Oleh :
Hikmah Kurniati
Email : hikmaheko09@gmail.com
Fakultas Hukum, Universitas Narotama, Surabaya
Tanudjaja
Email : tanudjaja@narotama.ac.id
Fakultas Hukum, Universitas Narotama, Surabaya
Abstrak
Klausula Eksonerasi yang biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausula tambahan atas
unsur esensial dari suatu perjanjian pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku.
Klausula baku menjadi tidak patut ketika kedudukan para pihak menjadi tidak seimbang
karena pada dasarnya, suatu perjanjian adalah sah apabila menganut asas konsensualisme,
disepakati oleh kedua belah pihak dan mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian
tersebut sebagai undang-undang. Oleh karena itu, keabsahan klausula baku yang me-
ngandung klausula eksonerasi menjadi batal demi hukum dan dilarang oleh hukum.
Tanggungjawab pelaku usaha dalam perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi,
secara keseluruhan apabila terdapat perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi
dapat dibatalkan oleh hakim, dan pelaku usaha berhak dan bertanggungjawab atas segala
kerugian yang diterima oleh konsumen. Segala bentuk tanggungjawab pelaku usaha yang
telah diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 juga termasuk didalamnya
pertanggungjawaban terhadap perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi.
Abstract
The validity of the standard agreement containing the Exonation Clause in the Consumer
Protection Law in Indonesia and what is the responsibility of the business actor in the
standard agreement containing the. The exonation clause which is usually contained in an
agreement as an additional clause on the essential elements of an agreement is generally
found in a standard agreement. The standard clause becomes inappropriate when the position
of the parties becomes unbalanced because basically, an agreement is valid if it adheres to
the principle of consensualism, is agreed upon by both parties and binds both parties making
the agreement as law. Therefore, the validity of standard clauses containing exonation
clauses is null and void and prohibited by law. The responsibility of the business actor in a
standard agreement containing an exonation clause, as a whole, if there is a standard
agreement containing an exonation clause, it can be canceled by the judge.
Penelitian ini menggunakan metode hukum yang relevan dengan isu yang
norma. Sistem norma yang dimaksud adalah sonerasi Bagi Pelaku Usaha Sesuai
Pendekatan yang digunakan adalah pen- Perjanjian baku yang terletak pada
dekatan perundang-undangan dan pen- karcis parkir merupakan salah satu bentuk
Perjanjian Riil, yaitu perjanjian yang terjadi
2
setelah adanya suatu penyerahan barang
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian
Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori
Hukum, Prenada Media Grup, Jakarta, 2016
3
hlm.12 Ibid, hlm. 159
dari satu pihak kepada pihak lainnya. Untuk atas iklas yang diproduksi dan segala akibat
itu pelaku usaha pada umumnya menbuat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Pasal
perjanjian parkir yang terjadi merupakan 21 Undang-Undang Perlindungan Konsu-
suatu bentuk dan penitipan barang, karena men importir barang bertanggung jawab
sistem sewa menyewa lahan parkir seperti terhadap barang yang di impor apabila
di kota-kota besar lainnya masih sangat importasi barang tidak dilakukan oleh agen
jarang. Seiring dengan diundangkannya atau penyedia jasa asing.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan
tersebut, mak hak-hak konsumen lebih di- Konsumen beban dan tanggungjawab pe-
perhatikan salah satunya adalah hak atas laku usaha tanpa menutup kemungkinan
informasi yang benar jelas dan jujur bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
mengenai kondisi dan jaminan barang dan Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan
atau jasa serta hak untuk mendapatkan Konsumen pelaku usaha menolak dan atau
advokasi, perlidungan dan upaya pe- tidak memberi tanggapan dan atau tidak
nyelesaian sengketa perlindungan konsu- memenuhi ganti rugi atas tuntutan kon-
4
men secara patut. sumen maka dapat digugat melalui BPSK
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 atau Badan Penyelesaian Sengketa Kon-
tentang Perlindungan Konsumen dalam sumen di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 mengatur Pasal 24 Undang-Undang Perlindungan
tentang tanggungjawab pelaku usaha dalam Konsumen pelaku usaha bertanggungjawab
mempertanggungjawabkan segala kegiatan atas ganti rugi kepada konsumen terhadap
usaha yang dilakukan. Pasal 19 Undang- barang dan/atau jasa tanpa melakukan
Undang Perlindungan Konsumen mengatur perubahan pada barang dan/atau jasa, dan
tentang tanggungjawab kesalahan pelaku perubahan tersebut tidak sesuai dengan
usaha terhadap produk yang dihasilkan atau contoh, mutu dan komposisi.
