ABSTRAK
Indonesia sebagai masyarakat yang Pluralistrik dengan berbagai macam Suku, Ras,
Bahasa dan Budaya serta Agama sehingga perkawinan antar agama sering terjadi. Perkawinan
antar agama sendiri tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1400 K/PDT/1986 yang
dalam putusan Yurisprudensi tersebut tidak melarang adanya perkawinan antar agama sehingga
syarat suatu perkawinan tidak lagi menjadi halangan bagi mereka yang ingin melangsungkan
Perkawinan Beda Agama. Persoalan perkawinan beda agama ini timbul dinegara kita sebagai
konsekuensi logis diakuinya Pancasila sebagai landasan bagi produk hukum, dimana didalamnya
terkandung "Prinsip kebebasan beragama" , sehingga selama kita masih mengakui adanya dua
hal tersebut, persoalan perkawinan beda agama akan selalu muncul, oleh karenanya bagaimana
pencatatan terhadap suatu perkawinan yang memiliki kaidah yang berbeda dan apa yang
terkandung didalam yurisprudensi tersebut dalam pertimbangan seorang hakim.
ABSTRACT
Indonesia as pluralistic country with assorted tribe, race, language and culture and
religion so that intermarriage occurs frequently. Intermarriage itself is not regulated in Law No.
1 of 1974 on Marriage and with the jurisprudence of the Supreme Court No. 1400 K / PDT / 1986
in the Jurisprudence decision does not prohibit the intermarriage so that the terms of a marriage
is no longer an obstacle for those who want to perpetuate Interfaith Marriage. The issue of
interfaith marriage arises in our country as a logical consequence of the recognition of Pancasila
as the foundation of legal product, which contained therein "The principle of religion freedom",
so long as we continue to recognize the existence of these two things, the issue of interfaith
marriage will always appear, therefore how records of a marriage which has rules that are
different and what is contained in the jurisprudence, in consideration of a judge.
1
Blog Gudang Ilmu Hukum, Perkawinan
Beda Agama di Indonesia, diakses pada tanggal
08 April 2015.
3
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 masalah dalam penulisan ini adalah sebagai
Tahun 1975. berikut :
Namun demikian dalam yurisprudensi
Mahkamah Agung RI register Nomor 1. Bagaimana pencatatan perkawinan
1400K/Pdt/1986 tentang Perkawinan Antara beda agama dengan adanya
Andi Vonny Gani P Beragama Islam dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.
Adrianus Petrus Hendrik Nelwa Beragama 1400 K / PDT / 1986 ?
Kristen Protestan melegalkan perkawinan 2. Apakah asas hukum yang terdapat
antara orang yeng berbeda agama dengan didalam yurisprudensi Mahkamah
jalan memerintahkan kepada kepada Agung No. 1400 K/PDT/1986 tentang
pegawai Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta perkawinan beda agama?
agar melangsungkan perkawinan antara
Andy Vonny Gani P., dengan Adrianus C. Tujuan Penelitian :
Petrus Nelwan setelah dipenuhi syarat- Memperhatikan perumusan masalah
syarat perkawinan menurut Undang- sebagaimana tersebut diatas, maka
Undang. Menurut pertimbangan Mahkamah penelitian ini bertujuan untuk dapat
Agung bahwa di Indonesia khususnya dalam mendiskripsikan dan mengidentifikasi
Undang-Undang Perkawinan tidak bagaimana pencatatan perkawinan beda
ditemukan adanya aturan tentang agama dengan adanya Yurisprudensi
perkawinan antara orang yang berbeda Mahkamah Agung No. 1400K/PDT/1986,
agama. Menurutnya telah terjadi dan Untuk dapat menganalisa apa asas
kekosongan hukum dalam bidang hukum hukum yang terdapat dalam Yurisprudensi
perkawinan. Oleh karena itu, putusannya Mahkamah Agung sehingga didalam
dalam kasus di atas bukan hanya perlu bagi putusannya memperbolehkan adanya
para pihak (antara Andi Vonny Gani P dan perkawinan beda agama.
