Anda di halaman 1dari 4

1.

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman, hal ini tentunya memicu makin
berkembangnya kerjasama bisnis antarnegara maupun dalam negara. Dimana hal ini
merupakan implikasi dari pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat dan kompleks dari hari ke
hari. Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri seiring dengan meningkatnya kerjasama bisnis
tentunya menyebabkan semakin tinggi pula tingkat sengketa di antara para pihak yang terlibat
di dalam kerjasama bisnis tersebut .Dimana dalam hal ini sengketa bisnis merupakan konflik
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan bisnis.
Ada beberapa hal yang menjadi dasar yang menyebabkan terjadinya sengketa bisnis antara lain
yakni:
1. Wanprestasi;
2. Perbuatan melawan hukum; dan
3. Kerugian salah satu pihak
Arbitrase adalah perjanjian perdata yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak untuk
menyelesaikan sengketa mereka yang diputuskan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter yang
ditunjuk secara bersama-sama oleh para pihak yang bersengketa dan para pihak menyatakan
akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter. Penyelesaian sengketa melalui lembaga
arbitrase harus terlebih didahului dengan kesepakatan para pihak secara tertulis untuk melakukan
penyelesaian menggunakan lembaga arbitrase. Adapaun Sengketa yang dapat diselesaikan
melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut
hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa. Yang menjadi dasar hukumnya adalah Undang-Undsang No.30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 5 Ayat (1) yang mana disebutkan
bahwa : “Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak-pihak yang bersengketa.” Indonesia sendiri memiliki beberapa lembaga
khusus yang memfasilitasi arbitrase, yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI),
Pengadilan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) dan Bali International Arbitration and
Mediation Center (BIAMC),Lembaga Arbitrase dan Mediasi Indonesia (LAMI), dan Badan
Arbitrase Konstruksi Indonesia (BAKI).

Berikut salah satu contoh kasus yang diselesaikan dengan arbitrase adalah Kasus Pemerintah
Indonesia dan Hesham Al Waraq:
‘Tahun 2011, mantan wakil presiden Bank Century Hesham, komisaris, menggugat pemerintah
untuk mengambil alih saham bank. Ia menuntut  ganti rugi sebesar US$19,8 juta. Alih-alih  ganti
rugi, ICSID justru menolak tuntutan pengambilalihan Hesham. Dengan demikian, kemenangan
Indonesia dalam dua kasus Bank Century menghalangi pemerintah untuk membayar  sekitar
US$100 juta atau setara dengan 1,3 triliun rupiah.”

2.Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian
diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Pada
dasarnya APS adalah cara penyelesaian yang dilakukan di luar pengadilan; sebagai alternatif dari
pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui APS tidak akan selalu menjamin hasil yang
memuaskan bagi para pihak yang bersengketa. Hal ini memiliki berarti, bahwa tidak semua
kasus persengketaan, meskipun syarat untuk penggunaan APS terpenuhi , harus selalu
diselesaikan melalui mekanisme APS. beberapa prasyarat yang juga merupakan faktor-faktor
kunci kesuksesan (key success factors) untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan mekanisme
APS dan menjadi efektif. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sengketa masih dalam batas “wajar”
Yang dimaksud “wajar” dalam hal ini Konflik yang terjadi antara para pihak masih moderate
artinya permusuhan masih dalam batas yang bisa ditoleransi. Dalam hal ini wajar atau moderate
sangatlah relatif.
2. Komitmen para pihak pengusaha atau pelaku bisnis yang bersengketa
Dimana dalam hal ini disebut dengan para pihak,dimana mereka memiliki tekad untuk
menyelesaikan sengketa melalui APS, dan menerima tanggung jawab atas keputusan mereka
sendiri serta menerima legitimasi dari APS. Semakin besar komitmen dan penerimaan atas
proses tersebut, tentunya akan semakin besar kemungkinan para pihak akan memberikan
response positif terhadap penyelesaian melalui APS.
3. Keberlanjutan hubungan
Penyelesaian melalui APS selalu menginginkan hasil win-win solution.
Untuk mewujudkan hal tersebut haruslah ada keinginan dari para pihak untuk mempertahankan
hubungan baik mereka. Mendorong mereka untuk tidak hanya memikirkan hasilnya tetapi juga
cara mencapainya. Dimana hal ini merupakan pertimbangan untuk kepentingan masa depan
4. Keseimbangan posisi tawar menawar
keseimbangan dalam posisi tawar menawar haruslah dimiliki oleh para pihak .Meskipun hal itu
terkadang sulit untuk dijumpai, khususnya jika sengketa melibatkan pengusaha multinasional
dan pengusaha lokal, di mana hampir seluruh sumber daya dikuasai oleh pengusaha
multinasional. Akan tetapi perbedaaan tersebut seharusnya tidak memengaruhi posisi tawar-
menawar, artinya salah satu pihak harus tidak mendikte atau bahkan mengintimidasi agar sebuah
penyelesaian disetujui.
5. Prosesnya bersifat pribadi dan hasilnya rahasia
Para pihak menyadari bahwa proses penyelesaian sengketa melalui APS tidak terbuka untuk
umum, hasil penyelesaian sengketa tidak dimaksudkan untuk diketahui oleh umum atau
dipublikasikan kepada khalayak, bahkan dinilai konfidensial. Jadi, tujuan terpenting yang hendak
dicapai adalah, para pihak dapat mencapai penyelesaian sengketa mereka dengan hasil yang
memuaskan.

