Anda di halaman 1dari 17

1

KAJIAN HUKUM TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DENGAN ADANYA


YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG NO. 1400K/PDT/1986.

Karina Lizwary dan Wahyuni Safitri


Karinalizwary93@gmail.com, wahyunibun@gmail.com,
Fakultas Hukum
Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

ABSTRAK
Indonesia sebagai masyarakat yang Pluralistrik dengan berbagai macam Suku, Ras,
Bahasa dan Budaya serta Agama sehingga perkawinan antar agama sering terjadi. Perkawinan
antar agama sendiri tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1400 K/PDT/1986 yang
dalam putusan Yurisprudensi tersebut tidak melarang adanya perkawinan antar agama sehingga
syarat suatu perkawinan tidak lagi menjadi halangan bagi mereka yang ingin melangsungkan
Perkawinan Beda Agama. Persoalan perkawinan beda agama ini timbul dinegara kita sebagai
konsekuensi logis diakuinya Pancasila sebagai landasan bagi produk hukum, dimana didalamnya
terkandung "Prinsip kebebasan beragama" , sehingga selama kita masih mengakui adanya dua
hal tersebut, persoalan perkawinan beda agama akan selalu muncul, oleh karenanya bagaimana
pencatatan terhadap suatu perkawinan yang memiliki kaidah yang berbeda dan apa yang
terkandung didalam yurisprudensi tersebut dalam pertimbangan seorang hakim.

Kata kunci: Pencatatan Perkawinan, Perkawinan Beda Agama, Yurisprudensi.

ABSTRACT

Indonesia as pluralistic country with assorted tribe, race, language and culture and
religion so that intermarriage occurs frequently. Intermarriage itself is not regulated in Law No.
1 of 1974 on Marriage and with the jurisprudence of the Supreme Court No. 1400 K / PDT / 1986
in the Jurisprudence decision does not prohibit the intermarriage so that the terms of a marriage
is no longer an obstacle for those who want to perpetuate Interfaith Marriage. The issue of
interfaith marriage arises in our country as a logical consequence of the recognition of Pancasila
as the foundation of legal product, which contained therein "The principle of religion freedom",
so long as we continue to recognize the existence of these two things, the issue of interfaith
marriage will always appear, therefore how records of a marriage which has rules that are
different and what is contained in the jurisprudence, in consideration of a judge.

Keywords: marriage registration, marriage interfaith, jurisprudence.


2

PENDAHULUAN Masalah Kewenangan Di bidang Catatan


Sipil. Adapun pencatatan perkawinan
A. Latar Belakang dimaksud untuk menjadikan peristiwa
Perkawinan mempunyai arti dan perkawinan itu menjadi jelas, baik bagi yang
kedudukan yang sangat penting dalam tata bersangkutan, maupun bagi orang lain dan
kehidupan manusia. Sebab dengan masyarakat, hal ini dapat dibaca dalam suatu
perkawinan, dapat dibentuk ikatan surat yang bersifat resmi dan termuat pula
hubungan pergaulan antara dua insan yang dalam daftar khusus yang disediakan untuk
berlainan jenis secara resmi dalam suatu itu, sehingga sewaktu-waktu dapat
ikatan suami-istri menjadi satu keluarga. digunakan di mana perlu, terutama sebagai
Seperti yang diketahui bersama bahwa di alat bukti tertulis yang autentik.
indonesia diakui lebih dari 1 (satu) agama, Berdasarkan Pasal 2 ayat (2)
sehingga tidak menutup kemungkinan calon Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975,
pasangan yang akan melangsungkan maka lembaga catatan sipil ikut berperan
perkawinan berbeda dalam hal ini adalah dalam suatu perkawinan, yaitu sebagai
Agama. fenomena perkawinan berbeda lembaga pencatat perkawinan, terutama
agama dapat banyak dijumpai di lingkungan terhadap perkawinan dari mereka yang
masyarakat kita, sebagai contoh yang dapat melangsungkan perkawinan menurut
dilihat adalah pernikahan di kalangan para agamanya selain agama Islam. Kantor
artis seperti Dedy Combuzier dan Kalina, Catatan Sipil dalam melaksanakan tugasnya
Melly Manuhutu dan Prakaca, Lidya sebagai instansi pencatat perkawinan bagi
Kandau dan Jamal Mirdad, Ira Wibowo dan mereka yang melangsungkan perkawinan
Katon Bagaskara, serta Amara dan Francois selain beragama Islam, berhak untuk
Mohede dan masih banyak yang lainnya. menolak mencatatkan perkawinan yang
Hal tersebut menjadi dasar timbulnya tidak dibenarkan oleh agama yang dianut
permasalahan dalam penetapan prinsip Pasal oleh pasangan yang akan melangsungkan
2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun perkawinan.
1974 Tentang Perkawinan tidak Bagi pasangan yang hendak
memberikan ruang pengaturan bagi melangsungkan perkawinan, harus
pernikahan yang akan melangsungkan memenuhi syarat-syarat tertentu untuk
perkawinan berbeda agamanya1. Untuk sahnya suatu perkawinan. Ikatan antara
melaksanakan pencatatan, pada pasal 2 seorang pria dan seorang wanita dapat
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dipandang sebagai suami isteri, mana kala
menyatakan "bahwa bagi yang beragama ikatan tersebut didasarkan pada adanya
Islam oleh Pegawai Pencatat sebagaimana perkawinan yang sah, untuk sahnya
dimaksud dalam Undang-Undang No. 32 perkawinan harus memenuhi syarat-syarat
Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, tertentu yang telah ditentukan oleh undang-
Talak dan Rujuk, sedangkan bagi mereka undang. Supaya perkawinan dapat
yang bukan beragama Islam dilakukan oleh dilangsungkan, maka calon mempelai harus
Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor memenuhi syarat-syarat untuk
Catatan Sipil", dalam hal ini diatur dalam melangsungkan perkawinan. Syarat-syarat
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 perkawinan di Negara Republik Indonesia
tentang pelaksanaan Undang-Undang diatur dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 11
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dan Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Perkawinan dan Peraturan
No. 12 Tahun 1983 tentang Pengaturan

1
Blog Gudang Ilmu Hukum, Perkawinan
Beda Agama di Indonesia, diakses pada tanggal
08 April 2015.
3

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 masalah dalam penulisan ini adalah sebagai
Tahun 1975. berikut :
Namun demikian dalam yurisprudensi
Mahkamah Agung RI register Nomor 1. Bagaimana pencatatan perkawinan
1400K/Pdt/1986 tentang Perkawinan Antara beda agama dengan adanya
Andi Vonny Gani P Beragama Islam dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.
Adrianus Petrus Hendrik Nelwa Beragama 1400 K / PDT / 1986 ?
Kristen Protestan melegalkan perkawinan 2. Apakah asas hukum yang terdapat
antara orang yeng berbeda agama dengan didalam yurisprudensi Mahkamah
jalan memerintahkan kepada kepada Agung No. 1400 K/PDT/1986 tentang
pegawai Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta perkawinan beda agama?
agar melangsungkan perkawinan antara
Andy Vonny Gani P., dengan Adrianus C. Tujuan Penelitian :
Petrus Nelwan setelah dipenuhi syarat- Memperhatikan perumusan masalah
syarat perkawinan menurut Undang- sebagaimana tersebut diatas, maka
Undang. Menurut pertimbangan Mahkamah penelitian ini bertujuan untuk dapat
Agung bahwa di Indonesia khususnya dalam mendiskripsikan dan mengidentifikasi
Undang-Undang Perkawinan tidak bagaimana pencatatan perkawinan beda
ditemukan adanya aturan tentang agama dengan adanya Yurisprudensi
perkawinan antara orang yang berbeda Mahkamah Agung No. 1400K/PDT/1986,
agama. Menurutnya telah terjadi dan Untuk dapat menganalisa apa asas
kekosongan hukum dalam bidang hukum hukum yang terdapat dalam Yurisprudensi
perkawinan. Oleh karena itu, putusannya Mahkamah Agung sehingga didalam
dalam kasus di atas bukan hanya perlu bagi putusannya memperbolehkan adanya
para pihak (antara Andi Vonny Gani P dan perkawinan beda agama.
Adrianus Petrus Hendrik Nelwa) akan demi
untuk mengisi kekosongan hukum di bidang D. Manfaat Penelitian :
perkawinan agar tidak terjadi terus menerus. Hasil penelitian ini diharapkan
Putusan Mahkamah Agung di atas, sebagai bahan pertimbangan dan informasi
sudah barang tentu memiliki implikasi besar bagi masyarakat, khususnya bagi
terhadap praktik perkawinan beda agama di masyarakat atau golongan lain yang
Indonesia. Mahkamah Agung sebagai muara melangsungkan perkawinan antar agama
hukum tertinggi di Indonesia menjadi atau yang belum melakukan perkawinan
rujukan dan referensi dari hakim tingkat antar agama, karena dengan perkawinan itu
pertama dan banding dalam memutuskan hal menimbulkan banyak kerugian terutama
serupa yaitu perkawinan antara orang yang pada kedua belah pihak dan anak. Sebagai
berbeda agama. masukan dan kajian ilmu hukum dibidang
administrasi secara umum khususnya terkait
B. Permasalahan dengan adanya perkawinan beda agama.
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang, maka yang menjadi rumusan

