Anda di halaman 1dari 5

NAMA : M.

SANI HANAFI
NPM : 2174201001549
SEMESTER : III B / SORE
FAKULTAS : HUKUM

TUGAS HUKUM PERKAWINAN


Dosen Pengampu : Kristina Sulatri, SH.,MHum

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang


Nomor7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama merupakan undang-undang yang secara
spesifik membahas mengenai wewenang dan beberapa aspek khususnya dalam ruang lingkup
pengadilan agama. Sehingga pengadilan agama tidak hanya berwenang dalam menangani
masalah pernikahan saja. Uraian yang secara jelas membahas mengenai wewenang Peradilan
Agama dijelaskan secara rinci berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
menjabarkan beberapa aspek antara lain sebagai berikut :
A. PERKAWINAN
Khusus masalah perkawinan, wewenang Peradilan Agama diatur dalam atau
brdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut
syari’ah, antara lain :
1. Ijin beristri lebih dari seorang;
2. Ijin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun dalam hal
dalam hal orang tua, wali, atau keluarga dalam waris lurus ada perbedaan pendapat;
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatatan Nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri;
8. Penceraian karena talak;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang
seharusnya bertanggungjawab tidak memenuhinya;
12. Penguasaan anak-anak;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau
penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang
wal dicabut;
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya, padahal idak ada
penunjukanwali oleh orang tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang adadibawah
kekuasaannya;
20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan
hukum islam;
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan
campur; dan
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
B. WARIS
Aspek selanjutnya yang berkaitan dengan tupoksi pengadilan agama antara lain
adalah perkara waris, yang menjadi tugas dan wewenang Peradilan Agama disebut
berdasarkan penjeasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah
sebagai berikut :
1. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris;
2. Penentuan mengenai harta peninggalan;
3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris;
4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut;
5. Penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, dan penentuan bagian-bagiannya.
Uraian berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama terdapat kalimat yang berbunyi. “Para pihak sebelum berperkara dapat
mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian
warisan”. Kini, dengan adanya amandemen terhadap Undang-Undang terebut, kalimat itu
dinyatakan dihapus. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama dijelaskan, bilamana pewaris itu dilakukan berdasarkan hukum
Islam, maka penyelesaiannya dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Selanjutnya
dikemukakan pula mengenai keseragaman kekuasaan Pengadilan Agama diseluruh
wilayah nusantara yang selama ini berbeda satu sama lain, karena perbedaan dasar
hukumnya. Selain dari itu, berdasarkan pasal 107 Undang-Undnag omor 7 Tahu 1989
tentag Peradilan Agama, Pengadilan Agama juga diberi tugas dan wewenang untuk
menyelesaikan permohonan pembagian harta peninggala di luar sengketa antara orang-
orang agama yang beragama Islam yang dilakukan erdasarkan hukum Islam.

C. WASIAT
1. Mengenai wasiat, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam penjelasan Udang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undnag-Undang Peradilan
Agama dijelaskan bahwa definisi wasiat adalah : “Perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepadaorang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang
memberi tersebut meninggal dunia”. Namun, Undang-Undang tersebut tidak
mengatur lebih jauh tentang wasiat. Ketentuan lebh detail diatur dalam Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam KHI,
wasiat ditempatkan pada bab V, dan diatur melalui 16 pasal.
2. Ketentuan mendasar yang diatur didalamnya adalah tetang sarat orang membuat
wasiat, harta benda ang diwasiatkan, kapan wasiat mulai berlaku, dimana wasiat
diakukan, seberapa banyak maksimal waisat dapat diberikan, bagaimana kedudukan
wasiat kepada ahli waris, dalam wasiat harus disebut dengan jelas siapa yang akan
menerimaharta benda wasiat, kapan wasiat batal, wasiat mengenai hasil investasi,
pencabutan wasiat, bagaimana jika harta wasiat menyusut, wasiat melebihi sepertiga
sedang ahli waris tidak setuju, dimana surat wasiat disimpan, bagaimana jika wasiat
dicabut, bagaimana jika pewasiatan meninggal dunia, wasiat dalam kondisi
perang,wasiat dalam perjalanan,kepada siapa tidakdiperbolehkan wasiat, bagi siapa
wasiat tidak berlaku, wasiat wajibah bagi orang tua angkat dan besarnya, dan wasiat
wajibah bagi anak angkat serta besarnya.

