Anda di halaman 1dari 15

PROBLEMATIKA UNDANG – UNDANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN TERKAIT KEPASTIAN HUKUM TERHADAP


KEPUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Varel Tristan Ayub Laiskodat 1 , Dr. Suherman S.H., L.L.M2

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta


1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum , Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
2
Dosen Pembimbing Program studi Ilmu Hukum, Universitas Pembagunan Veteran Jakarta

e-mail: Varel99239@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menselaraskan pandangan masyarakat atas kerancuan dalam
undang – undang yang bertolak belakang guna memberikan kepastian hukum yang tepat
untuk menambah wawasan masyarakat, khususnya masyarakat yang siapa saja bisa menjadi
konsumen dan pelaku usaha yang mungkin saja saat bersengketa dapat memahami terlebih
dahulu isi dalam UUPK yang terkandung dan sebagai dasar hukum dalam menyelenggarakan
penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sehingga
tidak terjadi kesalahan berkepanjangan dikemudian hari. Metode Pendekatan yang dapat
digunakan dalam penilitian ini adalah pendekatan perundang - undangan (statute approach)
melakukan pengkajian peraturan perundang - undangan dan Studi kasus (Case approach),
hasil penelitian ini ditemukan bahwa putusan penyelesaian sengketa konsumen di BPSK
adalah hal yang tidak sesuai dengan kepastian hukum karena terdapat masalah utama yang
dapat menjadikan masalah untuk kedepannya yaitu dua pasal yang tidak sinkron antara
Undang – undang perlindungan konsumen pasal 54 ayat 3 yang menyatakan putusan BPSK
bersifat mengikat dan pada pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa terbukanya peluang dalam
mengajukan keberatan, dilihat dalam kedua pasal tersebut membuat undang – undang
perlindungan konsumen menjadi rancu dan tidak mempunyai kepastian dalam hukum serta
terdapat masalah terkait terbukanya peluang upaya keberatan yang tidak dijelaskan secara
rinci dan membuat salah paham terkair kebijakan tersebut.
Kata Kunci:Kepastian Hukum; Perlindungan Konsumen; Undang – undang
Perlindungan Konsumen; Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Abstract
This study seeks to harmonize public perceptions of ambiguity in contradictory laws in order
to promote public insight, particularly among those who may become customers or business
actors and who may be able to comprehend the contents of the UUPK during a dispute.
contained and as a legal basis for resolving consumer disputes through the Consumer
Dispute Settlement Agency in order to avoid future protracted errors. The approach method
that could be employed in this The use of research is mandated by law., which would involve
an examination of the legislation and case studies. The findings of this study indicate that
consumer dispute resolution decisions made by BPSK lack legal certainty due to two major
inconsistencies between the consumer protection law's article 54 paragraph 3 (which states
that BPSK decisions are final and binding) and the same law's article 54 paragraph.
Key Words : Legal certainly; BPSK; UUPK; Consumer Protection Law

