Anda di halaman 1dari 11

PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI INDONESIA

Oleh: Afrian Raus*


Program Studi Hukum Ekonomi Syariah STAIN Batusangkar
Jl. Jenderal Sudirman No. 137, Lima Kaum Batusangkar
e-mail: afrian.raus@yahoo.com

Abstract: The Acts Number 1 Year 1974 does not directly discuss about the marriage of future
couple coming from different religious beliefs. Consequently, such marriage cannot be
done in Indonesia following Chapter 2 verse 1 and Chapter 8 part f and supported by
the opinions of other relegions (i.e Catholic, Protestant, Buddha and Hindu). However,
such marriage can be accommodated as long as it is done in other country where it is
allowed by its rules and officially registered to Civil Registration office in Indonesia.

Kata kunci: perkawinan, beda, agama

PENDAHULUAN bertambah rumit dan perilaku


masyarakat makin beragam dengan
N egara Indonesia sebagai Nega-
ra hukum yang mengakui
keberadaan beberapa agama sudah
pendapat para ahli yang berbeda
penafsiran dan berbeda aturan yang
sewajarnya memiliki sistem hukum diyakininya.
yang bisa menaungi seluruh agama Perkawinan antar pemeluk
yang ada. Suatu aturan yang berlaku agama yang dilakukan oleh warga
di Negara harus memenuhi rasa Negara Indonesia merupakan bukti
keadilan bagi semua warga Negara kongkrit pertanda lemahnya suatu
yang menganut agama yang ber- aturan yang ada. Meskipun di satu
beda. Aturan tersebut seharusnya sisi materi yang termuat dalam
bisa mengatur warga negara dalam aturan perkawinan sudah jelas
satu agama maupun warga negara namun di sisi lain ada muatan materi
antar umat agama. yang membuat konsistensi suatu
Aturan perkawinan yang ber- aturan menjadi terganggu.
laku saat ini kelihatannya belum bisa Perkawinan antar pemeluk
mewujudkan keteraturan bagi se- agama seringkali diperdebatkan oleh
mua penganut agama di Indo-nesia. para ahli hukum di Indonesia yang
Materi yang diatur dalam sebuah berakibat kepada perilaku masyara-
aturan seringkali berbenturan antara kat. Maka tulisan ini akan melihat
satu sama lainnya menyebabkan suatu fenomena yang terjadi dan
ketidakteraturan masyarakat dalam akan dibahas berdasarkan peraturan
mengamalkannya. Persoalan makin yang ada secara komprehensif se-
hingga bisa menarik suatu kesim-

* Penulis adalah Asisten Ahli dalam Mata Kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia STAIN
Batusangkar
75
76 JURIS Volume 14, Nomor 1 (Juni 2015)

