Anda di halaman 1dari 2

Indonesia membagi upaya penyelesaian sengketa perdata ke dalam dua cara.

Pertama, melalui jalur


pengadilan atau dikenal sebagai jalur litigasi sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata. Kedua,
melalui penyelesaian di luar pengadilan atau jalur non litigasi. Salah satu penyelesaian sengketa melalui
jalur non litigasi ialah alternatif penyelesaian sengketa, sebagai contoh yaitu melalui lembaga arbitrase.

Sengketa perdata dalam perjanjian merupakan perkara yang timbul dari perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya oleh para pihak. Perjanjian diawali dengan negosiasi (bargaining process) sehingga
menghasilkan kesepakatan yang tertuang secara tertulis dalam kontrak perdagangan. Dimana kontrak
perdagangan sendiri berlaku sebagai alas hukum bagi para pihak yang mengikatkan dirinya.

Keadaan saat ini menunjukan bahwa penyelesaian sengketa di pengadilan tidak lagi menjadi pilihan
utama karena dianggap tidak cukup efektif dan efisien. Hal tersebut dikarenakan penyelesaian sengketa
melalui pengadilan sering kali menimbulkan permasalahan seperti memakan waktu yang lama; tingginya
biaya penyelesaian sengketa; dan penyelesaiannya juga harus berpaku pada hukum acara yang berlaku.
Hal tersebut bertentangan dengan pola pikir pelaku akitivitas perdagangan untuk dapat bergerak cepat
dalam penyelesaian sengketa.

Mau meningkatkan kapasitas dan skil serta pengetahuan dengan cara mudah dan terjangkau? Mulai dari
IDR 50 ribu/bulan, anda dapat mengikuti beragam pelatihan virtual dan kelas pengetahuan mandiri
tanpa batas.

Segera daftarkan diri anda dalam program Amica@NgertiHukumID

Pilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase (non litigasi) dianggap memberikan
keuntungan tersendiri daripada melalui badan peradilan nasional, sehingga klausula arbitrase semakin
lazim dimasukkan di dalam kontrak dagang. Berikut merupakan prosedur yang harus dilakukan dalam
penyelesaian sengketa melalui arbitrase:

Kesepakatan Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus disepakati oleh kedua belah pihak terlebih dahulu.
Perjanjian untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase mengikuti peraturan yang telah diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian.
Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase

Berdasarkan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Aternatif
Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), permohonan arbitrase dilakukan secara tertulis dan memuat
lengkap informasi seperti nama dan alamat Pemohon dan Termohon; penunjukan klausula arbitrase
yang berlaku pada perjanjian; perjanjian yang menjadi sengketa;dasar tuntutan; jumlah yang dituntut
(apabila ada); cara penyelesaian sengketa yang dikehendaki; dan pengajuan jumlah arbiter yang
dikehendaki.

Penunjukan Arbiter

Merujuk pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2, Pemohon dan Termohon dapat memiliki kesepakatan
mengenai arbiter. Kesepakatan ini dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon
dan dalam jawaban Termohon. Forum arbitrase dapat dipimpin oleh hanya satu orang arbiter (arbiter
tunggal) atau majelis, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Apabila dalam waktu 14 hari tidak
ditemukan kesepakatan antara para pihak, maka Ketua Pengadilan dapat melakukan pengangkatan
arbiter tunggal. Keputusan tersebut kemudian akan mengikat kedua belah pihak.

Tanggapan Termohon dan Tuntutan Balik (Rekonvensi)

Setelah berkas permohonan didaftarkan, pengurus Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) akan
memeriksa dan memutuskan apakah BANI memang berwenang untuk melakukan pemeriksaan
sengketa. Kemudian sekretariat BANI akan menyiapkan salinan permohonan arbitrase Pemohon dan
dokumen lampiran lainnya untuk disampaikan kepada Termohon. Termohon memiliki waktu 30 hari
untuk memberikan jawaban, dan dapat diperpanjang hingga 14 hari.

Jawaban tersebut, Termohon dapat melampirkan data dan bukti lain yang relevan terhadap kasus yang
dipersengketakan untuk mengajukan tuntutan balik atau disebut sebagai rekonven

Anda mungkin juga menyukai