PENDAHULUAN pada masa ini yang mengandalkan


teleponn genggam serta tidak butuh
Di era digital yang serba cepat, saat
berhubungan dengan pelaksana usaha
ini sangat banyak orang yang membeli
secara langsung membuat pelaksana usaha
atau menjual barang jasa dan produk
bisa begitu gampang tidak bertanggung
lainnya hanya dengan telepon dan mereka
jawab atas apa yang di pertanggung
dapat menganalisis produk tersebut untuk
jawabkan.
dibeli tanpa melihat fisiknya secara
langsung, melainkan barang dibeli di Aspek yang membuat
rumah pembeli. Perlindungan konsumen permasalahan proteksi konsumen tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan banyak di temui oleh warga tidak lain
dari kegiatan usaha. merupakan jenjang pemahaman konsumen
yang rendah terpaut hak– hak dari
Dalam kegiatan transaksi antara
konsumen tersebut, perihal ini dapat
pelaku usaha dan konsumen harus adanya
berlangsung sebab rendahnya sosialisasi
keseimbangan antar kedua belah pihak
terpaut proteksi konsumen di area publik
demi mendapatkan keadilan serta win-win
yang dimana penduduk tidak akkan
solution bukan menempatkan konsumen
terlepas dari proses transaksi jual serta
sebagai pihak yang lebih lemah atau
pembelian sesuatu benda ataupun jasa.
sebaliknya, sehingga pelaku atau
Oleh sebab itu wajib terdapatnya
konsumen tidak menyalahgunakan posisi
kedatangan Undang– Undang
mereka untuk berbuat curang, mka dari itu
Perlindungan Konsumen menjadikannya
harus adanya peraturan yang mengatur dan
landasan hukum kokoh dengan kepasttian
fokus kepada suatu transaksi jual beli
hukum untuk pemerintah serta lembaga
untuk mewujudkan transaksi yang adil dan
yang mengatasi swadaya proteksi
tidak merugikan salah satu pihak.
konsumen tersebut.
Tidak hanya dari itu ada pula
Maka dari itu perlindungan
permasalahan yang membuat konsumen
konsumen sangatlah berarti dalam
dirugikan sebab perbuatan pelaksana usaha
melindungi hak konsumen guna tidak
yang mencari keuntungan dalam berbisnis,
dirugikan oleh pelaksana usaha dengan
kecurangan yang dicoba terhadap
undang – undang perlindungan konsumen.
pelaksana usaha kerap kali dicoba antara
Dalam undang– undang kepastian hukum
lain adalah pemalusan produk dalam iklan
wajib tercantum didalamnya guna selaku
sebab konsumen tidak butuh memandang
jalannya kebenaran dalam sesuatu masalah
lagi produk yang hendak dibeli secara
serta pula melaksanakan gunanya ialah
langsung, contoh lain yaitu pelaksana
melindungi hak konsumen dari
usaha yang tidak menepati janji dalam
keecurangan pelaksana usaha. UUPK
melaksanakan sesuatu transaksi semacam
bukan cuma hanya kebijakan legislasi
mengirim benda yang jumlahnya tidak
untuk upaya proteksi konsumen, namun
cocok dengan perjanjian jual– beli
sepatutnya, dan dalam perjanjian jual- beli
pula untuk upaya menegakkan etika bisnis dan diatur oleh UU Perlindungan
di golongan pelaksana usaha1. Konsumen, dengan tujuan utama
menuntaskan masalah bisnis konsumen.3
Dalam proteksi konsumen terdapat
2 inti dalam menyelenggarakan proteksi
terhadap konsumen, yakni:
• Kebijakan yang bertabiat
komplementer, ialah kebijakan
yang mengharuskan pelaksana
usaha untuk memberikan data yang
bertujuan untuk saling melengkapi
sehingga dalam aspek kebutuhan
barang tersebut dapat saling
melengkapi.
• Kebijakan kompensatoris, ialah
Kepentingan ekonomi konsumen
dilindungi (hak mereka atas
keamanan dan keselamatan
terpenuhi) dengan tindakan
kompensasi.
Hal ini dapat dilihat tidak hanya
dari aspek hukum perlindungan konsumen,
tetapi juga dari dua jenis kebijakan
universal yang dapat diterapkan, serta
prinsip-prinsip pengaturan di bidang
perlindungan konsumen. Menurut UUPK,
ada lima prinsip pengaturan yang terkait
dengan prinsip pembangunan nasional,
yaitu kemanfaatan, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan
keselamatan, dan kepastian hukum.2
Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen adalah lembaga yang diserahi
tugas memberikan jalan bagi pihak yang
bersengketa konflik pelaku usaha dengan
konsumen, dan dapat digunakan sebagai
tempat untuk melaksanakan undang-
undang perlindungan konsumen BPSK
adalah organisasi khusus yang dibentuk
1
Deviana Yuanitasari, Re-Evaluasi Penerapan
Doktrin Caveat Venditor dalam Tanggung Jawab
Pelaku Usaha terhadap Konsumen, Jurnal Arena 3
Yusuf Shofie, 2002,Penyelesaian Sengketa
Hukum, Vol 10 No. 3 Tahun 2017, Hlm 425 Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan
2
Hans W. Micklitz, dalam (Shidarta, 2000) (Sofie, Konsumen
2002), 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, (UUPK), Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Citra
Jakarta: Gramedia, Hal 49 Aditya Bakti, Bandung, Hlm.38
Pada hal ini Penulis mengambil
contoh kasus menjadi bahan penelitian,
Pasal 45 mengatur penyelesaian
Yaitu pada Pengadilan Negeri Palembang
sengketa dalam pembelaan hak-hak
menduga pengajuan keberatan itu sebagai
konsumen, yang menyatakan bahwa jika
somasi sehingga hal ini menganggap
suatu perjanjian eksternal dapat dicapai
BPSK turut menjadi tergugat atau adanya
melalui majelis hukum atau dilluar majelis
error in Persona , Pengadilan Negeri
hukum, hal itu didasarkan pada pilihan
Bandung menganggap upaya keberatan
para pihak yang berselisih dan kesepakatan
sebagai upaya banding sehingga hanya
yang telah disepakati. oleh pihak-pihak
mempersalahkan putusan BPSK . dalam
yang mendistribusikan. Badan
kedua sudut pandang Pengadilan Negeri
Penyelesaian sengketa konsumen, yang
tadi bisa disimpulkan bahwa kebijakan
merupakan badan yang dibentuk
tersebut dapat terjadi dampak ketidak
berdasarkan undang-undang perlindungan
pastian hukum sebab ada pasal yang tidak
konsumen untuk menangani masalah
sinergi seehingga menyebabkan kekeliruan
konsumen secara kekeluargaan tanpa
pada mengimplementasikan kebijakan
melalui pengadilan, dapat membantu
tersebut serta seharusya BPSK menjadi
menyelesaikan masalah di luar sistem
pintu terakhir dalam merampungkan
hukum.
perseteruan sengketa buat menghindari
Kesulitannya adalah bahwa perkara tersebut.
meskipun keputusan BPSK sudah final dan
Kesempatan menyampaikan
mengikat, banding ke pengadilan negeri
pendapat ke Pengadilan Negeri atas
masih dapat diajukan, menyiratkan bahwa
putusan BPSK merupakan salah satu
ada ketidakpastian dalam peraturan dan
bentuk keterlibatan pengadilan umum
kekuatan hukum bahwa undang-undang
dalam penyelesaian sengketa melalui
perlindungan konsumen akan diterapkan
BPSK. Akibatnya, kekuatan putusan
melalui BPSK.
BPSK secara hukum tergantung pada
BPSK merupakan lembaga yang kebijakan pengadilan dalam memberikan
berfungsi sebagai penyalur kepedulian putusan . Jika kebijakan BPSK dalam
masyarakat terhadap sistem peradilan memutus suatu perkara diajukan banding
Indonesia. Namun ternyata undang-undang ke pengadilan ,dapat memperpanjang
perlindungan konsumen tidak lengkap dan proses penyelesaian sengketa. tentu
kurang memiliki kepastian hukum, dengan proses penyelesaian yang panjang
sehingga sulit untuk mengungkapkan bukanlah tujuan BPSK dibuat, bahkan
peran BPSK sebagai wadah penyelesaian kebalikannya BPSK dilahirkan sselaku
sengketa konsumen. BPSK bersifat final lembaga yang menyampaikan jalur hukum
dan mengikat, sesuai dengan ketentuan secara efisien waktu pada
Pasal 54 ayat tiga undang-undang menyelenggarakan proses penyelesaian
perlindungan konsumen. Klausul ini suatu masalah.
dikatakan sudah kehilangan makna
Soedjono Dirdjosisworo juga
sehingga tidak berguna bagi konsumen
menyatakan bahwa hukum lebih dari
yang mencari keadilan melalui BPSK.
sekedar peraturan perundang-undangan
kesempatan untuk mengajukan keberatan
tertulis dan aparat penegak hukum
di pengadilan negeri.
sebagaimana dipahami oleh masyarakat
umum. Namun, aturan itu juga berlaku
untuk hal-hal yang sudah menjadi bagian
dari masyarakat.4
Kepastian hukum, menurut Gustav
Radbruch, merupakan nilai fundamental
hukum. Premis ini mengandaikan dan
mengharuskan undang-undang dibuat
secara definitif secara tertulis. Prinsip ini
penting karena menjamin kejelasan produk
hukum positif yang sudah ada. Makna
sentral asas tersebut juga memiliki
kemiripan yang kuat dengan konsep
sentral dalam rumusan penalaran positivis
hukum, yaitu kejelasan (certainty).5

