Anda di halaman 1dari 44

BAB III

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Nama : Benny Dwi Hermawan

NIM : C100160246

A. HASIL PENELITIAN
a. Katagori 1(Subjek Perjanjian)
 PT BNI LIFE INSURANCE
(Selanjutnya Disebut “Penanggung”
 Pasal 1 ayat 26 Polis Asuransi Jiwa “Nasabah, Pemegang polis,tertanggung dan/atau
nasabah amerika serikat di penanggung”
 Pasal 1 ayat 32 Polis Asuransi Jiwa “Pemegang Polis, seseorang atau badan hukum
yang mengadakan perjanjian asuransi jiwa dengan penanggung.
 Pasal 1 ayat 33 Penanggung, PT BNI LIFE INSURANCE atau penggantinya
menurut hukum
 Berdasarkan surat pengajuan asuransi jiwa dan semua pernyataan dan keterangan
yang disampaikan kepada penanggung yang telah diterima dari:

Nama : Erlina Widianti

Alamat: Dusun Sidomulyo RT/RW 02/05 Kel.banyuanyar,Kec.Banjarsari


Surakarta 57137

(selanjutnya disebut “Pemegang Polis”)

b. Katagori 2(Objek Perjanjian)


Polis Asuransi jiwa dengan nomor polis BMPR9182003875

Pasal 1 ayat 38 menyatakan bahwa “Polis, Dokumen perjanjian asuransi jiwa antara
penanggung dan pemegang polis, yaitu ringkasan polis, ketentuan umum polis asuransi jiwa unit
link, ketentuan khusus polis, addendum, lampiran, endorsement, dan/atau dokumen lain yang
terkait dalam proses penutupan asuransi tersebut,serta dokumen lainnya yang terkait dengan
polis yang secara keseluruhan merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari polis”

c. Katagori 3(Hak dan Kewajiban Para Pihak)


 Pasal 1 ayat 39 “Premi:Sejumlah nilai uang yang dibayarkan oleh pemegang polis
kepada penanggung sehubungan dengan diadakannya polis yang terdiri dari premi
dasar, premi top up berkala, dan premi top up sekaligus”
 Pasal 1 ayat 40 “Premi Berkala:Premi yang disetor secara berkala oleh pemegang
polis sehubungan dengan pertanggungan yang diminta”
 Pasal 1 ayat 41 “Premi Dasar:Sejumlah nilai uang yang wajib dibayarkan oleh
pemegang polis secara berkala atau sekaligus selama masa pembayaran premi
berdasarkan uang pertanggungan asuransi jiwa. Polis ini kecuali menggunakan
fasilitas cuti premi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 polis ini.
 Pasal 1 ayat 51 “Uang Pertanggungan;Sejumlah nilai uang yang merupakan hak
pemegang polis atau penerima manfaat yang akan dibayarkan oleh penanggung sesuai
dengan yang diperjanjikan dan syarat-syarat pembayaran sebagaimana tercantum
dalam polis terpenuhi.
 Pasal 2 ayat 1 “Setiap orang atau badan hukum yang bermaksud mengadakan
perjanjian asuransi jiwa dengan penanggung diwajibkan mengisi dan menandatangani
surat pengajuan asuransi jiwa dan dokumen-dokumen terkait lainnya serta formulir-
formulir yang dikaitkan dengan permintaan pertanggungan asuransi jiwa yang telah
disediakan oleh penanggung
 Pasal 2 ayat 2 “Calon pemegang polis dan/atau tertanggung wajib untuk mengisi dan
menjawab pertanyaan dengan jujur,benar,lengkap, dan menandatangani semua
keterangan dan pernyataan pada surat pengajuan asuransi jiwa,termasuk memberikan
data tambahan lainnya yang diminta penanggung sebagai syarat diterbitkannya polis
ini.
 Pasal 21 ayat 1 “Pemegang Polis diperbolehkan membayar Premi berkala
berdasarkan Polis ini sesuai dengan persyaratan jumlah minimum dan berdasarkan
kepada Polis ini.”
 Pasal 21 ayat 2 “Premi berkala pada hakekatnya ditetapkan berdasarkan Premi
Tahunan dan dibayarkan secara tahunan. Namun atas persetujuan Penanggung,
pembayaran premi dapat pula dilakukan angsuran yaitu (a) Semesteran, atau
(b)Triwulan atau (c) Bulanan”
 Pasal 21 ayat 3 “Kewajiban Pemegang Polis terhadap pembayaran Premi Berkala
adalah sebagai berikut
a) Premi Dasar Premi berdasarkan Pertanggungan dan besarnya tetap selama
masa pembayaran dibayarkan jumlah Uang yang premi
b) Premi Top Up Berkala Premi yang dibayarkan untuk mengoptimal!kan hasil
investasi, dan dapat dibayarkan selama Polis aktif. Minimal jumlah Premi Top
Up Berkala ditentukan oleh Penanggung dan Penanggung berhak untuk
menerima atau menolak Premi Top Up berkala berdasarkan Polis ini setiap
waktu
c) Premi Asuransi Tambahan (jika ada) Premi yang dibayarkan berdasarkan
Asuransi Tambahan yang diambil oleh Pemegang Polis dan besarnya tidak
tetap selama masa pembayaran Premi Asuransi Tambahan, sesuai dengan usia
Tertanggung pada saat itu dan ketentuan yang ditetapkan oleh Peranggung.
 Pasal 21 ayat 4 “Premi Top Up Sekaligus”
a) Pemegang Polis dapat memilih untuk membayar Premi Top Up Sekaligus
setiap waktu selama polis masih berlaku dengan mengajukan kepada
Penanggung suatu permintaan secara tertulis dengan format yang ditentukan
oleh Penanggung
b) Minimal jumlah Premi Top Up Sekaligus ditetapkan oleh Penanggung
c) Penanggung berhak untuk menerima atau menolak Premi Top Up Sekaligus
berdasarkan Polis ini setiap waktu.
d) Apabila pembayaran Premi Top Up Sekaligus disetujui oleh Penanggung.
maka Pemegang Polis harus menyerahkan kepada Penanggung suatu instruksi
berkenaan dengan Premi Top Up Sekaligus, bila tidak ada instruksi investasi
Pemegang Polis. Penanggung berhak menggunakan Premi Top Up Sekaligus
sesuai dengan instruksi investasi terakhir berkenaan dengan Premi Berkala
yang terdapat dalam catatan Penanggung
d. Katagori 4 (Wanprestasi)
 Pasal 20 ayat 2 huruf d “Apabila karena suatu hal manfaat asuransi tidak diambil pada
tanggal yang telah ditentukan oleh Penanggung, Penanggung dibebaskan dari kewajiban
melakukan pembayaran bunga atau penggantian lainnya.”
 Pasal 20 ayat 2 huruf e “Setelah adanya pemberitahuan dari Penanggung, jika Manfaat
Asuransi tidak diambil dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung dari tanggal yang
telah ditentukan Penanggung. Penanggung dibebaskan dari kewajiban pembayaran
Manfaat Asuransi tersebut.
e. Katagori 5 (Overmacht/Force Majeure/Keadaan Memaksa)
 Pasal 22 Pengaturan Dalam Keadaan Khusus(Force Majeur)
1. Penanggung dan/atau Pemegang Po!lis dibebaskan dari tuntutan hukum,
bilamana tidak terpenuhinya pelaksanaan Perjanjian ini disebabkan karena
keadaan memaksa, termasuk tidak terbatas pada kejadian -kejadian seperti
kebakaran, bencana alam, wabah penyakit dan segala jenis radiasi
2. Peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, harus
dibenarkan oleh Penguasa setempat dan diberitahukan secara tertulis oleh
pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajiban kepada pihak lainnya
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak peristiwa
dimaksud.
3. Bilamana dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya
pemberitahuan dimaksud, belum atau tidak ada tanggapan dari pihak yang
menerima pemberitahuan, maka adanya peristiwa tersebut dianggap telah
disetujui oleh pihak tersebut.
4. Dalam hal terjadinya krisis nasional (devaluasi atau situasi lainnya) yang
dapat membawa efek pada kemampuan Penanggung untuk membayar hak
Pemegang Polis/Penerima Manfaat, Penanggung tetap sepenuhnya
mengakui hak Pemegang Polis/Penerima Manfaat, dengan ketentuan
pelaksanaannya bertahap sesuai kemampuan Penanggung.
5. Apabila terjadi penarikan Dana Investasi dalam jumlah yang besar secara
serentak maka Penanggung memiliki hak untuk melakukan penundaan
pembayaran selama tenggang waktu yang dibutuhkan 6 (enam) bulan dari
tanggal pengajuan. Penarikan tersebut disebabkan oleh suatu kondisi yang
diumumkan secara resmi oleh Pemerintah
 Pasal 23 Ketentuan Dalam Keadaan Perang
1. Dalam hal seluruh atau sebagian wilayah Indonesia terlibat dalam
peperangan, baik peperangan itu dinyatakan atau tidak, dalam keadaan
bahaya perang, maka pembayaran Manfaat Asuransi karena kematian
yang menjadi kewajiban Penanggung akan dikenakan potongan sementara
yang besarnya ditentukan oleh Penanggung.
2. Selambat-lambatnya 1(satu) tahun setelah dinyatakan berakhirnya keadaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, Penanggung akan
menentukan besarnya potongan yang pasti, disesuaikan dengan
meningkatnya angka klaim dan keadaan moneter pada saat terjadinya
perang
B. PEMBAHASAN
A. Tentang Katagori 1(Subjek Perjanjian)
1. Norma :
Pasal 1 ayat 15 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Menyatakan
bahwa “Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan
asuransi jiwa”

Pasal 1 ayat 17 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Menyatakan


bahwa “Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun yang tidak berbentuk badan hukum”

Pasal 1 ayat 22 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Menyatakan


bahwa “Pemegang Polis adalah Pihak yang mengikatkan diri berdasarkan
perjanjian dengan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan pelindungan
atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain.”
Pasal 1 ayat 23 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Menyatakan
bahwa “Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur
dalam perjanjian Asuransi atau perjanjian reasuransi.”