Adrianus Petrus Hendrik Nelwa) akan demi
untuk mengisi kekosongan hukum di bidang D. Manfaat Penelitian :
perkawinan agar tidak terjadi terus menerus. Hasil penelitian ini diharapkan
Putusan Mahkamah Agung di atas, sebagai bahan pertimbangan dan informasi
sudah barang tentu memiliki implikasi besar bagi masyarakat, khususnya bagi
terhadap praktik perkawinan beda agama di masyarakat atau golongan lain yang
Indonesia. Mahkamah Agung sebagai muara melangsungkan perkawinan antar agama
hukum tertinggi di Indonesia menjadi atau yang belum melakukan perkawinan
rujukan dan referensi dari hakim tingkat antar agama, karena dengan perkawinan itu
pertama dan banding dalam memutuskan hal menimbulkan banyak kerugian terutama
serupa yaitu perkawinan antara orang yang pada kedua belah pihak dan anak. Sebagai
berbeda agama. masukan dan kajian ilmu hukum dibidang
administrasi secara umum khususnya terkait
B. Permasalahan dengan adanya perkawinan beda agama.
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang, maka yang menjadi rumusan
2 4
Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan
Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam,
Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sayuti Thalib, (Jakarta: Departemen Agama, 2001), h. 15.
5
Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI (H. Arso Sostroatmodjo, dan A. Wasit Aulawi,
Press, 1986), cet. Ke-5, h. 175. Di pasal ini Hukum Perkawinan Indonersia (Jakarta: Bulan
diatur tata cara pencatatan pernikahan baik Bintang, 2001), h. 55-56.
sesama muslim maupun muslim/ dengan non 6
Perbedaan pandangan hidup apalagi akdah
muslim. agama, bisa menimbulkan jurang pemisah dalam
3
Syaharani, Masalah-masalah Hukum kehidupan berumah tangga, karena akidah yang
Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Alumni, tth berbeda bisa mengakibatkan juga perbedaan
2001), h. 10. dalam cara memandang kehidupan ini.
5
tersebut, hal ini dapat terjadi karena adanya Kemudian dalam ayat (2) pasal yang sama
pergaulan yang bebas dan terbuka antara menyatakan :
umat manusia. Dengan alasan tersebut tidak
dapat dipungkiri pernikahan beda agama “Pencatatan perkawinan dari mereka yang
menjadi hal yang semakin umum melangsungkan perkawinanya menurut
dilingkungan masyarakat7. Untuk sahnya agamanya dan kepercayaan itu selain agama
suatu perkawinan yang ditinjau dari sudut Islam, dilakaukan oleh pegawai pencatatan
keperdataan adalah bilamana perkawinan perkawinan pada kantor catatan sipil
tersebut sudah dicatat atau didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam berbagai
pada Kantor Urusan Agama atau Kantor perundang-undangan mengenai Pencatatan
Catatan Sipil sesuai dengan agama yang perkawinan.”
dianutnya. 8 Selama perkawinan ini belum
terdaftar perkawinan itu masih belum Namun didalam Pasal 21 Undang -
dianggap sah menurut ketentuan hukum Undang Perkawinan hanya diatur mengenai
negara sekalipun mereka sudah memenuhi kewenangan pengadilan untuk mengadili
prosedur dan tata cara menurut ketentuan permohonan penolakan pegawai pencatatan
agama. Sedangkan bilamana yang ditinjau perkawinan untuk melangsungkan
sebagai suatu perbuatan keagamaan perkawinan, yang berbunyi :
pencatatan nikah hanyalah sekedar 1) Jika pegawai pencatat perkawinan
memenuhi administrasi perkawinan saja berpendapat bahwa terhadap
yang tidak menentukan sah atau tidaknya perkawinan ada larangan menurut
suatu perkawinan9. Undang-undang ini akan menolak
Perbuatan pencatatan perkawinan, melangsungkan perkawinan.