4
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 25
5
Ibid,.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian yang dipergunakan
merupakan yuridis normatif. Mengkaji dari
jurnal – jurnal yang telah diterbitkan serta
undang- undang yang terkait dengan
penelitian. berdasarkan pandangan ahli
hukum bernama Peter Mahmud Marzuki
mengkemukakan penelitian yuridis
normatif artinya penelitian hukum.
menggunakan ini jelas bahwasannya
penelitian tersebut memiliki sifat normatif,
tetapi bahan-bahan dan pendekatan yang
dipergunakan harus dikemukakan .6.
sumber data lain yang dipergunakan
adalah data sekunder, peraturan yang
dipergunakan dalam penelitian berupa UU
yang berkaitan dengan pengaturan dalam
bertransaksi. Metode Pendekatan yang
dipergunakan pada penilitian ini ialah
pendekatan perundang – undangan serta
studi masalah.
Pendekatan perundang – undangan
dilaksanakan dengan mengkaji peraturan
seputar permasalahan yang dikaji melalui
UU.7dalam pendekatan perundang-
undangan penulis juga mencari jawaban
atas aturan yang akan dianalisa oleh
penulisan sesuai dengan peraturan yang
akan dikaji didalam jurnal ini8. Serta untuk
pendekatan melalui kasus atau studi kasus,
penulis perlu memahami sebab hukum
yang digunakan dalam putusan hakim
ataupun kebijakan yang diberikan terhadap
kasus tersebut .