Pasal 1 ayat 24 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Menyatakan


bahwa “Peserta adalah Pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam
perjanjian Asuransi Syariah atau perjanjian reasuransi syariah.”

Doktrin :

Dr. Van Oostveen "Perusahaan asuransi secara privat ekonomis dalam


banyak hal jauh mempunyai arti yang amat besar dan dalam banyak hal
keadaannyaatau ketidakhadirannya juga menyangkut kepentingan sosial ekonomi
"1

Peter F Drucker Menyatakan bahwa “pada dasarnya, suatu perusahaan itu


tidak dirumuskan oleh nama, anggaran dasar atau anggaran rumah tangga
perusahaan tersebut, tetapi dirumuskan oleh keinginan pelanggan yang dipuaskan
pada waktu ia membeli produk atau jasa dari perusahaan termaksud. Pelanggan
dalam hal ini adalah konsumen, yaitu pemakai terakhir dari produk/atau jasa.
Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa, menjual jasa kepada pelanggan pada
satu sisi, sedangkan pada sisi lain, perusahaan asuransi adalah sebagai investor
dari tabungan masyarakat kepada investasi yang produktif, sebagaimana
perusahaan pada umumnya perusahaan asuransi membutuhkan dua perusahaan
mengenai usahanya.”2

H.M.N. Purwosutjipto, memberikan definisi asuransi itu sebagai berikut:


Pertanggungan adalah perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup
asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian
dan/atau membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada waktu
terjadinya evenemen, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk premi
Tertanggung adalah orang secara individu atau badan hukum yang memiliki
1
Sri Rejeki Hartono, 1992, Hukum Asuransi Dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta , hlm. 6
2
Ibid., hlm 8
kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan sehingga memiliki hak untuk
mendapatkan proteksi asuransi dari kemungkinan resiko yang akan terjadi.3

Santoso Poedjosoebroto, mengatakan bahwa : Asuransi pada umumnya


adalah perjanjian timbal balik, dalam mana pihak penanggung dengan menerima
premi mengikatkan diri untuk memberikan pembayaran pada pengambil asuransi
atau orang yang ditunjuk karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti, yang
disebut di dalam perjanjian, baik karena pengambilan asuransi atau tertunjuk
menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi, maupun karena peristiwa
tadi , 30 mengenai hidup kesehatan atau validituit seorang tertanggung.4

2. Isi perjanjian yang mengatur subjek hukum


PT BNI LIFE INSURANCE
(Selanjutnya Disebut “Penanggung”)

Pasal 1 ayat 26 Polis Asuransi Jiwa “Nasabah, Pemegang polis,tertanggung


dan/atau nasabah amerika serikat di penanggung”

Pasal 1 ayat 32 Polis Asuransi Jiwa “Pemegang Polis, seseorang atau badan
hukum yang mengadakan perjanjian asuransi jiwa dengan penanggung.

Pasal 1 ayat 33 Penanggung, PT BNI LIFE INSURANCE atau penggantinya


menurut hukum

Berdasarkan surat pengajuan asuransi jiwa dan semua pernyataan dan keterangan
yang disampaikan kepada penanggung yang telah diterima dari:
Nama : Erlina Widianti

3
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia & Hukum Pertanggungan, cet. II,
Djambatan, Jakarta, 1990, hlm. 10.
4
Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspek Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, cet. II, Alumni,
Bandung, 1976, hlm. 82
Alamat:Dusun Sidomulyo RT/RW 02/05
Kel.banyuanyar,Kec.Banjarsari Surakarta 57137
(selanjutnya disebut “Pemegang Polis”)

3. Bandingkan isi perjanjian dengan Norma dan Doktrin yang mengatur


subjek hukum
Berdasarkanisi perjanjian yang mengatur mengenai subjek hukum
dimana pihak pertama adalah pihak penanggung asuransi atau perusahaan
asuransi dan pihak kedua adalah pihak tertanggung atau pihak pemegang
polis asuransi yang mengadakan perjanjian dengan penanggung.
Peter F Drucker Menyatakan bahwa “pada dasarnya, suatu
perusahaan itu tidak dirumuskan oleh nama, anggaran dasar atau anggaran
rumah tangga perusahaan tersebut, tetapi dirumuskan oleh keinginan
pelanggan yang dipuaskan pada waktu ia membeli produk atau jasa dari
perusahaan termaksud. Pelanggan dalam hal ini adalah pihak tertanggung
atau pihak pemegang polis yang mana telah mengadakan perjanjian
dengan pihak penanggung atau perusahaan.
H.M.N. Purwosutjipto, memberikan definisi Tertanggung adalah
orang secara individu atau badan hukum yang memiliki kepentingan atas
sesuatu yang dipertanggungkan sehingga memiliki hak untuk
mendapatkan proteksi asuransi dari kemungkinan resiko yang akan terjadi.
Jadi disini yang dapat dikatakan sebagai tertanggung adalah Nasabah,
Pemegang polis,tertanggung dan/atau nasabah amerika serikat di
penanggung
4. Penjelasan atas pernyataan mengenai perbandingan isi perjanjian yang
mengatur subjek perjanjian dengan Norma dan Doktrin
Berdasarkan pernyataan mengenai subjek hukum ditas maka
penjelasannya sebagai berikut, Bahwa dalam polis perjanjian terdapat
2(dua) subjek sebagai pelaku yang melakukan perjanjian asuransi yang
didalamnya disebut sebagai pihak pertama dan pihak kedua. Didalam data
hasil penelitian yang disebut pihak pertama adalah perusahaan asuransi PT
BNI LIFE INSURANCE dan pihak kedua adalah nasabah yang bernama
Erlina Widianti yang beralamat di Dusun Sidomulyo RT/RW 02/05
Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Banjarsari Surakarta.. Dan berdasarkan
norma diatas yang dikatakan sebagai subjek hukum dalam suatu pejanjian
adalah pihak penanggung yang disebut pihak pertama dan pihak
tertanggung yang disebut pihak kedua.
Menurut norma Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa,
menjual jasa kepada pelanggan pada satu sisi, sedangkan pada sisi lain,
perusahaan asuransi adalah sebagai investor dari tabungan masyarakat
kepada investasi yang produktif, sebagaimana perusahaan pada umumnya
perusahaan asuransi membutuhkan dua perusahaan mengenai usahanya
jadi dapat dijelaskan bahwa PT BNI LIFE INSURANCE sebagai
perusahaan penanggung asuransi menanggung semua kebutuhan nasabah
yang telah diatur didalam polis asuransi dimana Tertanggung adalah orang
secara individu atau badan hukum yang memiliki kepentingan atas sesuatu
yang dipertanggungkan sehingga memiliki hak untuk mendapatkan
proteksi asuransi dari kemungkinan resiko yang akan terjadi, disini pihak
pertama yaitu penanggung mempunyai hak untuk mendapatkan proteksi
asuransi dari segala resiko yang akan terjadi selama ia masih terikat
dengan perjanjian dengan perusahaan asuransi sebagai perusahaan
penanggung.
5. Buat pernyataan tentang sesuai atau tidaknya isi perjanjian dengan norma
dan doktrin yang mengatur subjek hukum
Berdasarkan data hasil penelitian diatas, maka
perbandingan antara subjek hukum pada data yang terdapat pada polis
asuransi jiwa dengan norma serta doktrin yang ada pasa isi perjanjian
dinilai telah sesuai dengan yang telah diatur dalam norma atau Undang-
Undang yang ada.
Dimana dijelaskan penjelasan mengenai pihdak pertama atau pihak
penanggung yang tertuang dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014
tentang perasuransian Pasal 1 ayat 15 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian Menyatakan bahwa “Perusahaan Asuransi adalah
perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa” dan diperkuat
dengan doktrin yang telah dipaparkan diatas juga disesuaikan dengan data
yang ada dalam polis asuransi yang terdapat pada Pasal 1 ayat 33
Penanggung, PT BNI LIFE INSURANCE atau penggantinya menurut
hukum, maka telah sesuai dari isi perjanjian dengan norma dan doktrin
yang mengatur tentang subjek.
Sedangkan mengenai pihak kedua atau yang disebut dengan pihak
tertanggung atau pihak nasabah yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 17
UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Menyatakan bahwa
“Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum”
Pasal 1 ayat 22 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
Menyatakan bahwa “Pemegang Polis adalah Pihak yang mengikatkan diri
berdasarkan perjanjian dengan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah untuk mendapatkan pelindungan atau pengelolaan atas risiko
bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain.”
Pasal 1 ayat 23 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
Menyatakan bahwa “Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi risiko
sebagaimana diatur dalam perjanjian Asuransi atau perjanjian
reasuransi.”
Pasal 1 ayat 24 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
Menyatakan bahwa “Peserta adalah Pihak yang menghadapi risiko
sebagaimana diatur dalam perjanjian Asuransi Syariah atau perjanjian
reasuransi syariah.”
Bahwa disesuaikan dengan isi dari polis yang mengatur tentang
pihak kedua atau pihak tertanggung yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 26
Polis Asuransi Jiwa “Nasabah, Pemegang polis,tertanggung dan/atau
nasabah amerika serikat di penanggung”
Pasal 1 ayat 32 Polis Asuransi Jiwa “Pemegang Polis, seseorang atau
badan hukum yang mengadakan perjanjian asuransi jiwa dengan
penanggung” Serta diperjelas dengan doktri yang telah dipaparkan diatas
maka dapat disimpulkan kesesuaian antara data yang terdapat dalam polis
dengan norma undang-undang yang mengaturnya.
6. Argumen
Berdasarkan hasil pemaparan mengenai isi perjanjian yang mengatur
mengenai subjek hukum dan kaitannya dengan norma serta doktrin,
kemudian penulis bandingkan dan melihat kesesuaian anta keduanya
maka, penulis ber argument bahwa subjek hukum yang ada dalam polis
asuransi jiwa dengan nomor polis BMPR9182003875 dengan norma telah
sesuai, dimana dalam hal ini sebagai pihak pertama atau yang sering
disebut juga pihak penanggung adalah PT BNI LIFE INSURANCE telah
dinilai sebagai subjek hukum yang telah memenuhi norma dan pihak
kedua atau pihak tertanggung dalam polis asuransi jiwa telah sesuai
dengan norma yang mengaturnya.

