0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan4 halaman
Dokumen tersebut membahas beberapa Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan hukum Islam di Indonesia, yaitu UU No. 1/1974 tentang perkawinan, UU No. 7/1989 tentang peradilan agama, UU No. 41/2004 tentang wakaf, UU No. 8/2019 tentang ibadah haji dan umrah, UU No. 23/2011 tentang pengelolaan zakat, dan UU No. 33/2014 tentang jaminan produk halal. Secara ringkas, dokumen
Dokumen tersebut membahas beberapa Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan hukum Islam di Indonesia, yaitu UU No. 1/1974 tentang perkawinan, UU No. 7/1989 tentang peradilan agama, UU No. 41/2004 tentang wakaf, UU No. 8/2019 tentang ibadah haji dan umrah, UU No. 23/2011 tentang pengelolaan zakat, dan UU No. 33/2014 tentang jaminan produk halal. Secara ringkas, dokumen
Dokumen tersebut membahas beberapa Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan hukum Islam di Indonesia, yaitu UU No. 1/1974 tentang perkawinan, UU No. 7/1989 tentang peradilan agama, UU No. 41/2004 tentang wakaf, UU No. 8/2019 tentang ibadah haji dan umrah, UU No. 23/2011 tentang pengelolaan zakat, dan UU No. 33/2014 tentang jaminan produk halal. Secara ringkas, dokumen
Pasal 1 tentang pengertian perkawinan. Pasal 2 tentang sahnya perkawinan, bila menurut hukum dan agama masing-masing. Pasal selanjutnya tentang akibat hukum dari perkawinan yaitu hubungan antara suami-istri, ortu-anak, dan kekayaan dlm perkawinan yang sah. Sedangkan kaibnat dari perkawinan yang tidak sah : anak yang lahir hanya punya hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, dan tidak ada harta bersama. Selanjutnya berisi tentang perjanjian perkawinan dan hak & Kewajiban suami-istri yang meliputi 1. Suami-istri memikul kewajiban yang sama atas rumah tangganya. 2. Sama2 berhak untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 4. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. 5. Jika sama2 lalai, maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan. Selanjutnya harta benda dalam perkawinan yakni dijelaskan semua yg diperoleh dalam perkawinan jadi harta bersama. Lalu ada akibat terjadinya perceraian dan kedudukan anak dalam perkawinan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Lahirnya UU No. 7 Tahun 1989 yaitu sekitar 25 tahun pasca kemerdekaan terdapat keanekaragaman dasar penyelenggaraan, kedudukan, susunan, dan kekuasaan pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. Perubahan tatanan peradilan nasional bertitik tolak pada ketentuan konstitusi disamping diperhatikan perkembangan aspirasi dan tatanan masyarakat secara makro. Dasar yang dijadikan rujukan dalam perubahan itu ialah pasal 12 undang-undang tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman sebagai pelaksanaan 24 dan 25 UUD 1945. Pada tahun 1970 diundangkanlah UU No. 14 tahun 1970 Jo. UU No. 35 tahun 1999, dan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan serta peraturan pelaksanaannya. Dengan diundangkannya undang-undang tersebut, maka Peradilan Agama diberikan tempat sebagai salah satu peradilan dalam tata peradilan di Indonesia yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam NKRI dan tugas-tugas badan peradilan agama menjadi meningkat. Dari rata0rata 35.000 perkara sebelum diberlakukannya undang-undang perkawinan menjadi hamper 300.000-an perkara dalam satu tahun diseluruh Indonesia. Dengan sendirinya hal itu mendorong usaha peningkatan jumlah dan kualitas aparatur pengadilan, khususnya hakim untuk menyelesaikan tugas-tugas peradilan tersebut. Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam berhubungan dengan kemajemukan hukum dalam system hukum nasional. KHI berhubungan dengan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama yang mengalami perubahan penting berkenaan dengan berlakunya UU No. 7 tahun 1989. KHI juga berhubungan dengan kemajemukan hukum keluarga, antara lain hukum perkawinan yang mengenal differensiasi menurut agama sebagaimana tercermin dalam ketentuan pasal 2 ayat 1 UU NO. tahun 1974. Secara singkat, KHI dirumuskan dan disebarluaskan untuk memenuhi kebutuhan hukum subtansial bagi orang-orang yang beragama Islam. Perubahan susunan dan kekuasaan Pengadilan Agama. Menurut ketentuan pasal 6, 7, 8 UU No. 7 tahun 1989 pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama terdiri atas Pengadilan Agama (PA) sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA), sebagai pengadilan tingkat banding. Ide Kompilasi Hukum Islam timbul setelah beberapa tahun mahkamah agung membina bidang teknis yustisial Peradilan Agama. Selama pembinaan tersebut, dirasakan adanya beberapa kelemahan, seperti hukum Islam yang diterpakan di lingkungan Peradailan Agama, yang cenderung simpang siur karena adanya perbedaan pendapat para ulama hamper dalam setiap persoalan. Untuk mengatasi hal ini diperlukan adanya buku hukum yang menghimpun semua hukum terapan yang berlaku bagi lingkungan Peradilan Agama yang dapat dijadikan pedoman oleh para hakim dalam melaksanakan tugasnya, untuk menjamin akan adanya kesatuan dan kepastian hukum. 