METODE PENELITIAN Selanjutnya untuk menunjang dan


melangkapi fakta yang ada, maka dilakukan
Penelitian mengenai “Kajian Hukum pula penelitian lapangan. Yang menjadi
terhadap Perkawinan Beda Agama sasaran penelitian hukum ini ada dua yaitu
dengan adanya Yurisprudensi Mahamah norma untuk penelitian kepustakaan dan
Agung No. 1400 K/PDT/1986” merupakan perilaku untuk penelitian lapangan. Lokasi
penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian penelitian berada pada Kantor Catatan Sipil
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan Kota Samarinda dengan responden Kepala
pustaka yang merupakan data sekunder, Bidang Pencatatan dan Pengadilan Negeri
yang disebut penelitian kepustakaan. Samarinda. Teknik pengumpulan data
4

dengan menggunakan questioner, Laporan hasil penelitian ini bersifat


wawancara observasi dan dokumentasi. deskriptif analisis.

PEMBAHASAN Kompilasi Hukum Islam Pasal 5 ayat 1


sebagimana berbunyi “agar terjamin
A. Pencatatan perkawinan terhadap ketertiban perkawinan bagi masyarakat
pekawinan beda agama dengan Islam setiap perkawinan harus dicatat.” 4
adanya Yurisprudensi No. Pencatatan perkawinan adalah suatu
1400K/PDT/1986. yang dilakukan oleh pejabat negara terhadap
Sahnya suatu perkawinan merupakan peristiwa perkawinan. Dalam hal ini
hal yang sangat penting karena ia berkaitan pegawai pencatat nikah yang
erat sekali dengan akibat-akibat perkawinan, melangsungkan pencatatan, ketika akan
baik yang berkenaan dengan keturunan melangsungkan suatu akad perkawinan
(anak) maupun harta. Bila perkawinan antara calon suami dan calon istri.
tersebut sah maka harta yang diperoleh Pencatatan adalah suatu administrasi
selama dalam perkawinan, maupun anak Negara dalam menciptakan ketertiban dan
yang lahir dalam perkawinan tersebut, kesejahteraan warga negaranya. Mencatat
kedudukan hukumnya tegas dan jelas. artinya memasukan perkawibnan itu
Untuk sahnya suatu perkawinan yang kedalam buku nikah ataupun kedalam akta
ditinjau dari sudut keperdataan adalah perkawinan kepada masing-masing suami
bilamana perkawinan tersebut sudah istri. Kutipan akta nikah itu sebagai bukti
dicatat atau didaftarkan pada Kantor otentik yang dilakukan oleh Pegawai
Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk. Juga oleh
sesuai dengan agama yang dianutnya. 2 Pegawai Perkawinan pada Kantor Catatan
Selama perkawinan ini belum terdaftar Sipil sebagaimana di maksud dalam
perkawinan itu masih belum dianggap sah berbagai perundang-undangan yang berlaku
menurut ketentuan hukum negara mengenai pencatatan perkawinan. 5
sekalipun mereka sudah memenuhi Umumnya orang menginginkan
prosedur dan tata cara menurut ketentuan pasangan hidup yang seagama6. Bukan
agama. Sedangkan bilamana yang ditinjau sengaja membeda-bedakan atau mendirikan
sebagai suatu perbuatan keagamaan jurang pemisah antara agama yang satu
pencatatan nikah hanyalah sekedar dengan agama yang lain, namun diharapkan
memenuhi administrasi perkawinan saja membangun keluarga berdasarkan satu
yang tidak menentukan sah atau tidaknya prinsip tentunya diharapkan akan lebih
suatu perkawinan. 3 Ketentuan mengenai mudah dan permasalahan beda agama tidak
pencatatan nikah diatur dalam Undang- perlu muncul dalam rumah tangga. Namun
undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak sedikit juga pasangan yang menikah
tentang Perkawinan dan Pasal 2 ayat 2 dan dengan adanya perbedaan keyakinan

2 4
Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan
Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam,
Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sayuti Thalib, (Jakarta: Departemen Agama, 2001), h. 15.
5
Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI (H. Arso Sostroatmodjo, dan A. Wasit Aulawi,
Press, 1986), cet. Ke-5, h. 175. Di pasal ini Hukum Perkawinan Indonersia (Jakarta: Bulan
diatur tata cara pencatatan pernikahan baik Bintang, 2001), h. 55-56.
sesama muslim maupun muslim/ dengan non 6
Perbedaan pandangan hidup apalagi akdah
muslim. agama, bisa menimbulkan jurang pemisah dalam
3
Syaharani, Masalah-masalah Hukum kehidupan berumah tangga, karena akidah yang
Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Alumni, tth berbeda bisa mengakibatkan juga perbedaan
2001), h. 10. dalam cara memandang kehidupan ini.
5

