D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Rashif Agby Zharfan Saudin
20211021
Asas Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan beragama mengandung makna setuju
berbeda dalam agama, namun bersatu dalam bangsa dan negara.
3. Wawasan Nusantara
Dalam Hukum Antar Tata Hukum (HATAH) dikenal hubungan Hukum Antar Tata
Intern dan Hukum Antar Tata Hukum Ekstern.
Dari segi sejarah hukum, sebelum lahir Undang-Undang Perkawinan ada berbagai
bentuk perkawinan campuran ialah :
1. Internasional
2. Antar tempat
Dalam Hukum Antar Tata Hukum berlaku kaidah dasar hukum suami berlaku bagi
hubungan antar tata hukum.
3. Dalam kasus ini perintah pengadilan diikuti dan perkawinan dilakukan oleh
Kantor Catatan Sipil (KCS).
Contoh Kasus :
• Menikah di dua instansi yaitu pertama di KUA, setelah itu menikah lagi
di Gereja atau sebaliknya .
• Bila terjadi cekcok dan salah satu pihak minta cerai, pihak lainnya
dapat menuntut pembatalan perkawinan karena hanya sah menurut
hukum tempat dilangsungkannya perkawinan, tapi tidak sah menurut
hukum Indonesia (melanggar Pasal 2 UU No. 1/1974) (Ingatlah
perkara Riviere).
C. Harus ada dua orang saksi laki-laki Islam yang telah memenuhi syarat-
sarat.
D. Adanya ijab qabul.
A. Adanya persetujuan dari kedua calon suami istri dan wali calon istri
G. Tidak ada perbedaan agama antara calon suami & calon istri.
Tiga prinsip pokok pandangan agama Islam terhadap masalah perkawinan antara
pemeluk agama Islam dengan orang-orang yang bukan beragama Islam, yaitu:
Menurut ajaran Agama Katolik, bahwa perkawinan adalah suatu Sakramen. Agama
Katolik mendasarkan ajaran itu adalah Alkitab (Efesus 5. 25-33). Memandang
perkawinan sebagai sesuatu yang suci serta persatuan cinta & hidup antara seorang
pria & wanita merupakan persatuan yang luhur.
Salah satu saja dari ketiga unsur tersebut tidak dipenuhi, maka perkawinan
dianggap batal dari sejak semula.
Tiga hal lagi yang harus dipenuhi untuk dapat melangsungkan perkawinan Katolik
secara sah, yaitu sbb :
Salah satu halangan yang dapat mengakibatkan perkawinan tidak sah, yaitu
perbedaan ibadat/agama.
Keharmonisan hidup perkawinan & kelengkapan pendidikan anak itu sangat sulit
dibina apabila ada perbedaan tata nilai hidup antara suami dan istri. Oleh karena itu,
Gereja Katolik menganjurkan kepada anggota-anggotanya untuk mencari teman
hidup yang berkeyakinan sama. Yaitu bahwa Uskup dalam hal-hal tertentu dapat
memberikan dispensasi terhadap perkawinan antar agama. Dispensasi hanya
diberikan apabila ada harapan akan terbinanya suatu keluarga yang baik dan utuh,
pemeliharaan pastorial sesudah perkawinan dapat diteruskan.
Dispensasi akan diberikan apabila pihak yang bukan Katolik mau berjanji:
Satu di dalam kasih pada Tuhan, satu di dalam kasih mengasihi, satu dalam
kepatuhan, satu dalam menghayati kemanusiaan mereka & satu dalam memikul
beban pernikahan.
Dalam membahas pandangan agama Hindu & Budha tentang masalah perkawinan
antar agama ini, bahwa agama Hindu & Budha merupakan Bhinneka Tunggal Ika
yang mempunyai prinsip yang sama dalam hukum perkawinan.
Bagi masyarakat Hindu dan Budha, perkawinan mempunyai arti dan kedudukan
yang khusus dalam dunia kehidupan mereka.
Wiwaha samskara itu wajib hukumnya & harus memenuhi syarat- syarat yang
ditentukan oleh hukum agama (Dharma).
