e-mail: Varel99239@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menselaraskan pandangan masyarakat atas kerancuan dalam
undang – undang yang bertolak belakang guna memberikan kepastian hukum yang tepat
untuk menambah wawasan masyarakat, khususnya masyarakat yang siapa saja bisa menjadi
konsumen dan pelaku usaha yang mungkin saja saat bersengketa dapat memahami terlebih
dahulu isi dalam UUPK yang terkandung dan sebagai dasar hukum dalam menyelenggarakan
penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sehingga
tidak terjadi kesalahan berkepanjangan dikemudian hari. Metode Pendekatan yang dapat
digunakan dalam penilitian ini adalah pendekatan perundang - undangan (statute approach)
melakukan pengkajian peraturan perundang - undangan dan Studi kasus (Case approach),
hasil penelitian ini ditemukan bahwa putusan penyelesaian sengketa konsumen di BPSK
adalah hal yang tidak sesuai dengan kepastian hukum karena terdapat masalah utama yang
dapat menjadikan masalah untuk kedepannya yaitu dua pasal yang tidak sinkron antara
Undang – undang perlindungan konsumen pasal 54 ayat 3 yang menyatakan putusan BPSK
bersifat mengikat dan pada pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa terbukanya peluang dalam
mengajukan keberatan, dilihat dalam kedua pasal tersebut membuat undang – undang
perlindungan konsumen menjadi rancu dan tidak mempunyai kepastian dalam hukum serta
terdapat masalah terkait terbukanya peluang upaya keberatan yang tidak dijelaskan secara
rinci dan membuat salah paham terkair kebijakan tersebut.
Kata Kunci:Kepastian Hukum; Perlindungan Konsumen; Undang – undang
Perlindungan Konsumen; Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Abstract
This study seeks to harmonize public perceptions of ambiguity in contradictory laws in order
to promote public insight, particularly among those who may become customers or business
actors and who may be able to comprehend the contents of the UUPK during a dispute.
contained and as a legal basis for resolving consumer disputes through the Consumer
Dispute Settlement Agency in order to avoid future protracted errors. The approach method
that could be employed in this The use of research is mandated by law., which would involve
an examination of the legislation and case studies. The findings of this study indicate that
consumer dispute resolution decisions made by BPSK lack legal certainty due to two major
inconsistencies between the consumer protection law's article 54 paragraph 3 (which states
that BPSK decisions are final and binding) and the same law's article 54 paragraph.
Key Words : Legal certainly; BPSK; UUPK; Consumer Protection Law
4
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 25
5
Ibid,.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian yang dipergunakan
merupakan yuridis normatif. Mengkaji dari
jurnal – jurnal yang telah diterbitkan serta
undang- undang yang terkait dengan
penelitian. berdasarkan pandangan ahli
hukum bernama Peter Mahmud Marzuki
mengkemukakan penelitian yuridis
normatif artinya penelitian hukum.
menggunakan ini jelas bahwasannya
penelitian tersebut memiliki sifat normatif,
tetapi bahan-bahan dan pendekatan yang
dipergunakan harus dikemukakan .6.
sumber data lain yang dipergunakan
adalah data sekunder, peraturan yang
dipergunakan dalam penelitian berupa UU
yang berkaitan dengan pengaturan dalam
bertransaksi. Metode Pendekatan yang
dipergunakan pada penilitian ini ialah
pendekatan perundang – undangan serta
studi masalah.
Pendekatan perundang – undangan
dilaksanakan dengan mengkaji peraturan
seputar permasalahan yang dikaji melalui
UU.7dalam pendekatan perundang-
undangan penulis juga mencari jawaban
atas aturan yang akan dianalisa oleh
penulisan sesuai dengan peraturan yang
akan dikaji didalam jurnal ini8. Serta untuk
pendekatan melalui kasus atau studi kasus,
penulis perlu memahami sebab hukum
yang digunakan dalam putusan hakim
ataupun kebijakan yang diberikan terhadap
kasus tersebut .
6
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (edisi
Revisi), Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013 hal .135-136
7
Peter Mahmud Marzuki,op.cit.,, h.133
8
ibid
PEMBAHASAN DAN HASIL Dalam rangka pembelaan hak - hak
diatur dalam Pasal 45 yang menjelaskan
APA AKIBAT HUKUM DENGAN
bahwa sengketa dapat diselesaikan melalui
ADANYA PENGATURAN YANG
KOTRADIKTIF ANTARA PASAL 54 pengadilan atau di luar pengadilan,
AYAT (3) & 56 AYAT (2) DALAM tergantung pilihan para pihak yang
HAL PENYELESAIAN SENGKETA bersengketa dan kesepakatan yang telah
MELALUI BADAN PENYELESAIAN dicapai oleh para pihak yang bersengketa.