diperdagangkan dengan memberi ganti Pada Pasal 25 Undang-Undang
kerugian atas kerusakan, pencemaran ke- Perlindungan Konsumen pelaku usaha bert-
rusakan kerugian konsumen. Pasal 20 anggungjawab atas tuntutan ganti rugi dan/
Undang-Undang Perlindungan Konsumen atau gugatan konsumen apabila tidak me-
pelaku usaha periklanan bertanggung jawab nyediakan suku cadang atau gagal meme-
nuhi jaminan dan/atau garansi yang
4
Ni Putu Januaryanti Pande, “Perlindunga Konsu- diperjanjikan. Pasal 26 Undang-Undang
men Terhadap Produk Kosmetik Impor Yang
Tidak Terdaftar Di BPOM Denpasar”. Jurnal Perlindungan Konsumen pelaku usaha
Magister Hukum Udayana. Vol. 06 No. 1, Mei
2017, hlm. 18. wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi
dalam waktu 2 minggu dalam nota sekali tanggung jawab yang semestinya
penjualan kami batalkan.7 dibebankan kepada pihak produsen/
Secara subtantif, Pasal 1337 dan Pasal penyalur produk (penjual).9
1339 Kitab Undang-Undang Hukum Per- Klausula eksonerasi yang merupakan
data memuat asas-asas hukum yang dapat terjemahan dari istilah dalam bahasa
digunakan sebagai persyaratan materiil Belanda “exonoratie clausule”, disebut juga
(subtantif) untuk menetukan sahnya suatu dengan klausula eksemsi yang merupakan
kontrak baku yang memuat klausula yang terjemahan dari bahasa inggris “exemption
secara tidak wajar dan tidak seimbang dapat clause’’, dinilai oleh Sutan Remy Sjahdeini
merugikan satu pihak dalam kontrak. Pasal sebagai klausula yang secara tidak wajar
1337 Kitab Undang-Undang Hukum sangat memberatkan. Secara konkrit,
Perdata memuat ketentuan limitative yang klausula eksonerasi yang oleh Sutan Remy
melarang suatu kontrak mengandung kausa Sjahdeini disebutnya dengan klausula
yang dilarang oleh Undang-Undang, ber- eksemsi, adalah klausul yang bertujuan
tentangan dengan ketertiban umum dan/atau untuk membebaskan atau membatasi
kesusilaan. Kontrak baku banyak memberi- tanggungjawab salah satu pihak terhadap
kan keuntungan dalam penggunaannya, gugatan pihak lainnya dalam hal yang
tetapi dari berbagai keuntungan yang ada bersangkutan tidak atau tidak dengan
tersebut, kontrak baku juga mendapat kritik, semestinya melaksanakan kewajibannya
karena dipahami oleh para pengkritiknya yang ditentukan dalam kontrak tersebut.10
mengandung ketidakadilan sebagai akibat Klausula baku menjadi tidak patut
dari kedudukan atau posisi tawar-menawar ketika kedudukan para pihak menjadi tidak
yang tidak seimbang di antara para pihak.8 seimbang karena pada dasarnya, suatu
Shidarta menjelaskan bahwa jika ada perjanjian adalah sah apabila menganut asas
yang perlu dikhawatirkan dengan kehadiran konsensualisme (disepakati oleh kedua
kontrak baku, tidak lain karena dicantum- belah pihak) dan mengikat kedua belah
kan klausula eksonerasi (exemption clause) pihak yang membuat perjanjian tersebut
dalam kontrak tersebut. Klausula eksonerasi sebagai undang-undang. Dengan demikian,
adalah klausula yang mengandung kondisi pelanggaran terhadap asas konsensualisme
membatasi, atau bahkan menghapus sama tersebut dapat mengakibatkan perjanjian
antara kedua belah pihak menjadi tidak sah.
7 http://irmadevita.com/2012/klausula-baku-vsperlin
dungan-terhadap-konsumen/. Diakses pada tanggal
9
7 Maret 2021 ; Sriwati, Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak
8 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perjanjian Baku, Yustika, Vol. III No. 2
Dalam Perspektif Perbandingan, Bagian Pertama, Desember 2019, hal, 178
10
UII Press, Yogyakarta, 2013, hal. 56. Op.Cit hal 72.
