)

b) Astek Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS


Ketenagakerjaan)

BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan)


merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk
mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraan nya menggunakan
mekanisme asuransi sosial.

Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS
Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana
undang - undang jaminan sosial tenaga kerja.

BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja),


yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011
tentang BPJS. PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal 1
Januari 2014.

24
KASUS

A. CONTOH PERMASALAHAN DALAM ASURANSI SOSIAL

Kasus asuransi kesehatan pada Asuransi BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan tentu menjadi suatu hal yang baru bagi masyarakat Indonesia, karena
sebelumnya, Astek diperuntukan hanya untuk pegawai pemerintahan saja. Oleh karena
itu, masih banyak minimnya pengetahuan masyarakat akan asuransi, dengan minimnya
pengetahunan masyarakat maka banyak kasus yang terjadi bagi peserta BPJS Kesehatan
ini. Kasus yang sering terjadi yaitu pihak rumah sakit seringkali menolak atau pelayanan
yang buruk kepada peserta yang memiliki asuransi BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan
juga sedikit bekerjasama dengan rumah sakit swasta, oleh karena itu, peserta yang ingin
menggunakan Asuransi BPJS Kesehatan ini harus mencari terlebih dahulu rumah sakit
yang bekerjasama dengan Asuransi BPJS Kesehatan.

Seperti kasus yang terjadi pada Debora, bayi berusia empat bulan, meninggal pada
Minggu (3/9) pekan lalu setelah pada semalam sebelumnya mengalami batuk berdahak
dan sesak nafas. Orang tuanya, Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang, membawa
Debora ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat,
pada pukul tiga pagi. Karena kondisinya yang memburuk, Debora dinyatakan harus
segera dibawa ke ruang PICU. Namun untuk bisa masuk ke ruang tersebut, orang tua
harus menyediakan uang muka Rp19,8 juta. Kartu BPJS Kesehatan yang dimiliki tak bisa
digunakan karena rumah sakit swasta tersebut tidak punya kerja sama dengan BPJS
Kesehatan. Ruangan yang dinilai bisa menyelamatkan pasien tersebut tidak bisa
didapatkan, Akhirnya setelah enam jam di IGD pasien Debora ini harus meninggal dunia
pukul 10.00 WIB.

Kronologis kejadian versi Pihak Keluarga

Henny Silalahi, ibunda Debora menjelaskan kronologi kejadian meninggal sang anak.
Pada Minggu (3/9/2017) pukul 03.00 WIB, Henny melihat putrinya berkeringat. Setelah
pakaiannya diganti, tiba-tiba bayi Debora mengalami sesak napas. Henny beserta
suaminya lalu membawa Bayi Debora menuju Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres,
karena rumah sakit tersebut adalah yang terdekat dari tempat tinggal mereka.

25
KASUS

Sesampainya di rumah sakit, Iren, dokter yang sedang berjaga saat itu, melakukan
tindakan pertolongan pertama untuk Debora. Suhu tubuh Debora dicek, dahaknya
diencerkan dengan diberikan penguapan.

Hasil diagnosis Dokter Iren menyebutkan bahwa Debora harus segera dibawa ke Ruang
PICU (Pediatric Intensive Care Unit). "Dokternya bilang, 'Bu harus ya, harus ke PICU'
kata dia gitu," terang Henny.

Masalah lain pun terjadi. Sebelum Debora masuk ke ruang PICU, Henny dan Rudi
diharuskan membayar uang muka sebesar Rp 19,8 juta. Rudi bergegas pulang,
mengambil uang di ATM sebesar Rp 5 juta. Dia berpikir, pihak rumah sakit dapat
mengerti keadaan keluarganya --dalam keadaan darurat.

Mereka sempat memberikan kartu BPJS kepada pihak rumah sakit sebagai jaminannya.
Namun, kata Henny, pihak rumah sakit menolaknya, dengan dalih belum bekerja sama
dengan pemerintah untuk penanganan pasien BPJS.