tersebut, hal ini dapat terjadi karena adanya Kemudian dalam ayat (2) pasal yang sama
pergaulan yang bebas dan terbuka antara menyatakan :
umat manusia. Dengan alasan tersebut tidak
dapat dipungkiri pernikahan beda agama “Pencatatan perkawinan dari mereka yang
menjadi hal yang semakin umum melangsungkan perkawinanya menurut
dilingkungan masyarakat7. Untuk sahnya agamanya dan kepercayaan itu selain agama
suatu perkawinan yang ditinjau dari sudut Islam, dilakaukan oleh pegawai pencatatan
keperdataan adalah bilamana perkawinan perkawinan pada kantor catatan sipil
tersebut sudah dicatat atau didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam berbagai
pada Kantor Urusan Agama atau Kantor perundang-undangan mengenai Pencatatan
Catatan Sipil sesuai dengan agama yang perkawinan.”
dianutnya. 8 Selama perkawinan ini belum
terdaftar perkawinan itu masih belum Namun didalam Pasal 21 Undang -
dianggap sah menurut ketentuan hukum Undang Perkawinan hanya diatur mengenai
negara sekalipun mereka sudah memenuhi kewenangan pengadilan untuk mengadili
prosedur dan tata cara menurut ketentuan permohonan penolakan pegawai pencatatan
agama. Sedangkan bilamana yang ditinjau perkawinan untuk melangsungkan
sebagai suatu perbuatan keagamaan perkawinan, yang berbunyi :
pencatatan nikah hanyalah sekedar 1) Jika pegawai pencatat perkawinan
memenuhi administrasi perkawinan saja berpendapat bahwa terhadap
yang tidak menentukan sah atau tidaknya perkawinan ada larangan menurut
suatu perkawinan9. Undang-undang ini akan menolak
Perbuatan pencatatan perkawinan, melangsungkan perkawinan.
bukanlah menentukan sah atau tidaknya 2) Di dalam penolakan, permintaan
suatu perkawinan. Pencatatan bersifat salah satu pihak yang ingin
Administratif, yang menyatakan bahwa melangsungkan perkawinan oleh
suatu peristiwa perkawinan memang ada dan pegawai pencatat perkawinan akan
terjadi. Dengan pencatatan itu perkawinan diberikan suatu keterangan tertulis
menajdi jelas, baik bagi yang bersangkutan dari penolakan tersebut disertai
maupun bagi pihak-pihak lainya. Suatu dengan alasan-alasan penolakan.
perkawinan yang tidak dicatat dalam akta 3) Para pihak yang perkawinannya
nikah dianggap tidak ada oleh Negara dan ditolak berhak mengajukan
tidak mendapatkan kepastian hukum. permohonan kepada pengadilan di
Mengenai pencatatan perkawinan ini dalam wilayah mana pegawai
lebih lanjut sebagaimana dikemukakan pencatat perkawinan yang
sebelumnya, pasal 2 ayat (1) Peraturan mengadakan penolakan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 berkedududkan untuk memberikan
menyatakan: keputusan, dengan menyerahkan
surat keterangan penolakan tersebut
“pencatatan perkawinan dari mereka yang di atas.
melangsungkan perkawinannya menurut 4) Pengadilan akan memeriksa
agama Islam, dilakukan oleh Pegawai perkaranya dengan cara singkat dan
Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam akan memberikan ketetapan, apakah
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 ia akan menguatkan penolakan
tentang pencatatan Nikah, Talak, dan tersebut ataukah memerintahkan
Rujuk”. agar supaya perkawinannya
dilangsungkan.

7
Blog Gudang Ilmu Hukum, Perkawinan Beda 9
Ibid.
Agama di Indonesia, diakses pada tanggal 08
April 2015.
8
Ibid.
6

Sehingga Mahkamah Agung dalam diizinkan untuk melaksakan perkawinan


putusan Nomor 1400K/PDT/1986 tanggal beda agama dengan alasan adanya
20 Januari 1989 menyatakan memerintahkan kekosongan hukum (Rechtscvatuum).
Pegawai Pencatatan pada Kantor Catatan
Sipil Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Namun dalam hal ini berdasarkan
Jakarta supaya melangsungkan perkawinan hasil penelitian di Kantor Catatan Sipil
anatara Andi Vonny P. (beragama Islam) khususnya di Kota Samarinda bahwa pernah
dengan Adrianus Petrus Hendrik Nelawan terjadi dengan adanya beberapa orang yang
(beragama Kristen protestan), setelah hendak melangsungkan perkawinan di
dipenuhinya syarat-syarat perkawinan Kantor Catatan Sipil, namun menurut
menurut undang-undang. Kemudian penjelasan dari Kepala Bagian Pencatatan
menolak dan membatalkan surat penolakan Kantor Catatan Sipil Kota Samarinda yang
Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah menjelaskan bahwa instansi Pencatatan Sipil
Abang Jakarta dan Kantor catatan Sipil hanya mencatatkan suatu peristiwa hukum
Jakarta masing-masing dengan surat tanggal perkawinan, kematian, kelahiran, tidak
5 maret 1986 Nomor K2/NJ-1/834/III/1986 untuk menikahkan suatu perkawinan, namun
dan Nomor 655/1.755.4/CS/1986, bahkan pencatatan perkawinan beda agama sendiri
membatalkan Penetapan pengadilan Negeri harus tunduk pada salah satu agama yakni
Jakarta Pusat tanggal 11 April 1986 Nomor non muslim karena instansi pencatatan yang
382/PDT/P/1986/PN.JKT/PST sejauh mereka lakukan adalah Kantor Pencatatan
mengenai penolakan melangsungkan Sipil yang mana Intansi Catatan Sipil hanya
perkawinan. mencatat Perkawinan untuk Non muslim
saja, bahwa dengan adanya Yurisprudensi
Dalam memberikan solusi hukum Mahkamah Agung No. 1400 K/PDT/1986
bagi perkawinan antar agama Mahkamah mengenai masalah perkawinan beda agama
Agung mengemukakan bahwa: yang memberikan kewenangan kepada
"Perkawinan antar agama dapat diterima Kantor Catatan Sipil untuk menikahkan
permohonannya di Kantor Catatan Sipil, seseorang yang memiliki agama berbeda
karena Kantor Catatan Sipil adalah satu- maka hal seperti ini yang membuat fungsi
satunya instansi yang berwenang untuk catatan Sipil bercabang yang semula hanya
melangsungkan permohonan bagi kedua mencatatkan saja malah ikut menikahkan,
calon suami isteri yang tidak beragama namun dalam hal ini menurut pendapat ibu
Islam, untuk itu wajib menerima Hasmiar, S.Sos sebagai narasumber
permohonan perkawinan antar agama". mengemukakan bahwa selaku kepala bidang
Seandainya kita tetap berpegang pencatatan biasanya hanya mencatatkan
secara konsisten dengan Undang -Undang perkawinan saja karena dalam hal ini
Perkawinan, maka persoalan perkawinan kembali kepada fungsi kantor Catatan Sipil
Beda agama ini tidak akan pernah terjadi. dan juga dasar hukum yang dipegang adalah
Undang-Undang Perkawinan dengan tegas Undang - Undang Administrasi
melarang terjadinya perkawinan beda Kependudukan yang mana suatu peristiwa
agama, kecuali hukum masing-masing hukum seperti pernikahan, kematian dan
agamanya daan kepercayaan agamanya itu perkawinan haruslah dicatat di Kantor
membolehkan. Ini berarti sepanjang hukum Catatan Sipil, terkecuali adanya hal-hal lain
masing-masing agamanya atau kepercayaan yang menungkinkan untuk melakukan suatu
agamanya itu membolehkan, perkawinan peristiwa hukum seperti menikahkan,
beda agama tersebut ”dapat” saja ataupun ada kebijakaan langsung dati
dilangsungkan. Bahkan dulu berdasarkan Kepala Dinas dan / atau memang perintah
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor langsung dari Kepala Pemerintah Pusat
MA/72/IV/1981 tanggal 20 April 1981 dan disana menyuruh instansi Kantor Catatan
Istruksi Menteri Dalam negeri Nomor 477 Sipil Kota samarinda untuk melakukan hal
tahun 1990, Kantor Catatan Sipil (sekarang
Dinas Catatan Sipil dan Pendaftaran
Kependudukan) diseluruh Indonesia
7