B. Tentang Katagori 2 (Objek Perjanjian)


1. Norma :
Pasal 1 ayat 25 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, menyatakan
bahwa “Objek Asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab
hukum, benda dan jasa, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak,
rugi, dan/atau berkurang nilainya.”

Pasal 7-18 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia


No.422/KMK.06/2003 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi
dan Perusahaan Reasuransi, yang menyatakan bahwa :
Pasal 7 “Dalam setiap penutupan asuransi, Polis Asuransi harus sesuai
spesimen Polis Asuransi yang dilaporkan kepada Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3.”
Pasal 8 “Polis Asuransi harus memuat sekurang-kurangnya ketentuan
mengenai :
a. saat berlakunya pertanggungan
b. uraian manfaat yang diperjanjikan
c. cara pembayaran premi
d. tenggang waktu (grace period) pembayaran premi
e. kurs yang digunakan untuk Polis Asuransi dengan mata uang asing
apabila pembayaran premi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang
rupiah
f. waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran premi,
g. kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran premi
dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati;
h. periode dimana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang
keabsahan kontrak asuransi (incontestable period)
i. tabel nilai tunai, bagi Polis Asuransi jiwa yang mengandung nilai
tunai
j. perhitungan dividen polis atau yang sejenis, bagi Polis Asuransi jiwa
yang menjanjikan dividen polis atau yang sejenis
k. penghentian pertanggungan, baik dari pihak penanggung maupun
dari pihak pemegang polis, termasuk syarat dan penyebabnya
l. syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung
yang diperlukan dalam mengajukan klaim;
m. pemilihan tempat penyelesaian perselisihan
n. bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda
pendapat, untuk Polis Asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa
atau lebih
Pasal 9 “Polis Asuransi harus dicetak dengan jelas sehingga dapat dibaca
dengan mudah dan dimengerti baik langsung maupun tidak langsung oleh
pemegang polis dan atau tertanggung.”
Pasal 10
(1) Setiap Polis Asuransi yang diterbitkan dan dipasarkan di wilayah
hukum Indonesia harus dibuat dalam Bahasa Indonesia
(2) Dalam hal diperlukan, Polis Asuransi dapat dibuat dalam bahasa
asing berdampingan dengan Bahasa Indonesia.

Pasal 11
a. Apabila dalam Polis Asuransi terdapat perumusan yang dapat
ditafsirkan sebagai pengecualian atau pembatasan penyebab risiko
yang ditutup berdasarkan Polis Asuransi yang bersangkutan, bagian
perumusan dimaksud harus ditulis atau dicetak sedemikian rupa
sehingga dapat dengan mudah diketahui adanya pengecualian atau
pembatasan tersebut.
b. Apabila dalam Polis Asuransi terdapat perumusan yang dapat
ditafsirkan sebagai pengurangan, pembatasan, atau pembebasan
kewajiban penanggung, bagian perumusan dimaksud harus ditulis
atau dicetak sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
diketahui adanya pengurangan, pembatasan, atau pembebasan
penanggung tersebut.

Pasal 12 “Besarnya nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf


(i) untuk polis-polis yang diterbitkan sejak ditetapkannya keputusan ini,
sekurang-kurangnya sebesar

a. 95% (sembilan puluh lima per seratus) dari cadangan premi, untuk
produk asuransi jiwa seumur hidup;
b. 80% (delapan puluh per seratus) dari cadangan premi, untuk produk
asuransi jiwa lainnya; atau
c. Akumulasi dana pemegang polis untuk polis yang dikaitkan dengan
investasi dan polis lainnya yang sejenis
Pasal 13

(1) Dalam hal pembayaran premi dan atau klaim dari Polis Asuransi
dengan mata uang asing dilakukan dengan mata uang rupiah,
pembayaran tersebut harus menggunakan kurs yang ekivalen yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia pada saat pembayaran.
(2) Kurs yang ekivalen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
menghasilkan sejumlah mata uang asing yang seharusnya diterima oleh
si penerima pembayaran tersebut apabila pembayaran dilakukan
dengan mata uang asing dimaksud
(3) Dalam polis asuransi dengan indeks rupiah, pembayaran premi atau
manfaat harus didasarkan pada rasio indeks yang berlaku pada saat
pembayaran.

Pasal 14

(1) Dalam Polis Asuransi yang diterbitkan oleh Perusahaan Asuransi


yang berbentuk usaha bersama harus dicantumkan ketentuan tentang
memiliki atau tidak memiliki hak suara bagi pemegang polis.
(2) Ketentuan tentang memiliki atau tidak memiliki hak suara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai dengan anggaran
dasar perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 15 “Dalam Polis Asuransi dilarang dicantumkan suatu ketentuan yang


dapat ditafsirkan bahwa tertanggung tidak dapat melakukan upaya hukum
sehingga tertanggung harus menerima penolakan pembayaran klaim.

Pasal 16 “Dalam Polis Asuransi dilarang dicantumkan ketentuan yang dapat


ditafsirkan sebagai pembatasan upaya hukum bagi para pihak dalam hal
terjadi perselisihan mengenai ketentuan polis”

Pasal 17 “Ketentuan dalam Polis Asuransi yang mengatur mengenai


pemilihan pengadilan dalam hal terjadi perselisihan yang menyangkut
perjanjian asuransi, tidak boleh membatasi pemilihan pengadilan hanya
pada pengadilan negeri di tempat kedudukan penanggung”

Pasal 18 “Apabila Menteri menilai bahwa dalam ketentuan polis terdapat


hal-hal yang dapat merugikan pihak tertanggung atau pihak penanggung,
Menteri dapat meminta Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
untuk meninjau ulang ketentuan polis dimaksud.”

Doktrin :

Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H. Polis Asuransi adalah kontrak


tertulis antara perusahaan asuransi (penanggung) dan nasabah (tertanggung) yang
berisi pengalihan risiko dan syarat-syarat berlaku (jumlah uang pertanggungan,
jenis risiko yang ditanggung, jangka waktu dan lain sebagainya).