6
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (edisi
Revisi), Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013 hal .135-136
7
Peter Mahmud Marzuki,op.cit.,, h.133
8
ibid
PEMBAHASAN DAN HASIL Dalam rangka pembelaan hak - hak
diatur dalam Pasal 45 yang menjelaskan
APA AKIBAT HUKUM DENGAN
bahwa sengketa dapat diselesaikan melalui
ADANYA PENGATURAN YANG
KOTRADIKTIF ANTARA PASAL 54 pengadilan atau di luar pengadilan,
AYAT (3) & 56 AYAT (2) DALAM tergantung pilihan para pihak yang
HAL PENYELESAIAN SENGKETA bersengketa dan kesepakatan yang telah
MELALUI BADAN PENYELESAIAN dicapai oleh para pihak yang bersengketa.
SENGKETA KONSUMEN ? pihak-pihak yang bersengketa. Pasal 45
juga menjelaskan bahwa proses
Hukum sebagai upaya dalam penyelesaian sengketa dapat ditempuh
memamjukan ekonomi dalam membuat melalui pengadilan atau di luar sistem
pasar yang kompetetif namun adil dan pengadilan. Dimungkinkan untuk
efisien dalam era yang berkembang pesat menyelesaikan masalah di luar pengadilan
pada saat ini. Untuk memperjuangkan hal melalui penggunaan BPSK, yang
itu perlu adanya pihak konsumen dan
merupakan organisasi yang didirikan
pelaku usaha yang saling menguntungkan
berdasarkan undang-undang perlindungan
satu sama lain, namun perjuangan ini sulit
dilakukan karena tidak jarang konsumen konsumen untuk menangani sengketa
juga sering dicurangi, dengan itu konsumen secara damai daripada
perlindungan konsumen dibuat untuk membawanya ke pengadilan.
menstabilkan serta menjaga hak – hak Permasalahannya adalah putusan
konsumen dan pelaku usaha pada saat
BPSK yang mengikat namun upaya
menjalin suatu bisnis transaksi.
keberatan dalam putusan BPSK teteap
Aturan perlindungan konsumen, dapat diajukan ke pengadilan negeri,
menurut Az. Nasution (2008), yaitu poin menunjukkan adanya ambiguitas hukum
penting yaang di dalamnya berisi asas serta dan tidak ada kekuatan hukum yang
aturan untuk melindungi hak – hak serta dilaksanakan oleh undang-undang tersebut
kepentingan9. Berdasarkan salah satu ilmu melalui BPSK.
hukum Purba (2008), dasar perlindungan
konsumen adalah bahwa konsumen dan BPSK adalah entitas yang didirikan
pelaku usaha saling bergantung satu sama untuk menjadi wadah untuk meningkatkan
lain.10 pemahaman publik tentang sistem
peradilan Indonesia. Namun, ditemukan
Menurut YLKI (Yayasan Lembaga bahwa undang-undang perlindungan
Konsumen Indonesia) (2010), hukum konsumen belum ditinjau secara
menyeluruh untuk kejelasan hukum.
konsumen mencakup semua konsep dan
Keputusan yang mengikat dilakukan oleh
norma yang mengatur konsumen yang BPSK sesuai dengan ketentuan Pasal 54
pengguna produk atau jasa dan pelaku ayat (3), namun ditentang dengan
usaha yang menyediakan jasa atau produk, ketentuan pasal 56 ayat (2) yang
serta penggunaannya dalam kehidupan menunjukkan bahwa mempunyai pilihan
bermasyarakat.11 untuk mengajukan keberatan ke
pengadilan negeri, ketentuan tersebut
9
Shidarta,op,cit , hlm 11. membuat BPSK menjadi kehilangan
10
Abdul Halim Barakutulah, (Barakutulah, 2008), fungsi dan dipertanyakan kepastian dan
Bandung: Nusa Media, hlm.47. kekuatan hukum serta guna dalam
11
Intan Nur Rahmawati, Rukiyah Lubis, 2014, Win
– win solution sengketa konsumen. Yogyakara. Pustaka Yustita, hlm 28
membuat suatu lembaga karena apa Putusan BPSK sedang digugat di
gunanya jika tetap bisa melalui jalur pengadilan negeri, dan ada pertanyaan
persidangan dan akan membuang waktu. tentang bagaimana pengadilan harus
menangani gugatan terhadap putusan
Untuk mengajukan upaya kasasi BPSK ini. Banyak pihak yang keberatan
terhadap kepurusan BPSK, harus dengan keputusan yang dibuat oleh BPSK
memenuhi persyaratan sebagai berikut : tersebut. Misalnya, telah dituduhkan
1. Menurut dengan Peraturan BPSK menyalahgunakan hukum acara
Mahkamah Agung Republik sehingga hukum formil dilanggar,
Indonesia Nomor 1 Tahun 2006, konsumen sebagai penggugat salah
gugatan harus diajukan dalam digugat, ini menyebabkan BPSK
bentuk pengaduan atau gugatan ditetapkan sebagai tergugat di pengadilan
(yang tidak bersifat sukarela). negeri12.
2. Upaya keberatan dalam
keputusan BPSK dapat diajukan
paling lama 14 hari setelah Setelah mendapat pemberitahuan
keputusan BPSK dikeluarkan. putusan BPSK, pelaku usaha tidak setuju
3. Keberatan diajukan ke Panitera atau menentang putusan tersebut dan
PN di wilayah hukum tempat mengajukan kasasi ke Pengadilan Negeri.
Pelaku Usaha atau Konsumen Masalah muncul akibat UUPK tidak
berdomisili, sebagaimana menegaskan ruang lingkup keberatan
dipersyaratkan dalam proses terhadap putusan BPSK dengan cara
pendaftaran perkara perdata apapun, sangat membingungkan, sehingga
menimbulkan berbagai kesan dan
Banding atas putusan BPSK interpretasi, terutama bagi hakim dan
ke Pengadilan Negeri merupakan lembaga peradilan itu sendiri, sehingga
partisipasi yang luas terhadap menimbulkan berbagai pandangan tentang
proses yang sudah dilalui oleh makna dan penerapan hukum, seperti
BPSK, yang memberikan kebijakan apa yang cocok dalam
keputusan mengikat dalam semua menanggapi keberatan terhadap putasan
kasus. Karena putusan BPSK tersebut, contohnya seperti kebijakan
bergantung pada supremasi untuk perlawanan terhadap keputusannya
pengadilan, maka putusan itu tidak ataupun permohonan serta BPSK dianggap
bersifat konklusif. Dengan asumsi sebagai tergugat atau tidak.
bahwa pengadilan negeri mengatur
sesuai dengan hukum pengadilan Dalam hal pengajuan keberatan,
negeri yang berlaku, baik hukum acara pidana maupun perdata
memperpanjang proses di Indonesia tidak menerima istilah