Untuk menyelesaikan suatu sengketa melalui mekanisme arbitrase, dibutuhkan kesepakatan


antara kedua pihak yang bersengketa (dapat dilakukan sebelum maupun setelah terjadinya
sengketa). Karena alasan ini, perjanjian secara tertulis harus dilakukan oleh kedua pihak sebelum
arbitrase. Di Indonesia terdapat beberapa badan khusus yang memfasilitasi proses arbitrase, yaitu
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)
dan Bali International Arbitration and Mediation Centre (BIAMC).Berdasarkan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Arbitrase adalah “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa”. Proses arbitrase akan dipimpin oleh arbiter tunggal atau majelis arbiter yang
sebelumnya dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Dengan memilih bersengketa di luar
pengadilan, tentunya arbitrase memiliki banyak keuntungan, di antaranya:

1. Lebih fleksibel, tetapi masih masuk kedalam koridor hukum yang ada
Pada dasarnya penyelesaian sengketa melalui Arbitrase diatur dalam HIR dan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
tetapi pada prakteknya Majelis Arbiter/ Arbiter Tunggal yang memimpin jalannya proses
arbitrase dalam menentukan agenda persidangan lebih fleksibel dengan menyesuaikannya
dengan kepentingan para pihak yang berperkara. apabila terjadi penundaan, maka
panitera akan segera menginformasikannya kepada para pihak sebelum waktu sidang
yang telah direncanakan sebelumnya.
2. Arbiter telah mempelajari permohonan dan jawaban yang diajukan oleh para
pihak
Arbiter telah mempelajari permohonan dan jawaban serta seluruh dokumen yang
diajukan oleh para pihak, sehingga Arbiter telah memiliki gambaran awal atas
permasalahan yang terjadi.Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf e UU Arbitrase dalam
pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat dapat diangkatnya arbiter adalah
memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun..
3. Para Pihak masih dapat menjalin hubungan kerja sama dengan baik
Tujuan utama dari penyelesaian melalui Arbitrase adalah untuk mencari jalan keluar yang
menguntungkan bagi para pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Sehingga
hubungan baik para pihak yang bersengketa masih tetap berlanjut setelah adanya putusan
karena tujuan dari penyelesaian sengketa secara proses Arbitrase bukan untuk memutus
kontrak yang ada.
4. Terjaganya kerahasiaan para pihak yang bersengketa
Penyelesaian perkara melalui Arbitrase dilakukan secara tertutup, baik proses
persidangannya dan juga penyelesaian masalahnya, sehingga salah satu kelebihan dari
penyelesaian sengketa melalui Arbitrase adalah bersifat rahasia atau confidentiality.Tidak
ada pihak lain yang terlibat selain arbiter dan para pihak yang bersengketa, sehingga
kerahasiaan dari para pihak yang bersengketa dapat terjaga.5
5. Prosedur persidangan yang fleksibel
Prosedur persidangan dalam penyelesaian perkara melalui Arbitrase sangat fleksibel dan
tidak terlalu formal, dimana arbiter yang ditunjuk oleh para pihak akan menjadi pihak
yang menjembatani dan menyeimbangan keinginan apa yang ingin disepakati oleh kedua
belah pihak.
6. Mampu memilih jenis hukum apa yang akan diterapkan
Ketika membuat perjanjian bisnis, para pihak yang melakukan perjanjian harus membuat
klausul arbitrase. Klausul arbitrase disini membahas mengenai jenis hukum apa yang
akan dipakai untuk menyelesaikan perkara. Para pihak harus melihat secara jeli sebelum
menyusun kontrak kerja sama terutama dalam klausul arbitrase.7
7. Kebebasan dalam menunjuk arbiter
Arbiter yang dipilih oleh para pihak tersebut tidak boleh ada keterikatan apapun oleh para
pihak, sehingga sifat dari seorang arbiter haruslah independen. Arbiter biasanya adalah
orang yang ahli di bidangnya. 8.
8. Keputusan yang bersifat mengikat dan final
Keputusan dari persidangan arbitrase bersifat mengikat dan final, sehingga pihak yang
kalah dalam sidang arbitrase harus menjalankan kewajibannya secara sukarela.

Sumber:
BMPHKUM4409/MODUL 1
Lembaga Penyelesaian Sengketa Bisnis di Indonesia (gresnews.com)
Arbitrase: Definisi, Jenis-Jenis, dan Contohnya - Gramedia Literasi

Anda mungkin juga menyukai