SENGKETA KONSUMEN ? pihak-pihak yang bersengketa. Pasal 45
juga menjelaskan bahwa proses
Hukum sebagai upaya dalam penyelesaian sengketa dapat ditempuh
memamjukan ekonomi dalam membuat melalui pengadilan atau di luar sistem
pasar yang kompetetif namun adil dan pengadilan. Dimungkinkan untuk
efisien dalam era yang berkembang pesat menyelesaikan masalah di luar pengadilan
pada saat ini. Untuk memperjuangkan hal melalui penggunaan BPSK, yang
itu perlu adanya pihak konsumen dan
merupakan organisasi yang didirikan
pelaku usaha yang saling menguntungkan
berdasarkan undang-undang perlindungan
satu sama lain, namun perjuangan ini sulit
dilakukan karena tidak jarang konsumen konsumen untuk menangani sengketa
juga sering dicurangi, dengan itu konsumen secara damai daripada
perlindungan konsumen dibuat untuk membawanya ke pengadilan.
menstabilkan serta menjaga hak – hak Permasalahannya adalah putusan
konsumen dan pelaku usaha pada saat
BPSK yang mengikat namun upaya
menjalin suatu bisnis transaksi.
keberatan dalam putusan BPSK teteap
Aturan perlindungan konsumen, dapat diajukan ke pengadilan negeri,
menurut Az. Nasution (2008), yaitu poin menunjukkan adanya ambiguitas hukum
penting yaang di dalamnya berisi asas serta dan tidak ada kekuatan hukum yang
aturan untuk melindungi hak – hak serta dilaksanakan oleh undang-undang tersebut
kepentingan9. Berdasarkan salah satu ilmu melalui BPSK.
hukum Purba (2008), dasar perlindungan
konsumen adalah bahwa konsumen dan BPSK adalah entitas yang didirikan
pelaku usaha saling bergantung satu sama untuk menjadi wadah untuk meningkatkan
lain.10 pemahaman publik tentang sistem
peradilan Indonesia. Namun, ditemukan
Menurut YLKI (Yayasan Lembaga bahwa undang-undang perlindungan
Konsumen Indonesia) (2010), hukum konsumen belum ditinjau secara
menyeluruh untuk kejelasan hukum.
konsumen mencakup semua konsep dan
Keputusan yang mengikat dilakukan oleh
norma yang mengatur konsumen yang BPSK sesuai dengan ketentuan Pasal 54
pengguna produk atau jasa dan pelaku ayat (3), namun ditentang dengan
usaha yang menyediakan jasa atau produk, ketentuan pasal 56 ayat (2) yang
serta penggunaannya dalam kehidupan menunjukkan bahwa mempunyai pilihan
bermasyarakat.11 untuk mengajukan keberatan ke
pengadilan negeri, ketentuan tersebut
9
Shidarta,op,cit , hlm 11. membuat BPSK menjadi kehilangan
10
Abdul Halim Barakutulah, (Barakutulah, 2008), fungsi dan dipertanyakan kepastian dan
Bandung: Nusa Media, hlm.47. kekuatan hukum serta guna dalam
11
Intan Nur Rahmawati, Rukiyah Lubis, 2014, Win
– win solution sengketa konsumen. Yogyakara. Pustaka Yustita, hlm 28
membuat suatu lembaga karena apa Putusan BPSK sedang digugat di
gunanya jika tetap bisa melalui jalur pengadilan negeri, dan ada pertanyaan
persidangan dan akan membuang waktu. tentang bagaimana pengadilan harus
menangani gugatan terhadap putusan
Untuk mengajukan upaya kasasi BPSK ini. Banyak pihak yang keberatan
terhadap kepurusan BPSK, harus dengan keputusan yang dibuat oleh BPSK
memenuhi persyaratan sebagai berikut : tersebut. Misalnya, telah dituduhkan
1. Menurut dengan Peraturan BPSK menyalahgunakan hukum acara
Mahkamah Agung Republik sehingga hukum formil dilanggar,
Indonesia Nomor 1 Tahun 2006, konsumen sebagai penggugat salah
gugatan harus diajukan dalam digugat, ini menyebabkan BPSK
bentuk pengaduan atau gugatan ditetapkan sebagai tergugat di pengadilan
(yang tidak bersifat sukarela). negeri12.
2. Upaya keberatan dalam
keputusan BPSK dapat diajukan
paling lama 14 hari setelah Setelah mendapat pemberitahuan
keputusan BPSK dikeluarkan. putusan BPSK, pelaku usaha tidak setuju
3. Keberatan diajukan ke Panitera atau menentang putusan tersebut dan
PN di wilayah hukum tempat mengajukan kasasi ke Pengadilan Negeri.