Oleh karena itu, klausula baku yang berikan perlindungan hukum bagi
mengandung klausula eksonerasi dilarang masyarakat secara optimal.
oleh hukum. Perlindungan hukum terhadap konsu-
Sehubungan dengan klausula baku men didasarkan pada adanya sejumlah hak
dalam kontrak yang batal demi hukum konsumen yang perlu dilindungi dari
menurut Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang tindakan-tindakan yang mungkin me-
Nomor 8 Tahun 1999, maka berdasarkan rugikan. Hak-hak ini merupakan hak hak
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 yang sifatnya sangat mendasar dan
Tahun 1999, para pelaku usaha wajib universal, sehingga perlu mendapat jaminan
menyesuaikan klausula baku yang ber- dari negara atas pemenuhannya. Yang
tentangan dengang Undang-Undang Per- dimaksud dengan konsumen secara umum
lindungan Konsumen. Dengan demikian, adalah pemakai pemakai pengguna, dan/
meskipun perjanjian baku yang mengan- atau pemanfaat untuk tujuan tertentu ke-
dung klausula eksonerasi telah diperjanji- perluan sendiri dan tidak untuk di-
kan sebelumnya, perjanjian tersebut tidak perdagangkan.
dapat dianggap sah karena mengandung Penjelasan Umum UU No. 8 tahun
ketentuan/klausula yang bertentangan 1999 menge-mukakan bahwa dalam kondisi
dengan undang-undang. dan fenomena kedudukan pelaku usaha dan
konsumen yang tidak seimbang, konsumen
3.2. Bentuk Perlindungan Hukum Ter- menjadi objek aktivitas dalam bisnis untuk
hadap Konsumen Dalam Pem- meraup keuntungan yang sebesar-besarnya
berlakuan Perjanjian Baku oleh pelaku usaha melalui kiat promosi,
Perlindungan hukum merupakan upaya cara penjualan serta penerapan perjanjian
yang diatur dalam undang-undang untuk standar yang merugikan konsumen. Tujuan
mencegah terjadinya pelanggaran hukum. utama dari undang-undang ini adalah untuk
Untuk itu, agar tidak terjadi pelanggaran memberdayakan konsumen dengan mening-
hukum yang dapat merugikan kepentingan katkan harkat dan martabat konsumen.
umum dapat dilakukan dengan menegakkan Perlindungan konsumen sebagaimana di-
aturan-aturan hukum guna menjamin per- maksud dalam undang-undang ini adalah
lindungan hukum tetap berlangsung selama segala upaya yang menjamin adanya
jangka waktu tertentu. Oleh sebab itu, kepastian hukum dan memberi per-
dalam perlindungan hukum terkait juga lindungan kepada konsumen melalui asas
masalah penegakan hukum artinya, ke- keseimbangan. Bukan berarti undang-
berhasilan penegakan hukum akan mem- undang ini tidak melindungi hak dan
padahal demi kepastian hukum per-lu konsumen dan pelaku usaha atau melalui
adanya suatu kriteria atau acuan mengenai peradilan yang berada di lingkungan pera-
klausula baku seperti apa yang dapat di- dilan umum. Penyelesaian sengketa melalui
nyatakan sebagai sulit dimengerti. Me- pengadilan ini mengacu pada ketentuan
ngingat tidak ada penjelasan tersebut, maka tentang peradilan umum yang berlaku
upaya yang dilakukan adalah dengan dengan memperhatikan ke-tentuan Pasal 45.
mengadakan penafsiran terhadap undang- Penyelesaian sengketa melalui pengadi-
undang yang bersangkutan. lan ini memiliki sanksi pidana sesuai Pasal
Dalam usaha mencari dan menentukan 61 UUPK yang menentukan bahwa
kehendak pembentuk undang-undang penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap
terhadap ketentuan dalam Pasal 18 ayat (2) pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pelaku
UUPK, maka harus dipergunakan penafsi- usaha yang dimaksud pada Pasal 61 yaitu
ran gramatikal (taatkundige interpretatie), pelaku usaha yang melanggar ketenuan
yaitu penafsiran yang dilakukan terhadap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
peristilahan/kata-kata atau tata kalimat Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal
dalam suatu konteks bahasa yang diguna- 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
kan perundang-undang dalam merumuskan c, huruf e, ayat (2) dan pasal 18 dipidana
peraturan perundang-undangan tertentu. dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
Sebagai konsumen sudah seharusnya tahun tau pidana denda paling banyak
masyarakat ebih memperhatikan hak-hak Rp.2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
yang berhak masyarakat dapatkan dan man- Apabila para pihak memilih penye-
faatkan ketika terjadi sesuatu yang mem- lesaian sengketa diluar pengadilan sesuai
buat masyarakat sebagai konsumen merasa dengan ketentuan Pasal 47 UUPK yang
dirugikan, namun tidak sedikit dari masya- menjeaskan bahwa penyelesaian sengketa
rakat yang masih tidak memperhatikan hak- konsumen di luar pengadilan diselenggara-
hak serta hal-hal yang mungkin saja dapat kan untuk mencapai kesepakatan mengenai