itu. 10 Untuk proses pencatatan perkawinan memutus dan menyelesaikan perkara-


beda agama pada Kantor Catatan Sipil perkara di tingkat pertama salah satunya di
Samarinda tidak berbeda dengan bidang Perkawinan. Dalam hal ini yang
perkawinan yang seagama karena Kantor membedakannya adalah untuk Peradilan
Catatan Sipil memberikan arahan bahwa agama hanya berkaitan dengan perkawinan
perkawinan beda agama haruslah harus yang dilakukan antara orang-orang yang
tunduk pada salah satu agama yaitu beragama Islam, sedangkan peradilan umum
perkawinan yang dilakukan menurut agama hanya untuk mereka yang non-muslim,
muslim ataupun hal sebaliknya, namun namun dalam hal ini jika terjadi perceraian
dalam hal ini jika mereka ingin melakukan terhadap perkawinan beda agama antara
pencatatan perkawinan di Instansi Catatan wanita yang beragama muslim dengan
Sipil maka itu berarti salah satu pihak yang seorang laki-laki yang beragama non
beragama muslim sudah tidak muslim atau sebaliknya, pengadilan mana
mengindahkan lagi agama yang dianutnya yang berwenang untuk menyelesaikannya.
dan tanpa disadari dia sudah mengakui Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang -
bahwa dengan melakukan pencatatan undang Dasar Negara Republik Indonesia
perkawinan tersebut dia sudah masuk Tahun 1945 disebutkan bahwa Indonesia
kepada agama non muslim karena sebuah adalah Negara hukum. Sebagai Negara yang
akta Perkawinan yang dikeluarkan oleh berdasarkan atas hukum, Indonesia dalam
Kantor Catatan Sipil bertempelkan materai menjalankan pemerintahannya memiliki
dan bertanda tangan kepala dinas bahwa lembaga- lembaga pemerintahan salah
perkawinan ini dengan mempunyai kekuatan satunya lembaga yudikatif dalam hal ini
hukum berupa akta otentik yaitu akta dapat terlihat dari Pasal 24 Undang - undang
perkawinan, dengan begitu pencatatan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
perkawinan sendiri tidak mempunyai 1945 yang menyatakan bahwa :
perbedaan dengan pencatatan perkawinan “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh
terhadap seseorang yang berbeda agama sebuah Mahkamah Agung dan Badan
ataupun yang memiliki agama lain seperti Peradilan yang berada di bawahnya dalam
hal beragama Kristen, Protestan ataupun lingkungan peradilan umum, lingkungan
agama lainnya yang bukan merupakan peradilan agama, lingkungan peradilan
agama muslim, karena pencatatan yang militer, lingkungan peradilan tata usaha
mereka lakukan adalah pencatatan negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi”.
perkawinan di Kantor Catatan Sipil, dengan Lebih jauh lagi juga di atur lebih
begitu semua diperlakukan sama. khusus dalam Pasal 10 ayat (1) Undang -
undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
B. Asas hukum yang terdapat dalam Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman
Yurisprudensi No. 1400K/PDT/1986. disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman
Indonesia memiliki badan peradilan dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan
yang mencakup 4 (empat) wilayah hukum, peradilan yang berada di bawahnya, serta
yang secara resmi diakui dan berlaku di oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Badan
Indonesia yaitu Peradilan Umum, Peradilan peradilan yang dimaksud mencakup 4
Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata (empat) wilayah hukum, yang secara resmi
Usaha Negara. Masing-masing peradilan diakui dan berlaku di Indonesia yaitu
tersebut memiliki kewenangan absolut dan Peradilan Umum, Peradilan Agama,
kewenangan relatif. Berkaitan dengan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
kewenangan absolut suatu peradilan, Negara. Keempat lembaga peradilan diatas,
Peradilan agama dan Peradilan umum masing-masing memiliki kekuasaan
memiliki kewenangan yang sama yaitu (kewenangan) yang terdiri atas kekuasaan
bertugas dan berwenang memeriksa, relatif (relative competentie) dan kekuasaan

10
Hasil wawancara dengan Ibu Hasmiar, S.Sos .
jabatan sebagai Kepala Bidang Pencatatan
Perkawinan
8

mutlak atau absolut (absolute competentie). berpandangan bahwa perkawinan beda


Kewenangan relatif berkaitan dengan agama merupakan hal yang sama dengan
wilayah hukum suatu pengadilan atau perkawinan campuran, tetapi sebenarnya hal
kewenangan untuk mengatur pembagian tersebut sama sekali berbeda, bukan tidak
kekuasaan mengadili pengadilan yang mungkin pada saat yang sama perkawinan
serupa tergantung sari tempat dari tempat campuran juga akan menyebabkan
tinggal tergugat. Sedangkan kewenangan perkawinan beda agama. Hal ini disebabkan
absolut (kekuasaan mutlak) berkaitan karena pasangan yang lintas Negara
dengan wewenang suatu badan pengadilan berkemungkinan juga pasangan lintas
dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang agama.
secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh Kenyataan dalam kehidupan
badan pengadilan lain atau menyangkut masyarakat bahwa perkawinan beda agama
pembagian kekuasaan antar badan-badan itu sering terjadi sebagai realitas yang tidak
peradilan11. bisa dipungkiri. Berdasarkan Pasal 2
Berkaitan dengan kewenangan Undang – undang Nomor 1 Tahun 1974
absolut suatu peradilan, peradilan agama dan Tentang Perkawinan menyatakan
peradilan umum memiliki kewenangan yang perkawinan itu sah jika dilakukan menurut
sama yaitu bertugas dan berwenang masing-masing agama dan keyakinannya itu
memeriksa, memutus dan menyelesaikan telah jelas dan tegas mengatur bahwa
perkara - perkara di tingkat pertama salah sebenarnya perkawinan beda agama di
satunya di bidang Perkawinan. Dalam hal ini larang, karena bertentangan dengan hukum
yang membedakannya adalah untuk yang berlaku di Indonesia. Tetapi
peradilan agama hanya berkaitan dengan perkawinan beda agama masih saja terjadi
perkawinan yang dilakukan antara orang - dan akan terus terjadi sebagai akibat
orang yang beragama Islam, sedangkan interaksi sosial di antara seluruh warga
peradilan umum untuk mereka yang non negara Indonesia yang pluralis agamanya.
muslim. Hal ini dapat terlihat didalam Pasal Hal ini sering menimbulkan
2 Undang - undang Nomor 3 Tahun 2006 penafsiran yang berbeda - beda di beberapa
tentang perubahan atas Undang - undang kalangan masyarakat. Sebagian ada yang
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan berpendapat tidak sah karena tidak
Agama yang menyatakan bahwa Peradilan memenuhi ketentuan yang berdasarkan
Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan agama maupun berdasarkan Undang -
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan undang. Sementara di sisi lain ada yang
yang beragama Islam mengenai perkara berpendapat sah sepanjang dilakukan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam berdasarkan agama / keyakinan salah satu
Undang - undang ini. pihak. Sementara seluruh agama yang ada di
Namun dengan seiring Indonesia tidak membolehkan adanya
berkembangnya masyarakat, permasalahan perkawinan yang dilakukan jika kedua calon
yang terjadi semakin kompleks yaitu memiliki agama yang berbeda. Sebagai
berkaitan dengan perkawinan yang salah satu alternatif agar perkawinan
belakangan ini sering tersiar dalam berbagai keduanya tetap dapat dilaksanakan, Prof.
media terjadi perkawinan yang dianggap Wahyono Darmabrata mengatakan bahwa
problematik dalam kehidupan ada empat cara yang biasa ditempuh
bermasyarakat. Salah satu contohnya adalah pasangan beda agama yaitu antara lain
perkawinan antara pasangan yang memiliki meminta penetapan pengadilan, perkawinan
perbedaan keyakinan (agama) atau sering dilakukan menurut masing-masing agama,
disebut perkawinan beda agama12.Walaupun penundukan sementara pada salah satu
masyarakat awam yang sedikit