bukanlah menentukan sah atau tidaknya 2) Di dalam penolakan, permintaan
suatu perkawinan. Pencatatan bersifat salah satu pihak yang ingin
Administratif, yang menyatakan bahwa melangsungkan perkawinan oleh
suatu peristiwa perkawinan memang ada dan pegawai pencatat perkawinan akan
terjadi. Dengan pencatatan itu perkawinan diberikan suatu keterangan tertulis
menajdi jelas, baik bagi yang bersangkutan dari penolakan tersebut disertai
maupun bagi pihak-pihak lainya. Suatu dengan alasan-alasan penolakan.
perkawinan yang tidak dicatat dalam akta 3) Para pihak yang perkawinannya
nikah dianggap tidak ada oleh Negara dan ditolak berhak mengajukan
tidak mendapatkan kepastian hukum. permohonan kepada pengadilan di
Mengenai pencatatan perkawinan ini dalam wilayah mana pegawai
lebih lanjut sebagaimana dikemukakan pencatat perkawinan yang
sebelumnya, pasal 2 ayat (1) Peraturan mengadakan penolakan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 berkedududkan untuk memberikan
menyatakan: keputusan, dengan menyerahkan
surat keterangan penolakan tersebut
“pencatatan perkawinan dari mereka yang di atas.
melangsungkan perkawinannya menurut 4) Pengadilan akan memeriksa
agama Islam, dilakukan oleh Pegawai perkaranya dengan cara singkat dan
Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam akan memberikan ketetapan, apakah
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 ia akan menguatkan penolakan
tentang pencatatan Nikah, Talak, dan tersebut ataukah memerintahkan
Rujuk”. agar supaya perkawinannya
dilangsungkan.
7
Blog Gudang Ilmu Hukum, Perkawinan Beda 9
Ibid.
Agama di Indonesia, diakses pada tanggal 08
April 2015.
8
Ibid.
6
10
Hasil wawancara dengan Ibu Hasmiar, S.Sos .
jabatan sebagai Kepala Bidang Pencatatan
Perkawinan
8
11 12
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Sekali Lagi.com, “Tentang Perkawinan Antar
Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Agama” diakses tanggal 3 November 2010.
dalam Teori dan Praktek,Mandar Maju,
Bandung : 2005, hlm.11.
9
hukum agama atau menikah di luar negeri13. kenyataan hidup di Indonesia yang
Ketentuan ini disebut sebagai salah satu cara masyarakatnya bersifat pluralistik, sehingga
penyeludupan hukum bagi perkawinan beda tidak sedikit terjadi perkawinan antar agama.
agama. Maka Mahkamah Agung berpendapat
Bahwa karena di dalam Undang- bahwa tidak dapat dibenarkan terjadinya
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang kekosongan hukum tersebut, sehingga
perkawinan tidak secara tegas mengatur perkawinan antar agama jika dibiarkan dan
tentang perkawinan antar agama, dengan tidak diberikan solusi secara hukum, akan
demikian untuk dapat mengisi kekosongan menimbulkan dampak negatif dari segi
hukum yang terjadi Mahkamah Agung yang kehidupan bermasyarakat maupun beragama
memberikan mengeluarkan putusan berupa penyelundupan-penyelundupan
terhadap perkawinan antar agama yang nilai-nilai sosial maupun agama serta hukum
diajukan oleh Andy Vonny yaitu pada positif, sehingga Mahkamah Agung harus
tanggal 20 Januari 1989 Nomor 1400 dapat menentukan status hukumnya15.