Polis asuransi jiwa disebut juga dengan istilah kontrak, kontrak polis, sertifikat
asuransi. Polis asuransi sangat penting untuk nasabah dan perusahaan asuransi,
sebagai:

1. Bukti tertulis bagi kedua belah pihak yang sudah sepakat.


2. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan
asuransi. Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum
jika terjadi kesalahpahaman.
3. Perusahaan asuransi menganggap polis adalah tanda terima dari nasabah dan
nasabah tunduk pada aturan yang berlaku.5

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada
benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek
asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung
bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan
resiko. Sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh
penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.6

2. Tulis isi perjanjian yang mengatur objek hukum


Objek Hukum terdapat pada Pasal yang ada didalam polis
Polis Asuransi Jiwa dengan nomor polis BMPR9182003875

5
Abdulkadir Mumammad, Hukum Asuransi Indonesia. (Bandung;PT. Citra Adya Bakti,2002),Hlm. 63
6
Ibid.,Hlm. 73
Pasal 1 ayat 38 Polis Asuransi jiwa menyatakan bahwa “Polis, Dokumen
perjanjian asuransi jiwa antara penanggung dan pemegang polis, yaitu ringkasan
polis, ketentuan umum polis asuransi jiwa unit link, ketentuan khusus polis,
addendum, lampiran, endorsement, dan/atau dokumen lain yang terkait dalam
proses penutupan asuransi tersebut,serta dokumen lainnya yang terkait dengan
polis yang secara keseluruhan merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari polis”

3. Bandingkan isi perjanjian dengan Norma dan Doktrin yang mengatur


Objek Hukum
Dalam isi perjanjian yang mengatur objek hukum dalam data ini yaitu

,maka objek hukumnya berupa sebuah perjanjian asuransi jiwa antara PT BNI
LIFE INSURANCE dengan nasabah pemegang polis asuransi jiwa yang bernama
Erlina Widianti. Dimana pada objek perjanjian ini sesuai dengan norma yng telah
disebutkan diatas dan didukung oleh doktrin dari para ahli yang menyebutkan
bahwa Polis asuransi jiwa disebut juga dengan istilah kontrak, kontrak polis,
sertifikat asuransi. Polis asuransi sangat penting untuk nasabah dan perusahaan
asuransi, sebagai:

1. Bukti tertulis bagi kedua belah pihak yang sudah sepakat.


2. Jaminan untuk nasabah, untuk mengganti kerugian dari pihak perusahaan
asuransi. Termasuk pada saat nasabah melakukan klaim atau tuntutan hukum
jika terjadi kesalahpahaman.
3. Perusahaan asuransi menganggap polis adalah tanda terima dari nasabah dan
nasabah tunduk pada aturan yang berlaku.7

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada
benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek
asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung
bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan
resiko. Sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh
penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya dan dilihat kembali kepada
peraturan polis asuransi jiwa yang terdapat pada Pasal 1 ayat 38 Polis Asuransi
jiwa menyatakan bahwa “Polis, Dokumen perjanjian asuransi jiwa antara
7
Abdulkadir Mumammad, Hukum Asuransi Indonesia. (Bandung;PT. Citra Adya Bakti,2002),Hlm. 63
penanggung dan pemegang polis, yaitu ringkasan polis, ketentuan umum polis
asuransi jiwa unit link, ketentuan khusus polis, addendum, lampiran,
endorsement, dan/atau dokumen lain yang terkait dalam proses penutupan
asuransi tersebut,serta dokumen lainnya yang terkait dengan polis yang secara
keseluruhan merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari polis” maka objek dari perjanjian tersebut adalah prestasi yang wajib untuk
dipenuhi oleh para pihak yang tertuang dalam polis asuransi jiwa.

4. Beri Penjelasan tentang pernyataan perbaningan objek hukum


Dalam perbandingan yang disebutkan diatas dimana objek perjanjian yang ada pada
isi polis dengan norma perundang-undangan serta doktrin para ahli mengenai
sesuatu yang dikatakan sebagai objek perjanjian adalah bentuk dari apa yang ada
pada norma atau yang diperbolehkan didalam undang-undang yang mengaturnya
serta yang dikuatkan dengan doktrin dari para ahli.perbandingan data dengan norma
dimana dalam peraturan polis belum sepenuhnya mengatur tentang objek secara
rinci
5. Beri Pernyataan tentang sesuai atau tidaknya isi perjanjian dengan norma
dan doktrin yang mengatur objek hukum
Berdsarkan data hasil penelitian mengenai objek yang di atur didalam perjanjian
dengan norma dan doktrin setelah adanya perbandingan atas ketiganya maka isi
perjanjian ini dikatakan belum sesuai dikarenakan didalam polis asuransi belum
mengatur secara spesifik mengenai apa yang menjadi objek dari perjanjian asuransi
jiwa tersebut. Menurut doktrin ahli yang menyebutkan bahwa “Objek asuransi
dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah
uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada
tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh
pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan resiko.” Sedangkan dalam
data polis asuransi yang terdapat pada Pasal 1 ayat 38 Polis Asuransi jiwa
menyatakan bahwa “Polis, Dokumen perjanjian asuransi jiwa antara penanggung
dan pemegang polis, yaitu ringkasan polis, ketentuan umum polis asuransi jiwa
unit link, ketentuan khusus polis, addendum, lampiran, endorsement, dan/atau
dokumen lain yang terkait dalam proses penutupan asuransi tersebut,serta
dokumen lainnya yang terkait dengan polis yang secara keseluruhan merupakan
satu kesatuan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari polis” tidak
menyebutkan apa yang menjadi objek prestasi dalam perjanjian tersebut sehingga
isi perjanjian dengan norma dan doktrin yang mengatur tentang subjek hukum
dikatakan tidak sesuai

6. Argumen

Menurut apa yang dipahami penulis menyimpulkan bahwa, tidak terjadi


kesesuaian antara norma perundang-undangan yang mengatur tentang objek
perjanjian asuransi jiwa dengan isi data yang terdapat pada polis asuransi jiwa
dengan nomor polis BMPR9182003875, dikarenakan didalam peraturan
perundang-undangan dan doktrin telah mengatur secara rinci apa yang menjadi
objek hukum sedangkan didalam polis hanya mengatur objek hukum secara
garis besar dan belum menjelaskan secara spesifik.

C. Tentang Katagori 3(Hak dan Kewajiban Para Pihak)


1. Norma :
Pasal 1 ayat 29 UU No. 40 Tentang Perasuransian Premi adalah sejumlah uang
yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dan disetujui
oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuransi atau
perjanjian reasuransi, atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk
memperoleh manfaat.
Pasal 28 UU No. 40 Tentang Perasuransian
(1) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh Pemegang Polis
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, dibayarkan melalui Agen
Asuransi. Peserta kepada Perusahaan atau atau Agen Asuransi hanya
dapat menerima pembayaran Premi atau Kontribusi dari Pemegang Polis
atau Peserta setelah mendapatkan persetujuan dari Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah.
(2) Pertanggungan dinyatakan mulai berlaku dan mengikat
(3) para Pihak terhitung sejak Premi atau Kontribusi diterima oleh Agen
Asuransi.
(4) Agen Asuransi dilarang menahan atau mengelola Premi atau Kontribusi.
(5) Agen Asuransi dilarang menggelapkan Kontribusi. Premi atau Dalam
hal Premi atau Kontribusi dibayarkan melalui
(6) Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Agen
Asuransi wajib menyerahkan Premi atau Kontribusi tersebut kepada
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dalam jangka
waktu yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
(7) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib
bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang timbul apabila Agen
Asuransi telah menerima Premi atau Kontribusi, tetapi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah tersebut. belum
menyerahkannya kepada perusahaan asuransi dan asuransi syariah
tersebut
Pasal 29 ayat 1 dan 2 UU No. 40 Tentang Perasuransian
(1) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh Pemegang Polis
atau Peserta kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi
Syariah, atau dibayarkan melalui perusahaan pialang asuransi.
(2) Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah kepada perusahaan
reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah, atau dibayarkan melalui
perusahaan pialang reasuransi

Pasal 53-54 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian


Pasal 53

(1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menjadi


peserta program penjaminan polis.
(2) Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan undang-undang. penjaminan berdasarkan
undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketentuan
mengenai Dana Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
hufuf d dinyatakan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi
Syariah.
(3) Pada saat polis berlaku program dan Pasal 20 tidak berlaku untuk
(4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk paling
lama 3 (tiga) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan.

Pasal 54

(1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan


reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib menjadi anggota
lembaga mediasi yang berfungsi melakukan penyelesaian sengketa
antara Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dan Pemegang Polis,
Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang berhak memperoleh manfaat
asuransi.
(2) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
independen dan imparsial.
(3) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat
persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat bagi para Pihak
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mediasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 26-27 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.422/KMK.06/2003 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi

Pasal 26

(1) Perusahaan Asuransi hanya dapat meminta dokumen sebagai


syarat pengajuan klaim sesuai dengan yang tertera dalam Polis
Asuransi
(2) Dalam hal Polis Asuransi mencantumkan syarat lain-lain sebagai
persyaratan pengajuan klaim, syarat lain-lain tersebut harus
a. relevan dengan pertanggungan; dan
b. wajar dalam proses penyelesaian klaim
(3) Ketentuan mengenai syarat lain-lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus dimuat dalam Polis Asuransi

Pasal 27

Perusahaan Asuransi harus telah membayar klaim paling lama 30 (tiga


puluh) hari sejak adanya kesepakatan antara tertanggung dan
penanggung atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar

Pasal 8 PP No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha


Perasuransian

(1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus menyelenggarakan:


a. Pengembangan sumber daya manusia yang dapat menunjang
pengelolaan perusahaan secara profesional, pengembangan
perusahaan secara sehat adanya kemampuan dalam mengikuti
perkembangan teknologi, serta penyelenggaraan jasa asuransi secara
tertib dan bcrtanggung jawab;
b. Administrasi keuangan yang dapat menunjang ketertiban
pengelolaan kcuangan dan pelaksanaan pengendalian intern
perusahaan
c. Pengelolaan data yang dapat menunjang pelaksanaan fungsi
pengelolaan risiko, pemasaran, memungkinkan tersedianya data
yang relevan, akurat, dan pemeriksaan dan pengawasan perusahaan
maupun untuk analisis dalam rangka pengembangan perusahaan.
penyelesaian klaim dan pelayanan kepada pemegang polis, serta
tepat waktu, untuk
(2) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi harus
menyelenggarakan hal.hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
dan huruf b.
(3) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Aktuaria
harus menyelenggarakan hal.hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 22-23 PP No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian
Pasal 22
(1) Premi asuransi dapat dibayarkan langsung oleh tertanggung
kepada Perusahaan Asuransi, atau melalui Perusahaan Pialang
Asuransi untuk kepentingan tertanggung.
(2) Dalam hal premi asuransi dibayarkan melalui Perusahaan
Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Asuransi wajib
menyerahkan premi tersebut kepada Perusahaan Asuransi
sebelum berakhimya tenggang waktu pembayaran premi yang
ditetapkan dalam polis asuransi yang bersangkutan.
(3) Dalam hal penyerahan premi oleh Perusahaan Pialang Asuransi
dilakukan setelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Perusahaan Pialang Asuransi yang
bersangkutan wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim
yang timbul dari kerugian vang teriadi d dimaksud dalam ayat
(2) sampai dengan diserahkannya premi kepada Perusahaan
Asuransi. jangka waktu antara habisnya tenggang waktu
sebagaimana

Pasal 23

(1) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi


dilarang melakukan tindakan yang dapat
memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim,
atau tidak ekukan tindakan yang seharusnya dilakukan
yang dapat mengakibatkan kelambatan penyelesaian
atau pembayaran klaim.
(2) Tertanggung dalam molaku kan pengurusan
penyelesaian klaim dapat menunjuk pihak lain,
termasuk Perusahaan Pialang Asuransi yang
dipergunakan jasanya oleh tertanggung dalam
penutupan asuransi yang bersangkutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri.

Doktrin :

Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam perjanjian asuransi, setelah terjadi


kesepakatan antara pihak-pihak tentang isi perjanjian maka akan timbul hubungan
hukum. Dalam isi perjanjian tersebut berisi hak dan kewajiban yang mengikat dan
harus dilaksanakan para pihak dalam perjanjian. Pasal 257 Ayat (1) KUHD
menentukan bahwa hak dan kewajiban itu mulai berlaku pada saat perjanjian
asuransi itu diadakan. Hak dan kewajiban tersebut bersifat timbal balik bahkan
sebelum polis ditandatangani. Hak dan kewajiban pihak-pihak harus dicantumkan
secara tegas dalam polis.8

Secara umum hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian asuransi


sebagai berikut:

8
Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia.(Jakarta;PT. Rineka Cipta,1997). Hlm 97
1. Hak dan Kewajiban Tertanggung
a. Hak untuk mendapatkan jaminan dari penanggung untuk
menanggung atas ancaman risiko yang dapat menimbulkan
kerugian bagi tertanggung
b. Hak untuk mendapat ganti kerugian dari penanggung apabila
terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian.
c. Kewajiban memberitahukan yang lengkap dan jelas mengenai
objek yang akan diasuransikan kepada penanggung.
d. Kewajiban membayar uang premi kepada penanggung. 2.
2. Hak dan Kewajiban Penanggung
a. Hak untuk memperoleh pemberitahuan yang lengkap dan jelas
mengenai objek yang akan diasuransikan dari tertanggung;
b. Hak untuk memperoleh premi dari tertanggung;
c. Kewajiban untuk memberikan jaminan kepada tertanggung
untuk menanggung tertanggung atas ancaman risiko yang dapat
menimbulkan kerugian bagi tertanggung:
d. Kewajiban membayar ganti kerugian kepada tertanggung
apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian9

2. Tulis isi perjanjian yang mengatur Tentang Hak dan Kewajiban para pihak
dalam Polis Asuransi Jiwa

Pasal 1 ayat 39 “Premi:Sejumlah nilai uang yang dibayarkan oleh pemegang


polis kepada penanggung sehubungan dengan diadakannya polis yang terdiri dari
premi dasar, premi top up berkala, dan premi top up sekaligus”

Pasal 1 ayat 40 “Premi Berkala:Premi yang disetor secara berkala oleh pemegang
polis sehubungan dengan pertanggungan yang diminta”

Pasal 1 ayat 41 “Premi Dasar:Sejumlah nilai uang yang wajib dibayarkan oleh
pemegang polis secara berkala atau sekaligus selama masa pembayaran premi

9
Ibid.,Hlm. 130
berdasarkan uang pertanggungan asuransi jiwa. Polis ini kecuali menggunakan
fasilitas cuti premi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 polis ini.

Pasal 1 ayat 51 “Uang Pertanggungan;Sejumlah nilai uang yang merupakan hak


pemegang polis atau penerima manfaat yang akan dibayarkan oleh penanggung
sesuai dengan yang diperjanjikan dan syarat-syarat pembayaran sebagaimana
tercantum dalam polis terpenuhi.

Pasal 2 ayat 1 “Setiap orang atau badan hukum yang bermaksud mengadakan
perjanjian asuransi jiwa dengan penanggung diwajibkan mengisi dan
menandatangani surat pengajuan asuransi jiwa dan dokumen-dokumen terkait
lainnya serta formulir-formulir yang dikaitkan dengan permintaan pertanggungan
asuransi jiwa yang telah disediakan oleh penanggung
Pasal 2 ayat 2 “Calon pemegang polis dan/atau tertanggung wajib untuk mengisi
dan menjawab pertanyaan dengan jujur,benar,lengkap, dan menandatangani
semua keterangan dan pernyataan pada surat pengajuan asuransi jiwa,termasuk
memberikan data tambahan lainnya yang diminta penanggung sebagai syarat
diterbitkannya polis ini.

Pasal 21 ayat 1 “Pemegang Polis diperbolehkan membayar Premi berkala


berdasarkan Polis ini sesuai dengan persyaratan jumlah minimum dan
berdasarkan kepada Polis ini.”

Pasal 21 ayat 2 “Premi berkala pada hakekatnya ditetapkan berdasarkan Premi


Tahunan dan dibayarkan secara tahunan. Namun atas persetujuan Penanggung,
pembayaran premi dapat pula dilakukan angsuran yaitu (a) Semesteran, atau
(b)Triwulan atau (c) Bulanan”
Pasal 21 ayat 3 “Kewajiban Pemegang Polis terhadap pembayaran Premi Berkala
adalah sebagai berikut
a. Premi Dasar Premi berdasarkan Pertanggungan dan besarnya tetap
selama masa pembayaran dibayarkan jumlah Uang yang premi
b. Premi Top Up Berkala Premi yang dibayarkan untuk mengoptimal!
kan hasil investasi, dan dapat dibayarkan selama Polis aktif.
Minimal jumlah Premi Top Up Berkala ditentukan oleh
Penanggung dan Penanggung berhak untuk menerima atau
menolak Premi Top Up berkala berdasarkan Polis ini setiap waktu
c. Premi Asuransi Tambahan (jika ada) Premi yang dibayarkan
berdasarkan Asuransi Tambahan yang diambil oleh Pemegang
Polis dan besarnya tidak tetap selama masa pembayaran Premi
Asuransi Tambahan, sesuai dengan usia Tertanggung pada saat itu
dan ketentuan yang ditetapkan oleh Peranggung.
Pasal 21 ayat 4 “Premi Top Up Sekaligus”
a. Pemegang Polis dapat memilih untuk membayar Premi Top Up
Sekaligus setiap waktu selama polis masih berlaku dengan
mengajukan kepada Penanggung suatu permintaan secara tertulis
dengan format yang ditentukan oleh Penanggung
b. Minimal jumlah Premi Top Up Sekaligus ditetapkan oleh Penanggung
c. Penanggung berhak untuk menerima atau menolak Premi Top Up
Sekaligus berdasarkan Polis ini setiap waktu.
d. Apabila pembayaran Premi Top Up Sekaligus disetujui oleh
Penanggung. maka Pemegang Polis harus menyerahkan kepada
Penanggung suatu instruksi berkenaan dengan Premi Top Up
Sekaligus, bila tidak ada instruksi investasi Pemegang Polis.
Penanggung berhak menggunakan Premi Top Up Sekaligus sesuai
dengan instruksi investasi terakhir berkenaan dengan Premi Berkala
yang terdapat dalam catatan Penanggung
3. Bandingkan isi perjanjian dengan Norma dan Doktrin yang mengatur
tentang Hak dan Kewajiban Para Pihak
Berdasarkan hak dan kewajiban pada data hasil penelitian yang ada pada
polis asuransi jiwa, dengan norma yang ada pada peraturan per Undang-Undangan
serta doktrin didapatkan maka hasilnya sebagai berikut: Kewajiban-kewajiban dari
pihak pertama yaitu pihak penanggung asuransi dalam perjanjan melakuan jasa
tertentu diatas merupakan hak dari pihak kedua atau pihak tertanggung atau
nasabah untuk mendapatkanya. Dan pihak kedua atau pihak tertanggung atau
nasabah pemegang polis asuransi jiwa memiliki kewajiban dalam perjanjian
melkukan jasa tertentu yaitu membayar premi yang ditentukan pada awal perjanjian
dimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat 29 UU No. 40 Tentang Perasuransian
“Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi atau
perusahaan reasuransi dan disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan
berdasarkan perjanjian Asuransi atau perjanjian reasuransi, atau sejumlah uang
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh manfaat.”