merugikan pihak konsumen tersebut. Kon- bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau
sumen yang merasa dirugikan dapat meng- mengenai tindakan tertentu untuk menjamin
gugat pihak pelaku usaha melalui penga- tidak akan terjadi kembali atau tidak akan
dilan maupun diluar pengadilan, dijelaskan terulang kembali kerugian yang diderita
dalam Pasal 45 Ayat (1) yaitu setiap oleh konsumen. Dijelaskan dalam Pasal 1
konsumen yang dirugikan dapat menggugat UUPK maksud dari lembaga-lembaga yang
pelaku usaha melalui lembaga yang ber- bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
tugas menyelesaikan suatu sengketa antara menyelesaikan sengketa. Lembaga diluar
pengadilan yang berada saat ini adalah Pada bidang jasa parkir, secara implisit
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen para pihak bersepakat untuk melakukan
(BPSK), aturan yang mengaur tentang perjanjian parkir ketika konsumen me-
BPSK sendiri diatur dalam UUPK pada nerima penawaran dari jasa pengelola
BAB XI, tujuan dibentuknya BPSK ini parkir dan konsumen menerima karcis
untuk menjadi pilihan bagi konsumen yang parkir yang diterima oleh konsumen
ingin menyelesaikan sengketa diluar penga- merupakan sebagai bukti bahwa telah
dilan. Seperti yang tertuang pada Pasal 49 terjadinya perjanjian parkir, mengingat
Ayat (1) yaitu pemerintah membentuk bahwa perjanjiannya tidak dalam bentuk
badan penyelesaian sengketa konsumen di tertulis yang ditandatangani oleh para
Daerah tingkat II untuk penyelesaian seng- pihak. Hubungan hukum antara pihak
keta konsumen di luar pengadilan. pengelola jasa parkir dengan konsumen jasa
Badan Penyelesaian Sengketa Konsu- parkir pada dasarnya disebut konsumen
men (BPSK) untuk penyelesaian sengketa adalah hubungan hukum penitipan barang.
konsumen di luar pengadilan yaitu dapat di- Perjanjian penitipan barang dalam
lakukan secara cepat, murah dan mudah KUH Perdata diatur mulai dari Pasal 1695
karena Undang-Undang menentukan dalam sampai Pasal 1729. Sedangkan Pasal 1694
tenggang waktu 21 hari kerja, BPSK wajib menegaskan bahwa penitipan merupakan
memberikan putusannya. Penyelesaian terjadi apabila seorang menerima suatu
sengketa di luar pengadilan melalui BPSK barang dari orang lain, dengan syarat bahwa
bukan merupakan suatu keharusan yang ia juga akan menyimpannya dan mengem-
ditempuh konsumen sebelum pada akhirnya balikannya dengan wujud asalnya. Pasal
memilih menyelesaikan sengketa melalui 1969 ayat (1) menegaskan bahwa, penitipan
lembaga peradilan. Tetapi hasil putusan barang itu sejatinya dianggap telah dibuat
BPSK cukup memberikan efek jera bagi dengan cuma-cuma jika tidak diperjanjikan
para pelaku usaha yang tidak mempunyai dengan sebaliknya. Pasal 1706 KUH
itikad baik karena putusan tersebut dapat Perdata menegaskan bahwa, pada penerima
dijadikannya buktipermulaan bagi penyidik, titipan wajib memelihara barang titipan itu
dan dalam hal ini berarti tidak menghilang- dengan sebaik-baiknya seperti memelihara
kan ketentuan pidana menurut perundang- barang-barang kepunyaannya sendiri. Pasal
undangan yang berlaku.11 1707 ketentuan dalam pasal di atas ini
wajib diterapkan secara lebih teliti, antara
11
Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Hukum Tentang lain:
Perlindungan Konsumen. (Bandung : Gramedia
Pustaka), hlm. 73
1. Jika penerima titipan itu yang mula- jasa perparkiran, maka dari situ terjadilah
mula menawarkan diri untuk menyim- hubungan hukum.12
pan barang itu; Mengenai tata cara parkir pada fasilitas
2. Jika ia meminta dijanjikan suatu upah parkir yang menggunakan pintu masuk
untu penitipan itu; serta keluar, pertama-tama pada pintu
3. Jika penitipan itu terjadi terutama untuk masuk, baik dengan petugas atau dengan
kepentingan penerima titipan; pintu masuk otomatis, pengemudi harus
4. Jika diperjanjikan secara eksplisit, mendapatkan karcis tanda parkir yang men-
bahwa pihak penerima titipan itu, ber- cantumkan jam tanda masuk dan apabila di-
tanggungjawab dengan semua kelalaian perlukan, petugas mencatat nomor ken-
dalam menyimpan barang titipan itu. daraan. Dengan ataupun tanpa juru parkir,
Ketika konsumen memilih untuk me- pengemudi memarkirkan kendaraan dengan
lakukan jasa layanan parkir, maka dapat sesuai dengan tata cara parkir. Pada pintu
dilihat dari prosedur pelaksanaan parkir keluar, petugas harus memeriksa kebenaran
yaitu ketika konsumen mempunyai ke- karcis tanda parkir, mencatat lama parkir,
percayaan kepada pihak penyelenggara menghitung tarif parkir sesuai sesuai
parkir, bahwa akan menjaga kendaraannya dengan ketentuan serta menerima pem-
dengan baik, mengembalikannya dengan bayaran parkir dengan menyerahkan karcis
keadaan seperti wujud asalnya serta percaya bukti pembayaran pada pengemudi.