11 12
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Sekali Lagi.com, “Tentang Perkawinan Antar
Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Agama” diakses tanggal 3 November 2010.
dalam Teori dan Praktek,Mandar Maju,
Bandung : 2005, hlm.11.
9

hukum agama atau menikah di luar negeri13. kenyataan hidup di Indonesia yang
Ketentuan ini disebut sebagai salah satu cara masyarakatnya bersifat pluralistik, sehingga
penyeludupan hukum bagi perkawinan beda tidak sedikit terjadi perkawinan antar agama.
agama. Maka Mahkamah Agung berpendapat
Bahwa karena di dalam Undang- bahwa tidak dapat dibenarkan terjadinya
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang kekosongan hukum tersebut, sehingga
perkawinan tidak secara tegas mengatur perkawinan antar agama jika dibiarkan dan
tentang perkawinan antar agama, dengan tidak diberikan solusi secara hukum, akan
demikian untuk dapat mengisi kekosongan menimbulkan dampak negatif dari segi
hukum yang terjadi Mahkamah Agung yang kehidupan bermasyarakat maupun beragama
memberikan mengeluarkan putusan berupa penyelundupan-penyelundupan
terhadap perkawinan antar agama yang nilai-nilai sosial maupun agama serta hukum
diajukan oleh Andy Vonny yaitu pada positif, sehingga Mahkamah Agung harus
tanggal 20 Januari 1989 Nomor 1400 dapat menentukan status hukumnya15.
K/Pdt/1986 dalam pertimbangannya Mahkamah Agung dalam putusan
Mahkamah Agung menyatakan, di dalam Nomor 1400K/PDT/1986 tanggal 20 Januari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak 1989 menyatakan memerintahkan Pegawai
memuat suatu ketentuan tentang perbedaan Pencatatan pada Kantor Catatan Sipil
agama antara calon suami dan calon isteri Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
sebagai larangan perkawinan, dan hal ini supaya melangsungkan perkawinan anatara
sejalan dengan UUD 1945 pasal 27 yang Andi Vonny P. (beragama Islam) dengan
menyatakan bahwa segala warga negara Adrianus Petrus Hendrik Nelawan
bersamaan kedudukannya di dalam hukum, (beragama Kristen protestan), setelah
tercakup di dalamnya kesamaan hak asasi dipenuhinya syarat-syarat perkawinan
untuk kawin dengan sesama warga negara menurut undang-undang. Kemudian
sekalipun berlainan agama, dan selama oleh menolak dan membatalkan surat penolakan
undang-undang tidak ditentukan bahwa Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah
perbedaan agama merupakan larangan untuk Abang Jakarta dan Kantor catatan Sipil
perkawinan, maka asas itu adalah sejalan Jakarta masing-masing dengan surat tanggal
dengan jiwa yang termuat di dalam pasal 29 5 maret 1986 Nomor K2/NJ-1/834/III/1986
UUD 1945 tentang dijaminnya oleh negara dan Nomor 655/1.755.4/CS/1986, bahkan
kemerdekaan bagi setiap warga negara membatalkan Penetapan pengadilan Negeri
untuk memeluk agama masing-masing. Jakarta Pusat tanggal 11 April 1986 Nomor
Dengan tidak diaturnya perkawinan 382/PDT/P/1986/PN.JKT/PST sejauh
antar agama di dalam Undang-Undang mengenai penolakan melangsungkan
Nomor 1 Tahun 1974 dan didalam GHR perkawinan.
(Regling op de Gemengde Huwelijken) juga
HOCI tidak dapat dipakai karena terdapat Berdasarkan permasalah perkawinan
perbedaan prinsip maupun falsafah yang beda agama ini abstrak hukum yang dapat
sangat lebar antara Undang-Undang Nomor digali dari Putusan Mahkamah Agung
1 Tahun 1974 dengan kedua ordonansi Nomor 1400K/PDT/1986 tanggal 20 Januari
tersebut, akibatnya dalam perkawinan antar 1989, intinya demikian :
agama terjadi kekosongan hukum14. Di
samping kekosongan hukum juga dalam

13 15
Gracie23’s Weblog, Solusi Beda Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di
agama=Paramadina, Prof. Wahyono Darmabrata Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung , 2000),
membahas pernikahan antar agama di Indonesia Hal .....
yang tidak disahkan secara hukum di akses
tanggal 14 November 2010.
14
Syaharani, Masalah-masalah Hukum
Perkawinan di Indonesia , (Bandung Alumni, tth
2001) hl..
10

“Pegawai Pencatatan Nikah pada Kantor berpendapat dari kasus perkawinan beda
Urusan Agama yang telah menolak agama ini, Mahkamah Agung telah menguji
melangsungkan pernikahan perkawinan peraturan setingkat Undang-undang eks
antara seorang gadis yang beragama Islam belanda yang berlaku melalui ketentuan
dengan seorang pria yang beragama Kristen, peralihan (transitory Provision) dalam
kemudian dengan diajukannya permohonan hukum. Mahkamah Agung juga tampak
kepada Kantor catatan Sipil agar perkawinan bertindak selaku pengawal falsafah negara
mereka dilangsungkan dikantor ini, harus dan konstitusi. Hak menguji Mahkamah
ditafsirkan bahwa calon mempelai wanita Agung (atau Jusicial review Versi
beragama Islam tersebut sudah tidak Indonesia) berkaitan dengan penafsiran
menghiraukan lagi Ketentuan Hukum hukum.
Agama Islam yang dipeluknya tentang
perkawinan. Keadaan ini dapat ditafsirkan Dari putusan Mahkamah Agung
pula bahwa ia menginginkan agar Nomor 1400K/PDT/1986 tanggal 20 Januari
perkawinannya dilangsungkan tidak 1989 tersebut, dapat diketahui bahwa
menurut Hukum Agama Islam. Dengan Mahkamah Agung “memperkenankan”
demikian, oleh karenanya mereka berdua perkawinan antara calon mempelai yang
(calon suami Istri Tersebut) berstatus tidak berbeda agama (seseorang yang beragama
beragama Islam maka Pegawai Kantor Kristen Protestan sebagai calon suami) dan
Catatan Sipil wajib melangsungkan menunjuk Kantor Catatan Sipil sebagai
perkawinan ini”. lembaga yang berwenang melangsungkan
perkawinan beda agama tersebut. Hal ini
Salah satu konsideransi menimbang dari didasarkan pada pertimbangan, bahwa:
Putusan Mahkamah Agung tersebut,
menyatakan : 1) Undang-undang Perkawinan yang
berlaku sekarang, tidak mengatur
“Dari asas perbedaan agama dari calon mengenai perkawinan dari calon
suami istri bukan merupakan larangan suami istri yang berlainan agama;
perkawinan bagi mereka yang kenyataannya 2) Sebelum berlakunya Undang-undang
bahwa terjadi banyak perkawinan yang Perkawinan, ada peraturan yang
diniatkan oleh mereka yang berlainan mengatur perkawinan campuran ialah
agama, Mahkamah Agung berpendapat Regeling op de Gemengde Huwelijken
bahwa tidaklah dapat dibenarkan kalau Stbld. 1898 Nomor 258 (GHR).
karena kekosongan hukum, maka kenyataan Walaupun dalam kasus ini dapat
dan kebutuhan social seperti di atas diterapkan GHR tersebut berdasarkan
dibiarkan tidak terpecahkan secara hukum, Pasal 66 undang-undang Perkawinan,
karena membiarkan masalah tersebut karena Undang-undang Perkawinan
berlarut-larut pasti akan menimbulkan tidak megaturnya, namun ketentuan
dampak negative di segi kehidupan dari GHR ini tidak mungkin dapat
bermasyarakat maupun beragama yang dipakai karena terdapat perbedaan
berupa penyelundupan-penyelundupan prinsip yang amat lebar antara
nilai-nilai social maupun agama dan/atau undang-undang dengan GHR, yaitu
ditemukan dan ditentukan oleh hukumnya”. Undang-undang Perkawinan
menganut asas bahwa perkawinan
Dalam permasalahan perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut
beda agama ini, maka Mahkamah Agung agamanya masing-masing dan
telah menggunakan saran dan melakukan kepercayaan itu dan ini merupakan
penafsiran hukum (Legal interpretation) salah satu perwujudan dari Pancasila
dalam rangka penemuan sebagai falsafah Negara, di mana
hukum16..Mohammad Fajrul Falaakh perkawinan tidak lagi dilihat hanya