K/Pdt/1986 dalam pertimbangannya Mahkamah Agung dalam putusan
Mahkamah Agung menyatakan, di dalam Nomor 1400K/PDT/1986 tanggal 20 Januari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak 1989 menyatakan memerintahkan Pegawai
memuat suatu ketentuan tentang perbedaan Pencatatan pada Kantor Catatan Sipil
agama antara calon suami dan calon isteri Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
sebagai larangan perkawinan, dan hal ini supaya melangsungkan perkawinan anatara
sejalan dengan UUD 1945 pasal 27 yang Andi Vonny P. (beragama Islam) dengan
menyatakan bahwa segala warga negara Adrianus Petrus Hendrik Nelawan
bersamaan kedudukannya di dalam hukum, (beragama Kristen protestan), setelah
tercakup di dalamnya kesamaan hak asasi dipenuhinya syarat-syarat perkawinan
untuk kawin dengan sesama warga negara menurut undang-undang. Kemudian
sekalipun berlainan agama, dan selama oleh menolak dan membatalkan surat penolakan
undang-undang tidak ditentukan bahwa Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah
perbedaan agama merupakan larangan untuk Abang Jakarta dan Kantor catatan Sipil
perkawinan, maka asas itu adalah sejalan Jakarta masing-masing dengan surat tanggal
dengan jiwa yang termuat di dalam pasal 29 5 maret 1986 Nomor K2/NJ-1/834/III/1986
UUD 1945 tentang dijaminnya oleh negara dan Nomor 655/1.755.4/CS/1986, bahkan
kemerdekaan bagi setiap warga negara membatalkan Penetapan pengadilan Negeri
untuk memeluk agama masing-masing. Jakarta Pusat tanggal 11 April 1986 Nomor
Dengan tidak diaturnya perkawinan 382/PDT/P/1986/PN.JKT/PST sejauh
antar agama di dalam Undang-Undang mengenai penolakan melangsungkan
Nomor 1 Tahun 1974 dan didalam GHR perkawinan.
(Regling op de Gemengde Huwelijken) juga
HOCI tidak dapat dipakai karena terdapat Berdasarkan permasalah perkawinan
perbedaan prinsip maupun falsafah yang beda agama ini abstrak hukum yang dapat
sangat lebar antara Undang-Undang Nomor digali dari Putusan Mahkamah Agung
1 Tahun 1974 dengan kedua ordonansi Nomor 1400K/PDT/1986 tanggal 20 Januari
tersebut, akibatnya dalam perkawinan antar 1989, intinya demikian :
agama terjadi kekosongan hukum14. Di
samping kekosongan hukum juga dalam
13 15
Gracie23’s Weblog, Solusi Beda Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di
agama=Paramadina, Prof. Wahyono Darmabrata Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung , 2000),
membahas pernikahan antar agama di Indonesia Hal .....
yang tidak disahkan secara hukum di akses
tanggal 14 November 2010.
14
Syaharani, Masalah-masalah Hukum
Perkawinan di Indonesia , (Bandung Alumni, tth
2001) hl..
10
“Pegawai Pencatatan Nikah pada Kantor berpendapat dari kasus perkawinan beda
Urusan Agama yang telah menolak agama ini, Mahkamah Agung telah menguji
melangsungkan pernikahan perkawinan peraturan setingkat Undang-undang eks
antara seorang gadis yang beragama Islam belanda yang berlaku melalui ketentuan
dengan seorang pria yang beragama Kristen, peralihan (transitory Provision) dalam
kemudian dengan diajukannya permohonan hukum. Mahkamah Agung juga tampak
kepada Kantor catatan Sipil agar perkawinan bertindak selaku pengawal falsafah negara
mereka dilangsungkan dikantor ini, harus dan konstitusi. Hak menguji Mahkamah
ditafsirkan bahwa calon mempelai wanita Agung (atau Jusicial review Versi
beragama Islam tersebut sudah tidak Indonesia) berkaitan dengan penafsiran
menghiraukan lagi Ketentuan Hukum hukum.