bahwa barang-barang yang ada di dalam Sebagian besar konsumen pengguna
kendaraan tidak akan hilang atau rusak. jasa parkir yang menitipkan kendaraan
Kepercayaan tersebut diperlukan oleh dan/atau aksesoris pada pengelola parkir
seseorang konsumen parkir karena telah pasti mempunyai hak dan kewajiban.
memarkirkan dan menitipkan kendaraannya Seperti yang sudah diulas di atas Hak dan
kepada jasa pengelola layanan parkir. kewajiban ini timbul sejak disetujui atau
Antara pihak pengelola jasa parkir adanya kesepakatan dari pihak pihak yang
dengan pihak pengguna jasa perparkiran mengadakan perjanjian tersebut. Namun
sudah terlihat jelas, bahwa hubungan untuk penitipan kendaran hak dan
hukumnya berdasarkan penjelasan di atas, kewajiban itu mulai timbul sejak diserah-
artinya hubungan hukum yang tercipta, saat kannya barang yang berbentuk kendaraan
pengguna jasa parkir dalam hal ini pemilik dari pemiliknya kepada pihak yang
kendaraan memarkirkan kendaraannya pada mengelola parkir tersebut. Adapun hak dari
petak parkir yang disediakan oleh pengelola 12
L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, PT Pradnya
Paramitha, Jakarta, 2001, hlm.41
pemilik kendaraan tersebut yaitu adalah sebagai undang-undang. Oleh karena itu,
untuk meminta ganti rugi kepada pengelola keabsahan klausula baku yang mengan-
parkir yang melalaikan barang yang dung klausula eksonerasi menjadi batal
dititipkan yang menyebabkan terjadinya demi hukum dan dilarang oleh hukum.
kehilangan atau kerusakan-kerusakan pada 2. Pemberlakuan perjanjian baku dalam
alat-alat perlengkapan dari kendaraan yang praktik kehidupan ekonomi sehari-hari
dititipkan. Pengertian kerugian menurut sudah merupakan suatu prasarana bagi
Nieuwenhuis, adalah berkurangnya harta para pelaku usaha yang benar-benar
kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan memperhatikan syarat-syarat dan ke-
oleh perbuatan (melakukan atau mem- tentuan tentang pemberlakuan perjanjian
biarkan) yang melanggar norma oleh pihak baku dalam masyarakat sebagaimana
lain. Kerugian yang telah diderita seseorang diatur dalam undang-undang, khususnya
secara garis besar dapat dibagi atas dua Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang
bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri Perlindungan Konsumen. Pemerintah
dan kerugian yang menimpa harta benda sebagai eksekutif kiranya dapat me-
seseorang. Sedangkan kerugian harta benda lakukan pengawasan dan pembinaan
sendiri dapat berupa kerugian nyata yang terhadap para pelaku usaha yang
dialami serta kehilangan keuntungan yang memberlakukan perjanjian baku dalam
diharapkan. mendistribusikan produk barang dan/
atau jasa yang dihasilkan sehingga hak
KESIMPULAN dan kepentingan konsumen tidak di-
rugikan.
1. Klausula Eksonerasi yang biasanya di-
muat dalam perjanjian sebagai klausula
tambahan atas unsur esensial dari suatu
perjanjian pada umumnya ditemukan
dalam perjanjian baku. Klausula baku
menjadi tidak patut ketika kedudukan
para pihak menjadi tidak seimbang
karena pada dasarnya, suatu perjanjian
adalah sah apabila menganut asas
konsensualisme, disepakati oleh kedua
belah pihak dan mengikat kedua belah
pihak yang membuat perjanjian tersebut