penyelesaian sengketa tidak dapat keberatan. Pada akhirnya, Mahkamah
dihindari jika terjadi penyelesaian Agung memutuskan bahwa banding dapat
yang tidak terduga. BPSK dibuat dilaksanakan oleh para pihak jika
tepat waktu untuk mengatur proses keputusan tersebut melalui jalur arbitrase,
penyelesaian sengketa secara lebih dan tidak dapat diajukan terhadap putusan
efisien. BPSK yang dicapai melalui mediasi atau
konsiliasi. Meski putusan MA merupakan
PERBEDAAN PANDANGAN DALAM langkah yang tepat, namun masih ada
MENGIMPLEMENTASIKAN
PENGAJUAN KEBERATAN 12
Bernadette T. Wulandari, “ (BPSK) Sebagai
KEPUTUSAN BPSK Alternatif Upaya Penegakan Hak Konsumen di
Indonesia,” Jurnal Gloria Juris 6, no. 2 (2006):
hlm.134
keberatan yang bisa diajukan, dan masih mengikat dan dapat segera dilaksanakan,
bisa dibawa ke pengadilan negeri untuk serta konsumen dan pelaku usaha tidak
tetap mengadili putusan BPSK. boleh ditawarkan lagi peluang dalam
mengajukan pengaduan ke pengadilan
Menurut Susanti Adi Nugroho ada negeri.
segelintir masalah yang menjadi faktor
BPSK sapat berjalan tidak baik dan juga Hal ini akan membuat undang-
tidak berjalan dengan kepastian hukumnya undang perlindungan konsumen lebih baik
dengan jelas. Kendala tersebut adalah: dan lebih pasti karena lembaga di bawah
1. Permasalahan kendala undang-undang perlindungan konsumen,
kelembagaan seperti BPSK, akan memiliki kekuasaan
2. Ketidak jelasan dalam keseluruhan atas keputusan yang dibuat
pemberian tugas dan untuk menyelesaikan sengketa tanpa perlu
kewenangan mengajukan banding terhadap keputusan
3. Tidak ada jaminan untuk BPSK, menghemat waktu. Selain itu, tidak
melindungi para nggota ada perbedaan antara penyelesaian konflik
BPSK melalui pengadilan dan penyelesaian
BPSK.
Meskipun penerapan UUPK
seharusnya memberikan solusi bagi setiap BADAN PENYELESAIAN
konsumen yang sedang dalam proses SENGKETA TIDAK MEMPUNYAI
menyelesaikan kesulitan, penegakan PUTUSAN YANG MEMLIKI
hukum perlindungan konsumen tetap KEKUATAN EKSEKUTORIAL
membingungkan konsumen karena
ambiguitas undang-undang tersebut. Putusan pengadilan tidak akan ada
gunanya jika tidak dijalankan. Dengan kata
Putusan BPSK adalah megikat lain, suatu putusan yang ada kedudukan
seutuhnya, sehingga apabila diajukan hukum dan dapat dilaksanakan. Akibatnya,
kasasi terhadap salah satu putusannya, suatu putusan yudisial harus memiliki
kasasi tersebut harus disidangkan di kekuasaan eksekutif, yaitu kemampuan
pengadilan negeri, dan harus menjalani untuk menegakkan apa yang ditunjukkan
prosedur persidangan akibat dari upaya dalam putusan itu oleh instrumen-
keberatan dari putusan BPSK dapat instrumen negara. Putusan yang dapat
membuat proses tersebut tidak bersudahan. dilaksanakan adalah putusan yang telah
Lembaga seperti BPSK harus menjadi memiliki akibat hukum yang mutlak serta
pelabuhan terakhir bagi konsumen yang putusannya mempunyai perintah kepada
berselisih dengan keputusan BPSK. pihak yang untuk melakukan eksekusi atas
putusan yang telah diberikan13.
Penting untuk membedakan antara
penyelesaian melalui litigasi dan BPSK dalam praktik hukum di
penyelesaian sengketa melalui BPSK agar lapangan hanya diberikan kewenangan
BPSK dapat berfungsi secara efisien di untuk memutus apakah ada atau tidak
masa depan dan bagi konsumen dan pelaku kerugian dari pihak yang menjadi korban
usaha untuk memiliki kejelasan dalam dalam suati sengketa konsumen dan
penyelesaian konflik. Jika konsumen telah menetapkan jumlah ganti rugi yang harus
memiliki jalur BPSK untuk menyelesaikan dibayarkan bila memang ada unsur
masalah, BPSK harus diberikan kerugian yang dialami dalam bertransaksi
kewenangan penuh untuk menyelesaikan tetapi tidak untuk mengimplementasi
sengketa konsumen dengan keputusan 13
BPSK yang benar-benar final dan Susanti Adi Nugroho, 2008, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, hal 339
keputusan tersebut. Untuk eksekusi Terdapatnya pasal 56 ayat (2)
putusannya, harus adanya permohonan Undang – undang no 8 Tahun 1999
eksekusi dari BPSK terhadap PN. Tentang Perlindungan Konsumen,
sebagaimana mungkin pasal ini sangat
Permohonan eksekusi dapat dipandang bahwa BPSK menjadi badan
diajukan terhadap BPSK, meskipun pemutus akhir dalam suatu penyelesain
Undang-Undang Perlindungan Konsumen sengketa, sedangkan Pengadilan Negeri
No. 8 Tahun 1999 tidak memberikan akan dianggap sebagai pengadilan tingkat
ketentuan yang rinci dan tepat di bidang banding. 1999 Tentang Perlindungan
ini. PN sebagai pihak yang menjadi Konsumen dan Keputusan Menteri
kekuasaan kehakman serta mendapatkan Perindustrian dan Perdagangan Nomor
kewenangan untuk menjadi lembaga 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang
pemaksa diberikan penuh untuk Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
melaksanakan putusan. Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam
memberikan titel hukum terhadap
Undang-Undang Perlindungan keputusan BPSK, sehingga untuk
Konsumen juga tidak mengatur dengan rnempunyai kekuatan eksekutorial harus
lengkap dan jelas dalam ketentuannya dimintakan penetapan pada pengadilan
yang mengatur tentang tata cara negeri lebih dahulu.
permohonan eksekusi putusan BPSK
melalui pengadilan negeri. Putusan majelis
dalam pasal 54 ayat (3) meminta
penetapan eksekusinya kepada pengadilan
negri ditempatkan konsumen yang
dirugikan, namun pada kenyataannya
terdapat permasalahan untuk
melaksanakan permohonan eksekusi
disebabkan karena tidak terdapat irah –
irah pada putusan BPSK14.