Segala macam cara dilakukan Henny. Dia menyuruh Rudi untuk menelpon sanak saudara
agar dapat memberikan bantuan. Henny juga berusaha untuk menelepon rekan-rekannya,
meminta referensi rumah sakit mana saja yang menerima pasien BPJS dan terdapat ruang
PICU di dalamnya. Debora sempat ingin dilarikan ke RS Koja.

Hingga akhirnya, Henny melihat monitor denyut jantung Debora berhenti berdetak.
Henny dan Rudi menangis histeris, tidak percaya nyawa putrinya tidak tertolong secepat
dan semudah itu.

Dalam website resminya, Pihak RS Mitra Keluarga Kalideres memberikan pernyataan


mengenai kematian Debora. Pihak rumah sakit mengklaim sudah memberi tindakan
penyelamatan nyawa (life saving) berupa penyedotan lendir, pemasangan selang ke
lambung dan intubasi (pasang selang napas). Lalu, melakukan bagging atau pemompaan
oksigen dengan menggunakan tangan melalui selang napas, infus, obat suntikan, dan
diberikan pengencer dahak (nebulizer). Pemeriksaan laboratorium dan radiologi juga
sempat ingin dilakukan.

26
KASUS

Pihak RS Mitra Keluarga dalam pernyataannya, juga sudah meminta orang tua pasien
untuk merujuk Debora ke rumah sakit yang menerima pasien BPJS. Namun sebelum
dirujuk, kondisi Debora memburuk.

Henny juga tak terima, ketika RS Mitra Keluarga memberikan keterangan pers ke
wartawan. Salah satu poinnya, bahwa anaknya mengalami kekurangan gizi.

Henny menduga keterangan kurang gizi itu untuk menggambarkan seolah dia tak
merawat anaknya. Henny menegaskan, dia memiliki catatan medis anaknya sebagai bukti.

Kronologi kematian versi RS Mitra Keluarga Kalideres

Rumas Sakit (RS) Mitra Keluarga Kalideres menanyakan kepemilikan BPJS kepada
keluarga bayi Tiara Debora Simanjorang setelah melakukan tindakan gawat darurat
selama dua jam di IGD.

Berdasarkan kronologi tersebut, dr Irene yang saat itu bertugas baru menanyakan perihal
kepemilikan BPJS kepada ibu Debora pada pukul 05.30 WIB setelah pihak RS
menawarkan perawatan di PICU. Bayi Debora sendiri sudah masuk ke IGD sejak pukul
03.40 WIB

Terkait saran untuk dipindahkan ke PICU, menurut Nurvantina (juru bicara RS Mitra
Keluarga Kalideres) dilakukan sebagai langkah antisipasi jika nantinya kondisi Debora
sudah stabil.

Namun, kata Nurvantina selama di IGD kondisi Debora tidak pernah stabil sampai
akhirnya meninggal dunia di IGD. Lebih lanjut, Nurvantina menuturkan kematian Debora
bukan dikarenakan pembiaran yang dilakukan oleh RS Mitra Keluarga Kalideres.

Nurvantina menjelaskan selama 6,5 jam berada di IGD, segala tindakan medis sudah
dilakukan untuk bayi Debora, mulai dari memasang infus, kompresi jantung, memasang
selang nafas dan lain sebagainya.

Dia juga menampik anggapan jika bayi Debora meninggal lantaran tidak bisa dirawat di
PICU akibat kurangnya uang muka yang harus dibayarkan oleh keluarga Debora.

27
KASUS

"Ruang PICU bukan ruang intensif gawat darurat. Ruang PICU adalah perawatan lanjutan
yang diberikan kepada pasien apabila kondisi stabil. Sejak kedatangan bayi Debora tidak
stabil sehingga tidak layak dipindahkan ke ruang PICU," tutur Nurvantina.