1. Kompilasi Hukum Islam Asas- asas dalam kompilasi hukum islam yaitu : Asas (i) ijbari, secara umum, terlihat pada ketentuan umum mengenai perumusan pengertian kewarisan, pewaris dan ahli waris. Secara khusus, asas ijbari mengenai cara peralihan harta warisan, juga disebut dalam ketentuan umum tersebut dan pada Pasal 187 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut, “Sisa pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak". Asas (ii) bilateral dalam Kompilasi Hukum Islam dapat dibaca pada 'pengelompokan ahli waris' seperti tercantum dalam Pasal 174 ayat (1) yaitu ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek (golongan laki-laki), serta ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek (golongan perempuan) menurut hubungan darah. Asas (iii) individual. Asas ini juga tercermin dalam pasal- pasal mengenai besarnya bagian ahli waris dalam Kompilasi Hukum Islam, Bab III Pasal 176 sampai dengan Pasal 180 tersebut di atas. Dan, khusus bagi ahli waris yang memperoleh harta warisan sebelum ia dewasa atau tidak mampu bertindak melaksanakan hak dan kewajibannya atas harta yang diper- olehnya dari kewarisan, baginya diangkat wali berdasarkan putusan hakim atas usul anggota keluarganya. Ini diatur dalam Pasal 184 Kompilasi Hukum Islam. Asas (iv) keadilan berimbang. Asas ini dalam Kompilasi Hukum 310 Hukum Islam Islam terdapat, terutama, dalam pasal-pasal mengenai besarnya bagian yang disebut dalam Pasal 176 dan Pasal 180. Asas (v) yakni asas yang menyatakan bahwa kewarisan ada kalau 'ada yang meninggal dunia' tercermin dalam rumusan berbagai istilah yaitu hukum kewarisan, pewaris, ahli waris dan harta peninggalan dalam Pasal 171 pada bab ketentuan umum. Catatan tentan Kompilasi Hukum Islam yaitu Pertama, karena garis-garis hukum mengenai kewarisan sudah ditentukan dalam Alquran, maka rumusan kompilasi mengikuti saja garis rumusan yang terdapat dalam Alquran. Mengenai ini tidak ada perbedaan antara Kompilasi dengan Fiqhul Mawaris. Sementara itu perlu dicatat bahwa kendatipun semangat perumusan kompilasi mengarah ke sistem bilateral, namun modifikasi dalam masalah kewarisan ini, dibandingkan dengan Fiqhul Mawaris, tampaknya, dilakukan secara hati-hati. Kedua, kedudukan anak angkat tetap diletakkan di luar ahli waris, sama dengan yang terdapat dalam fiqih mawaris selama ini, namun dengan mengadaptasi nilai hukum adat secara terbatas ke dalam nilai hukum Islam karena beralihnya tanggung jawab orang tua asal kepada orang tua angkat mengenai pemeliharaan kehidupan sehari-hari dan biaya pendidikan. Dalam fiqih mawaris selama ini, lembaga wasiat wajibah itu diperuntukkan bagi cucu yang orang tuanya telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, yang dalam kompilasi ini ditampung oleh lembaga ahli waris pengganti. Ketiga, tentang warisan yang diperoleh anak yang belum dewasa dan karena itu belum atau tidak mampu mengurus hartanya sendiri, berbeda dengan fiqih mawaris, Kompilasi Hukum Islam mengatur soal itu secara rinci yang tertuang dalam beberapa pasal, misalnya, Pasal 184 yang menyatakan bahwa untuk menjamin terpeliharanya harta warisan anak yang belum dewasa, diangkat wali berdasarkan keputusan hakim. Menurut Buku I Pasal 107'perwalian' mengenai diri dan harta kekayaan anak berlangsung sampai anak itu berumur 21 tahun. Walinya sedapat mungkin dari keluarga anak bersangkutan. Wali bertanggung jawab terhadap harta (anak) yang berada di bawah perwaliannya, dilarang mengikat, membebani dan mengasingkan harta anak yang berada di bawah perwaliannya serta wajib mempertanggungjawabkan perwalian yang dipercayakan kepadanya dengan pembukuan, sebagai bukti, yang ditutup setiap akhir tahun UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. UU No. 8 Tahun 2019 tentang tentang Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umrah Berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2019, Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan pelindungan bagi Jemaah Haji dan Jemaah Umrah sehingga dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan syariat; dan mewujudkan kemandirian dan ketahanan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Banyak juga ketentuan lain tentang Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umrah yang termuat dalam UU ini UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat UU No 23 tahun 2011 mengatur tentang zakat berfungsi untuk terwujudnya akuntabilitas dari lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia, regulasi tersebut mengatur dari syarat pendirian lembaga pengelola zakat, pengelolaanya dan pelaporanya. Pertimbangan dalam UU 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu dan bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam, serta bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Dasar hukum Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kehadiran UU ini sebagai jembatan penghubung masyarakat, konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam implementasi dan law enforcement yang dimana produk halal aka lebih terjamin karena ada dasar hukum yang mengaturnya. UURI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Adanya UU ini dialatarbelakangi bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UUPS), keberadaannya sesungguhnya merupakan tuntutan untuk memenuhi ketentuan Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, khususnya perubahan lembaga peradilan agama menyangkut (kompetensi) yang harus diemban oleh peradilan agama dalam memenuhi amanat Undang-undang. Apabila dirunut dari aspek historis eksistensi Peradilan Agama sudah ada sejak zaman penjajah sampai kemerdekaan, hingga sekarang reformasi tidak dipersoalkan lagi. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 dilihat dari pendekatan yuridis formalistik denngan payung hukum (UU No. 3 Tahun 2006, UU No. 4 Tahun 2004) tentu pemahaman hukum dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang berubah, lalu lintas kebutuhan yang semakin beragam dan kompleks merupakan realitas tuntutan kebutuhan hukum dan hukum bukan sekedar untuk menjadi bahan pengkajian secara logis rasional melainkan hukum dibuat untuk dijalankan. Perwujudan tujuan, nilai-nilai ataupun ide-ide yang terkandung dalam peraturan hukum merupakan suatu kegiatan yang tidak berdiri sendiri, melainkan mem-punyai hubungan timbal balik yang erat dengan masyarakat.