Sesuai dalam UU no 4 ayat (1) BAGAIMANA KEPASTIAN HUKUM


terkait kekuasaan kehakiman, kepala TERLAKSANA APABILA
putusan yang dikenal dengan irah-irah TERDAPAT PASAL YANG
yang berbunyi “Demi Keadilan KONTRADIKTIF TERKAIT
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” DENGAN IMPLEMENTASI
harus dicantumkan dalam setiap putusan PENYELESAIAN SENGKETA
yang akan dilaksanakan, kepala putusan KONSUMEN DI MASYARAKAT ?
tersebut dapat memberikan eksekutorial
dalam melakukan eksekusi pada suatu Pasal 54 ayat 3 UUPK menyebutkan
putusan dan kekuatan inilah yang tidak bahwa putusan BPSK sebagai akibat dan
dimiliki oleh BPSK. Penghapusan irah- penyelesaian sengketa konsumen melalui
irah mengakibatkan putusan menjadi batal mediasi, arbitrase, atau konsiliasi bersifat
demi hukum15. final dan mengikat. Definisi akhir
menandakan penyelesaian masalah telah
tercapai dan berakhir sudah sengketa yang
14
sedang diproses dan sudah diputus dengan
Ibid
15 final. Saat penggunaan kata mengikat,
Kurniawan , 2012, Permasalahan dan kendala
penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK, sudah diisyaratkan bahwa orang lain
Dalam Jurnal Dinamika Hukum, Fakultas Hukum sedang dipaksa untuk melakukan sesuatu.
Universitas Mataram Vol. 12, No. 1
Penyelesaian sengketa antara konsumen dalam memberikan perlindungan terhadap
dan pelaku usaha diatur dengan asas res sengketa yang ditimbulkan dari sengketa
judicata pro veritate hebetur, yang akibat proses transaksi yang ditimbulkan
menyatakan bahwa apabila perbuatan dari pelaku usaha da konsumen, antara lain
hukum tidak dapat dilakukan lagi, putusan kesan tidak dipercaya kepada konsumen
tersebut dinyatakan telah mempunyai atau pelaku usaha jika pada akhirnya
kekuatan hukum definitif. Namun apabila memang diurus juga kepada pengadilan,
dikaitkan dengan pasal yang saling karena pada hakikatnya BPSK sudah
kontradiktif tersebut, maka putusan dapat dipercaya untuk menjadi jalan bagi para
diajukan keberatan terhadap putusan konsumen atau pelaku usaha dalam
BPSK dan diproses kembai oleh menuntaskan sengketa dengan efisien
pengadilan negeri, ini adalah sebuah waktu yang singkat dan tidak berbelit –
kesalahan untuk mengatakan bahwa belit , namun ternyata hakikat tersebut
keputusan tersebut adalah keputusan yang dipatahkan akibat pasal yang saling
diatur dengan asas kekuatan hukum yang bertentangan atau kontradiktif.
final.
Pelaku usaha yang keberatan atas
BPSK yang bersifat final dan putusan BPSK akan memperpanjang
mengikat tersebut, sehingga dengan permasalahan sengketanya melalui PN
demikian ketentuan pasal-pasal tersebut atau sampai melalui Mahkamah Agung
saling kontradiktif. bisa terjadi, maka dari itu keberadaan
BPSK dipertanyakan karena BPSK
Dalam menyelenggarakan hukum
mengandung lembaga small claim court
yang terkandung dalam pasal 56 ayat (2)
yang mempunyai sifat efisien waktu dan
dan pasal 54 ayat (3) menyebabkan
biaya murah.
terganggunya kejelasan dalam BPSK
prosedur peradilan yang cepat. Dalam hal
penyelesaian konflik, pengadilan small
Model BPSK diadaptasi dari
claim court mirip dengan proses
minor claim tribunal yang telah terbukti
pemeriksaan perkara perdata, tetapi
efektif di negara-negara maju selama
dengan metode yang lebih singkat (lebih
beberapa dekade. Di Indonesia, acara
sederhana). Artinya, putusan-putusan yang
Pengadilan Tuntutan Sederhana atau Small
dibuat oleh pengadilan gugatan kecil
Claim Court adalah perkara perdata
memiliki bobot hukum yang sama dengan
dengan nilai gugatan yang cukup besar
putusan pengadilan lain.17. Dalam konteks
sampai dengan Rp 500 juta yang
ini bisa dilihat bahwa penyelesaian
diselesaikan dengan menggunakan
sengketa antara gugatan kecil dan
prosedur sederhana dan alat bukti yang
pengadilan pada umumnya memiliki
diperiksa oleh hakim.16.
kekuatan hukum yang sama walaupun
Di small claim court,konsumen mempunyai proses yang berbeda, namun
dapat dengan cepat menyelesaikan dapat dilihat pada kenyataannya bahwa
masalah mereka dan menerima BPSK yang menganut small claim court
kompensasi atas kerugian mereka melalui terlihat lebih lemah dari pengadilan pada
16
Kurniawan, penyelesaian dan kendala 17
Widijantoro , Efektifitas Badan Penyelesaian
permasalahan sengketa konsumen,Jurnal Sengketa Konsumen Dalam Upaya Perlindungan
Dinamika Hukum, Volume 12 no 1, Januari 2012 Konsumen, Vol 1 No 1, Juni 2015, Fakultas Hukum
(Univ Mataram), Hal 164 Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, h.47
umumnya dan harus menjadi bayang – dan wewengan yang jelas dan kuat yaitu