Didalam kitab Manadharma Sastra III (20), disebutkan secara definitif delapan
sistem perkawinan Hindu yaitu :
1. Brahmana Wiwaha
2. Daiwa Wiwaha
4. rajapti Wiwaha
5. Asura Wiwaha
6. Ghandara Wiwaha
7. Raksasa Wiwaha
8. Paisaca Wiwaha
3. Bila terjadi perceraian antara ibu WNI dengan ayah WNA, hak asuh ada pada
ibu dan keduanya tinggal di Indonesia, anak rentan untuk dideportasi.
4. Bagi anak yang berstatus WNA hanya dapat KITAS, yang diberikan untuk
jangka waktu paling lama 1 tahun sejak tanggal masuk ke Indonesia dan
dapat diperpanjang paling banyak 5 kali berturut-turut dengan jangka waktu
paling lama 1 tahun.
Dianutnya asas ius sanguinis secara ketat, selain itu juga memungkinkan si anak
menjadi apatride bila negara ayah menganut ketentuan untuk tidak memberikan
kewarganegaraan bagi anak hasil perkawinan campuran.
Misalnya: The British National Act 1981 yang menyatakan bahwa seorang anak
yang lahir dari orang tua berkewarganegaraan Inggris tidak otomatis menjadi warga
negara Inggris kecuali orang tuanya bekerja di Crown Service atau European
Community Institution pada saat anak tersebut dilahirkan.
Padahal menurut UU No. 62/1958 si anak hanya mendapatkan kewarganegaraan
dari ayahnya dan tidak mendapatkan kewarganegaraan dari ibunya (asas ius
sanguinis).
2. Berlaku pula bagi anak yang telah lahir sebelum UU ini diundangkan, tetapi si
anak belum berumur 18 tahun. Caranya adalah dengan mendaftar kepada
Menhukham melalui pejabat atau Perwakilan RI paling lambat 4 tahun setelah
diundangkannya UU ini.
A. Keuntungan :
1. Anak-anak bebas tinggal di dua negara. Untuk warga negara Indonesia bebas
tinggal di Indonesia tanpa perlu takut dideportasi paling tidak sampiu usia 21
tahun, dapat menempuh pendidikan di sekolah-sekolah negeri & lainnya.
B. Kerugian :
2. Ada batasan keluar masuk untuk paspor yang dikeluarkan oleh negara
satunya
Contoh : dipakai “lex fori” atau kewarganegaraan yang efektif sebagai dasar
untuk memutus perkara yang dituduhkan.
3. Bila syarat-syarat dalam Pasal 2-6 peraturan ini sudah terpenuhi, Menteri
menetapkan keputusan memberikan kewarganegaraan RI, paling lambat 30
hari sejak pendaftaran diterima oleh Pejabat atau Perwakilan RI.
B. Apabila memilih jadi WNA tetapi tetap tinggal dan bekerja di Indonesia
Pasal 54 ayat (1d) UU No.6 Tahun 2011 tentang Imigrasi jo. PP No. 31 Tahun 2013:
Kepada orang asing ex-WNI dan ex- subyek anak berkewarganegaraan gandat
terbatas dapat diberikan Izin Tinggal Tetap untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu tidak terbatas selama izinnya tdk dibatalkan.”
1. Untuk itu ia wajib melapor ke kantor Imigrasi setiap 5 tahun dan tidak dikenai
biaya.
2. Izin Tinggal Tetap diberikan setelah tinggal tetap di Indonesia selama 3 tahun
berturut-turut dan menandatangani Pernyataan Integrasi kepada Pemerintah
RI.
3. Izin Tinggal Tetap ini dapat langsung diberikan apabila anak tersebut
bekerja/berusaha di Indonesia (Pasal 59 & 60 UU Imigrasi).
2. Bila tidak memungkinkan baginya untuk menjadi WNI karena akan berakibat
kewarganegaraan ganda, ia dapat Izin Tinggal Tetap.
1. Suami, istri dan/atau anak dari asing pemegang Izin Tinggal Tetap (dengan
catatan izin ini tidak diberikan bila orang asing tersebut tidak memiliki paspor
kebangsaan).Bila punya Izin Tinggal Tetap dapat bekerja di Indonesia.