pulan yang membantu masyarakat sepanjang institusi agama dimana


dalam melakukan suatu tindakan calon mempelai mengizinkan per-
hukum. kawinan tersebut kemudian baru
dicatatkan. Interpretasi ini menguat
karena pada kenyataannya banyak
PERKAWINAN ANTAR PEME-
pihak yang melakukan perkawinan
LUK AGAMA MENURUT UN-
antar pemeluk agama. (Nasul Umam
DANG-UNDANG
6\DIL·L GDQ 8IL 8OILDK
Undang-undang No. 1 tahun Kedua, perkawinan antar pe-
1974 sebagai Undang-undang per- meluk agama tidak dibolehkan.
kawinan di Indonesia tidak memuat Interpretasi ini didasarkan pada
tentang perkawinan antar pemeluk Pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan
agama, yang dimuat hanya tentang bahwa perkawinan adalah sah jika
perkawinan campuran. Yang di- dilakukan berdasarkan ajaran agama
maksud dengan perkawinan cam- masing-masing. Jika dilihat dari se-
puran menurut Undang-undang jarah munculnya pasal ini, adalah
No.1 tahun 1974 ialah perkawinan sebagai pasal kompromi, dan tidak
dua orang yang ada di Indonesia salah jika dikatakan ada pagar yang
tapi tunduk pada hukum yang sengaja dibuat untuk menghindari
berlainan karena perbedaan kewar- perkawinan antar pemeluk agama
ganegaraan dan salah satu pihak dengan berbagai argumentasi tafsir
berkewarganegaraan Indonesia. (se- agama. Karena pada umumnya
bagaimana yang diatur dalam Pasal setiap agama (interpretasi agama)
57) menyarankan pemeluknya untuk
Perkawinan campuran yang kawin satu agama. ( Nasul Umam
diatur dalam Pasal 57 Undang- 6\DIL·L GDQ 8IL 8OILDK
undang No.1 tahun 1974 adalah Selain itu ahli hukum berdalil
perkawinan antara seorang warga tentang kebolehan perkawinan antar
Negara Indonesia dengan seorang agama ini dengan tidak diaturnya
berkebangsaan asing. Dan perkawin- secara jelas oleh Undang-undang
an seperti ini termasuk ke dalam No. 1 tahun 1974 dengan menggu-
hukum perdata Internasional. (T. nakan Pasal 66 Undang-undang ini.
Jafizham, 2006: 81) Pasal 66 tersebut menyebutkan
Sungguhpun demikian ada ´Untuk perkawinan dan segala
beberapa interpretasi yang berkem- sesuatu yang berhubungan dengan
bang dengan tidak diaturnya per- perkawinan berdasarkan atas Un-
kawinan antar pemeluk agama ini di dang-undang ini, maka dengan
dalam Undang-undang No. 1 tahun berlakunya Undang-undang ini
1974. ketentuan-ketentuan yang diatur
Pertama, tidak diaturnya per- dalam Kitab Undang-undang Hu-
kawinan antar pemeluk agama, kum Perdata Burgelijk Wetboek),
dengan demikian, tidak ada larang- Ordinansi Perkawinan Indonesia
an di dalam Undang-undang tentang Kristen (Huwelijk Ordanantie
perkawinan antar pemeluk agama, Christen Indonesia 1933 No.74,
$IULDQ 5DXV 3HUNDZLQDQ $QWDU 3HPHOXN $JDPD GL ,QGRQHVLD« 77

Peraturan Perkawinan Campuran dalam lingkup Peraturan Perkawin-


(Regeling op gemengde Huwelijken an Campuran dapat diberlakukan.
S.1898 No. 158), dan Peraturan- Dengan demikian perkawinan
peraturan lain yang mengatur campur yang di atur dalam Stbl 1898
tentang perkawinan sejauh telah No.158 sepanjang tidak ada per-
diatur dalam Undang-undang ini, bedaan kewarganegaraan masih
dinyatakan tidak berlakuµ tetap dapat dilangsungkan di Indo-
Pasal 66 tersebut di atas nesia, karena tidak dibicarakan da-
memberi peluang untuk berlakunya lam Undang-undang No.1 tahun
peraturan lain sepanjang tidak di 1974. ( T. Jafizham, 2006: 398)
atur dalam Undang-undang No.1 Pasal 1 Peraturan Perkawinan
tahun 1974. Peraturan lain yang Campuran PHQ\HEXWNDQ ´\DQJ GL-
dimaksud adalah Peraturan Per- namakan perkawinan campuran
kawinan Campuran (Gemengde ialah perkawinan antara orang-orang
Huwelijken Regeling/GHR). Perkawin- yang di Indonesia tunduk pada
an campuran yang dimaksud dalam hukum-KXNXP \DQJ EHUODLQDQµ (
peraturan ini adalah perkawinan Stbl 1898 No. 158) .DOLPDW ´WXQGXN
dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum-hukum yang berlain-
pada hukum yang berlainan. Seperti DQµ GL DWDV WHUPDVXN WXQGXN SDGD
seseorang yang tunduk kepada hukum agama, hukum adat dan
hukum Eropa sementara yang lain hukum Negara. (O.S. Eoh, Sh, MS,
tunduk kepada hukum adat dan 2001: 32). Seperti pendapat Prof. Mr.
atau hukum agama. Soedargo Gautama yang dikemuka-
Peraturan Perkawinan Cam- kan oleh O.S. Eoh, Sh, MS.
puran yang terdapat dalam Stbl 1898 Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama
No. 158 memiliki persamaan dan berpendapat sebagaimana yang di-
perbedaan dengan Undang-undang kemukakan oleh Nasrun Umam
No. 1 tahun 1974. Persamaannya 6\DIL·L Agama tidak boleh menjadi
adalah sama-sama berada di Indo- penghalang dari segi hukum untuk
nesia. Sedangkan perbedaannya orang melangsungkan suatu per-
adalah; Stbl 1898 No. 158 tentang kawinan. Jika seorang wanita dan
perkawinan campur menitikberat- pria suka sama suka hendak
kan pada perbedaan golongan melangsungkan perkawinan tetapi
penduduk, lingkungan hukum adat, agama mereka berbeda, maka tidak
perbedaan agama dan lain-lain. wajar memakai agama ini sebagai
Sedangkan perkawinan campuran penghalang untuk perkawinan me-
yang terdapat dalam Undang- reka. Seperti diketahui menurut
undang No. 1 tahun 1974 mengkhu- kenyataan agama manapun sedapat-
suskan perbedaan kewarganegaraan. nya menghendaki bahwa pemeluk
Berhubung perkawinan antar agama-agama itu kawin dengan
pemeluk agama tidak dibunyikan orang yang mempunyai agama yang
dalam Undang-undang No. 1 tahun sama. Tapi dari segi hukum, hal ini
1974 ini, maka aturan perkawinan tidak berlaku secara mutlak. Orang
antar pemeuluk agama yang berada berbeda agama pun dapat di-
benarkan kawin dengan yang lain
78 JURIS Volume 14, Nomor 1 (Juni 2015)

