Anda di halaman 1dari 7

KEKUASAAN PERADILAN AGAMA

Dasar hukum Peradilan Agama,


diantaranya :

- UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana


dirubah UU No. 3 Tahun 2006,
sebagaimana dirubah UU No. 50 Tahun
2009 Tentang Peradilan Agama
- UU No. 14 Tahun 1970 Tentang
Kekuasaan Kehakiman
- UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, dirubah UU No. 16 Tahun
2019
- Kompilasi Hukum Islam.
- Hukum Acaranya HIR/RBG

Kekuasaan Mengadili .

Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989


(1). Peradilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara-perakara ditingkat
pertama antara orang-orang yang
beragama Islam dibidang :
a. perkawinan;
b. kewarisan, wasiat dan hibah yang
dilakukan berdasarkan hukum Islam ;
c. wakaf dan shadaqah
(2). Bidang perkawinan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah
hal-hal yang diatur dalam atau
berdasarkan Undang-Undang mengenai
perkawinan yang berlaku
(3). Bidang kewarisan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah
penentuan siapa-siapa yang menajadi ahli
waris , penentuan mengenai harta
peninggalan, penentuan bagian masing-
masing ahli waris, dan melaksanakan
pembagaian harta peninggalan tersebut.

Pasal UU NO. 3 Tahun 2006 Perubahan Pasal 49 UU


No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Pasal 49
Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa ,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang bergama Islam
dibidang :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shadaqah, dan
i. Ekonomi Syari’ah.
Yang perlu diperhatikan selain perubahan
ketentuan Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989, juga
perubahan ketentuan Pasal 50 dalam UU No. 3
Tahun 2006.

Pasal 50 UU No. 7 Tahun 1989


Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik
keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai
obyek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus
lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum.

Pasal 50 UU No. 3 Tahun 2006


(1). Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik
atau sengketa lain sebagaimana dimaksud dalam
pasal 49, khusus mengenai obyek sengketa tersebut
harus diputus lebih dahulu oleh peradilan dalam
Peradilan Umum.
(2). Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) yang subyek hukumnya
antara orang-orang yang beragama Islam, obyek
sengketa tersebut diputus pengadilan agama
bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud
dalam pasal 49.

Bahwa pada penjelasan Pasal 10 UU No. 14 tahun


1970, lingukngan Peradilan Agama adalah salah salah
satu diantara lingkungan Peradilan Khusus, yang hanya
melaksnakan fungsi kewenangan mengadili perkara-
perkara tertentu dan terhadap golongan rakyat tertentu.
Jadi fungsi kewenangan mengadili lingkungan
Peradilan Agama ditentukan dua faktor yang menjadi
ciri keberadaannya yakni :
Pertama faktor perkara tertentu
Kedua faktor golongan rakyat tertentu.
Tentang perkara tertentu dan golongan rakyat tertentu
dapat dilihat pada ketentuan Pasal 49 UU No. 7 tahun
1989 Penjelasan Umum angka 2 alenia ketiga

Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1989 bebunyi :


Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana
kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
yang beragama Islam mengenai perkara-perkara
tertentu yang diatur dalam undang-undang ini.
Sentral asas yang terdapat dalam UU NO. 7 Tahun 1989
ialah asas ’’Personalitas ke Islaman ’’ acuan
penerapannya adalah ;
- Pihak-pihak yang bersengketa harus sama-sama
beragama Islam ;
- Atau hubungan hukum yang terjadi dilakukan
menurut hukum Islam maka pihak-pihak tetap
tunduk pada kewenangan Peradilan Agama
meskipun pada saat terjadi sengketa salah satu
pihak sudah beralih agama dari Islam ke Agama
lain. Dalam kasus itu penyelesaian perkara tetap
tunduk ke lingkungan Pearadilan Agama, karena
pada diri pihak-pihak masih tetap melekat asas
personalitas ke- Islaman.

Penjelasan Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006


Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi bidang
perbankan Syari’ah , melainkan juga dibidang
ekonomi syari’ah lainnya.
Yang dimaksud dengan antara orang-orang yang
beragama Islam adalah termasuk orang-orang atau
badan hukum yang dengan sendirinya
menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum
Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan
peradilan agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Jangkauan kewenangan mengadili perkara
perkawinan .
Yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-hal yang
diatur dalam atau berdasarkan undang-undang
perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut
syariat antra lain :
1. Izin beri istri lebih darai satu
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang
belum berusia 21 tahun, dalam hal orang tua wali
atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan
pendapat
3. Dispensasi kawin
4. Pencegahan perkawinan
5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatatan
nikah
6. Pembatalan perkawinan
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri
8. Perceraian karena talak
9. Gugatan perceraian
10. Penyelesaian harta bersama
11. Pengusaan anak-anak
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan
pendidikan anak bila mana bapak yang seharusnya
bertanggung jawab tidak mematuhinya
13. Penentuan kewajiban memberi biaya
pemeliharaan dan pendidikan anak bila mana bapak
yang seharusnya bertanggung jawab tidak
memenuhinya ;
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang
tua
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh
Pengadilan dalam hal kekuasaan seseorang dicabut
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang
anak yang belum cukup umur18 tahun yang
ditinggal kedua orang tuanya.
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas
harta benda anak yang ada dibawah kekuasaan
20. Penetapan asal usul seorang anak dan
penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum
islam.

Anda mungkin juga menyukai