Sedangkan kewajiban pihak penanggung diatur dalam Pasal 53-54 UU No. 40


Tahun 2014 Tentang Perasuransian

Pasal 53

(1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib


menjadi peserta program penjaminan polis.
(2) Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan undang-undang. penjaminan
berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ketentuan mengenai Dana Jaminan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) hufuf d dinyatakan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Asuransi Syariah.
(3) Pada saat polis berlaku program dan Pasal 20 tidak berlaku untuk
(4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk
paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan.

Pasal 54

a) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan


reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib menjadi
anggota lembaga mediasi yang berfungsi melakukan penyelesaian
sengketa antara Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dan
Pemegang Polis, Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang berhak
memperoleh manfaat asuransi.
b) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
independen dan imparsial.
c) Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapat persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan.
d) Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat bagi para Pihak
e) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mediasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Sedangkan untuk Hak pihak pertama atau pihak penanggung yaitu


dengan menerima uang premi yang telah ditentukan diawal perjanjian yang
tertuang didalam polis asuransi ini. Dan untuk hak pihak tertanggung atau
pihak nasabah pemegang polis asuransi yaitu untuk mendapatkan pelayanan
jasa dimana telah dijelaskan diatas.

4. Pernyataan mengenai hak dan kewajiban dalam penelitian dengan dasar


pertimbangan aturan perundang-undang (norma) maupun dasar
pertimbangan ahli hukum (doktrin).

Bahwa dalam isi perjanjian yang dimuat didalam pasal-pasal di dalam polis
asuransi jiwa antara penanggung yaitu PT BNI LIFE INSURANCE dengan
nasabah asuransi jiwa yang bernawa Erlina Widianti, dan didalam data tersebut
terdapat hak-hak dan kewajiban dimana berdasarkan isi perjanjian polis tersebut
kewajiban pihak penanggung yaitu memberikan jasa pelayanan kepada pihak
tertanggung yang kemudian menjadi hak dari pihak tertnggung,

sedangkan kewajiban dari pihak tertanggung yaitu membayarkan premi dengan


apa yang telah ditentukan diawal perjanjian asuransi jiwa dan termuat didalam polis
asuransi jiwa dan kemudian hal ini menjadi hak dari pihak penanggung. Sedangkan
apa yang ada didalam norma perundang-undangan dan doktrin dari para ahli juga
menyebutkan mengenai hal yang sama.

5. Berikan pernyataan sesuai atau tidaknya isi peerjanjian dengan norma dan
doktri yang mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian

Berdasarkan data perbandingan diatas maka dapat dikatakan didalam isi perjanjian
polis asuransi jiwa yang mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban para pihak
dalam perjanjian asuransi jiwa sudah sesuai dengan norma perundang-undangan
serta doktrin dari para ahli yang telah dipaparkan diatas, baik dari segi hak dan
kewajiban pihak pertama yaitu PT BNI LIFE INSURANCE ataupun hak dan
kewajiban pihak kedua yaitu pihak nasabah pemegang polis asuransi atas nama
Erlina Widianti.

6. Argumen
Berdasarkan isi dari perjanian yang ada pada polis asuransi jiwa dengan nomor
polis BMPR9182003875 dengan pihak pertama atau pihak penanggung yaitu PT
BNI LIFE INSURANCE dengan Nasabah asuransi jiwa yang disebut pihak kedua
dengan atas nama Erlina Widianti, bahwa penulis berpendapat bahwa mengenai
hal-hal yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban para pihak yang tertuang
dialam polis asuransi jiwa dengan nomor polis BMPR9182003875 dengan merujuk
pada norma dan peraturan perundang-undangan serta doktrin dari para ahli penulis
berpendapat bahwa isi perjanjian telah sesuai dan memenuhi syarat sebagai
perjanjian yang sah menurut Undang-Undang dan didalam keduanya baik didalam
polis asuransi jiwa maupun didalam norma telah sama-sama mengatur dengan rinci
tentang hak dan kewajiban para pihak.
D. Tentang Katagori 4 Mengenai Wanprestasi dalam suatu perjanjian
1. Norma :
Pasal 37 PP No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian “Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan pelaksanaannya tentang perizinan
usaha, kesehatan keuangan, penyelenggaraan usaha, penyampaian laporan,
pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi, atau tentang pemeriksaan langsung,
dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha, dan sanksi
pencabutan izin usaha”

Pasal 1238-1239 KUHPerdata

Pasal 1238 “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta
sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini
mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan”

Pasal 1239 “ Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan
bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya”

Pasal 1243 KUHPerdata “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan
Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui
waktu yang telah ditentukan”

Doktrin :

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban


sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji dapat terjadi baik karena
disengaja maupun tidak disengaja10

10
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis(BW),(Jakarta;2008). Hlm.180
Mengenai pengertian dari wanprestasi, menurut Ahmadi Miru wanprestasi
itu dapat berupa perbuatan

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.


2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.
3. Terlambat memenuhi pres tasi
4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan11

Sedangkan menurut A. Qirom Syamsudin Meliala wanprestasi itu dapat


berupa:

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali Sehubungan dengan debitur yang


tidak me menuhi prestasi maka dikatakan debitur tidak memenuhi
prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi debitur
masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap
memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu, sehingga dapat dikatakan
wanprestasi.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang
memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak
dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi
sama sekali.12

Menurut Sri Soedewi Masyehoen Sofwan, debitur dinyatakan wanprestasi


apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu:

1. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan.


2. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu
orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan timbul.
Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat
menduga keadaan demikian akan timbul.

11
Ahmadi Miru, Op, Cit, Hlm.74
12
A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Liberty, 1985), Hlm.26
3. Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya
bukan orang gila atau lemah ingatan13

Apabila seorang dalam keadaan-keadaan tertentu beranggapan bahwa


perbuatan debiturnya akan merugikan, maka ia dapat minta pembatalan perikatan.14

Menurut pendapat yang paling banyak dianut, bukanlah kelalaian debitur


yang menyebabkan batal, tetapi putusan hakim yang membatalkan dan tidak
perjanjian, sehingga putusan itu bersifat "constitutief" mempunyai kekuasaan itu
suatu "declaratoir". Malahan hakim "discretionair" artinya ia berwenang menilai
wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil hakim
berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian, meskipun ganti rugi yang
diminta harus diluluskan15

2. Isi perjanjian yang mengatur tentang Wanprestasi


Pasal 20 ayat 2 huruf d “Apabila karena suatu hal manfaat asuransi tidak
diambil pada tanggal yang telah ditentukan oleh Penanggung, Penanggung
dibebaskan dari kewajiban melakukan pembayaran bunga atau penggantian
lainnya.”

Pasal 20 ayat 2 huruf e “Setelah adanya pemberitahuan dari Penanggung, jika


Manfaat Asuransi tidak diambil dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung dari
tanggal yang telah ditentukan Penanggung. Penanggung dibebaskan dari
kewajiban pembayaran Manfaat Asuransi tersebut.

3. Bandingkan isi perjanjian dengan Norma dan Doktrin yang mengatur


Berdasarkan isi dari data polis asuransi yang tercantum pada polis asuransi
jiwa dengan nomor polis BMPR9182003875 dan dengan norma perundang-
undangan serta doktrin yang dikemukakan para ahli yang menyatakan bahwa
“Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

13
Sri Soedewi Masyohen Sofwan, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori dan Praktek,
(Yogyakarta: Liberty, 1981), Hlm.15
14
C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), Hlm. 246-247
15
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Intemasa, 1982), Hlm. 148
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur
dengan debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji dapat terjadi baik
karena disengaja maupun tidak disengaja”
dan dengan yang ada dalam isi perjanjian Pasal 20 ayat 2 huruf d
“Apabila karena suatu hal manfaat asuransi tidak diambil pada tanggal yang
telah ditentukan oleh Penanggung, Penanggung dibebaskan dari kewajiban
melakukan pembayaran bunga atau penggantian lainnya.”
Dari isi polis asuransi jiwa dan dengan peraturan perundang-undangan
tersebut diatas wanprestasi adalah keadaan dimana salah satu pihak baik kreditur
atau debitur tidak memenuhi prestasi yang seharusnya harus dipenuhi dengan atau
karena kesalahan yang dilakukan oleh pihak yang terikat dalam perjanjian

4. Pernyataan mengenai wanprestasi dalam isi perjanjian dengan dasar


pertimbangan aturan perundangan-undangan(norma) dan doktrin dari
para ahli
Berdasarkan isi dari polis asuransi jiwa dengan nomor polis
BMPR9182003875 dan dengan apa yang tercantum pada norma perundang-
undangan serta doktrin menurut para ahli yang telah disebutkan diatas
menyatakan bahwa pihak kreditur yaitu pihak pertama yaitu pihak penanggung
asuransi yakni PT BNI LIFE INSURANSE
sedangkan pihak debitur adalah pihak kedua atau pihak tertanggung atau
pihak nasabah pemegang polis asuransi atas nama Erlina Widianti. Dimana
wanprestasi terjadi dalam diri debitur baik berupa kesalahan atau tanpa kesalahan
debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk memenuhi prestasi kepada
kreditur.

