Anda di halaman 1dari 2

Nama: Samsidar

Nim: 11000120008
No. Urut Absen: 08
Kelas: Hes A
Mid: Peradilan Agama di Indonesia

Kewenangan Absolut Hakim Peradilan Agama sesuai pasal 49 UU no 7 tahun 1989


tentang Peradilan Agama dikaitkan penerapan Hukum Islam

Kekuasaan Absolute yang juga disebut kekuasaan kehakiman atribusi (atributie van
rechtsmacht) adalah kewenangan mutlak atau kompetensi absolut suatu pengadilan;
kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak
tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain

Kewenangan absolut setiap Peradilan berbeda-beda. Hal ini diatur oleh Undang-Undang atau
peraturan yang mengaturnya. Kompetensi absolut pengadilan dalam lingkungan peradilan
agama, diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, dibangun atas azas Personalitas Keislaman,
sebagaimana dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu
pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara-perkara perdata tertentu yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU No. 3 Tahun
2006, yaitu bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan
ekonomi syari'ah.

Terdapat hubungan yang signifikan antara Peradilan agama dan proses penerapan hukum di
Indonesia, walaupun hanya terbatas pada bidang-bidang tertentu saja. Peradilan Agama tidak
mencakup pada masalah ibadah seperti shalat, zakat, puasa dan lain-lain. Peradilan Agama
tidak pula mencakup urusan pidana Islam (Jinayah dan Hudud).

Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili, menuntut, dan menyelesaikan perkara


antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Yang dimaksud “antara orang yang beragama Islam” adalah orang atau badan
hukum yang dengan sendirinya menundukan diri dengan suka rela kepada hukum Islam
mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama.
Penerapan hukum Islam pada Peradilan Agama, dalam peraturan ini berlaku bagi seluruh
wilayah, sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara menyeluruh bagi setiap
warga negara Indonesia yang beragama Islam. Pada pasal 49, penerapan hukum Islam dalam
peraturan ini adalah sebagai berikut.
a. Perkawinan
Dalam bidang perkawinan meliputi hal-hal yang diatur berdasarkan UU No.1 tahun
1974 tentang perkawinan, yaitu:
• Izin melangsungkan perkawinan bagi yang belum berusia 21 tahun
• Dispensasi perkawinan Pencegahan perkawinan
• Pembatalan perkawinan
• Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah
• Gugatan kelalaian atas kewajiban suami/istri
• Perceraian karena talak
• Gugatan perceraian Penyelesaian harta Bersama
• Pencabutan kekuasaan wali
• Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua, dll
b. Warisan, Wasiat dan Hibah
Dalam hal warisan, penerapan hukum Islam meliputi:
• Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris
• Penentuan mengenai harta peninggalan
• Penentuan bagian masing-masing ahli waris
• Melaksanakan pembagian harta peninggalan
Mengenai wasiat dan hibah tidak diatur jelas dalam UU No.7 tahun 1989, perkara
wasiat dan hibah yang diperiksa oleh Pengadilan Agama biasanya berdasarkan pada
kitab-kitab fiqh, karangan para ulama fiqh. Baru ditahun 1991 oleh Presiden Republik
Indonesia telah ditetapkan Kompilasi Hukum Islam dengan Instruksi Presiden No.1
tahun 1991 yang menjadi dasar pemeriksaan perkara-perkara wasiat dan hibah.
c. Wakaf dan Sadaqah
Penerapan hukum Islam dalam bidang wakaf berkaitan dengan Peraturan
Pemerintahan No.28 tahun 1977 tentang pewakafan hak milik. Kemudian dalam pasal
17 Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1987, pelaksanaan wakaf sesuai ajaran agama
Islam adalah dalam hal:
• Wakaf, wakif, nadzir, ikrar dan saksi
• Bayinah (alat bukti administrasi tanah wakaf)
• Pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf
Pengaturan lebih lengkap dalam masalah wakaf diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.
Perkara Sadaqah belum ada aturan yang mengatur secara yuridis formal.

Anda mungkin juga menyukai