Pelaku Usaha atau Konsumen Masalah muncul akibat UUPK tidak
berdomisili, sebagaimana menegaskan ruang lingkup keberatan
dipersyaratkan dalam proses terhadap putusan BPSK dengan cara
pendaftaran perkara perdata apapun, sangat membingungkan, sehingga
menimbulkan berbagai kesan dan
Banding atas putusan BPSK interpretasi, terutama bagi hakim dan
ke Pengadilan Negeri merupakan lembaga peradilan itu sendiri, sehingga
partisipasi yang luas terhadap menimbulkan berbagai pandangan tentang
proses yang sudah dilalui oleh makna dan penerapan hukum, seperti
BPSK, yang memberikan kebijakan apa yang cocok dalam
keputusan mengikat dalam semua menanggapi keberatan terhadap putasan
kasus. Karena putusan BPSK tersebut, contohnya seperti kebijakan
bergantung pada supremasi untuk perlawanan terhadap keputusannya
pengadilan, maka putusan itu tidak ataupun permohonan serta BPSK dianggap
bersifat konklusif. Dengan asumsi sebagai tergugat atau tidak.
bahwa pengadilan negeri mengatur
sesuai dengan hukum pengadilan Dalam hal pengajuan keberatan,
negeri yang berlaku, baik hukum acara pidana maupun perdata
memperpanjang proses di Indonesia tidak menerima istilah
penyelesaian sengketa tidak dapat keberatan. Pada akhirnya, Mahkamah
dihindari jika terjadi penyelesaian Agung memutuskan bahwa banding dapat
yang tidak terduga. BPSK dibuat dilaksanakan oleh para pihak jika
tepat waktu untuk mengatur proses keputusan tersebut melalui jalur arbitrase,
penyelesaian sengketa secara lebih dan tidak dapat diajukan terhadap putusan
efisien. BPSK yang dicapai melalui mediasi atau
konsiliasi. Meski putusan MA merupakan
PERBEDAAN PANDANGAN DALAM langkah yang tepat, namun masih ada
MENGIMPLEMENTASIKAN
PENGAJUAN KEBERATAN 12
Bernadette T. Wulandari, “ (BPSK) Sebagai
KEPUTUSAN BPSK Alternatif Upaya Penegakan Hak Konsumen di
Indonesia,” Jurnal Gloria Juris 6, no. 2 (2006):
hlm.134
keberatan yang bisa diajukan, dan masih mengikat dan dapat segera dilaksanakan,
bisa dibawa ke pengadilan negeri untuk serta konsumen dan pelaku usaha tidak
tetap mengadili putusan BPSK. boleh ditawarkan lagi peluang dalam
mengajukan pengaduan ke pengadilan
Menurut Susanti Adi Nugroho ada negeri.
segelintir masalah yang menjadi faktor
BPSK sapat berjalan tidak baik dan juga Hal ini akan membuat undang-
tidak berjalan dengan kepastian hukumnya undang perlindungan konsumen lebih baik
dengan jelas. Kendala tersebut adalah: dan lebih pasti karena lembaga di bawah
1. Permasalahan kendala undang-undang perlindungan konsumen,
kelembagaan seperti BPSK, akan memiliki kekuasaan
2. Ketidak jelasan dalam keseluruhan atas keputusan yang dibuat
pemberian tugas dan untuk menyelesaikan sengketa tanpa perlu
kewenangan mengajukan banding terhadap keputusan
3. Tidak ada jaminan untuk BPSK, menghemat waktu. Selain itu, tidak
melindungi para nggota ada perbedaan antara penyelesaian konflik
BPSK melalui pengadilan dan penyelesaian
BPSK.
Meskipun penerapan UUPK
seharusnya memberikan solusi bagi setiap BADAN PENYELESAIAN
konsumen yang sedang dalam proses SENGKETA TIDAK MEMPUNYAI
menyelesaikan kesulitan, penegakan PUTUSAN YANG MEMLIKI
hukum perlindungan konsumen tetap KEKUATAN EKSEKUTORIAL
membingungkan konsumen karena
ambiguitas undang-undang tersebut. Putusan pengadilan tidak akan ada
gunanya jika tidak dijalankan. Dengan kata
Putusan BPSK adalah megikat lain, suatu putusan yang ada kedudukan
seutuhnya, sehingga apabila diajukan hukum dan dapat dilaksanakan. Akibatnya,
kasasi terhadap salah satu putusannya, suatu putusan yudisial harus memiliki
kasasi tersebut harus disidangkan di kekuasaan eksekutif, yaitu kemampuan
pengadilan negeri, dan harus menjalani untuk menegakkan apa yang ditunjukkan
prosedur persidangan akibat dari upaya dalam putusan itu oleh instrumen-
keberatan dari putusan BPSK dapat instrumen negara. Putusan yang dapat
membuat proses tersebut tidak bersudahan. dilaksanakan adalah putusan yang telah
Lembaga seperti BPSK harus menjadi memiliki akibat hukum yang mutlak serta
pelabuhan terakhir bagi konsumen yang putusannya mempunyai perintah kepada
berselisih dengan keputusan BPSK. pihak yang untuk melakukan eksekusi atas
putusan yang telah diberikan13.