bayang pengadilan negeri untuk meminta adalah BPSK sebagai badan yang menjadi
permohonan atas eksekusi yang harus jalur dalam menyelesaikan sengketa
dijalankan terkait keputusan BPSK. konsumen, selain menjadi pemutus hasil
dalam menyelesaikan sengketa namun juga
Dalam melaksanakan kepastian
menjadi eksekutor dalam putusan tersebut
hukum didalam masyarakat pemerintah
tanpa harus bergantung atau memohon
harus mengubah pasal 56 ayat (2) yang
kepada pengadilan negeri untuk eksekusi
berbunyi “dapat diajukan keberatan
putusan dari BPSK.
kembali di pengadilan negeri”, sebab pasal
tersebut bertentangan dari maksud serta
tujuan dibentuknya BPSK sebagai wadah
Tanpa perlu harus dibayang-
untuk menyelesaikan sengketa konsumen.
bayangi kembali oleh pengadilan negeri
Dalam kesepakatan kedua belah pihakpun
karena harus meminta permohonan dalam
antara konsumen dan pelaku usaha sudah
melakukan eksekusi putusan yang
setuju dengan penyelesaian sengketa
dikeluarkan oleh BPSK, BPSK harus
dilakukan dengan jalur BPSK yang
dipercaya dalam menjalankan tugas dan
bertujuan untuk memberikan penyelesaian
kewenangannya secara mandiri tanpa
sengketa konsumen yang adil, cepat,
intervensi dari lembaga lain terkait
mudah namun seakan tujuan tersebut tidak
sengketa yang terjadi akibat transaksi yang
ada makna lagi karena bertentangan
ada ditengah masyarakat karena BPSK
dengan pasal yang kesannya bertetanggan
mempunyai sumber daya manusia yang
dengan pasal 54 ayat (3) yang
lengkap dari berbagai unsur demi
menyebutkan keputusan BPSK bersifat
menjalani asas keaadilan dalam
mengikat.
memutuskan sengketa konsumen.
Kepastian Hukum juga akan
terlaksana apabila BPSK mempunyai tugas
kesempatan untuk mengajukan banding
dengan cakupan yang lebih luas tanpa
KESIMPULAN
harus membuktikan bahwa ia bertindak
Pasal 54 ayat (3) bertentangan sebagai pelaku usaha atau sebagai
dengan Pasal 56 ayat (2) UU Perlindungan konsumen terlebih dahulu. Keberatan yang
Konsumen Tahun 1999. Karena rumusan dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) tidak
pasal 54 ayat (3) dengan pasal 56 ayat (2) lain adalah upaya hukum banding yang
tidak didasarkan pada asas-asas diatur dalam hukum acara perdata, dan
pembentukan peraturan, Adapun asas-asas tidak terbatas pada perkara perlindungan
pembentukan peraturan yang tidak dimuat konsumen dan akan meluas dalam segala
dengan rumusan pasal-pasal yang aspek keperdataan bukan hanya berfokus
inkonsistensi di atas, yaitu: sebagai asa pada titik masalah sengketa. Dalam UU
tujuan, asas kegunaan dan keefektifan. Perlindungan Konsumen, BPSK
Lembaga ini, dengan adanya Pasal 56 ayat didefinisikan sebagai badan hukum yang
(2), akan dianggap sebagai lembaga didirikan dengan tujuan khusus untuk
pemutus tingkat pertama, sedangkan menyelesaikan konflik antara pelanggan
Pengadilan Negeri masing-masing akan dan produsen atau pelaku usaha. UUPK
dianggap sebagai pengadilan tingkat tidak menjamin terselenggaranya
banding. Selain itu, para pihak diberi perlindungan konsumen, sebab dalam
penerapan di lapangan pelaksanaan terjadi memiliki kekuatan hukum, terkait
pasal dari Undang - undang ini yang tidak permasaslahan dengan BPSK sebagai pintu
konsisten dalam menjalankan hukum, terakhir yang dimana BPSK mempunyai
dibutuhkan adanya dorongan dalam kewenangan tersendiri dalam
pembuatan kelembagaan Badan mengeksekusi putusannya sendiri
Pernyelesaian Sengketa Konsumen tanpahharus meminta permohonan
( BPSK). Sesudah menganalisa dan juga eksekusi kepada pengadilan negeri dalam
mengkaji terpaut perkara didalam menuntaskan sesuatu kasus ataupun
perlindungan konsumen penulis sengketa konsumen yang terdapat didalam
berkomentar jika guna mewujudkan masyarakat, sehingga UU Perlindungan
Undang– Undang Perlindungan yang pasti Konsumen menjadi melalui lembaganya
serta kekuatan hukum yang absolut yaitu BPSK memiliki kekuatan hukum
terhadap kebijakan yang diatur untuk yang kokoh serta absolut sehingga tidak
perlindungan konsumen, harus terdapatnya bisa terjalin kesalah pahaman terpaut
transformasi maupun perbaikan kebijakan permasalahan yang terjadi di Pengadilan
peraturan khususnya pasal yang negeri yang menimbulkan error in persona.
kontradiktif serta putusan yang dibuat oleh
BPSK yang tidak memiliki kewenangan
eksekusi ketika putusan sudah dikeluarkan, DAFTAR PUSTAKA
maka tidak ada artinya. Hal ini diperlukan
untuk berjalan atas dasar keputusan yang
Barakutulah, A. H., 2008. Hukum Perlindungan Konsumen (kajian teoritis dan perkembangan
pemikiran). Bandung: Nusa Media.