16
ibid...
11

dalam hubungan perdata saja, sebab hal tersebut tidak bertentangan dengan isi
perkawinan mempunyai hubungan Pasal 20 dan 21 AB, karena :
yang erat sekali dengan a. Pasal 20 AB menyatakan :
agama/kerohanian, sehingga tidak ada “De rechter moet volgens de wet
perkawinan di luar hukum masing- reghtspreken. Behoudens het bepaalde
masing agamanya dan bij art 20 AB mag hij in geen geval de
kepercayaannya itu. Adapun innerlijke waarde of billijkheid der wet
perkawinan yang diatur dalam GHR beoordeelen” yang menurut pasal 20
memandang soal perkawinan hanya AB ini adalah hakim harus mengadili
dalam hubungan perdata saja. menurut undang-undang atau keadilan
3) Dengan demikian, jelas bahwa daripada undang-undang pasal 20 AB
Undang-undang Perkawinan ini, seperti yang didasarkann pada
mengahadapi “a quo” terdapat paham legisme dan pada dewasa ini
“kekosongan hukum”, karena anggapan ini sudah tidak dapat diterima
menurut kenyataan dan yurisprudensi lagi.
dalam hal perkawinan antara calon b. Pasal 21 AB berbunyi :
suami dan calon istri yang berbeda “geen rechter mag, bij wege van
agamanya ada 2 (dua stelsel hukum algemeene verordening, dispotie of
perkawinan yang berlaku pada saat reglement, uitspraak doen in zaken,
yang sama, sehingga harus ditentukan welke aan zijn beslissing zijn
hukum perkawinan yang mana yang onderworpen”. Disini dijelaskan
diterapkan, sedangkan Pasal 2 ayat (1) bahwa hakim tidak dapat memberikan
Undang-undang Perkawinan junto keputusan yang akan berlaku sebagai
Pasal 10 ayat (2) Peraturan peraturan umum. Bahwa hakim
Pemerintah Nomro 9 Tahun 1975 menganut atau melihat putusan hakim
hanya berlaku bagi perkawinan antar lain bukan karena putusan hakim lain
dua orang yang sama agamanya. Di itu diberlakukan untuk umum,
samping adanya kekosongan hukum, melainkan karena faktor psikologis,
maka juga di dalam kenyataan hidup segi praktis atau pendapat yang sama.
di Indonesia yang masyarakatnya c. Lain dari pada itu Pasal 1917 KUH
bersifat heterogen tidak sedikit terjadi Perdata menegaskan bahwa keputusan
perkawinan atau niat melaksanakan hakim lain hanya berlaku kepada pihak-
perkawinan seperti di atas. pihak yang perkaranya diselesaikan
Namun dalam aturan lain seperti yang menurut keputusan itu, oleh karenanya
jelaskan didalam angka 3 Penjelasan secara pinsipal hakim tidak terkait
Umum atas UUP dinyatakan : kepada keputusan hakim lainnya.
“Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila Dalam Hal ini dapat ditarik suatu
dan Undang-undang Dasar 1945 maka gambaran bahwa alasan Seorang Hakim
undang-undang ini, di satu pihak harus Mempergunakan Putusan Hakim Lain
mewujudkan prinsip-prinsip yang dengan berbagai pertimbangan yaitu sebagai
terkandung dalam Pancasila dan Undang- berikut :
Undang dasar 1945, sedangkan di lain pihak a. Pertimbangan psikologis
harus dapat menampung segala kenyataan Karena keputusan hakim mempunyai
yang hidup dalam masyarakat dewasa ini. kekuatan/kekuasaan hukum, terutama
Undang-undang Perkawinan ini telah keputusan Pengadilan Tinggi dan
menampung di dalamnya Unsur-unsur dan Mahkamah Agung, maka biasanya
ketentuan-ketentuan Hukum Agamanya dan hakim bawahan segan untuk tidak
Kepercayaannya itu dari yang mengikuti putusan tersebut.
bersangkutan”. b. Pertimbangan Praktis
Karena dalam kasus yang smaa sudah
Meskipun yurisprudensi mempunyai pernah dijatuhkan putusan oleh hakim
pengaruh terhadap hakim-hakim lain namun terdahulu-lebih-lebih apabila putusan
itu sudah dibenarkan/diperkuar oleh
12

Pengadila Tinggi dan Mahkamah pertama, tingkat banding maupun tingkat


Agung, maka akan lebih praktis apabila kasasi atau Hakim Agung.
hakim berikutnya memberikan putusan Hal menarik yang perlu di catat
yang sama. Buat apa hakum yang disini adanya penjelasan Pasal 30 ayat (1)
belakangan susah-susah memciptakan Undang - undang No. 5 Tahun 2004
putusan yang berlainan dan yang belum tentang Mahkamah Agung yang berbunyi
tentu akan dibenarkan dalam tingkat : ”Dalam memeriksa perkara, Mahkamah
banding dan kasasi ? Agung berkewajiban menggali, mengikuti,
Di samping itu, apabila keputusan dan memahami rasa keadilan yang hidup
hakim yang tingkatannya lebih rendah dalam masyarakat. Disebut menarik,
member keputusan yang karena isi sebagaimana penjelasan tersebut
menyimpang/berbeda dari keputusan tidak ada dalam Undang - undang No. 14
hakuim yang lebih tinggi, maka Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
keputusan tersebut tentu tidak dapat yang lama. Penjelasan tersebut, secara
dibenarkan pada waktu putsan itu juridis maupun filosofis mempunyai
dimintakan banding atau kasasi. pengertian yang sama dengan Pasal 28 ayat
c. Pendapat yang Sama (1) Undang - undang No. 4 Tahun 2004 di
Karena hakim yang bersangkutan atas, sehingga dapat dipandang sebagai
sependapat dengan keputusan hakim penegasan bahwa seseorang Hakim Agung
lain yang lebih dahulu terutama apabila karena keluhuran jabatannya, harus dapat
isi dan tujuan undang-undang sudah melakukan penemuan hukum bahkan
tidak sesuai lagi dengan keadaan sosial kalau mungkin terobosan hukum dalam
yang nyara pada waktu kemudian- upaya mewujudkan dan memenuhi rasa
maka sudah sewajarnya apabila keadilan masyarakat melalui putusan -
keputusan hakim lain tersebut putusan yang diambilnya dalam
dipergunakan. penyelesaian perkara yang disodorkan
kepadanya.
Berdasarkan Undang - undang No. 4 Berdasarkan dengan penjelasan
Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman terhadap beberapa pasal tersebut diatas
sebagai hasil revisi Undang - undang No. 14 dapat dikatakan bahwa yurisprudensi sendiri
Tahun 1970, BAB IV tentang hakim dan memiliki kekuatan yang sama dengan
Kewajibannya, Pasal 28 ayat (1) dinyatakan undang-undang dan juga tidak ada masa
bahwa : ”Hakim Wajib menggali, kadaluarsanya sepanjang Undang-undang
mengikuti, dan memahami nilai - nilai yang mengatur tentang perkawinan itu tidak
hukum dan rasa keadilan yang hidup di yudicial review, dan dalam hal ini
dalam masyarakat.” selanjutnya dalam menurut pendapat salah 1 (satu) hakim
penjelasan dari Pasal tersebut disebutkan: “ Bapak Melcky Johny Otoh, S.H.,M.H selaku
ketentuan ini dimaksudkan agar putusan Hakim pada Pengadilan Negeri Sangatta, ia
Hakim sesuai dengan hukum dan rasa mengemukakan pendapatnya bahwa
keadilan masyarakat ” . Yurisprudensi memiliki kekuatan yang sama
Ketentuan Pasal 28 ayat (1) ini kuatnya dengan Undang-undang jika dilihat
merupakan pengulangan dengan sedikit menurut Undang-undang Nomor 12 tahun
perubahan dari Pasal 27 Undang - undang 2011 yang didalam undang-undang ini
No. 14 Tahun 1970 yang digantikannya. mngatur tentang Hirarki atau tata urutan
Ketentuan di atas tersirat secara juridis perundang-undangan, didalam pasal 7 ayat 1
maupun filosofis bahwa Hakim di disebutkan bahwa jenis dan hirarki
Indonesia mempunyai kewajiban atau hak Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
untuk melakukan penemuan hukum dan a) Undang-undang Dasar Negara
penciptaaan hukum, agar putusan yang Republik Indonesia Tahun 1945
diambilnya dapat sesuai dengan hukum dan b) Ketetapan Majelis Permusyawaraan
rasa keadilan dalam kehidupan di Rakyat (TAP-MPR)
masyarakat. Ketentuan ini berlaku bagi c) Undang-undang/Peraturan Pemerintah
semua tingkatan, baik hakim tingkat Pengganti Undang-undang
13