tanpa perlu terlebih dahulu Campuran: perempuan yang akan


mengubah agama mereka ini. Dilihat melakukan perkawinan campuran
dari segi ajaran agama, maka dengan seorang laki-laki, dibolehkan
pendirian yang demikian tidak apabila telah melalui dan tidak
dapat dibenarkan. (Nasrun Usmam bertentangan dengan syarat-syarat
6\DIL·L GDQ 8IL 8OILDK yang ditentukan oleh hukum yang
Meskipun secara eksplisit Per- berlaku bagi perempuan tersebut.
aturan Perkawinan Campuran ini Berbagai persyaratan di atas,
menjamin berlangsungnya perka- bisa menjadi hambatan, lebih khusus
winan orang yang berbeda agama, lagi hambatan tersebut akan semakin
namun bagi perempuan bukan hal tampak bagi perempuan dari go-
yang mudah, disebabkan: longan agama yang jelas-jelas
Pertama, perkawinan campur- melarang perkawinan dengan laki-
an pada prinsipnya menjadikan laki dari agama lain. (Asmin, 1986:
perempuan sebagai jembatan per- 73)
kawinan campuran. Perempuanlah Dengan demikian, meskipun
yang harus menundukan diri dan Peraturan Perkawinan Campuran
mengubah status hukumnya meng- menjamin terjadinya perkawinan
ikuti hukum laki-laki. Pasal 2 misal- antar pemeluk agama, namun dalam
nya, menyebutkan bahwa perem- prakteknya selalu menemukan ken-
puan yang melakukan perkawinan dala. Hal ini karena cara pandang
campuran berubah statusnya men- dan keyakinan terhadap nilai
jadi mengikuti status hukum suami- tertentu tentang perkawinan antar
nya. Sebagaimana disebutkan pada pemeluk agama tidak dianjurkan
peraturan tersebut, bahwa perkawin- lebih kuat. Namun peraturan ini
an campuran ialah perkawinan dapat dikatakan memberi peluang
antara orang-orang (laki-laki mau- untuk terjadinya perkawinan antar
pun perempuan) yang tunduk pada pemeluk agama.
hukum yang berlainan, maka Pasal 7 ayat 2 Peraturan
perkawinan campuran dapat dilaku- Perkawinan Campuran yang ber-
kan dengan penundukkan hukum. EXQ\L ´SHUEHGDDQ DJDPD VXNX
Bisa juga disebut pemilihan hukum maupun keturunan tidak dapat
dimana orang tersebut akan tunduk menjadi penghalang untuk ber-
pada hukum yang dipilihnya (pihak ODNXQ\D SHUNDZLQDQµ
perempuan terhadap hukum laki- .DOLPDW ´WXQGXN SDGD KXNXP
laki yang menjadi suaminya). \DQJ EHUODLQDQµ \DQJ WHUGDSDW
Kedua, Undang-undang men- dalam Peraturan Perkawinan Cam-
syaratkan secara mutlak adanya puran lebih umum sifatnya jika
surat keterangan bebas dari rintang- dibandingkan dengan Pasal 57 yang
an untuk melakukan perkawinan terdapat dalam Undang-undang No.
campuran sebagai tertera dalam 1 tahun 1974. karena dalam Pasal 57
beberapa pasalnya. Persyaratan tersebut dengan jelas dinyatakan
tersebut, dapat dilihat pada Pasal 7 ´WXQGXN SDGD KXNXP \DQJ EHU-
dan 8 Peraturan Perkawian lainan karena berbeda kewarga-
$IULDQ 5DXV 3HUNDZLQDQ $QWDU 3HPHOXN $JDPD GL ,QGRQHVLD« 79