Agama Islam yang dipeluknya tentang
perkawinan. Keadaan ini dapat ditafsirkan Dari putusan Mahkamah Agung
pula bahwa ia menginginkan agar Nomor 1400K/PDT/1986 tanggal 20 Januari
perkawinannya dilangsungkan tidak 1989 tersebut, dapat diketahui bahwa
menurut Hukum Agama Islam. Dengan Mahkamah Agung “memperkenankan”
demikian, oleh karenanya mereka berdua perkawinan antara calon mempelai yang
(calon suami Istri Tersebut) berstatus tidak berbeda agama (seseorang yang beragama
beragama Islam maka Pegawai Kantor Kristen Protestan sebagai calon suami) dan
Catatan Sipil wajib melangsungkan menunjuk Kantor Catatan Sipil sebagai
perkawinan ini”. lembaga yang berwenang melangsungkan
perkawinan beda agama tersebut. Hal ini
Salah satu konsideransi menimbang dari didasarkan pada pertimbangan, bahwa:
Putusan Mahkamah Agung tersebut,
menyatakan : 1) Undang-undang Perkawinan yang
berlaku sekarang, tidak mengatur
“Dari asas perbedaan agama dari calon mengenai perkawinan dari calon
suami istri bukan merupakan larangan suami istri yang berlainan agama;
perkawinan bagi mereka yang kenyataannya 2) Sebelum berlakunya Undang-undang
bahwa terjadi banyak perkawinan yang Perkawinan, ada peraturan yang
diniatkan oleh mereka yang berlainan mengatur perkawinan campuran ialah
agama, Mahkamah Agung berpendapat Regeling op de Gemengde Huwelijken
bahwa tidaklah dapat dibenarkan kalau Stbld. 1898 Nomor 258 (GHR).
karena kekosongan hukum, maka kenyataan Walaupun dalam kasus ini dapat
dan kebutuhan social seperti di atas diterapkan GHR tersebut berdasarkan
dibiarkan tidak terpecahkan secara hukum, Pasal 66 undang-undang Perkawinan,
karena membiarkan masalah tersebut karena Undang-undang Perkawinan
berlarut-larut pasti akan menimbulkan tidak megaturnya, namun ketentuan
dampak negative di segi kehidupan dari GHR ini tidak mungkin dapat
bermasyarakat maupun beragama yang dipakai karena terdapat perbedaan
berupa penyelundupan-penyelundupan prinsip yang amat lebar antara
nilai-nilai social maupun agama dan/atau undang-undang dengan GHR, yaitu
ditemukan dan ditentukan oleh hukumnya”. Undang-undang Perkawinan
menganut asas bahwa perkawinan
Dalam permasalahan perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut
beda agama ini, maka Mahkamah Agung agamanya masing-masing dan
telah menggunakan saran dan melakukan kepercayaan itu dan ini merupakan
penafsiran hukum (Legal interpretation) salah satu perwujudan dari Pancasila
dalam rangka penemuan sebagai falsafah Negara, di mana
hukum16..Mohammad Fajrul Falaakh perkawinan tidak lagi dilihat hanya
16
ibid...
11
dalam hubungan perdata saja, sebab hal tersebut tidak bertentangan dengan isi
perkawinan mempunyai hubungan Pasal 20 dan 21 AB, karena :
yang erat sekali dengan a. Pasal 20 AB menyatakan :
agama/kerohanian, sehingga tidak ada “De rechter moet volgens de wet
perkawinan di luar hukum masing- reghtspreken. Behoudens het bepaalde
masing agamanya dan bij art 20 AB mag hij in geen geval de
kepercayaannya itu. Adapun innerlijke waarde of billijkheid der wet
perkawinan yang diatur dalam GHR beoordeelen” yang menurut pasal 20
memandang soal perkawinan hanya AB ini adalah hakim harus mengadili
dalam hubungan perdata saja. menurut undang-undang atau keadilan
3) Dengan demikian, jelas bahwa daripada undang-undang pasal 20 AB
Undang-undang Perkawinan ini, seperti yang didasarkann pada
mengahadapi “a quo” terdapat paham legisme dan pada dewasa ini
“kekosongan hukum”, karena anggapan ini sudah tidak dapat diterima
menurut kenyataan dan yurisprudensi lagi.