D. HIBAH
Secara spesifik penjelasan mengenai masalah hibah terdapat pada Undang-Undang
Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama menjelaskan lebih lanjut mengenai : “pemberian suatu benda
secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain
atau badan hukum untuk dimiliki”. Atau pun pada Pasal Pasal 1666 KUHPerdata yang
menjelaskan “dalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya,
dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda
guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.
E. WAKAF
Wakaf menurut bahasa Arab berarti “al-habsu”, yang berasal dari kata kerja habasa-
yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini
berkembang menjadi “habbasa” dan berarti mewakafkan harta karena Allah.1 Kata
wakaf secara etimologis berasal dari kata kerja waqafa (fiil madi)-yaqifu (fiil mudari‟)-
waqfan (isim masdar) yang berarti berhenti, menahan atau berdiam di tempat atau tetap
berdiri.
Adapun menurut istilah, wakaf berarti berhenti atau menahan harta yang dapat diambil
manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta
dimaksudkan untuk mendapat keridhaan Allah SWT. Pengertian wakaf dirumuskan
dalam ketentuan Pasal 215 angka 1 Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa
wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya
guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama.
Ketentuan dalam Pasal 215 angka 4 Kompilasi Hukum Islam menentukan, bahwa benda
wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya
tanah yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam. Dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pengertian wakaf
adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang mewakafkan harta benda miliknya) untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

F. ZAKAT
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi islam mengenai harta yang tidak terdapat
dalam perekonomian lainnya. Sistem perekonomian di luar Islam tidak mengenal
tuntunan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagain harta tertentu sebagai
pembersih jiwa, dari sifat kikir, dengki dan dendam. Pengertian zakat adalah harta yang
wajib disisihkan oleh seorang Muslim atau badan hukum yang dimiliki olehorang
Muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya, KHI tidak menyinggung pengaturan zakat.
G. INFAQ
Infaq dalam penjelasan Udang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diartikan dengan :
“perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan,
baik berupa makanan, minumam, mendermakan, memberikanrezqi (karunia), atau
menafkahkan sesyatu kepada seseorang lainberdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah
SWT”. Kewenangan Pengadilan Agama inibelum pernah diatur secara tersendiri dalam
bentuk peraturan perundang-undangan, dan dalam Undang-Undang ini juga tak diatur
lebih lanjut.
H. SHADAQAH
Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti „benar‟. Menurut terminologi syari‟at,
pengertian shadaqah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-
ketentuannya. Hanya saja, jika infaq selalu berkaitan dengan materi, shadaqah memiliki
arti yang lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateriil. Shadaqah adalah suatu
pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan
sukarela tanpa dibatasi waktu dan jumlah tertentu, suatu pemberian yang diberikan oleh
seseorang sebagai suatu kebajikan yang mengharap ridha Allah SWT dan pahala semata.
Secara syara’, shadaqah diartikan sebagai sebuah pemberian seseorang ikhlas kepada
orang yang berhak menerima yang diiringi juga oleh pahala dari Allah. Shadaqah
mencakup arti yang lebih luas dan menyangkut hal-hal yang bersifat non material.

I. EKONOMI SYARI’AH
Ekonomi Syariah menurut beberapa ahli:
1. Menurut M.A. Manan ekonomi syariah adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam.
2. Menurut Prof. Dr. Zainuddin Ali, pengertian Ekonomi Syariah adalah kumpulan
norma hukum yang bersumber dari al-quran dan hadits yang mengatur perekonomian
umat manusia.
3. Menurut Dr. Mardani, pengertian ekonomi syariah yaitu kegiatan atau usaha yang
dilakukan oleh per orang atau kelompok atau badan usaha yang berbadan hukum dan
tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial
dan tidak komersial menurut prinsip syariah. Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian ekonomi syariah adalah suatu sistem ekonomi yang
bersumber dari nilainilai Islam (Al-Quran dan Hadits) yang dijadikan pedoman dalam
memenuhi kebutuhan hidup setiap manusia demi menjaga kelangsungan hidupnya

Anda mungkin juga menyukai