negaraan dan salah satu pihak Pada dasarnya perkawinan an-


berkewarganegaraan Indonesia. Ke- tar pemeluk agama ini ditolak oleh
khususan yang terdapat dalam semua agama. Pendapat beberapa
Undang-undang No. 1 tahun 1974 agama yang memberikan indikasi,
tidak bisa mencegah terjadinya bahwa perkawinan antar pemeluk
perkawinan antar pemeluk agama. agama ini ditolak oleh semua agama:
Karena perbedaan agama tidak Agama Katholik menolak
tercakup dalam Pasal 57 Undang- perkawinan antar pemeluk agama
undang No. 1 tahun 1974 tersebut. ini seperti yang dikemukakan oleh
Orang Islam yang melakukan O.S. Eoh, Sh, MS, salah satu
perkawinan dengan orang yang halangan yang dapat mengakibatkan
berbeda agama, maka perkawinan perkawinan tidak sah yaitu per-
tersebut tidak bisa dicatatkan di bedaan agama. Bagi Gereja Katholik
Kantor Urusan Agama tetapi dicatat menganggap bahwa perkawinan an-
di Kantor Catatan Sipil. Karena tara seorang yang beragama
perkawinan orang yang beragama di Katholik dengan orang yang bukan
luar Islam hanya dicatat di Kantor Katholik dan tidak dilakukan menu-
Catatan Sipil. Hal ini sesuai dengan rut hukum agama Katholik dianggap
Keputusan Presiden No. 12 tahun tidak sah. Di samping itu perkawin-
1983 menyebutkan bahwa Kantor an antara seorang yang beragama
Catatan Sipil hanya berwenang Katholik dengan orang yang bukan
mencatat perkawinan orang-orang Katholik bukanlah perkawinan yang
yang non Islam saja. Berdasarkan ideal. (O.S. Eoh, Sh, MS, 2001: 119)
Keputusan Presiden tersebut, jelas Agama Protestan pada dasar-
sekali menutup peluang terjadinya nya juga menolak perkawinan antar
perkawinan umat Islam dengan non pemeluk agama ini. Pada prinsipnya
Islam yang berada di Indonesia. agama Protestan menghendaki agar
Undang-undang No. 1 tahun penganutnya kawin dengan orang
1974 memberikan pemahaman, yang seagama, karena tujuan utama
bahwa perkawinan antar pemeluk perkawinan untuk mencapai kebaha-
agama tidak dibolehkan karena giaan, sehingga kebahagiaan sulit
pasal 2 ayat PHQ\HEXWNDQ ´SHU- tercapai kalau suami isteri tidak
kawinan adalah sah apabila dilaku- seiman.( O.S. Eoh, Sh, MS, 2001: 123)
kan menurut hukum masing-masing Menyadari adanya kehidupan
DJDPDQ\D GDQ NHSHUFD\DDQQ\D LWXµ bersama dengan umat lain, maka
pasal ini menegaskan dalam pan- gereja tidak melarang penganutnya
dangan hukum produk Negara sah melangsungkan perkawinan dengan
atau tidaknya perkawinan seseorang orang yang bukan beragama
didasarkan pada ketentuan agama Protestan. Perkawinan orang yang
masing-masing. Jadi, perkawinan berbeda agama ini dapat dilang-
harus sah terlebih dahulu menurut sungkan di gereja menurut hukum
hukum agama baru kemudian bisa Gereja Protestan apabila pihak yang
dicatat oleh Kantor Catatan Sipil tidak beragama Protestan menyata-
sebagai suatu perkawinan yang sah kan tidak keberatan secara tertulis.
secara yuridis. Gereja Kristen Indonesia telah meng-
80 JURIS Volume 14, Nomor 1 (Juni 2015)