dalam hal perkawinan antara calon b. Pasal 21 AB berbunyi :
suami dan calon istri yang berbeda “geen rechter mag, bij wege van
agamanya ada 2 (dua stelsel hukum algemeene verordening, dispotie of
perkawinan yang berlaku pada saat reglement, uitspraak doen in zaken,
yang sama, sehingga harus ditentukan welke aan zijn beslissing zijn
hukum perkawinan yang mana yang onderworpen”. Disini dijelaskan
diterapkan, sedangkan Pasal 2 ayat (1) bahwa hakim tidak dapat memberikan
Undang-undang Perkawinan junto keputusan yang akan berlaku sebagai
Pasal 10 ayat (2) Peraturan peraturan umum. Bahwa hakim
Pemerintah Nomro 9 Tahun 1975 menganut atau melihat putusan hakim
hanya berlaku bagi perkawinan antar lain bukan karena putusan hakim lain
dua orang yang sama agamanya. Di itu diberlakukan untuk umum,
samping adanya kekosongan hukum, melainkan karena faktor psikologis,
maka juga di dalam kenyataan hidup segi praktis atau pendapat yang sama.
di Indonesia yang masyarakatnya c. Lain dari pada itu Pasal 1917 KUH
bersifat heterogen tidak sedikit terjadi Perdata menegaskan bahwa keputusan
perkawinan atau niat melaksanakan hakim lain hanya berlaku kepada pihak-
perkawinan seperti di atas. pihak yang perkaranya diselesaikan
Namun dalam aturan lain seperti yang menurut keputusan itu, oleh karenanya
jelaskan didalam angka 3 Penjelasan secara pinsipal hakim tidak terkait
Umum atas UUP dinyatakan : kepada keputusan hakim lainnya.
“Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila Dalam Hal ini dapat ditarik suatu
dan Undang-undang Dasar 1945 maka gambaran bahwa alasan Seorang Hakim
undang-undang ini, di satu pihak harus Mempergunakan Putusan Hakim Lain
mewujudkan prinsip-prinsip yang dengan berbagai pertimbangan yaitu sebagai
terkandung dalam Pancasila dan Undang- berikut :
Undang dasar 1945, sedangkan di lain pihak a. Pertimbangan psikologis
harus dapat menampung segala kenyataan Karena keputusan hakim mempunyai
yang hidup dalam masyarakat dewasa ini. kekuatan/kekuasaan hukum, terutama
Undang-undang Perkawinan ini telah keputusan Pengadilan Tinggi dan
menampung di dalamnya Unsur-unsur dan Mahkamah Agung, maka biasanya
ketentuan-ketentuan Hukum Agamanya dan hakim bawahan segan untuk tidak
Kepercayaannya itu dari yang mengikuti putusan tersebut.
bersangkutan”. b. Pertimbangan Praktis
Karena dalam kasus yang smaa sudah
Meskipun yurisprudensi mempunyai pernah dijatuhkan putusan oleh hakim
pengaruh terhadap hakim-hakim lain namun terdahulu-lebih-lebih apabila putusan
itu sudah dibenarkan/diperkuar oleh
12
17
Hasil wawancara dengan Bapak Hongkun
Ottoh, SH.MH sebagai Hakim pada Pengadilan
Negeri Samarinda
14
apakah yurisprudensi ini tidak tetap atau hakim perlu untuk menafsirkan dan
tidak tetap itu tergantung kepada seorang menemukan hukum yang cocok terhadap
hakim masing-masing yang memutus suatu masyarakat pada umumnya.