d) Peraturan Pemerintah melainkan asas Precedent dan asas Bebas,


e) Peraturan Presiden namun dalam pelaksanaannya asas yang
f) Peraturan Daerah Provinsi terkandung dalam yurisprudensi yaitu
g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berupa asas kemanusiaan, asas HAM, asas
Sehingga dapat diketahui bahwa keadilan, asas penemuan hukum, dan asas
posisi dari Yurisprudensi didalam suatu penafsiran hukum, karena adanya asas
aturan perundang-undangan dapat dilihat kebebasan hakim dalam menafsirkan hukum
dalam point (3) yaitu Peraturan Pengganti tersebut terkait dengan asas penemuan yang
Undang-undang dimana jika dilihat menurut didalamnya terbagi menjadi 3 aspek yaitu :
Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 aspek Kepastian, Aspek Kemanfaatan, dan
Tahun 2011 yaitu : aspek Yuridis ( Hukum ) karena di dalam
“bahwa suatu Peraturan perundang- aturan yang mengatur tentang perkawinan
undangan sebagaimana dimaksud dalam beda agama tersebut tidak ada dan terdapat
ayat (1) yaitu Majelis Permusyawaratan kekosongan hukum ‘a quo’ didalam undang-
Rakyat (MPR) Dewan Permusyawaratan undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Rakyat (DPR) Dewan Perkwakilan Rakyat perkawinan sehingga pengadilan menjadi
Daerah (DPRD), Mahkamah Agung (MA), wadah atau tempat bagi seseorang yang
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksaan ingin mendapatkan kepastian hukum karena
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank pengadilan sendiri berperan dalam hal
Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga, atau menggali dan menemukan hukum atau
Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan bahasa lainnya pengadilan
dengan Undang-undang, Dewan Perwakilan merupakan tempat terakhir atau benteng
Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan terakhir bagi pencari keadilan, maka dengan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, hal tersebut seorang hakim memang harus
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau melakukan pertimbangan-pertimbangan
setingkat”. seperti dalam halnya memutuskan suatu
Dengan demikian yurisprudensi perkara seperti perkawinan beda agama,
dalam hal ini yang memiliki kekuatan yang sehingga bagi hakim yang menangani kasus
sama dengan undang-undang dapat seperti perkawinan beda agama bisa saja
menggantikan suatu aturan seperti adanya kemungkinan untuk dikabulkannya,
perkawinan beda agama sampai dengan karena beberapa faktor seperti Asas
adanya aturan yang mengatur boleh atau Kemanusian, HAM, Keadilan, dan Undang-
tidaknya perkawinan tersebut, karena Undang Dasar, namun saya juga tidak boleh
menurut pendapat beliau bahwa Undang- lepas dari pada Undang-undang sebagai
undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 aturan yang mengatur hukum perkawinan,
tentang perkawinan tidak mengatur adanya sudah di Unifikasikan dalam Undang-
perkawinan beda agama sehingga terdapat undang No. 1 thn 197417. Dengan begitu
“a quo” atau kekosongan hukum di didalam hal mengambil suatu keputusan
dalamnya, akan tetapi dalam hal ini jelas tergantung pandangan hakim masing-
tidak dapat disamakan dengan pendapat masing karena seorang hakim harus
hakim lainnya karena jika dilihat dari memiliki keyakinan tersendiri dalam
beberapa pendapat hakim bahwa menurut menafsirkan suatu perbuatan atau peristiwa
analisa penulis pemakaian yurisprudensi hukum yang ada didalam masyarakat dan
terdahulu ataupun tidaknya tergantung pada didalam penemuan hukum seperti kasus
principal masing-masing hakim, sehingga seperti perkawinan beda agama ini dimana
dengan timbulnya yurisprudensi ini dapat sudah jelas tidak ada aturannya tetapi ada
diartikan bahwa pada dasarnya asas yang banyak kejadian yang terjadi dimasyakarat
terdapat didalam yurisprudensi hanya pada umumnya dan juga harus dilihat lagi
terbagi menjadi terbagi menjadi 2 (dua) dari segi social dan masyarakat. Jadi untuk

17
Hasil wawancara dengan Bapak Hongkun
Ottoh, SH.MH sebagai Hakim pada Pengadilan
Negeri Samarinda
14

apakah yurisprudensi ini tidak tetap atau hakim perlu untuk menafsirkan dan
tidak tetap itu tergantung kepada seorang menemukan hukum yang cocok terhadap
hakim masing-masing yang memutus suatu masyarakat pada umumnya.
perkara berdasarkan keyakinan dan
kehendaknya sehingga apakah ada yang mau PENUTUP
memakai dan / yau tidaknya memakai atau KESIMPULAN DAN SARAN
melihat yurisprudensi terlebih dahulu itu
tergantung oleh masing-masing hakim dan Bahwa berdasarkan permasalahan
tidak dapat di pastikan mereka memiliki pencatatan perkawinan terhadap perkawinan
keputusan yang sama dengan perkara yang beda agama dengan adanya Yurisprudensi
sama. Akan tetapi kalau untuk orang yang Mahkamah Agung No. 1400K/PDT/1986
berperkara bisa saja, tapi sebagai hakim dapat ditarik kesimpulan bahwa Kantor
perlu menemukan penemuan hukum jadi Catatan Sipil sebagai instansi pencatatan
tergantung hakim-hakim lagi yang harus pernikahan non muslim hanya berpedoman
yakin untuk mengambil keputusan18. kepada Undang-Undang Perkawinan dan
Aliran yang membolehkan Aturan Administrasi Kependudukan yang
penemuan hukum oleh hakim dalam mana pencatatan nikah di Capil ini harus non
proses peradilan adalah aliran muslim, terkecuali peristiwa hukum lainnya,
Rechtsvinding . Aliran ini berpendapat ataupun perintah dari atasan Kebijakan dari
bahwa tidak seluruh hukum ada dalam Pemerintah Pusat yang mengaharuskan
Undang - undang karena disamping Undang perkawinan beda agama dilaksanakan di
- undang masih ada sumber - sumber Catatan Sipil, jadi dengan adanya
hukum lainnya yang dapat digunakan Yurisprudensi atau Putusan lainnya yang
hakim dalam penemuan hukum. menurut membolehkan adanya perkawinan beda
aliran ini hakim tidak semata - mata agama ini tidak mengubah aturan yang ada
mengabdi pada kepastian hukum, pada Kantor Catatan Sipil itu sendiri
melainkan juga merealisasikan keadilan. terkecuali kebijakan Pemerintah Pusat
Hakim memang harus menghormati melalui kepala dinas memerintahkan untuk
undang -undang melainkan harus itu.
menggunakan undang - undang sebagai Asas yang ada didalam Yurisprudensi
sarana untuk menemukan pemecahan No. 1400K/PDT/1986 terhadap perkawinan
hukum dari setiap peristiwa yang beda agama yaitu asas Precedent dan asas
disodorkan kepadanya, yang dapat men bebas namun pada pelaksanaannya asas
jadi pedoman bagi pemecahan peristiwa yang terkandung yaitu Asas Kebebasan
kongkrit serupa lainnya. Hakim dalam menafsirkan hukum termasuk
Dengan demikian hakim tidak Asas Penemuan Hukum, Asas
sekedar menjadi penafsir undang - undang Kemanusiaan, Asas Kepastian Hukum, Asas
melainkan juga sebagai pencipta hukum. Keadilan, Asas Hak Asasi Manusia, karena
Penemuan hukum seperti ini dapat dikatakan tidak adanya kepastian atau aturan yang
penemuan hukum bebas19. Namun dalam mengatur tentang perkawinan beda agama
arti seorang hakim hanya berpegang sehingga pengadilan adalah tempat atau
terhadap keadaan masyarakat dan tidak wadah dan / atau benteng terakhir untuk
memperdulikan aturan seperti Undang- menggali dan menemukan hukum bagi para
undang melainkan tetap kepada dasar pencari keadilan, sehingga bagi hakim yang
hukum dan juga mempelajari situasi yang menangani kasus seperti ini bisa saja
kondusif didalam masyarakat karena kemungkinan dikabulkan karena beberapa
sebenarnya Undang-undang akan selalu faktor seperti Kemanusian, Hak Asasi
terlambat dengan cepat tanggapnya sikap Manusia, Keadilan, dan Undang-Undang
juga perilaku masyarakat sehingga seorang Dasar, namun seorang hakim tidak boleh