atur perkawinan berbeda agama upacara perkawinan kedua calon


yang bersifat rinci dengan kesediaan mempelai diwajibkan mengikuti
pihak yang tidak Kristen untuk tata-cara perkawinan yang ada
kawin di gereja dan anaknya dididik dalam agamanya. Ini menandakan
secara Kristen. (Ichtiyanto, 2003: 132- bahwa sah atau tidaknya suatu
133) perkawinan ditentukan oleh agama
Agama Hindu juga menolak Budha.
perkawinan antar pemeluk agama Pendapat beberapa agama di
ini. Menurut Gde Pudjda sebagai- atas memberikan pemahaman, bah-
mana yang dikutip oleh O.S. Eoh, Sh, wa perkawinan antar pemeluk aga-
06 ´VXDWX SHUNDZLQDQ EDWDO NDUHQD ma dilarang.
tidak memenuhi syarat, bila per- Sudah seharusnya pasal 2 ayat
kawinan itu dilakukan menurut 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974
hukum Hindu tetapi tidak me- dipahami, bahwa yang menentukan
menuhi syarat untuk pengesahan- sah tidaknya suatu perkawinan
nya, misalnya mereka tidak meng- DGDODK KXNXP DJDPD .DWD ´NHSHU-
anut agama yang sama pada saat FD\DDQQ\D LWXµ GDODP 8QGDQJ-un-
XSDFDUD SHUNDZLQDQ LWX GLODNXNDQµ dang No. 1 tahun 1974 tersebut
Pedande/Pendeta menolak untuk pemahamannya adalah kepercayaan
mengesahkan perkawinan orang yang ada dalam agama itu dan
yang beragama Hindu dengan orang bukan pemahaman lain seperti aliran
yang beragama lain. (Ichtiyanto, kepercayaan.
2003: 125) Undang-undang diciptakan pa-
Agama Budha menganggap da dasarnya bertujuan untuk keter-
perkawinan antar pemeluk agama tiban umat dan bukan sebaliknya.
dimana salah seorang calon mem- Akan tetapi dengan menggunakan
pelai tidak beragama Budha, me- bahasa yang tidak jelas memberi
nurut keputusan Sangha Agung peluang kepada warga Negara
Indonesia diperbolehkan asal penge- untuk memahami lain yang ber-
sahan perkawinannya dilakukan me- lawanan dengan tujuan Undang-
nurut tata-cara agama budha. Dalam undang tersebut.
hal ini calon mempelai yang tidak Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan
beragama Budha tidak diharuskan ´SHUNDZLQDQ DGDODK VDK DSDELOD
untuk masuk agama Budha terlebih dilakukan menurut hukum masing-
dahulu. Akan tetapi dalam upacara masing agamanya dan kepercayaan-
ritual perkawinan kedua mempelai Q\D LWXµ ELVD GLSDKDPL ´DSDELOD
diZDMLENDQ PHQJXFDSNDQ ´DWDV QD- perkawinan dilakukan dimana ke-
ma Sang Budha, Dharma dan dua calon mempelai yang berbeda
6DQJNDµ \DQg merupakan Dewa- agama melangsungkan perkawinan
Dewa umat Budha. (Ichtiyanto, 2003: menurut hukum satu agama, maka
125) perkawinan itu dibolehkan.
Agama Budha pada dasarnya Negara Indonesia hanya me-
juga menolak perkawinan antar ngakui orang yang beragama,
pemeluk agama, karena dalam suatu dengan kata lain kalau seseorang
$IULDQ 5DXV 3HUNDZLQDQ $QWDU 3HPHOXN $JDPD GL ,QGRQHVLD« 81