5. Pernyataan sesuai atau tidaknya isi perjanjian dengan norma dan doktrin
yang mengatur tentang Wanprestasi
Berdasarkan data dari polis asuransi jiwa dengan nomor polis
BMPR9182003875 yang memuat ketentuan wanprestasi yakni yang terdapat
dalam Pasal 20 ayat 2 huruf d “Apabila karena suatu hal manfaat asuransi tidak
diambil pada tanggal yang telah ditentukan oleh Penanggung, Penanggung
dibebaskan dari kewajiban melakukan pembayaran bunga atau penggantian
lainnya.”

Pasal 20 ayat 2 huruf e “Setelah adanya pemberitahuan dari Penanggung, jika


Manfaat Asuransi tidak diambil dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung dari
tanggal yang telah ditentukan Penanggung. Penanggung dibebaskan dari
kewajiban pembayaran Manfaat Asuransi tersebut”. Telah dinyatakan sesuai
degan norma dan doktrin yang dipaparkan diatas.
Serta dengan norma perundangan-undangan diperkuat dengan doktrin
yang menyatakan bahwa “Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang
dibuat antara kreditur dengan debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji
dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja” dalam penejelasan
ini diketahui bahwa wanprestasi adalah salah satu pihak lalai dalam memenuhi
prestasi dan/atau tanpa kesalahan dalam prestasinya.
Dari penjelasan tersebut diatas terdapat kesesuaian antara isi perjanjian
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wanprestasi
yang diperkuat dengan pendapat para ahli.

6. Argumen
Berdasarkan apa yang terdapat pada isi perjanjian dengan dikaitkan
dengan peraturan perundang-undangan serta doktrin para ahli penulis menilai isi
dalam perjanjian polis asuransi jiwa dengan nomor polis BMPR9182003875
dengan segala konsekuensinya telah sesuai dan saling berkaitan satu sama lain.
Dimana wanprestasi dapat dilakukan oleh kedua belah pihak baik kreditur yakni
PT BNI LIFE INSURANCE maupun Nasabah pemegang polis asuransi karena
jelas dalam polis dan peraturan yang ada bahwa kelalaian juga dapat dilakukan
oleh pihak penanggung dengan contoh terlambatnya membayar klaim asuransi
baik karena kesalahan atau tidak dari pihak kreditur. Sedangkan dari pihak debitur
atau pihak tertanggung sebagai contoh keterlambatan membayar premi asuransi
baik karena suatu kelasahan dari pihak nasabah ataupun tidak.
E. Tentang katagori ke 5(Suatu keadaan memaksa/Overmacht/Froce Mejeure)
1. Norma
Pasal 1244-1245 KUHPerdata
Pasal 1244 “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.
bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau
tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu
hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak
ada itikat buruk kepadanya”

Pasal 1245 “ Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena
keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang
untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu
perbuatan yang terlarang baginya”

Pasal 91 ayat 1 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan


Barang/jasa

(1) Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para
pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban
yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
(2) Yang dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar dalam Kontrak
Pengadaan Barang/Jasa meliputi
a) bencana alam;
b) bencana non alam;
c) bencana sosial;
d) pemogokan;
e) kebakaran; dan/atau
f) gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui
keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait.
(3) Dalam hal terjadi Keadaan Kahar, Penyedia Barang/Jasa
memberitahukan tentang terjadinya Keadaan Kahar kepada PPK secara
tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak
terjadinya Keadaan Kahar, dengan menyertakan salinan pernyataan
Keadaan Kahar yang dikeluarkan oleh pihak/instansi yang berwenang
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Tidak termasuk Keadaan Kahar adalah hal-hal merugikan yang
disebabkan oleh nerbuatan atau kelalaian nara pihak
(5) Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang diakibatkan oleh terjadinya
Keadaan Kahar tidak dikenakan sanksi.
(6) Setelah terjadinya Keadaan Kahar, para pihak dapat melakukan
kesepakatan, yang dituangkan dalam perubahan Kontrak

Doktrin :

Overmacht Overmacht berasal dari bahasa Belanda atau Force Majeure


dalam bahasa Perancis yang berarti suatu keadaan yang merajalela dan
menyebabkan orang tidak dapat menjalankan tugasnya. Overmacht dalam arti luas
berarti suatu keadaan di luar kekuasaan manusia yang mengakibatkan salah satu
pihak dalam perjanjian tidak dapat memenuhi prestasinya. Di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata tidak ada defenisi tentang keadaan memaksa, namun hanya
member ikan batasan. Sehingga dari batasan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa keadaan memaksa adalah suatu keadaan tidak terduga, tidak disengaja, dan
tidak melakukan prestasinya kepada kreditur dan dengan terpaksa peraturan hukum
juga tidak diindahkan sebagaimana mestinya, hal ini disebabkan adanya kejadian
yang berada di luar kekuasaannya dan keadaan ini dapat dijadikan alasan untuk
dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Beberapa ahli hukum juga
memberikan pandangannya mengenai konse keadaan memaksa (Force
Majeure/Overmacht) diantaranya : 16

16
Rahmat S.S. Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa, Nasional Legal Reform Program,
Jakarta, 2010, hal. 7
a. R. Subekti Debitur menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang
dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat
diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan
atau peristiwa yang timbul diluar dugaan tadi. Dengan perkataan lain,
hal tidak terlaksananya perjanjian atau kembatan dalam pelaksanaan itu,
bukanlah disebabkan karena kelalaiannya. la tidak dapat dikatakan salah
atau alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanksi
yang diancamkan atas kelalaian. Untuk dapat dikatakan suatu "keadaan
memakssa (overmacht), selain dapat dikatakan suatu "keadaan
memaksa" (overmacht), selain keadaan itu "di luar kekuasaannya" si
debitur dan "memaksa", keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa
keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat,
setidak-tidaknya tidak dipikul risikonya oleh si debitur.
b. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan Overmacht adalah keadaan di mana
debitur sama sekali tidak mungkin memenuhi perutangan (absolute
overmacht) atau masih memungkinkan memenuhi perutangan, tetap
memerlukan pengorbanan besar yang tidak seimbang atau kekuatan jiwa
di luar kemampuan manusia atau dan menimbulkan kerugian yang
sangat besar (relative overmacht).
c. Purwahid Patrik C. Mengartikan overmacht atau keadaan memaksa
adalah debitur tidak melaksanakan prestasi karena tidak ada kesalahan
maka akan berhadapan dengan keadaan memaksa yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya.17

Overmacht ini tidak ada kesalahan dari pihak yang tidak memenuhi
prestasinya, sehingga menyebabkan suatu hak atau suatu kewajiban dalam suatu
perhubungan hukum tidak dapat di laksanakan. Unsur-unsur yang terdapat dalam
keadaan memaksa itu ialah : 18

17
Munir Fuady, Hukum Kontrak, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2015, hlm. 89.
18
Ibid.,Hlm 90
a. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan
benda yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap Tidak dapat
dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang
b. mengha langi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat
tetap atau sementara. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga
akan terjadi pada
c. waktu membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur.19

2. Isi perjanjian yang mengatur tentang Overmacht/Force Mejeure

Pasal 22 Pengaturan Dalam Keadaan Khusus(Force Majeur)


1. Penanggung dan/atau Pemegang Po!lis dibebaskan dari tuntutan hukum,
bilamana tidak terpenuhinya pelaksanaan Perjanjian ini disebabkan karena
keadaan memaksa, termasuk tidak terbatas pada kejadian -kejadian seperti
kebakaran, bencana alam, wabah penyakit dan segala jenis radiasi
2. Peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, harus
dibenarkan oleh Penguasa setempat dan diberitahukan secara tertulis oleh
pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajiban kepada pihak lainnya
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak peristiwa
dimaksud.
3. Bilamana dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya
pemberitahuan dimaksud, belum atau tidak ada tanggapan dari pihak yang
menerima pemberitahuan, maka adanya peristiwa tersebut dianggap telah
disetujui oleh pihak tersebut.
4. Dalam hal terjadinya krisis nasional (devaluasi atau situasi lainnya) yang
dapat membawa efek pada kemampuan Penanggung untuk membayar hak
Pemegang Polis/Penerima Manfaat, Penanggung tetap sepenuhnya
mengakui hak Pemegang Polis/Penerima Manfaat, dengan ketentuan
pelaksanaannya bertahap sesuai kemampuan Penanggung.
5. Apabila terjadi penarikan Dana Investasi dalam jumlah yang besar secara
serentak maka Penanggung memiliki hak untuk melakukan penundaan

19
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm.27
pembayaran selama tenggang waktu yang dibutuhkan 6 (enam) bulan dari
tanggal pengajuan. Penarikan tersebut disebabkan oleh suatu kondisi yang
diumumkan secara resmi oleh Pemerintah

Pasal 23 Ketentuan Dalam Keadaan Perang


a. Dalam hal seluruh atau sebagian wilayah Indonesia terlibat dalam
peperangan, baik peperangan itu dinyatakan atau tidak, dalam
keadaan bahaya perang, maka pembayaran Manfaat Asuransi
karena kematian yang menjadi kewajiban Penanggung akan
dikenakan potongan sementara yang besarnya ditentukan oleh
Penanggung.
b. Selambat-lambatnya 1(satu) tahun setelah dinyatakan berakhirnya
keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini,
Penanggung akan menentukan besarnya potongan yang pasti,
disesuaikan dengan meningkatnya angka klaim dan keadaan
moneter pada saat terjadinya perang