perkara berdasarkan keyakinan dan
kehendaknya sehingga apakah ada yang mau PENUTUP
memakai dan / yau tidaknya memakai atau KESIMPULAN DAN SARAN
melihat yurisprudensi terlebih dahulu itu
tergantung oleh masing-masing hakim dan Bahwa berdasarkan permasalahan
tidak dapat di pastikan mereka memiliki pencatatan perkawinan terhadap perkawinan
keputusan yang sama dengan perkara yang beda agama dengan adanya Yurisprudensi
sama. Akan tetapi kalau untuk orang yang Mahkamah Agung No. 1400K/PDT/1986
berperkara bisa saja, tapi sebagai hakim dapat ditarik kesimpulan bahwa Kantor
perlu menemukan penemuan hukum jadi Catatan Sipil sebagai instansi pencatatan
tergantung hakim-hakim lagi yang harus pernikahan non muslim hanya berpedoman
yakin untuk mengambil keputusan18. kepada Undang-Undang Perkawinan dan
Aliran yang membolehkan Aturan Administrasi Kependudukan yang
penemuan hukum oleh hakim dalam mana pencatatan nikah di Capil ini harus non
proses peradilan adalah aliran muslim, terkecuali peristiwa hukum lainnya,
Rechtsvinding . Aliran ini berpendapat ataupun perintah dari atasan Kebijakan dari
bahwa tidak seluruh hukum ada dalam Pemerintah Pusat yang mengaharuskan
Undang - undang karena disamping Undang perkawinan beda agama dilaksanakan di
- undang masih ada sumber - sumber Catatan Sipil, jadi dengan adanya
hukum lainnya yang dapat digunakan Yurisprudensi atau Putusan lainnya yang
hakim dalam penemuan hukum. menurut membolehkan adanya perkawinan beda
aliran ini hakim tidak semata - mata agama ini tidak mengubah aturan yang ada
mengabdi pada kepastian hukum, pada Kantor Catatan Sipil itu sendiri
melainkan juga merealisasikan keadilan. terkecuali kebijakan Pemerintah Pusat
Hakim memang harus menghormati melalui kepala dinas memerintahkan untuk
undang -undang melainkan harus itu.
menggunakan undang - undang sebagai Asas yang ada didalam Yurisprudensi
sarana untuk menemukan pemecahan No. 1400K/PDT/1986 terhadap perkawinan
hukum dari setiap peristiwa yang beda agama yaitu asas Precedent dan asas
disodorkan kepadanya, yang dapat men bebas namun pada pelaksanaannya asas
jadi pedoman bagi pemecahan peristiwa yang terkandung yaitu Asas Kebebasan
kongkrit serupa lainnya. Hakim dalam menafsirkan hukum termasuk
Dengan demikian hakim tidak Asas Penemuan Hukum, Asas
sekedar menjadi penafsir undang - undang Kemanusiaan, Asas Kepastian Hukum, Asas
melainkan juga sebagai pencipta hukum. Keadilan, Asas Hak Asasi Manusia, karena
Penemuan hukum seperti ini dapat dikatakan tidak adanya kepastian atau aturan yang
penemuan hukum bebas19. Namun dalam mengatur tentang perkawinan beda agama
arti seorang hakim hanya berpegang sehingga pengadilan adalah tempat atau
terhadap keadaan masyarakat dan tidak wadah dan / atau benteng terakhir untuk
memperdulikan aturan seperti Undang- menggali dan menemukan hukum bagi para
undang melainkan tetap kepada dasar pencari keadilan, sehingga bagi hakim yang
hukum dan juga mempelajari situasi yang menangani kasus seperti ini bisa saja
kondusif didalam masyarakat karena kemungkinan dikabulkan karena beberapa
sebenarnya Undang-undang akan selalu faktor seperti Kemanusian, Hak Asasi
terlambat dengan cepat tanggapnya sikap Manusia, Keadilan, dan Undang-Undang
juga perilaku masyarakat sehingga seorang Dasar, namun seorang hakim tidak boleh
18 19
Sudikno Mertokusumo, Tahun 1996 _ 9 6-97).
Hasil wawancara dengan Bapak Hongkun
Ottoh, SH.MH yang bekerja sebagai Hakim pada
Pengadilan Negeri Samarinda
15
lepas dari pada Undang-undang sebagai hukum terhadap perkawinan, dan hendaknya
aturan yang mengatur hukum perkawinan pemerintah membuat undang-undang yang
yang telah di Unifikasikan dalam Undang- sesuai dengan kondisi bangsa indonesia,
undang No. 1 tahun 1974, dan tetap melihat serta mengakomodir kepentingan seluruh
kondisi masyarakat yang dinamis untuk masyarakat indonesia yang bermacam-
mengambil suatu keputusan. macam suku, agama, ras, dan golongan,
Karenanya penulis memiliki saran perlu sehingga seorang hakim tidak perlu lagi
adanya perubahan dengan cara Yudicial menafsirkan suatu undang-undang.
Review sehinga tidak adanya kekaburan
Reg. 1400K/PDT/1986