2. Izin Tinggal tetap baru bisa diberikan setelah usia perkawinan mencapai 2
tahun, sudah tinggal menetap di Indonesia selama 3 tahun berturut-turut dan
menandatangani Pernyataan Integrasi kepada Pemerintah RI. (Pasal 59 dan
60 UU jo. Pasal 152,153 RPP Imigrasi).
3. Izin Tinggal Tetap berlaku untuk 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu tidak terbatas, kecuali dicabut.
3. Menjadi WNI
PASAL 63 UU/6/2011
Pasal 63 UU/6/2011 tentang Imigrasi : “Orang asing yang ada di Indonesia wajib
memiliki Penjamin, antara lain untuk: menjamin keberadaannya di Indonesia,
bertanggung jawab terhadap kegiatan orang tersebut selama di Indonesia,
melaporkan perubahan status keimigrasiannya, membayar biaya kepulangannya bila
izin tinggal habis & dan lainnya.
PENJAMINAN
Ketentuan tentang penjaminan tidak berlaku bagi orang asing yang kawin sah
dengan WNI, karena pada dasarnya suami/istri bertangung jawab terhadap
pasangan atau anak-anaknya.
Pasal 150 PP Imigrasi : Permohonan Izin Tinggal Tetap diajukan oleh orang
asing atau penjamin ke Kantor imigrasi yang wilayahnya meliputi tempat
tinggal orang asing tersebut dengan lampiran :
3) Keterangan domisili
4) Pernyataan Integras
5) Rekomendasi dari kementerian/lembaga pemerintah/non kementerian
terkait.
Bagi anak yang ikut orang tua dengan melampirkan Surat Penjaminan dari
Penjamin,
Fotokopi Akte kelahiran, Akta Perkawinan orang tua, dan lain sebagainya.
2. Dari sudut HPI perkawinan itu harus memenuhi Pasal 18 AB (syarat formal)
dan Pasal 16 AB (syarat materil)
3. Pasal 56 ayat 2 UU No. 1/1974 : “Dalam waktu 1 tahun setelah suami istri
kembali ke wilayah No., surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di
Kantor Catatan Sipil yang mewilayahi tempat tinggal mereka.”
Contoh : Perkawinan dua orang WNI di Hongkong (lihat buku Hukum Perkawinan).
Untuk mengatasi hal tersebut telah dikelaurkan berbagai peraturan sebagai petunjuk
pelaksanaan, antara lain:
Pasal 1 Peraturan Menteri Agama 1994 : Bagi WNI beragama Islam yang telah
melakukan perkawinan di luar negri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat
(1) UU No. 1/1974, paling lambat 1 tahun setelah mereka kembali di wilayah
Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan kepada KUA
Kecamatan yang mewilayahi tempat tinggal mereka.
3. Foto copy Sertifikat Nikah dari KBRI atau foto copy Akte Nikah dari KBRI atau
Surat Keterangan dari KBRI setempat.
B. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Agama 1994, apabila pegawai KUA
ragu akan keabsahan perkawinan tersebut menurut agama Islam, yang
bersangkutan dapat dinikahkan kembali menurut hukum Islam.
Dengan keluarnya SKB antara Menteri Agama dan Menteri Luar Negeri tersebut,
hilanglah keragu- raguan mengenai keabsahan perkawinan antara pemeluk agama
Islam yang dilangsungkan di laur negeri karena kini WNI beragama Islam yang ingin
menikah dengan sesama WNI atau dengan WNA telah dapat menikah dan
mencatatkan perkawinanannya di KBRI atau Perwakilan Indonesia di luar negeri
(Pasal 1 dan 2 SKB).
Bila perkawinan terjadi di atas kapal laut, dicatat di daerah di mana kapal berlabuh.
Apabila tidak ada Perwakilan RI, perkawinan dicatat pada Perwakilan RI yang
mewilayahi daerah kapal tersebut berlabuh.
6. Petugas Pencatat Nikah wajib mengirim salinan dokumen nikah dari yang
bersangkutan ke KUA kecamatan tempat tinggal mempelai perempuan di
Indonesia.