yang tidak beragama ingin me- penyempurnaan Undang-undang


langsungkan suatu perkawinan di No. 1 tahun 1974 tentang Per-
Indonesia, maka keinginan itu tidak kawinan menyangkut perkawinan
bisa dilakukan. Orang yang ber- antar pemeluk agama, baik secara
lainan agama tidak mungkin bisa langsung pada pasal-pasalnya, mau-
melakukan perkawinan, karena per- pun melalui upaya membentuk
kawinan yang dilangsungkan me- Undang-undang baru yang khusus
nurut ajaran satu agama tidak mengenai perkawinan umat Islam.
mungkin disahkan oleh dua agama. Kompilasi Hukum Islam (khu-
Ditambah lagi semua agama yang susnya Pasal 40 huruf c) merupakan
ada di Indonesia pada dasarnya pasal yang layak dan perlu diku-
menolak perkawinan orang yang kuhkan dalam Undang-undang.
berbeda agama. Undang-undang yang mengatur
Uraian di atas memberikan tentang perkawinan umat Islam
pemahaman, bahwa perkawinan merupakan kebutuhan mendesak,
antar pemeluk agama tidak di- karena peradilan agama belum
bolehkan di Indonesia, karena tidak memiliki hukum terapan (materil)
satupun agama yang menghendaki- sebagai materi Undang-undang,
nya. Bahkan penulis lebih cenderung maka ketentuan mengenai larangan
mengatakan bahwa perkawinan an- umat Islam kawin dengan non
tar pemeluk agama di Indonesia muslim hendaknya dilengkapi de-
merupakan pelanggaran terhadap ngan sanksi tegas baik sanksi yang
Undang-undang perkawinan. Di dapat dijadikan sebagai dibatalkan-
samping telah menyalahi Pasal 2 nya perkawinan maupun sanksi
ayat 1 yang telah disebutkan di atas hukuman badan yang selama ini
juga tidak sesuai dengan Pasal 8 kosong.
huruf (f) yang menyatakan per- Di samping itu, perlu adanya
kawinan dilarang antara dua orang upaya pengkajian secara mendalam
\DQJ ´mempunyai hubungan yang oleh mengenai berbagai materi hukum
agamanya atau peraturan lain yang Islam, khususnya yang berkaitan
berlaku, dilarang kawinµ dengan masalah-masalah sosial ke-
Pasal 8 Undang-undang No. 1 masyarakatan. Hasil kajian itu ter-
tahun 1974 mengatur tentang sebut hendaknya disosialisasikan
larangan perkawinan, maka bunyi secara memadai melalui berbagai
Pasal 8 huruf (f) mengandung media yang ada. Dari upaya ini
makna bahwa, semua aturan atau kiranya dapat menepis persepsi
ketentuan agama yang melarang yang keliru terhadap hukum Islam
terjadinya perkawinan bisa berlaku. yang seolah-olah hanya membahas
Dengan kata lain siapa saja yang mengenai peribadatan saja, atau
tidak mengindahkan ketentuan hukum Islam itu kejam, ketinggalan
larangan agama, maka perilaku itu zaman, bertentangan dengan prinsip
termasuk melanggar aturan agama. HAM dan kesan buruk lainnya.
Pelanggaran tersebut sama halnya Yang akhirnya materi hukum Islam
dengan melanggar Undang-undang. muncul kepermukaan dalam per-
Menyikapi hal tersebut di atas,
maka di Indonesia perlu adanya
82 JURIS Volume 14, Nomor 1 (Juni 2015)

aturan perundang-undangan yang sebut tidak memiliki legalisasi


berlaku di Negara Indonesia. hukum karena perkawinannya di
bawah tangan.
Perkawinan antar pemeluk
PROSEDUR PENCATATAN PER-
agama yang dilakukan oleh sesama
KAWINAN ANTAR PEMELUK
warga negara Indonesia dan atau
AGAMA DI INDONESIA
salah satu pihak berkewarganegara-
Pencatatan Perkawinan ini an Indonesia jika ingin dicatatkan di
telah diatur dalam Undang-undang tempat pencatatan perkawinan harus
No. 1 tahun 1974. Pasal 2 ayat 2 dilakukan di luar negara Indonesia.
PHQ\HEXWNDQ EDKZD ´Tiap-tiap per- Pasal 56 Undang-undang Perkawin-
kawinan dicatat menurut peraturan an di atas menjadi payung hukum
perundang-undangan yang ber- bagi pelaku perkawinan tersebut
lakuµ Di samping itu juga dimuat untuk mendapat legalitas formal.
dalam Undang-undang No. 23 tahun Perkawinan antar pemeluk
2006 tentang Administrasi Kepen- agama yang dilakukan di luar
dudukan. negara Indonesia tersebut baru bisa
Materi yang terdapat dalam diakui apabila negara tempat me-
Undang-undang Perkawinan cende- langsungkan perkawinan itu mem-
rung melarang perkawinan antar bolehkan dan atau melegalkan per-
pemeluk agama seperti yang telah kawinan tersebut. Artinya perkawin-
dijelaskan di atas. Namun per- an tersebut mendapatkan legalitas
kawinan tersebut banyak terjadi, hal sebuah negara ditandai dengan su-
ini disebabkan karena prosedur rat/ akte resmi perkawinan yang
pencatatan perkawinan itu di dikeluarkan oleh pejabat yang ber-
akomodir oleh Undang-undang. wenang di negara tersebut.
Pasal 56 Undang-undang No. Bukti resmi perkawinan yang
1/1974 tentang perkawinan di luar diperoleh dari negara tempat me-
,QGRQHVLD PHQ\HEXWNDQ ´3HUNDZLQ- langsungkan perkawinan tersebut
an yang dilangsungkan di luar menjadi dasar untuk melakukan
Indonesia antara dua orang warga pencatatan perkawinan di Indonesia.
negara Indonesia atau seorang Namun ketika bukti tersebut di-
warga negara Indonesia dengan keluarkan oleh pejabat yang tidak
warga negara Asing adalah sah berwenang tentunya tidak bisa di-
bilamana dilakukan menurut hukum jadikan dasar untuk pencatatan
yang berlaku di negara di mana perkawinan di Indonesia. Hal ini
perkawinan itu dilangsungkan dan berarti negara tempat melang-
bagi warganegara Indonesia tidak sungkan perkawinan tersebut tidak
melanggar ketentuan-ketentuan Un- membolehkan perkawinan itu atau-
dang-undang ini. pun perkawinan yang dilangsung-
Perkawinan antar pemeluk kan tidak mengikuti peraturan
agama yang dilaksanakan di Indo- sebuah negara.
nesia tidak memiliki kekuatan Waktu yang diberikan oleh
hukum. Artinya perkawinan ter- Undang-undang untuk melakukan
$IULDQ 5DXV 3HUNDZLQDQ $QWDU 3HPHOXN $JDPD GL ,QGRQHVLD« 83