Penting untuk membedakan antara
penyelesaian melalui litigasi dan BPSK dalam praktik hukum di
penyelesaian sengketa melalui BPSK agar lapangan hanya diberikan kewenangan
BPSK dapat berfungsi secara efisien di untuk memutus apakah ada atau tidak
masa depan dan bagi konsumen dan pelaku kerugian dari pihak yang menjadi korban
usaha untuk memiliki kejelasan dalam dalam suati sengketa konsumen dan
penyelesaian konflik. Jika konsumen telah menetapkan jumlah ganti rugi yang harus
memiliki jalur BPSK untuk menyelesaikan dibayarkan bila memang ada unsur
masalah, BPSK harus diberikan kerugian yang dialami dalam bertransaksi
kewenangan penuh untuk menyelesaikan tetapi tidak untuk mengimplementasi
sengketa konsumen dengan keputusan 13
BPSK yang benar-benar final dan Susanti Adi Nugroho, 2008, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, hal 339
keputusan tersebut. Untuk eksekusi Terdapatnya pasal 56 ayat (2)
putusannya, harus adanya permohonan Undang – undang no 8 Tahun 1999
eksekusi dari BPSK terhadap PN. Tentang Perlindungan Konsumen,
sebagaimana mungkin pasal ini sangat
Permohonan eksekusi dapat dipandang bahwa BPSK menjadi badan
diajukan terhadap BPSK, meskipun pemutus akhir dalam suatu penyelesain
Undang-Undang Perlindungan Konsumen sengketa, sedangkan Pengadilan Negeri
No. 8 Tahun 1999 tidak memberikan akan dianggap sebagai pengadilan tingkat
ketentuan yang rinci dan tepat di bidang banding. 1999 Tentang Perlindungan
ini. PN sebagai pihak yang menjadi Konsumen dan Keputusan Menteri
kekuasaan kehakman serta mendapatkan Perindustrian dan Perdagangan Nomor
kewenangan untuk menjadi lembaga 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang
pemaksa diberikan penuh untuk Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
melaksanakan putusan. Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam
memberikan titel hukum terhadap
Undang-Undang Perlindungan keputusan BPSK, sehingga untuk
Konsumen juga tidak mengatur dengan rnempunyai kekuatan eksekutorial harus
lengkap dan jelas dalam ketentuannya dimintakan penetapan pada pengadilan
yang mengatur tentang tata cara negeri lebih dahulu.
permohonan eksekusi putusan BPSK
melalui pengadilan negeri. Putusan majelis
dalam pasal 54 ayat (3) meminta
penetapan eksekusinya kepada pengadilan
negri ditempatkan konsumen yang
dirugikan, namun pada kenyataannya
terdapat permasalahan untuk
melaksanakan permohonan eksekusi
disebabkan karena tidak terdapat irah –
irah pada putusan BPSK14.
Dirdjosisworo, S., 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Kurniawan, 2012. Penyelesaian dan Kendala Permasalahan Sengketa Konsumen. DInamika Hukum,
12(1), p. 164.
Kurniawan, 2012. Permasalahan dan kendala penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK.
Dinama Hukum, 12(1).
Marzuki, M. M., 2013. Penelitian Hukum ( Edisi Revisi). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nugroho, S. A., 2008. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta
Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana Media group.
Rahmawati, I. N., 2014. Win - Win Solution Sengketa Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Yustita.
Sofie, Y., 2002. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang - Undang Perlinndungan
Konsumen. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Widijantoro, 2015. Efektifitas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Upaya Perlindungan
Konsumen. Fakultas Hukum Univ Atma Jaya Yogyakarta, I(1), p. 47.
Winndijantoro, 2004. Efektivitas badan penyelesaian sengketa Konsumen dalam upaya perlindungan
konsumen. FAkultas Hukum Atma Jaya, p. 268.
Wulandari, B., 2006. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Alternatif Upaya
Penegakan Hak Konsumen di Indonesia. Jurnal Gloria Juris, Volume II, p. 134.
Yuanitasari, D., 2017. Re-evaluasi Penerapan Doktrin Caveat Venditor Dalam Tanggung Jawab Pelaku
Usaha Terhadap Konsumen. Arena Hukum, 10(3), p. 425.