3. Bandingkan isi perjanjian dengan Norma dan Doktrin yang mengatur

Berdasarkan isi data yang terdapat dalam polis perjanjian asuransi jiwa maka
yang dikatakan overmacht atau keadaan memaksa menurut norma yaitu bila ia tak
dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak
tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal
yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak
ada itikad buruk kepadanya, dan karena itu debitur tidak harus melakukan ganti
rugi. Sedangkan dalam isi polis perjanjian asuransi jiwa terdapat dalam Pasal 22
Pengaturan Dalam Keadaan Khusus(Force Majeur)
1. Penanggung dan/atau Pemegang Po!lis dibebaskan dari tuntutan
hukum, bilamana tidak terpenuhinya pelaksanaan Perjanjian ini
disebabkan karena keadaan memaksa, termasuk tidak terbatas pada
kejadian -kejadian seperti kebakaran, bencana alam, wabah penyakit
dan segala jenis radiasi
2. Peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini,
harus dibenarkan oleh Penguasa setempat dan diberitahukan secara
tertulis oleh pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajiban kepada
pihak lainnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
peristiwa dimaksud.
3. Bilamana dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya
pemberitahuan dimaksud, belum atau tidak ada tanggapan dari pihak
yang menerima pemberitahuan, maka adanya peristiwa tersebut
dianggap telah disetujui oleh pihak tersebut.
4. Dalam hal terjadinya krisis nasional (devaluasi atau situasi lainnya)
yang dapat membawa efek pada kemampuan Penanggung untuk
membayar hak Pemegang Polis/Penerima Manfaat, Penanggung tetap
sepenuhnya mengakui hak Pemegang Polis/Penerima Manfaat, dengan
ketentuan pelaksanaannya bertahap sesuai kemampuan Penanggung.
5. Apabila terjadi penarikan Dana Investasi dalam jumlah yang besar
secara serentak maka Penanggung memiliki hak untuk melakukan
penundaan pembayaran selama tenggang waktu yang dibutuhkan 6
(enam) bulan dari tanggal pengajuan. Penarikan tersebut disebabkan
oleh suatu kondisi yang diumumkan secara resmi oleh Pemerintah

Pasal 23 Ketentuan Dalam Keadaan Perang


a. Dalam hal seluruh atau sebagian wilayah Indonesia terlibat
dalam peperangan, baik peperangan itu dinyatakan atau tidak,
dalam keadaan bahaya perang, maka pembayaran Manfaat
Asuransi karena kematian yang menjadi kewajiban
Penanggung akan dikenakan potongan sementara yang
besarnya ditentukan oleh Penanggung.
b. Selambat-lambatnya 1(satu) tahun setelah dinyatakan
berakhirnya keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
pasal ini, Penanggung akan menentukan besarnya potongan
yang pasti, disesuaikan dengan meningkatnya angka klaim dan
keadaan moneter pada saat terjadinya perang

4. Pernyataan mengenai Overmacht dalam isi perjanjian dengan dasar


pertimbangan aturan perundangan-undangan(norma) dan doktrin dari para
ahli

Berdasarkan perbandingan yang mengatur antara overmacht atau keadaan


memaksa yang terdapat didalam polis asuransi jiwa dengan norma peraturan
perundang-undangan yang diperkuat dengan doktrin para ahli menyatakan bahwa
keadaan memaksa merupakan suatu keadaaan yang tidak dapat diperkirakan
datangnya dan tidak dikehendaki kedatanganya sehingga tidak disertai dengan
itikad buruk oleh para pihak. Didalam polis menyatakan “Penanggung dan/atau
Pemegang Po!lis dibebaskan dari tuntutan hukum, bilamana tidak terpenuhinya
pelaksanaan Perjanjian ini disebabkan karena keadaan memaksa, termasuk tidak
terbatas pada kejadian -kejadian seperti kebakaran, bencana alam, wabah
penyakit dan segala jenis radiasi”

Serta menurut Norma menyatakan bahwa “(1)Yang dapat digolongkan


sebagai Keadaan Kahar dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa meliputi

a. bencana alam;
b. bencana non alam;
c. bencana sosial;
d. pemogokan;
e. kebakaran; dan/atau
f. gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui
keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis
terkait

didalam dua pernyataan diatas terdapat suatu penjelasan yang spesifik dan
terdapat kaitan satu dengan yang lain mengenai Overmacht atau keadaan
memaksa.
5. Pernyataan sesuai atau tidaknya isi perjanjian dengan norma dan doktrin
yang mengatur tentang Wanprestasi

Didalam data polis asuransi yang mengatur mengenai Overmacht dikaitkan


dengan Norma Undang-undang yang diperkuat doktri para ahli saling berkaitan
sehingga terjadi kesesuaian seperti yang disebutkan diatas, namun terdapat suatu
hal yang perlu digariss bawahi, pernyataan pada Pasal 1244-1245 KUHPerdata
Pasal 1244 “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.
bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau
tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu
hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak
ada itikat buruk kepadanya”

Pasal 1245 “ Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga. bila karena
keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang
untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu
perbuatan yang terlarang baginya”

Dan kemudian dibandingkan dengan pendapat dari R. Subekti yang menyatakan bahwa
“Debitur menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu
disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak
dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul diluar
dugaan tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya perjanjian atau
kembatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah disebabkan karena kelalaiannya. la
tidak dapat dikatakan salah atau alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh
dijatuhi sanksi-sanksi yang diancamkan atas kelalaian. Untuk dapat dikatakan
suatu "keadaan memakssa (overmacht), selain dapat dikatakan suatu "keadaan
memaksa" (overmacht), selain keadaan itu "di luar kekuasaannya" si debitur dan
"memaksa", keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa keadaan yang tidak
dapat diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya tidak dipikul
risikonya oleh si debitur”
Para ahli menyebutkan bahwa apabila terdapat keadaan memaksa, pihak debitur
dibebaskan dari biaya ganti kerugian namun tidak serta merta dapat mengabaikan
ganti rugi begitu saja, menurut pernyataan Pasal 1244 KUHPerdata debitur
terlebih dahulu harus membuktikan bahwa hal yang terjadi kepadanya sehingga
tidak dapat memenuhi prestasi yang seharusnya ia penuhi adalah suatu keadaan
yang memaksa/Overmacht

6. Argumen

Setelah pemaparan poin-poin diatas penulis berpendapat bahwa apa yang telah
diatur didalam isi dari polis asuransi jiwa dengan nomor polis BMPR9182003875
apabila mengacu pada pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang serta diperkuat
dengan pendapat para ahli menyatakan bahwa sangat berkaitan dan tidak adanya
pelanggaran yang terdapat didalam isi polis asuransi jiwa. Sehingga apa yang telah diatur
didalam polis asuransi jiwa tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang jelas.

Keadaan memaksa sendiri atau Overmacht menurut penulis adalah keadaan diluar
keinginan dari para pihak sehingga tidak dapat diperkirakan,dicegah kapan terjadinya
sehingga hal tersebut membuat pihak yang terkena keadaan memaksa tersebut dibebaskan
dari perjanjian yang telah ditetapkan diawal dengan syarat pihak tersebut dapat
membuktikan bahwa hal tersebut adalah keadaan memaksa.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengaturan tentang aspek : (a) subjek hukum, (c) hak dan kewajiban para pihak, (d)
wanprestasi, dan; (e) Overmacht/Force Mejeure/Keadaan Memaksa dalam Perjanjian
asuransi jiwa antara PT BNI Life Insurance dengan Nasabah asuransi dengan nama Erlina
Widianti telah sesuai dengan Pasal 1 ayat (15,17,20,29,22,23,24), Pasal 28-29, Pasal 53-54
UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 1 angka 2 dan 3 UU No. 37 tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 26-27
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.422/KMK.06/2003 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, Pasal 8, Pasal
22-23,Pasal 37 PP No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian,
Pasal 91 ayat 1 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa,
Pasal 1238, Pasal 1239, Pasal 1330, Pasal 1243, Pasal 1244, Pasal 1245, Pasal 1548
KUHPerdata. Dan Pendapat R. Subekti, Abdul Kadir Muhammad, Sudikno Mertokusumo ,
J. Satrio, Ahmadi Miru , A. Qirom Syamsudin Meliala, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
Purwahid Patrik C, Dr. Van Oostveen, Peter F Drucker, H.M.N. Purwosutjipto, Santoso
Poedjosoebroto, Djoko Prakoso.
2. Pengaturan tentang aspek : (b) Objek hukum dalam perjanjian asuransi jiwa antara PT BNI
Life Insurance dengan Nasabah asuransi dengan nama Erlina Widianti tidak sesuai dengan
Pasal 1 ayat 25 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 7-18 Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No.422/KMK.06/2003 Tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, Pasal 20 PP No. 73 Tahun 1992
Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Pasal 499,Pasal 504,Pasal 505, Pasal 506
KUHPerdata dan pendapat R.Subekti, Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H.

Anda mungkin juga menyukai