18 19
Sudikno Mertokusumo, Tahun 1996 _ 9 6-97).
Hasil wawancara dengan Bapak Hongkun
Ottoh, SH.MH yang bekerja sebagai Hakim pada
Pengadilan Negeri Samarinda
15

lepas dari pada Undang-undang sebagai hukum terhadap perkawinan, dan hendaknya
aturan yang mengatur hukum perkawinan pemerintah membuat undang-undang yang
yang telah di Unifikasikan dalam Undang- sesuai dengan kondisi bangsa indonesia,
undang No. 1 tahun 1974, dan tetap melihat serta mengakomodir kepentingan seluruh
kondisi masyarakat yang dinamis untuk masyarakat indonesia yang bermacam-
mengambil suatu keputusan. macam suku, agama, ras, dan golongan,
Karenanya penulis memiliki saran perlu sehingga seorang hakim tidak perlu lagi
adanya perubahan dengan cara Yudicial menafsirkan suatu undang-undang.
Review sehinga tidak adanya kekaburan

Daftar Pustaka Ko Tjay Sing, Hukum Perdata Jilid I Hukum


Keluarga, Iktikad Baik, Semarang,
I. Buku – buku 2004
Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan U Yulies Tiena Masriani, 2004. Pengantar
ndang-Undang Perkawinan (Undang- Hukum Indonesia. Yang menerbitkan
Undang No 1 Tahun 1974 Tentan PT Sinar Grafika: Jakarta.
g Perkawinan). Cet 3. Yogyakarta:
Liberty, 2000 Soekanto, Soerjono & Purnadi Purbacaraka,
Perihal Kaidah Hukum, PT. Citra
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Aditya Bakti, Bandung 2004.
di Indonesia, (Bandung: Sumur
Bandung , 2000) Wienarsih Imam Subekti dan Sri
Soesilowati Mahdi, Hukum
Sution Usman Adji,Kawin lari dan Kawin a Perorangan dan Kekeluargaan
ntar Agama, cet 4,Yogyakarta:Libert Perdata Barat, cet 1,(Jakarta: Gitama
y,2001 Jaya,2005)
H. Arso Sosraotmodjo, SH dan H. A. Wasit Rachmadi Usman, SH, Aspek-aspek Hukum
Aulawi MA, Hukum Perkawinan Di Perorangan dan Kekeluargaan di
Indonesia, Penerbit Bulan Bintang, Indonesia , Penerbit Sinargrafika,
Jakarta, 2001. Jakarta, 2006
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu
keluarga, Penerbit Sinar Grafika, Perundang-undangan Proses dan
Jakarta,2002 Teknik Pembentukannya, Kanisius,
Yogyakarta, 2007.
Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Happy Susanto, Nikah Siri Apa
Wetboek). Diterjemahkan oleh Untungnya?, (Jakarta: Visimedia,
Subekti dan Tjitrosudibio. Jakarta: Pr 2007)
adnya Paramita, 2002
Tim Redaksi Pustaka Yustitia, Undang-
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Indonesia Menurut Perundangan, Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Hukum Adat, Hukum Agama, cet Islam, (Yogyajarta: Pustaka
II,(Bandung :Mandar Maju, 2003) Yustitia,2008)
16

Peter Mahmud Marzuki, 2009. Pengantar R. Soeroso, SH, Yurisprudensi Hukum


Ilmu Hukum. Yang menerbitkan Acara Perdata Bagian ke- 5 Tentang
Kencana Prenada Media Group: Putusan Pengadilan , Penerbit Sinar
Jakarta. Grafika, Jakarta, 2012.

Himpunan Kaidah Hukum Putusan Perkara Syaharani, Masalah-masalah Hukum


dalam Yurisprudensi MA RI tahun Perkawinan di Indonesia , (Bandung
1969 - 2008, MA RI 2010 Alumni, tth)

II. Peraturan Perundang – Undang Undang - Undang Nomor 22 Tahun


1946 Tentang Pernikahan, Talak
Undang – undang Dasar Tahun 1945 dan Rujuk
Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan
Undang
Peraturan PerundangUndangan.
Undang Perkawinan. UU No 1 Tahun
Kompilasi Hukum Islam
1974. LN No. 1 Tahun Regeling of de Gemengde
Huwelikjen (GHR) Stb. 1898
1974. TLN. No. 3019
Nomor 158 Tentang Perkawinan
Campuran
Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (Burgerli
jk Wetboek). Yurisprudensi Mahkamah Agung No.

Reg. 1400K/PDT/1986

III. Majalah dan Artikel Asasi Manusia RI, Badan


Pembinaan Hukum Nasional,
Junawan Ompusunguggu, SH.MH., Pusat Penelitian dan
2012. Perkawinan Antar Pengembangan Sistem Hukum
Agama. Nasional, 2008.
Urai Imamuddin, 2011, Menerapkan Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu
Penemuan Hukum Dalam Perundangundangan: Dasar-
Perkawinan Beda Agama. dasar dan Pembentukannya.
Yuriko Surinda, 2010, Tinjauan Rian Rifqi, 2010, Sumber Hukum di
Yuridis dan Kepastian Hukum Indonesia.
Dalam Perkawinan Campuran.
Rais Rozali, 12 September 2013,
Laporan Kompendium Bidang Asas-Asas dan Teori
Hukum Perundang-Undangan, Pembentukan Perundang-
Departemen Hukum dan Hak Undangan.
17

Habibul Umam Taqiuddin, SH, MH,


Juni 2010, Teori Perundang-
undangan

IV. Bahan Pustaka Lainnya / Internet antar-agama”, diunduh 22 April


2014.
Zuhdi, “Perkawinan Beda Agama Me
nurut Hukum Islam dan Huku WordPress,”Perkawinan Beda Agama
m Indonesia”http://www.kabar dan Hak Asasi Manusia Di
islam.com/hukum- Indonesia”http://bangdejambi.w
fiqh/perkawinan-beda-agama- ordpress.com/perkawinan-beda-
menurut-hukum-islam-dan- agama-dan-hak-asas-manusia-
hukum-indonesia”, diunduh 6 diindonesia, di unduh 22 April
April 2014. 2014.

Junawan – Law http://Hukumonline.com/detail.asp?id


Firm.blogspot.com”Perkawinan-
=15656&ci=Berita.

http://sonny beda-agama.html, diunduh 24


tobelo.blogspot.com/2009/02/fe April 2014.
nomena-hukum-perkawinan-

Anda mungkin juga menyukai