B. ANALISA PERMASALAHAN

Berdasarkan kasus tersebut, pihak rumah sakit telah melanggar

1. Undang - Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Undang - undang tersebut menyatakan bahwa Rumah Sakit harus melaksanakan


pelayanan gawat darurat sesuai dengan kemampuannya.

2. Undang - undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

3. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 32

Undang – Undang No 36 Tahun 2009 menyebutkan kewajiban pelayanan, penyelamatan


nyawa, dan pencegahan kecacatan. Larangan menolak pasien dan meminta uang muka
juga diatur dalam ayat kedua.

4. Pasal 190 UU Kesehatan

Undang – Undang Kesehatan tersebut memberikan ancaman terhadap pihak rumah sakit
yang tidak melakukan pertolongan pertama pasien gawat darurat dengan pidana dan
denda.

Namun dari sisi lain Pemerintah juga turut andil dalam permasalahan ini karena
Pemerintah belum menjalin kerjasama dengan seluruh Rumah Sakit Swasta di Indonesia,
sehingga hal ini menyebabkan Masyarakat yang datang ke Rumah Sakit yang belum
menjalin kerjasama dengan Pemerintah, tidak dapat menggunakan kartu BPJS nya di
Rumah Sakit yang bersangkutan, salah satu contoh permasalahan yang baru-baru ini
terjadi adalah kasus bayi Debora.

28
KASUS

C. SOLUSI PERMASALAHAN

Pemerintah harus menurunkan Surat Keputusan untuk seluruh Rumah Sakit Swasta agar
melakukan kerja sama dengan Pemerintah terkait BPJS Kesehatan agar permasalahan ini
tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Rumah-rumah sakit tidak boleh hanya berorientasi pada keuntungan finansial dan
mengabaikan aspek sosial dan kemanusiaan. Bersedia membuka rumah sakit, tentu harus
bersedia pula mengabdi pada kepentingan sosial dan kemanusiaan. Karena hakikat dari
pelayanan kesehatan adalah pelayanan kemanusiaan.

Berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa Rumah
Sakit wajib melaksanakan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kemampuan Rumah
Sakit tersebut. Dalam kasus ini, bayi Debora direncanakan dirujuk ke RS lain yang
bekerja sama dengan pemerintah (Program BPJS Kesehatan) karena terbentur masalah
biaya. Padahal seharusnya, pasien gawat darurat tidak boleh dirujuk ke RS lain dan tidak
boleh dimintai uang muka. RS Mitra Keluarga pun memiliki ruang PICU, jadi sebenarnya
RS ridak boleh merujuk pasien ke RS lain.

Setiap RS harus membuat regulasi tata kelola rumah sakit sesuai peraturan perundang -
undangan. Hal ini dibutuhkan agar tidak hanya dokter dan perawat saja yang mengetahui
apa yang harus dilakukan dalam menangani masalah seperti ini, tapi juga seluruh pihak
rumah sakit termasuk jajaran direksi dan pimpinan rumah sakit.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. BPJS Kesehatan, dalam https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/


pages/detail/2014/13, diakses tanggal 1 November 2017

2. Finansialku.com, dalam https://www.finansialku.com/persamaan-perbedaan-askes-


bpjs/, diakses tanggal 30 Oktober 2017

3. Jenis-jenis Asuransi Sosial dalam http://www.konsultan-asuransi.com, Jenis-jenis.


Di akses tanggal, 28 Oktober 2017, pukul, 11:26

4. Mohammad Mustaqim, Asuransi Sosial dalam http://staff.ui.ac.id/, diakses tanggal


1 Juni 2017, pukul, 08: 15

5. Parera, Agoes. 2017. Hukum Asuransi di Indonesia. Bintang Nugraha Press:


Jakarta

6. Undang - Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS

7. Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

8. Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian

9. BPJS Ketenagakerjaa, dalam https://bpjsketenagakerjaan.go.id/, diakses tanggal 1


November 2017

30

Anda mungkin juga menyukai