pencatatan perkawinan antar peme- Undang-undang No. 23 Tahun


luk agama yang dilakukan di luar 2006 Tentang Administrasi Kepen-
wilayah negara Indonesia tersebut dudukan, Pasal 35 menyebutkan
dibatasi selama 1 tahun semenjak Pencatatan perkawinan sebagaimana
dilangsungkannya perkawinan itu. dimaksud dalam Pasal 34 berlaku
Hal ini ditegaskan oleh Undang- pula bagi (a) perkawinan yang
undang perkawinan Pasal 56 ayat 2 ditetapkan oleh Pengadilan dan
´GDODP ZDNWX VDWX WDKXQ VHWHODK (b) perkawinan Warga Negara Asing
suami istri itu kembali di wilayah yang dilakukan di Indonesia atas
Indonesia, surat bukti perkawinan permintaan Warga Negara Asing
mereka harus didaftarkan di Kantor yang bersangkutan.
Pencatat perkawinan tempat tinggal Penjelasan Pasal 35 ini me-
mereka. nyebutkan bahwa perkawinan yang
Materi hukum yang termuat ditetapkan oleh pengadilan adalah
dalam Undang-undang perkawinan perkawinan yang dilakukan antar
agaknya berseberangan dengan umat berbeda agama. Hal ini me-
prosedur pencatatan perkawinan. nandakan bahwa perkawinan antar
Hal ini terlihat dari materi yang umat beragama bisa juga dicatatkan
menyangkut perkawinan antar pe- di tempat pencatatan perkawinan
meluk agama cenderung dilarang apabila perkawinan tersebut sudah
sesuai dengan pasal yang telah di ditetapkan oleh pengadilan.
sebutkan di atas. Tentunya Undang- Persoalannya kemanakah per-
undang sudah seharusnya tidak kawinan antar pemeluk agama itu
memberi peluang bagi perkawinan dicatatkan, apakah ke Kantor Urusan
antar pemeluk agama untuk di- Agama atau ke Kantor Catatan Sipil.
catatkan. Akan tetapi undang un- Karena Pasal 34 dan penjelasan
dang mengakomodir bagi pelaku Undang-undang No. 23 tahun 2006
perkawinan tersebut untuk dicatat- hanya menyebutkan perkawinan
kan. Hal ini menandakan bahwa yang sah yang dilakukan oleh
Undang-undang yang mengatur ten- penduduk yang beragama Islam
tang materi dan atau ketentuan per- dilaporkan kepada Kantor Urusan
kawinan tidak sejalan tentang pro- Agama atau Kantor Catatan Sipil.
sedur pencatatannya. Hal ini menandakan bahwa pen-
Muatan Undang-undang yang catatan perkawinan yang dilakukan
tidak sejalan antara pasal dengan oleh orang-orang yang beragama
pasal yang lain akan memberikan Islam ke Kantor Urusan Agama dan
kontribusi terhadap ketidakefektifan perkawinan orang-orang yang tidak
jalannya sebuah Undang-undang. beragama Islam ke Kantor Catatan
Hal ini ditandai dengan pro dan Sipil.
kontranya masyarakat dalam me- Pasal 2 Peraturan Pemerintah
nanggapi kebolehan suatu praktek tahun 1975 menyebutkan (1) Pen-
perkawinan antar pemeluk agama. catatan perkawinan dari mereka yang
Akibatnya terlihat dari banyaknya melangsungkan perkawinannya me-
terjadi praktek perkawinan tersebut nurut agama Islam, dilakukan oleh
oleh warga negara. Pegawai Pencatat sebagaimana dimak-
sud dalam Undang-undang Nomor 32
84 JURIS Volume 14, Nomor 1 (Juni 2015)

Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, melegalisasi perkawinan antar pe-


Talak dan Rujuk. (2) Pencatatan per- meluk agama.
kawinan dari mereka yang melangsung- Terjadinya perkawinan antar
kan perkawinannya menurut agamanya pemeluk agama di Indonesia akibat
dan kepercayaannya itu selain agama dari prosedur pencatatan perkawin-
Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat annya diakomodir oleh aturan yang
perkawinan pada Kantor Catatan Sipil berlaku. Undang-undang perkawin-
sebagaimana dimaksud dalam berbagai an mengatur prosedur pencatatan
perundang-undangan mengenai penca- perkawinan yang dilangsungkan di
tatan perkawinan. luar wilayah hukum Indonesia.
Peraturan Pemerintah tersebut Maka perkawinan antar pemeluk
di atas memberikan pemahaman agama tidak bisa dilaksanakan di
kepada kita bahwa Perkawinan yang Indonesia namun perkawinan yang
dilakukan oleh orang Islam dengan dilangsungkan di luar negeri bisa
Non Islam hanya bisa dicatatkan di dicatatkan di institusi pencataan
Kantor Catatan Sipil. perkawinan, hal ini yang dijadikan
landasan berpijak bagi pelaku
PENUTUP perkawinan antar pemeluk agama.

Kesimpulan Saran

Perkawinan antar pemeluk Penganut agama yang baik


agama tidak bisa dilangsungkan di adalah orang yang selalu men-
wilayah hukum Negara Indonesia jalankan aturan agamanya secara
karena peraturan perundang-un- baik dan dan konsisten tanpa
dangan yang berlaku cenderung mencari celah untuk membenarkan
tidak membolehkan seperti yang semua tindakannya. Hal ini menjadi
termuat dalam Undang-Undang No. syarat dalam mewujudkan suatu
1 tahun 1974 tentang perkawinan. keteraturan dalam hidup bernegara,
Sekalipun bermacam dalih yang maka sudah seharusnya warga
dikemukakan oleh para ahli untuk Negara tidak melakukan perkawin-
terlaksananya sebuah perkawinan, an antar pemeluk agama sebagai-
hal itu hanya celah yang dicari untuk mana kehendak dari masing-masing
agamanya.

DAFTAR PUSTAKA
Praktek, Jakarta: PT Raja
Asmin, 1986. Status Perkawinan antar
Agama, ditinjau dari Undang- Grafindo Persada, cet ke-2
undang No.1 tahun 1974, Jakarta: Ichtiyanto, 2003. Perkawinan
PT Dian Rakyat, Campuran dalam Negara Republik
Indonesia, Jakarta: Badan
Eoh, O.S. Sh, MS, 2001. Perkawinan
Antar Agama Dalam Teori dan Litbang Agama dan Diklat
$IULDQ 5DXV 3HUNDZLQDQ $QWDU 3HPHOXN $JDPD GL ,QGRQHVLD« 85

Keagamaan Departemen Agama, Tangerang: Qultum


Agama Republik Indonesia Media.
Jafizham, T, 2006, Persintuhan Hukum Republik Indonesia. 1974. Undang-
Di Indonesia Dangan Hukum undang Nomor 1 tahun 1974
Perkawinan Islam, Jakarta: PT tentang Perkawinan, Lembaran
Mestika. Negara RI Tahun 1974 No. 1.
Jakarta: Sekretariat Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975 tentang Pelaksanaan Republik Indonesia. 2006. Undang-
Undang-undang Nomor 1 tahun undang Nomor 23 tahun 2006
1974 tentang Pekawinan tentang Administrasi Kepen-
dudukan, Lembaran Negara RI
Stbl 1898 No. 158 tentang Peraturan
Perkawinan Campuran Tahun 2006 No. 124. Jakarta:
Sekretariat Negara
6\DIL·L 1DVXO 8mam, dan Ufi Ulfiah,
2004. Ada Apa dengan Nikah Beda

Anda mungkin juga menyukai