Dirdjosisworo, S., 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Hukum Online, 2005. Hukum Online. [Online]


Available at: https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol13503/perma-tata-cara-
keberatan-terhadap-putusan-bpsk-rampung-akhir-tahun
[Diakses 31 Agustus 2021].

Kurniawan, 2012. Penyelesaian dan Kendala Permasalahan Sengketa Konsumen. DInamika Hukum,
12(1), p. 164.

Kurniawan, 2012. Permasalahan dan kendala penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK.
Dinama Hukum, 12(1).

Lubis, T. H., 2020. Medan Pos. [Online]


Available at: https://medanposonline.com/opini/gugatan-voluntair-dan-gugatan-
contentiosa/
[Diakses September 1 2021].

Marzuki, M. M., 2013. Penelitian Hukum ( Edisi Revisi). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nugroho, S. A., 2008. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta
Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana Media group.

Parhusip, T., 2021. Hukum Online. [Online]


Available at: https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5f93bb06c2af9/cara-
ajukan-keberatan-atas-putusan-bpsk-yang-final-dan-mengikat/
[Diakses 1 September 2021].

Rahmawati, I. N., 2014. Win - Win Solution Sengketa Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Yustita.

Shidarta, 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia.

Sofie, Y., 2002. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang - Undang Perlinndungan
Konsumen. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Widijantoro, 2015. Efektifitas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Upaya Perlindungan
Konsumen. Fakultas Hukum Univ Atma Jaya Yogyakarta, I(1), p. 47.

Winndijantoro, 2004. Efektivitas badan penyelesaian sengketa Konsumen dalam upaya perlindungan
konsumen. FAkultas Hukum Atma Jaya, p. 268.

Wulandari, B., 2006. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Alternatif Upaya
Penegakan Hak Konsumen di Indonesia. Jurnal Gloria Juris, Volume II, p. 134.

Yuanitasari, D., 2017. Re-evaluasi Penerapan Doktrin Caveat Venditor Dalam Tanggung Jawab Pelaku
Usaha Terhadap Konsumen. Arena Hukum, 10(3), p. 425.

Undang – undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Mahkamah Agung Republik terhadap keputusan Badan


Indonesia No 1 Tahun 2006 tentang penyelesaian sengketa konsumen
Tata cara mengajukan keberatan pasal 5

Anda mungkin juga menyukai